BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Seiring perkembangan zaman kebutuhan manusia secara terus menerus akan meningkat sesuai berjalannnya waktu. Berbagai kebutuhan sehari-hari pun terus dikembangkan agar manusia dapat menggunakan dengan efisien sesuai kebutuhan. Salah satu alat atau benda yang sangat dipergunakan oleh manusia berbahan dasar dari karet. Karet merupakan hasil bumi yang bila diolah dapat menghasilkan berbagai macam produk yang amat dibutuhkan dalam kehidupan. Teknologi karet sendiri semakin berkembang berkembang dan akan terus berkembang berkembang seiring berjalannya berjalannya waktu dan akan akan semakin banyak banyak produk yang dihasilkan. Terdapat dua jenis karet yang biasanya digunakan dalam industri yaitu karet alam dan karet sintetis. Karet alam merupakan air getah dari tumbuhan Hevea brasiliensis brasiliensis yang merupakan polimer alam dengan monomer isoprena, sedangkan karet sintetis sebagian besar dibuat dengan mengandalkan bahan baku minyak bumi. Perkembangan teknologi pengolahan karet yang sangat luas, menuntut agar di masa yang akan datang manusia dapat menggunakan karet sebaik dan seefisien mungkin. Oleh sebab itu kita perlu mengetahui hal-hal apa saja yang berkaitan dengan karet tersebut. Salah satu hal yang perlu kita ketahui adalah teknik pengolahan karet dan bagaimana cara meningkatkan meningkatkan kualitas dari karet tersebut. Cara meningkatkan kualitas dari karet yaitu vulkanisasi karet. Vulkanisasi adalah pengolahan tahap terakhir pada pembuatan barang jadi karet. Selama proses vulkanisasi terjadi perubahan sifat kompon karet yang plastis menjadi elastis dengan cara pembentukan ikatan silang di dalam struktur molekulnya. Maka dari itu vulkanisasi karet amat sangat penting bagi pengolahan karet agar tercapai kualitas karet yang diinginkan serta dapat dimanfaatkan oleh masyarakat luas.
1.2
1.
Tujuan dan Manfaat
Agar memahami konsep tentang vulkanisasi karet, mekanisme, dan tahapan proses vulkanisasi karet serta hal yang terkait dengan vulkanisasi karet
2. 1.3
Menambah wawasan mengenai vulkanisasi karet Rumusan Masalah
1.
Menjelaskan Menjelaskan tentang pengertian proses vulkanisasi
2.
Menjelaskan metode-metode vulkanisasi
1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Definisi Vulkanisasi
Vulkanisasi adalah pengolahan tahap terakhir pada pembuatan barang jadi karet. Selain itu vulkanisasi karet merupakan proses perbaikan sifat karet, terutama kekuatan dan keelastisitasnya sifat karet akan lebih baik setelah vulkanisasi terjadi karena adanya perubahan pada struktur molekul polimer karet yaitu terbentuknya ikatan silang antar rantai polimer karet di dalam struktur molekulnya. Adanya ikatan ini membuat molekul polimer menjadi tidak bergerak bebas lagi. Ini artinya karet berubah menjadi lebih kaku atau kekuatan dan keelastisitasannya bertambah. Selama proses vulkanisasi terjadi perubahan sifat kompon karet yang plastis menjadi elastis dengan cara pembentukan ikatan silang di dalam struktur molekulnya.
Gambar 2.1 Rantai penyusun karet
a) Dua rantai polimer karet (poli-isoprena) yang belum membentuk ikatan silang b) Dua rantai polimer karet (poli-isoprena) sudah membentuk ikatan silang/jembatan oleh atom belerang Dalam reaksi pembentukan ikatan silang tersebut diperlukan energi panas dari luar yang disuplai oleh mesin vulkanisasi ke dalam kompon selama proses vulkanisasi, antara lain dengan cara radiasi, konveksi, maupun konduksi. Makin besar jumlah panas yang disuplai mesin ke dalam kompon, makin cepat terjadi reaksi vulkanisasi. Atau dapat dikatakan makin tinggi suhu vulkanisasi makin cepat berakhir proses vulkanisasi. Media panas yang dilakukan dalam vulkanisasi yaitu uap jenuh, udara panas, panas listrik, fluid bed, salt- bath, dan gelombang elektomagnetik. Jadi, suhu adalah faktor yang cukup penting dalam proses vulkanisasi, namun tanpa adanya panas pun karet tetap dapat divulkanisasi.
