BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
Indonesia telah berulangkali menduduki peringkat tertinggi dalam menuai prestasi korupsi. Dari tahun ke tahun, prestasi korupsi ini cenderung meningkat. Hal ini dapat terbukti dari Transparency Internasional (TI) yang berbasis di Berlin Jerman meletakkan Indonesia pada peringkat 4 di dunia.
1
Korupsi ini
sangat merugikan negara dan dapat merusak sendi-sendi keadilan bangsa. Pada hakekatnya, korupsi menjadi penghambat utama terhadap jalannya pemerintahan dan pembangunan. Dalam prakteknya, korupsi sangat sukar bahkan hampir tidak mungkin dapat diberantas, karena sangat sulit memberikan pembuktian-pembuktian yang eksak. Disamping itu sangat sulit mendeteksinya dengan dasar-dasar hukum yang pasti. Namun aks es perbuatan korupsi merupakan bahaya latent yang harus diwaspadai baik oleh pemerintah maupun oleh masyarakat itu sendiri. Korupsi adalah produk dari sikap hidup satu kelompok masyarakat yang memakai uang sebagai standard kebenaran dan sebagai kekuasaaan mutlak. Sebagai akibatnya, kaum koruptor yang kaya raya dan para politisi korup yang berkelebihan uang bisa masuk ke dalam golongan elit yang berkuasa dan sangat dihormati. Mereka ini juga akan menduduki status sosial yang tinggi dimata masyarakat. Korupsi dimulai dengan semakin mendesaknya mendesaknya usaha-usaha usaha-usaha pembangunan yang diinginkan, sedangkan proses birokrasi relatif lambat, sehingga setiap orang atau badan menginginkan mengi nginkan jalan jala n pintas yang cepat dengan memberikan member ikan imbalanimbalanimbalan dengan cara memberikan uang pelicin (uang sogok). Praktek ini akan berlangsung terus menerus sepanjang tidak adanya kontrol dari pemerintah dan masyarakat, sehingga timbul golongan pegawai yang termasuk OKB-OKB (orang kaya baru) yang memperkaya diri sendiri (ambisi material). 1 2
2
Sehingga begitu
Pramono U. Tanthowi,dkk. ³ M embasmi embasmi Korupsi ´. 2005: ix. Erika Revida. http://repository.usu.ac.id/bitstrea http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/3800/1/fisip-erika1.pdf m/123456789/3800/1/fisip-erika1.pdf
1
banyaknya dikeluarkan kebijakan-kebijakan yang bertujuan untuk menanggulangi tingkat kejahatan korupsi di Indonesia. Agar tercapai tujuan pembangunan nasional, maka mau tidak mau korupsi harus diberantas. oleh karena itu makalah ini menjelaskan tentang pengaruh upaya penanggulangan korupsi terhadap fluktuasi korupsi di Indonesia
2
BAB II PEMBAHASAN 2.1
Landasan teori 2.1.1
Pengertian Korupsi
Menurut Alatas (1987), korupsi adalah pencurian melalui penipuan dalam situasi yang menghianati kepercayaan.
3
Menurut Poerwadarminta dalam kamus umum bahasa Indonesia, korupsi adalah perbuatan yang buruk seperti penggelapan uang, penerimaan uang sogok 4
dan sebagainya.
Menurut UU RI no. 28 thn 1999 tentang penyelenggaraan negara yang bersih dan bebas dari korupsi, kolusi, dan nepotisme, korupsi adalah tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang tindak pidana korupsi. Jadi dapat disimpulkan bahwa korupsi adalah perbuatan yang tidak beretika yang merupakan tindak pidana dalam situasi menghianati kepercayaan.
2.1.2
Pengertian Upaya Penanggulangan Korupsi
Penanggulangan korupsi dilihat dari prespektif ketatanegaraan merupakan upaya pertama yang dapat dilakukan dengan melakukan pembaharuan hukum yang berhubungan langsung dengan struktur hukum, subtansi hukum dan budaya hukum.