2
Sejak Goodyear melakukan percobaan memanaskan karet dengan sejumlah kecil sulfur, proses ini menjadi metode terbaik dan paling praktis untuk merubah sifat fisik dari karet. Proses ini disebut vulkanisasi. Fenomena ini tidak hanya terjadi pada karet alam, namun juga pada karet sintetis. Telah diketahui pula bahwa baik panas maupun sulfur tidak menjadi faktor utama dari proses vulkanisasi. Karet dapat divulkanisasi atau mengalami proses curing tanpa adanya panas. Contohnya dengan bantuan sulfur klorida. Banyak pula bahan yang tidak mengandung sulfur tapi dapat memvulkanisasi karet. Bahan ini terbagi dua yaitu oxidizing agents seperti selenium, telurium dan peroksida organik. Serta sumber radikal bebas seperti akselerator, senyawa azo dan peroksida organik. Sistem vulkanisasi sangat mempengaruhi sifat fisik dan sifat pengusangan barang karet. Mutu produk karet yang baik dapat memenuhi spesifikasi yang diisyaratkan dapat dihasilkan dengan mempelajari dan menggunakan sistem vulkanisasi dengan tepat. Karakteristik vulkanisasi memberikan informasi mengenai waktu pravulkanisasi, waktu pemasangan, laju vulkanisasi, dan modulus torsi untuk sistem vulkanisasi yang diberikan pada suhu pemanasan yang diinginkan. Vulkanisasi juga dikenal dengan istilah cure
merupakan proses pengaplikasian
tekanan dan panas terhadap campuran elastomer pada bahan kimia untuk menurunkan plastisitas dan meningkatkan elastisitas, kekuatan, dan kemantapan. Curing menyebabkan molekul karet yang panjang dan saling terkait diubah menjadi struktur 3 dimensi melalui pembentukan crosslinking secara kimia. Dalam proses vulkanisasi dipakai bahan imia yang dapat bereaksi dengan gugus aktif pada molekul karet untuk membentuk crosslinking antar molekul. Bahan kimia ini dikenal dengan istilah curing agent . Vulkanisasi dapat dibagi menjadi dua kategori, vulkanisasi nonsulfur dengan peroksida, senyawa nitro, kuinon atau senyawa azo sebagai curing agent dan vulkanisasi dengan sulfur, selenium atau telurium sebagai curing agent .
2.2
Metode Vulkanisasi
Campuran karet mentah dengan bahan kimia karet disebut kompon karet. Bahan kimia karet terdiri atas bahan kimia pokok dan bahan kimia tambahan. Bahan kimia pokok yaitu bahan vulkanisasi, pencepat reaksi, antioksidan, anti ozon, bahan pengisi dan pelunak sedangkan bahan kimia tambahan yaitu bahan pewangi dan bahan pewarna. Vulkanisasi adalah suatu proses dimana molekul karet yang linier mengalami reaksi ikatan silang (crosslinking) sehingga menjadi molekul polimer yang membentuk rangkaian tiga dimensi. Reaksi ini merubah karet yang bersifat plastis (lembut) dan menjadi karet yang elastis, keras dan kuat. Vulkanisasi yang dikenal dengan proses pematangan ( curing) dan
3
molekul karet yang sudah tersambung silang (crosslinked rubber) di rujuk sebagai vulkanisat karet.
Gambar 2.2 Reaksi vulkanisasi secara konvensional menggunakan belerang
Metode ekonomis penting yang paling (yang vulkanisasi ban) menggunakan tekanan tinggi dan suhu. Suhu vulkanisasi khas untuk ban penumpang adalah 10 menit pada 170°C. Jenis vulkanisasi disebut kompresi cetakan. Artikel karet dimaksudkan untuk mengadopsi bentuk cetakan. metode lain, misalnya untuk membuat profil pintu mobil, gunakan vulkanisasi udara panas atau microwave vulkanisasi dipanaskan (baik proses yang terus menerus). Terdapat tiga metode yang biasa digunakan dalam vulkanisasi, yaitu : 1. Vulkanisasi belerang 2. Vulkanisasi peroksida 3. Electron Beam Curing Vulkanisasi dalam kaitannya dengan sifat fisik karet adalah setiap perlakuan yang menurunkan laju alir elastomer, meningkatkan tensile strenght dan modulus. Meskipun vulkanisasi terjadi dengan adanya panas dan bahan vulkanisasi, proses itu tetap berlangsung secara lambat. Reaksi ini dapat dipercepat dengan penambahan sejumlah kecil bahan organik atau anorganik yang disebut akselerator. Untuk mengoptimalkan kerjanya akselerator membutuhkan bahan kimia lain yang dikenal sebagai aktivator. Yang dapat berfungsi sebagai aktivatornya adalah oksida-oksida logam seperti zinkum oksida (ZnO). Secara
umum
sistem
pemvulkanisasi
di klasifikasikan menjadi tiga
yaitu
pemvulkanisasi konvensional, pemvulkanisasi semi effisien, dan pemvulkanisasi effisien. Untuk membedakan ketiga sistem ini dibedakan berdasarkan jumlah kuratif (perbandingan antara sulfur dan pencepat). Untuk sistem konvensional mengandung sulfur lebih banyak bila dibandingkan dengan pencepat. Sistem efisiensi mengandung pencepat lebih banyak dari pada sulfur. Sedangkan sistem semi effisiensi jumlah sulfur dan pencepat sama banyaknya. Ketiga sistem ini juga dapat dibedakan berdasarkan jenis ikatan sambung silang sulfida yang terbentuk dan reaksi kimia yang terjadi selepas vulkanisasi.
4
2.2.1 Metode Vulkanisasi Belerang
Berdasarkan penelitian Shelee, Moore, Bateman, dan lainnya, mekanisme vulkanisasi belerang dapat ditunjukkan seperti gambar berikut.
Gambar 2.3 Mekanisme vulkanisasi belerang
Pada awal reaksi terjadi pemutusan lingkaran S 8 dan terbentuk zat perantara berbentuk kompleks pengaktif belerang yang melibatkan bahan akselerator dan ZnO. Zat perantara melepaskan rantai belerang oligomer yang reaktif dan oligomer tersebut menyerang atom C asiklik pada molekul karet dan membentuk ikatan silang. Selama pemanasan yang relatif lama pada proses pemasakan, ikatan polisulfida akan putus dan membentuk ikatan silang yang lebih pendek. Sebagai akibatnya monomolekuler belerang yang diputus membentuk ikatan silang yang baru atau ikatan intermolekuler menyebabkan berkurangnya ikatan silang dan peristiwa ini disebut dengan reverse.
Gambar 2.4 Struktur silang dan ikatan intermolekuler pada vulkanisasi karet
Keterangan : S1
: monosulfida
S2
: disulfida
Sx
: polisulfida
1
: gugus pencepat
2
: ikatan belerang intermolekuler
5
1.
Tahap Pertama (Pembentukan Active-Sulf ur ating Agent )
Tahap pertama pada proses vulkanisasi sulfur adalah pembentukan suatu spesi active sulfurating , sebagai syarat untuk dapat terbentuknya crosslink precursor . Spesi tersebut merupakan suatu molekul yang mampu memasukkan sulfur dalam elastomer sehingga terbentuknya ikatan silang antar elastomer, dimana sudah dipahami bahwa kompleks akselerator polisulfida merupakan spesi sulfurating yang lebih baik dibandingkan dengan sulfur molecular. Akselerator sulfide dibentuk oleh interaksi molekul akselerator dengan molekul sulfur. Pemanasan MBS (akselerator) pada temperature vulkanisasi berkisar antara 140˚C180˚C, menyebabkan ikatan S-N dalam akselerator terdisosiasi, membebaskan amina bebas dan 2-Mercaptobenzothiazole (MBT). MBT bereaksi dengan MBS akan menghasilkan MBTS. Ketiga senyawa tersebut merupakan beberapa contoh akselerator yang biasa digunakan dalam vulkanisasi belerang. Adapun reaksi pembentukan MBTS adalah sebagai berikut.
Gambar 2.5 Reaksi pembentukan MBTS
Pada tahap pertama ini akselerator akan direaksikan dengan ZnO sebagai activator . Pada akselerator MBT yang direaksikan dengan ZnO akan membentuk kompleks Zn(SBt) 2 melalui pemanasan. Reaksinya sebagai berikut.