5
Cara penanggulangan korupsi adalah bersifat Preventif, Detektif dan Represif. Preventif adalah usaha yang diarahkan untuk meminimalkan penyebab dan peluang terjadinya korupsi. Meminimalkan penyebab dan peluang korupsi dapat dilakukan dengan meperkuat instansi atau badan, konstitusi, kode etik, manajemen, dan pelayanan. Detektif adalah usaha yang diarahkan agar perbuatan korupsi yang telah terjadi dapat ditemukan dan diungkapkan dengan cepat, tepat 3
Dr.mansyur Semma. N egara dan Korupsi.2008:32 Prof.Dr.Jur.andi Hamzah. Pemberantasan Korupsi.2006:5 5 Armen Yasir. Penanggulangan Korupsi Dilihat dari Prespektif Ketatanegaraan. Http://lemlit.unila.ac.id/file/prosiding_update%20terbaru%202007/armen%20yasir.pdf 4
3
dengan biaya murah, sehingga dapat segera ditindaklanjuti. Tindakan yang bersifat Detektif adalah memperbaiki sistem, pemberlakuan kewajiban pelaporan pengaduan
masyarakat
dan
kekayaan
pemegang
jabatan
publik, serta
6
meningkatkan partisipasi masyarakat . Sedangkan represif adalah usaha yang diarahkan agar setiap perbuatan korupsi yang telah ditemukan dan diungkapkan dapat diproses secara cepat, tepat, dengan biaya murah, sehingga pelakunya dapat diberikan sanksi dan atau rekomendasi perbaikan yang tepat sesuai ketentuan yang berlaku. Jadi dapat disimpulkan, bahwa upaya penanggulangan korupsi merupakan suatu usaha memberantas korupsi baik dalam hal pencegahan, penyelidikan maupun dalam hal tindakan hukum.
2.1.3
Pengertian Fluktuasi Korupsi
M enurut
Wikipedia,
Fluktuasi
adalah ketidaktetapan atau guncangan,
terutama terhadap harga barang dsb. Atau segala hal yang bisa dilihat di dalam sebuah grafik.
7
Jadi, fluktuasi korupsi adalah grafik atau tingkat korupsi di indonesia yang ditandai dengan naik dan turunnya grafik tersebut.
2.2
Upaya penanggulangan korupsi Korupsi tidak dapat dibiarkan berjalan begitu saja kalau suatu negara ingin
mencapai tujuannya, karena kalau dibiarkan secara terus menerus, maka akan terbiasa dan menjadi subur dan akan menimbulkan sikap mental pejabat yang selalu mencari jalan pintas yang mudah dan menghalalkan segala cara (the end justifies the means). Untuk itu, korupsi perlu ditanggulangi secara tuntas dan bertanggung jawab. Ada beberapa upaya penggulangan korupsi yang ditawarkan para ahli yang masing-masing memandang dari berbagai segi dan pandangan. Caiden (dalam Soerjono, 1980) memberikan langkah-langkah untuk menanggulangi korupsi sebagai berikut : 6
Dra. Erika Revida, MS. Korupsi Di Indonesia: M asalah http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/3800/1/fisip-erika1.pdf 7 http://id.wikipedia.org/wiki/Fluktuasi 4
Dan
Solusinya
a)
Membenarkan transaksi yang dahulunya dilarang dengan menentukan sejumlah pembayaran tertentu.
b)
Membuat struktur baru yang mendasarkan bagaima na keputusan dibuat.
c)
Melakukan perubahan organisasi yang akan mempermudah masalah pengawasan dan pencegahan kekuasaan yang terpusat, rotasi penugasan, wewenang yang saling tindih organisasi yang sama, birokrasi yang saling bersaing, dan penunjukan instansi pengawas adalah saran-saran yang secara jelas diketemukan untuk mengurangi kesempatan korupsi.
d)
Untuk mengurangi dorongan untuk berbuat korupsi dapat dengan cara meningkatkan ancaman.
e)
Korupsi adalah persoalan nilai. Nampaknya tidak mungkin keseluruhan korupsi dibatasi, tetapi memang harus ditekan seminimum mungkin, agar beban korupsi organisasional maupun korupsi sestimik tidak terlalu besar sekiranya ada sesuatu pembaharuan struktural, barangkali mungkin untuk mengurangi kesempatan dan dorongan untuk korupsi dengan adanya perubahan organisasi. Cara yang diperkenalkan oleh Caiden di atas membenarkan (legalized)
tindakan yang semula dikategorikan kedalam korupsi menjadi tindakan yang legal dengan adanya pungutan resmi. Di lain pihak, celah-celah yang membuka untuk kesempatan korupsi harus segera ditutup, begitu halnya dengan struktur organisasi haruslah membantu kearah pencegahan korupsi, misalnya tanggung jawab pimpinan
dalam
pelaksanaan
pengawasan
melekat,
dengan
tidak
lupa
meningkatkan ancaman hukuman kepada pelaku-pelakunya. Selanjutnya, Myrdal (dalam Lubis, 1987) memberi saran penanggulangan korupsi yaitu agar pengaturan dan prosedur untuk keputusan-keputusan administratif yang menyangkut orang perorangan dan perusahaan lebih disederhanakan dan dipertegas, pengadakan pengawasan yang lebih keras, kebijaksanaan pribadi dalam menjalankan kekuasaan hendaknya dikurangi sejauh mungkin, gaji pegawai yang rendah harus dinaikkan dan kedudukan sosial ekonominya diperbaiki, lebih terjamin, satuan-satuan pengamanan termasuk polisi harus diperkuat, hukum pidana dan hukum atas pejabat-pejabat yang korupsi
5
dapat lebih cepat diambil. Orang-orang yang menyogok pejabat-pejabat harus ditindak pula.