Gambar 2.6 Reaksi pembentukan kompleks Zn(SBt)2
Kompleks Zn-akselerator mengaktifkan sulfur dengan bantuan amina bebas yang terbentuk pada tahap awal vulkanisasi, sehingga 1 atom sulfur pada kompleks Zn-akselerator melakukan penyerangan nukleofilik pada cincin S8.
6
Gambar 2.7 Reaksi penyerangan nukleofilik pada cincin S8
Pada reaksi antara akselerator MBTS dengan ZnO tidak terjadi hal serupa, melainkan seperti reaksi dibawah ini.
Gambar 2.8 Tidak terjadi reaksi antara MBTS dengan ZnO
MBTS (Bt-SS-Bt) mungkin terpecah menjadi dua radikal Bt-S•. Karena dekatnya sepasang radikal Bt-S• dan adanya belerang dalam konsentrasi tinggi selama tahap awal vulkanisasi, hal rtersebut memungkinkan bahwa pasangan radikal Bt-S• mengambil sulfur dan membentuk spesi BtS-Sx-SBt, seperti reaksi berikut.
Gambar 2.9 Reaksi pembentukan spesi BtS-S8-SBt
Pada reaksi tersebut menunjukkan bahwa semua molekul S 8 bergabung menjadi kompleks akselerator dalam satu tahap. Adanya ZnO hanya mempercepat laju reaksi, namun tidak mempengaruhi distribusi hasil reaksi. Pembentukan kompleks akselerator tanpa dan dengan adanya zinc merupakan tahap paling menentukan pada vulkanisasi elastomer dengan sulfur. Spesi BtS-Sx-SBt adalah active sulfurating agent tanpa ZnO dan baik BtS-Sx-SBt maupun BtS-Zn-Sx-SBt merupakan active sulfurating agent dengan adanya ZnO. 2.
Tahap Kedua (Pembentukan Crosslink )
Reaksi pembentukan crosslink diinisiasi oleh akselerator polisulfida BtS-Sx-SBt dan BtS-Zn-S x-SBt. Crosslink dibentuk melalui precursor crosslink , yang merupakan intermediet ikatan karet. Precursor crosslink dibentuk ketika akselerator polisulfida bereaksi dengan rantai karet, menghasilkan struktur RSx-SBt yang terdiri dari akseleator yang diakhiri gugus polisulfida yang berikatan dengan molekul karet (R). Untuk akselerator polisulfida BtS-Sx-SBt, mekanisme pembentukan precursor crosslink dijelaskan melalui mekanisme radikal seperti dibawah ini :
7
Gambar 2.10 Reaksi pembentukan precursor crosslink dengan BtS-Sx-SBt
Untuk akselerator polisulfida BtS-Zn-Sx-SBt, mekanisme pembentukan precursor crosslink dijelaskan melalui mekanisme kepolaran.
Gambar 2.11 Reaksi pembentukan precursor crosslink dengan BtS-Zn-Sx-SBt
Crosslink dapat dibentuk melalui reaksi disproporsionasi dua gugus precursor yang melibatkan pertukaran tempat ikatan S-S yang dikatalis oleh BtS- atau semacam ion persulfenil, seperti reaksi di bawah ini.
Gambar 2.12 Reaksi pembentukan crosslink
Selain itu, reaksi disproporsionasi juga dapat terjadi dengan melibatkan reaksi antara molekul precursor dan molekul karet, seperti reaksi di bawah ini.
Gambar 2.13 Reaksi pembentukan crosslink dengan molekul precursor dan molekul karet 3.
Tahap Ketiga
Crosslink yang terbentuk diawal biasanya pilisulfida dengan kadar sulfur tinggi, yang kemudia dapat mengalami dua reaksi yng saling berkompetisi, yaitu :
8
a.
Crosslink Desulfuration Crosslink Desulfuration yaitu reaksi yang melibatkan penataan ulang crosslink
polisulfida menjadi crosslink monosulfida dan crosslink disulfida. Desulfurasi melibatkan pelepasan sulfur dari crosslink polisulfida yang lebih panjang dan memicu pembentukan crosslink monosulfida dan crosslink disulfida yang lebih stabil. Sulfur yang dilepaskan dari crosslink digunakan kembali untuk memproduksi crosslink tambahan.