Berdasarkan pendapat para ahli diatas, maka dapat disimpulkan bahwa upaya penanggulangan korupsi adalah sebagai berikut : 1. Preventif. Strategi preventif diarahkan untuk mencegah terjadinya korupsi dengan cara menghilangkan atau meminimalkan faktor-faktor penyebab atau peluang terjadinya korupsi. Strategi preventif dapat dilakukan dengan: 1) Memperkuat Dewan Perwakilan Rakyat ; 2) Memperkuat Mahkamah Agung dan jajaran peradilan di bawahnya ; 3) Membangun kode etik di sektor publik ; 4) Membangun kode etik di sektor Parpol, Organisasi Profesi dan Asosiasi Bisnis. 5) Meneliti sebab-sebab perbuatan korupsi secara berkelanjutan. 6) Penyempurnaan manajemen sumber da ya manusia (SDM) dan peningkatan kesejahteraan Pegawai Negeri ; 7) Pengharusan pembuatan perencanaan stratejik dan laporan akuntabilitas kinerja bagi instansi p emerintah; 8) Peningkatan kualitas penerapan sistem pengendalian manajemen; 9) Penyempurnaan manajemen Barang Kekayaan Milik Negara (BKMN) ; 10) Peningkatan kualitas pelayanan kepada masyarakat ; 11) Kampanye untuk menciptakan nilai ( value) anti korupsi secara nasional;
2.
Detektif. Strategi detektif diarahkan untuk mengidentifikasi terjadinya perbuatan
korupsi. Strategi detektif dapat dilakukan dengan : 1) Perbaikan sistem dan tindak l anjut atas pengaduan dari masyarakat ; 2) Pemberlakuan kewajiban p elaporan transaksi keuangan tertentu ; 3) Pelaporan kekayaan pribadi pemegang jabatan dan fungsi publik; 4) Partisipasi Indonesia pada gerakan anti korupsi dan anti pencucian uang di masyarakat internasional ; 5) Dimulainya penggunaan nomor kependudukan nasional ; 6) Peningkatan kemampuan AP FP/SPI dalam mendeteksi tindak pidana korupsi.
3. Represif. Strategi represif diarahkan untuk menangani atau memproses perbuatan korupsi sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Strategi represif dapat dilakukan dengan :
6
1) Pembentukan Badan/Komisi Anti Korupsi ; 2) Penyidikan, penuntutan, peradilan, dan penghukuman koruptor besar (Catch some big
fishes); 3) Penentuan jenis-jenis atau kelompok-kelompok korupsi yang diprioritaskan untuk diberantas ; 4) Pemberlakuan konsep pembuktian terbalik ; 5) Meneliti dan mengevaluasi proses penanganan perkara korupsi dalam sistem peradilan pidana secara terus menerus ; 6) Pemberlakuan sistem pemantauan proses penanganan tindak pidana kor upsi secara terpadu ; 7) Publikasi kasus-kasus tindak pida na korupsi beserta analisisnya ; 8) Pengaturan kembali hubungan dan standar kerja antara tugas penyidik tindak pidana korupsi dengan penyidik umum, PPNS da n penuntut umum.
Pelaksanaan strategi preventif, detektif dan represif sebagaimana tersebut di atas akan memakan waktu yang lama, karena melibatkan semua komponen bangsa, baik legislatif, eksekutif maupun judikatif. Sambil terus berupaya mewujudkan startegi di atas, perlu dibuat upaya-upaya nyata yang bersifat segera. Upaya yang dapat segera dilakukan untuk mencegah dan menanggulangi korupsi tersebut antara lain adalah dengan meningkatkan fungsi pengawasan, yaitu sistem pengawasan internal (built in control), maupun pengawasan fungsional, yang dipadukan dengan pengawasan masyarakat (wasmas) dan pengawasan legislatif (wasleg).