Gambar 2.14 Proses vulkanisasi untuk memproduksi crosslink tambahan
Crosslink polisulfida dapat terdegradasi hingga habis dan mengalami modifikasi rantai utama, yang mengakibatkan pengurangan crosslink , dengan kata lain yaitu reverse. b.
Dekomposisi Crosslink Dekomposisi atau degradasi crosslink
dimana crosslink polisulfida terdegradasi
menjadi sulfide siklik yang tidak elastis, modifikasi rantai utama atau inactive pendant groups. Dekomposisi crosslink diinduksi secara termal, biasanya pada kenaikan temperatur, dan mekanisme dekomposisi mungkin radikal, polar, atau komposisi keduanya. Dekomposisi crosslink polisulfida bergantung pada energy pemutusan ikatan dan laju reaksi. Polisulfida dengan panjang rantai S lebih dari 4 paling mudah dirusak karena ennergi disosiasi ikatannya yang rendah sekitar 150 kJ/mol. Pembentukan radikal disulfida dan trisulfida lebih sulit karena melibatkan energy disosiasi ikatan yang lebih tinggi, masing-masing 189 kJ/mold an 193 kJ/mol.
Gambar 2.15 Contoh reaksi degradasi crosslink
9
2.2.2 Metode Vulkanisasi Peroksida
Pemvulkanisasian yang tidak menggunakan sulfur antara lain yaitu peroksida organik. Peroksida organik dapat menvulkanisasi baik saturated rubber (e.g EPM, EVM, CM, Q, some of FKM) maupun unsaturated rubber (e.g EDPM, SBR, NBR, NR). Peroksida pertama kali digunakan sebagai vulkanisasi pada Natural Rubber (NR) adalah dibenzoyl peroxide pada tahun 1915 oleh Ostomyslenskij. Bagaimanapun, penggunaan lebih luas kemudian ditemukan untuk vulkanisasi pada saturated rubber seperti EPM ( Ethylene propylene
Rubber ). Pada saat ini metode vulkanisasi peroksida digunakan sebagai vulcanization agents pada unsaturated rubber yang umum diperlukan untuk memproduksi gum yang tahan pada temperatur atau pada vulkanisasi campuran yang terdiri dari saturated dan unsaturated rubber . Peroksida organik berguna pada sebagai agen vulkanisasi berdasarkan komposisi kimianya alifatik, aromatik, juga campuran beberapa peroksida (memiliki lebih dari satu gugus peroksida). Umumnya agen peroksida bergenerasi pada dekomposisi termal dan diikuti dengan fragmentasi dari peroksida primer seperti :
Gambar 2.16 Contoh Peroksida Primer
10
Gambar 2.19 Macam-macam rantai peroksida yang belum terpisah menjadi radikal
Pada umumnya vulkanisasi peroksida memerlukan tiga tahap yaitu : 1.
Peroksida terbelah menjadi dua menjadi dua radikal alkoksi
2.
Satu radikal alkoksi mengambil satu atom Hidrogen dari polimer, terbentuk radikal rantau polimer
3.
Dua radikal rantai polimer yang berdekatan berikatan membentuk ikatan-ikatan karbon Peroksida organik yang sering digunakan adalah dikumil peroksida. °
Dikumil °
peroksida merupakan agen vulkanisasi yang tepat pada suhu sekitar 120 -170 C. Pada reaksinya, peroksida akan terurai karena pemanasan hingga terbentuk radikal bebas PO. Radikal bebas itu menarik atom hidrogen pada molekul karet, sehingga diperoleh molekul
11
˚
karet yang radikal (R ). Radikal-radikal molekul karet yang saling berdekatan akan bergabung hingga terbentuk ikatan silang, antara atom C dari kedua rantai molekul kuat tersebut. Mekanisme terjadinya ikatan silang (antar atom karbon) adalah sebagai berikut :
Gambar 2.20 Mekanisme vulkanisasi peroksida
POOP adalah peroksida organik, RH menggambarkan sebagai molekul karet alam, dan R-R merupakan ikatan silang. Oleh karena ikatan antara carbon sangat kuat, maka vulkanisat yang dihasilkan mempunyai pampatan tetap yang rendah serta ketahanan usang yang tinggi apabila digunakan anti oksidan yang tepat. Mekanisme vulkanisasi dikumil peroksida dengan karet alam ditunjukkan pada gambar 2.21.
Gambar 2.21 Mekanisme vulkanisasi dikumil peroksida terhadap lateks
12
Dikumil peroksida merupakan jenis inisiator yang paling banyak digunakan. Dikumil 0
peroksida ini dapat bereaksi pada suhu tinggi 160 C dan memiliki sensitifitas oksigen yang rendah bila dibandingkan dengan peroksida yang lain serta sensitif terhadap asam. Karakteristik dikumil peroksida sebagai berikut.
Gambar 2.22 Dekomposisi dikumil peroksida 2.2.3 Metode Berkas Elektron
Proses vulkanisasi lateks karet alam iradiasi dilakukan dengan penyinaran lateks karet alam dengan berkas elektron. Produk lateks karet alam iradiasi ini tidak bersifat radioaktif dan aman untuk dipakai. Yang menarik adalah prosesnya sederhana, tidak diperlukan bahan vulkanisat seperti belerang, zinc oksida dan bahan pemercepat lain sehingga mendukung produk yang ramah lingkungan. Dari percobaan untuk industri rumah tangga dan skala yang lebih besar diperoleh hasil bahwa lateks karet alam iradiasi mempunyai prospek yang cerah khususnya untuk produk produk industri seperti sarung tangan, dot bayi, kateter, kondom, dan lainlain sesuai dengan teknik dan standar yang telah mapan. Sifat-sifat mekanik dan fisika dari lateks karet alam akan berubah dengan terbentuknya ikatan silang, sebagai contoh bertambahnya ketahanan terhadap bahan pelarut (solvent), meningkatkan kekuatan regangan dan kekerasan, berkurangnya tingkat kemuluran dan tahan terhadap panas (deformasi termal). Proses vulkanisasi lateks karet alam iradiasi terdiri dari beberapa proses, yaitu: 1.
Pemilihan lateks karet alam Pemilihan lateks karet alam adalah salah satu tahap terpenting untuk mendapatkan
produk kualitas tinggi dari RVNRL. Persyaratan utama dari lateks karet alam adalah tidak menyebabkan bahaya pada kesehatan.
13
2.
Perlakuan awal Lateks kebun cenderung cepat menggumpal dan bereaksi dengan bakteri sehingga
menimbulkan bau. Untuk itu, perlakuan awal terhadap lateks karet alam hasil penyadapan dari pohon karet (Havea Brasiliensis) sebelum dilakukan iradiasi adalah dengan penambahan bahan anti koagulan amonia sebanyak 1 – 5 % sehingga tidak terjadi penggumpalan awal. 3.
Stabilisasi dengan Kalium Hidroksida (KOH) Kalium Hidroksida (KOH) merupakan bahan pemantap agar tidak terjadi
penggumpalan awal (prakoagulasi) pada lateks kebun pada saat ditambah emulsi normal Butyl Akrilat (nBA). KOH diasumsikan memodifikasi permukaan dari partikel karet alam dengan cara reaksi antara KOH dengan absorben bukan karet. Kandungan KOH yang wajib ditambahkan untuk menstabilkan lateks tergantung pada jenis lateks. Dalam praktek, KOH sebanyak 0,2 psk dirasa cukup untuk penambahan 5 psk nBA. 4.
Penambahan normal butyl akrilat (nBA) Normal butyl akrilat (nBA) yang dirumuskan dengan CH2=CH-COOC4H8
merupakan bahan pemeka pada proses vulkanisasi lateks karet alam iradiasi yaitu bahan yang dapat menurunkan dosis radiasi vulkanisasi karena memiliki radikal bebas lebih banyak daripada karet alam. 5.
Iradiasi Iradiasi bahan dilakukan menggunakan berkas elektron. Teknik radiasinya dapat
dilakukan dengan sistem batch atau kontinyu. Pada sistem batch, bahan yang diiradiasi dalam kondisi diam atau dalam suatu wadah yang diam. Dosis serap yang diterima bahan bisa diatur dengan mengatur lamanya iradiasi. Sedangkan pada sistem kontinyu/sinambung, bahan dibawa menggunakan konveyor atau bahan langsung bergerak atau dialirkan ke bagian iradiasi. 6.