2.3
Pengaruh
Upaya
Penanggulangan
Korupsi
terhadap
Fluktuasi Korupsi di Indonesia Keberhasilan pemberantasan korupsi sangat ditentukan oleh ada tidaknya dukungan politik penguasa. Dukungan politik dapat diwujudkan dalam berbagai bentuk kebijaksanaan, yang kesemua itu bermuara pada ruang, keadaan, dan situasi yang mendukung program pemberantasan korupsi untuk bekerja lebih efektif. Disisi lain a danya dukungan politik penguasa dapat mendorong partisipasi masyarakat
untuk
bersama-sama
memberantas
kourpsi.
Oleh
karenanya
menempatkan posisi politik dalam program pemberantasan korupsi berarti melihat
7
prilaku korupsi sebagai musuh bersama karena pelaku, dampak negatif dan kerugian yang ditimbulkan sudah membahayakan kehidupan negara. Dilihat dari fakta yang ada, sudah begitu banyak pejabat ataupun birokrat yang tertangkap dan dipenjarakan oleh karena kasus korupsi. Namun, semakin banyak yang terungkap, terlahir pemikiran semakin banyak koruptor yang sembunyi. Tidak adanya ketegasan dari pemerintahan sendiri dalam hal mencari dan menindak pelaku korupsi, menjadikan kasus korupsi sebagai sesuatu hal yang biasa saja. Para koruptor masuk penjara dengan fasilitas yang tidak berbeda layaknya manusia yang bebas. Dominasi kekuasaan legislatif yang berpotensi korup apabila tidak diwaspadai,
terbukti
tidak
adanya
perhatian
dari
para
elit
politik
di
legislatif. Pemberantasan korupsi akan berhasil jika isu itu dijadikan gerakan nasional terutama oleh para elite politik dan seluruh masyarakat. Sayangnya, para elite politik di MPR, DPR maupun pemerintahan sampai saat ini belum pernah menegaskan korupsi sebagai musuh bersama yang harus diperangi. Dengan menjadi gerakan nasional maka upaya emergency dapat dilakukan, karena jika mengandalkan perangkat aturan dan sistem yang ada akan tetap sulit untuk memberantas korupsi (KOMPAS, 2000:8).
8
Di tingkat nasional dan daerah, di tingkat kementrian dan di tingkat organisasi seperti kepolisian, upaya anti korupsi besar-besaran sekalipun dan telah tersebar luas dalam masyrakat cenderung tersendat-sendat, terhenti dan pada akhirnya mengecewakan. Upaya anti korupsi banyak yang gagal karena pendekatan yang sematamata bersifat pendekatan hukum atau terlalu bertumpu pada himbauan moral. kadang-kadang upaya anti korupsi dilakukan setengah hati. kadang-kadang upaya anti korupsi itu sendiri berubah menjadi alat kotor untuk menjatuhkan lawan atau menyeret lawan ke dalam penjara.
9
Upaya penanggulangan korupsi dapat dikatakan berpengaruh terhadap fluktuasi korupsi di Indonesia.Setelah banyak yang terungkap ke permukaan maka
8
http://supanto.staff.hukum.uns.ac.id/2010/01/10/operasionalisasi-perundang-undangan-pidanadalam-penanggulangan-korupsi/ 9 Robert Kligaard,dkk. Penuntun Pemberantasan Korupsi Dalam Pemerintahan daerah. 2005: 1315 8
fluktuasi korupsi yang terlihat meningkat dan yang tersembunyi semakin menurun. Usaha-usaha yang dilakukan pemerintah dalam menanggulangi korupsi mulau dari pembuatan UU dan KPK, koruptor-koruptor terungkap, namun belum maksimal. Korupsi mungkin dapat diminimalisir tapi tidak bisa dimusnahkan. Hal ini dikarenakan lemahnya penegakan hukum, sehingga korupsi semakin menjadi jadi. Kelemahan dalam penanganan kasus korupsi selama ini disamping masih lemahnya kualitas aparat penegak hokum (personil : kepolisian, kejaksaan dan hakim) juga masih kuatnya intervensi pemerintah dala m proses peradilan terutama dalam kasus-kasus yang melibatkan pejabat negara. Selain itu dalam penyelesaian kasus-kasus korupsi selama ini masih kurang mengedepankan penyelamatan keuangan negara. Denda yang diberikan kepada koruptor sangat kecil jika dibandingkan denganuang yang dikorupsinya. Sehingga jika dikalkulasi secara ekonomis terlepas dari masalah moral maka para koruptor masih diuntungkan. Misalnya seorang korupsi sepuluhan milyar rupiah,hanya didenda oleh pengadilan ratusan juta rupiah ( kurang dari Rp 1 milyar) dan dihukum 2 tahun penjara. Secara matematis berarti yang bersangkutan masih mempunyai pendapatan Rp 9 10
milyar . Kondisi ini jelas tidak akan membuat jera para koruptor. Untuk itu dalam penanganan kasus korupsi hendaknya seluruh uang ya ng terbukti dikorupsi harus dikembalikan secara utuh, kemudian diberikan hukuman denda dan hukuman kurungan (penjara). Hal tersebut kadangkala mempengaruhi tingkat korupsi yang terjadi di Indonesia. Banyaknya para pejabat yang merasa kalau hukuman yang mereka dapatkan tidak sesulit dan semengerikan yang mereka bayangkan.
10
http://rudyct.com/PPS702-ipb/08234/bahrin.pdf
9
BAB III PENUTUP Korupsi adalah perbuatan yang tidak beretika yang merupakan tindak pidana dalam situasi menghianati kepercayaan. Upaya penanggulangan korupsi merupakan suatu usaha memberantas korupsi baik dalam hal pencegahan maupun dalam hal tindakan hukum. Fluktuasi
korupsi adalah grafik atau tingkat korupsi di indonesia yang
ditandai dengan naik dan turunnya grafik tersebut. Berdasarkan pendapat para ahli diatas, maka dapat disimpulkan bahwa upaya penanggulangan korupsi adalah sebagai berikut : y
Preventif: Pencegahan yang perlu dilakukan adalah dengan menumbuhkan
dan membangun etos kerja pejabat maupun pegawai tentang pemisahan yang jelas antara milik negara perusahaan dengan milik pribadi. Sedangkan tindakan yang bersifat y
Detektif
adalah memperbaiki sistem, pemberlakuan kewajiban pelaporan
pengaduan masyarakat dan kekayaan pemegang jabatan publik, serta meningkatkan partisipasi masyarakat y
Represif
adalah menegakan hukum yang berlaku pada koruptor dan
penayangan wajah koruptor di layar televisi dan herregistrasi (pencatatan ulang) kekayaan pejabat dan pegawai.11 Upaya penanggulangan korupsi dapat dikatakan berpengaruh terhadap fluktuasi korupsi di Indonesia.Setelah banyak yang terungkap ke permukaan maka fluktuasi korupsi yang terlihat meningkat dan yang tersembunyi semakin menurun. Usaha-usaha yang dilakukan pemerintah dalam menanggulangi korupsi mulau dari pembuatan UU dan KPK, koruptor-koruptor terungkap, namun belum maksimal. Korupsi mungkin dapat diminimalisir tapi tidak bisa dimusnahkan.
11
Dra. Erika Revida, MS. Korupsi Di Indonesia: M asalah http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/3800/1/fisip-erika1.pdf 10
Dan
Solusinya
DAFTAR PUSTAKA Hamzah, Andi. 2006. Pemberantasan Korupsi. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. Kligaard,
Robert,dkk.
2005.
Penuntun
Pemberantasan
Korupsi
Dalam
Pemerintahan daerah. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia McWalters, Ian. 2006.
M emerangi
Korupsi. Surabaya: PT Temprina Media
Grafika Semma, Mansyur. 2008. N egara dan Korupsi. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia Tanthowi, Pramono U,dkk. 2004.
M embasmi
Kanker Korupsi. Jakarta: PSAP
Sumber lain:
UU RI no. 28 thn 1999 tentang penyelenggaraan negara yang bersih dan bebas dari korupsi, kolusi, dan nepotisme Revida,
Erika.
Korupsi
Di
Indonesia: M asalah
Dan
Solusinya
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/3800/1/fisip-erika1.pdf Yasir, Armen. Penanggulangan Korupsi Dilihat dari Prespektif Ketatanegaraan. Http://lemlit.unila.ac.id/file/prosiding_update%20terbaru%202007/armen %20yasir.pdf http://supanto.staff.hukum.uns.ac.id/2010/01/10/operasionalisasi-perundangundangan-pidana-dalam-penanggulangan-korupsi/
11