Perlakuan akhir Perlakuan akhir meliputi evaluasi sifat lateks dan film karet sehingga diketahui
kualitas lateks iradiasi. Uji kualitas yang dilakukan antara lain : kadar jumlah padatan, kadar karet
kering, kadar KOH, kekentalan, kestabilan mekanik, pH serta sifat film karet
(modulus, tegangan putus, perpanjangan putus, kekerasan). Teknik pembuatan perekat kopolimer lateks karet alam saat ini telah di kuasai dan siap untuk diaplikasikan ke industri. Metoda pembuatannya adalah sebagai berikut : getah dari pohon karet dicampur dengan monomer (bahan plastik) pada perbandingan tertentu, kemudian diradiasi dengan sinar gamma atau berkas elektron dengan dosis antara 5 kGy sampai dengan 30 kGy, maka akan terbentuk kopolimer karet alam yang jika ditambah sedikit bahan pelengket akan menjadi perekat. Perekat yang dihasilkan ini secara langsung
14
dapat dipergunakan untuk perekat pada pembuatan panel kayu (misal kayu lapis, kayu sambung dan papan partikel dari serbuk gergaji atau tongkol jagung). Disamping itu juga bisa dipergunakan untuk pembuatan berbagai macam papan serat (seperti papan sabut kelapa) serta bisa digunakan sebagai perekat sepatu, tas kain, kulit dan sebagainya. Keunggulan dari perekat ini adalah tidak beracun, tidak mengandung bahan penyebab kanker, tidak mencemari lingkungan, dan dapat disimpam dalam jangka waktu yang lama. Oleh karena itu jenis perekat ini dapat diaplikasikan baik untuk industri besar maupun industri rumah tangga. 2.3
Vulkanisasi Karet Mentah ( Crumb Rubber ) dan Karet Lateks
Untuk mendapatkan produk jadi karet dari bahan baku lateks dan crumb rubber maka baik lateks maupun crumb rubber harus diproses dulu melalui pra-vulkanisasi. Proses pravulkanisasi memerlukan pemanasan pertama pada suhu 40 – 50ºC selama 2 – 3 hari, pemanasan kedua 70ºC selama 2 jam, dan pemanasan akhir 100ºC selama 1 Jam. 2.4
Vulkanisasi Karet Alam dan Karet Sintetik
Proses vulkanisasi adalah proses pemasakan karet mentah menjadi vulkanisat. Vulkanisasi merupakan proses irreversible (tidak dapat balik) yang menggabungkan rantairantai molekul karet secara kimiawi dengan molekul belerang membentuk ikatan tiga dimensi. Vulkanisasi karet alam biasanya dilakukan pada suhu sekitar 150°C dan suhu lebih tinggi (155°C-160°C) untuk karet sintetis (SBR dan IIR).
15
BAB III PENUTUP
3.1
1.
Kesimpulan
Vulkanisasi adalah proses kimia untuk mengubah karet atau polimer terkait menjadi bahan yang tahan lama lebih melalui penambahan belerang atau lain setara "curatives".
2.
Lateks merupakan suatu sistem koloid dimana terdapat partikel karet yang dilapisi oleh protein dan fosfolipid yang terdispersi di dalam serum.
3.
Tiga jenis metode vulkanisasi yang umum digunakan, adalah: a.
Vulkanisasi belerang
b.
Vulkanisasi peroksida
c.
Electron Beam Curing
16
DAFTAR PUSTAKA
Astuti, Yuli. 2016. Makalah Teknologi Karet . Jakarta : Scribd Muis, Yugia. 2004. Pemanfaatan Limbah Cair Pabrik Tahu sebagai Penggumpalan Lateks. Jurusan Kimia. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Sumatera Utara Surya, Indra. 2006. Buku Ajar Teknologi Karet . Medan: Departemen Teknik Kimia Universitas Sumatera Utara. Tim Penulis PS. 1999. Karet Strategi Pemasaran Tahun 2000 Budidaya dan Pegolahan. Bogor: Penebar Swadaya Vert. 2007. Rubbers Chemistry. Matador Rubbers Zuhra, Cut Fatimah. 2006. Karet. Medan: Universitas Sumatera Utara.
17