FINAL PROJECT MANAJEMENT PATIENT SAFETY Jalur Dan Prosedur Evakuasi Disusun melengkapi Tugas Kelompok Keperawatan Management Patient Safety
Dosen Pembimbing : Wiwiek Retty Andriani, S.kep.NS Disusun Oleh
:
1. Anesthasia Marseyolla P.S
7. Nanda Tri Syahputra
2. Enggar Rahman Dwi C
8. Pifit Putri Sri Mariani
3. Ervina Silvy Maharani
9. Quata Ridho Yuwono
4. Intan Ragil Puji A
10. Tasya Yunika Ristanti
5. Lynda Asita Shara
11. Yoga Sukma Darmawan
6. Nadia Puspa Prima I
12. Yulis Setiawati
PRODI DIPLOMA III KEPERAWATAN AKPER PEMKAB PONOROGO TAHUN 2017/2018
1
KATA PENGANTAR Puji syukur alkhamdulillah ,kami panjatkan kehadirat Alloh SWT yang telah melimpahkan rahmat,nikmat ,serta karunianya kepada kami sehingga kami dapat meyelesaikan tugas kelompok makalah mata kuliah “jalur dan prosedur Evakuasi”sesuai dengan tenggang waktu yang telah diberikan. Tak lupa kami ucapkan terima kasih kepada Dosen Pengajar yang telah membimbing kami dalam menyusun makalah ini . Makalah yang kami susun akan memberikan ulasan tentang manajemen keamanan pasien beruapa kejadian kejadian yang tidk diingankan baik ssebelum,selama ataupun sesudah dari pelayanan kesehatan.Dalam makalah ini yang menjadi fokus pembahasan kelompok kami adalah “penerapan patient safety dalam tatanan perawatan maternitas” “Ibarat Sungai yang terus mengalirkan air tanpa henti “ segala masukan dan kritik yang membangun sangat kami butuhkan demi sempurnanya makalah ini .
Ponorogo, 21 september 2017
Penyusun
2
DAFTAR PUSTAKA KATA PENGANTAR ................................................................................ i DAFTAR ISI ............................................................................................... ii PEMBAHASAN 1.1 Definisi evakuasi. ........................................................................... 1.2 Standar dari proses Evakuasi .......................................................... 1.3 Pola Sirkulasi /Jalur bangunan Rumah Sakit .................................. 1.4 Sign Sytem Jalur Evakuasi Di Rumahsakit ..................................... 1.5 Sarana Evakuasi .............................................................................. 1.6 Hal-Hal yang perlu di perhatikan saat proses Evakuasi .................. 1.7 Prosedur evakuasi............................................................................ DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. LAMPIRA ...........................................................................................................................
3
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Rumah
sakit
merupakan
institusi
pelayanan
kesehatan
yang
menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat menurut Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit pada Pasal 1 ayat Rumah sakit dituntut untuk dapat memberikan pelayanan kesehatan yang terbaik bagi pasiennya secara khusus serta bagi masyarakat umum secara luas. Kualitas rumah sakit sangat ditentukan oleh dua faktor utama yaitu pelayanan oleh petugas rumah sakit dan bangunan serta prasarana dari rumah sakit itu sendiri. Dampak yang dapat ditimbulkan ketika kedua faktor tersebut tidak terpenuhi dangan baik adalah buruknya pelayanan rumah sakit baik dalam keadaan normal maupun saat terjadi bencana. Bencana yang terjadi di rumah sakit dalam hal ini berkaitan dengan bencana internal maupun bencana yang juga memberi ancaman bagi masyarakat umum. Bencana tersebut merupakan bagian dari kondisi kegawatdaruratan yang mungkin dialami rumah sakit. Bencana internal yang berpotensi terjadi di rumah sakit meliputi kebakaran, ledakan, serta tumpahan atau kebocoran gas berbahaya. Sementara bencana yang memberikan ancaman bagi masyarakat luas, termasuk rumah sakit pada umumnya merupakan bencana alam seperti gempa bumi, angin ribut, banjir, dan lain sebagainya.2 Berdasarkan atas berbagai ancaman bencana yang mungkin dialami rumah sakit tersebut, maka setiap rumah sakit kemudian dituntut untuk memiliki kesiapan dalam menanggulangi kondisi kegawatdaruratan terkait bencana yang mungkin terjadi. Berdasarkan ketentuan pada Pasal 7 Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit dapat diketahui bahwa “Rumah Sakit harus memenuhi persyaratan lokasi, bangunan, prasarana, sumber daya manusia, kefarmasian dan peralatan”. Bagi rumah sakit yang tidak memenuhi persyaratan maka tidak akan diberikan izin mendirikan, dicabut izinnya atau tidak diperpanjang izin operasional rumah sakitnya. Bencana yang dimaksud dalam hal ini adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan masyarakat, baik oleh faktor alam dan/atau non alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan
4
timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis tertentu.3 Apabila dilihat dari definisi tersebut maka istilah bencana tidak hanya merujuk pada bencana alam, tetapi juga bentuk bencana lain seperti misalnya kebakaran. Sistem pencegahan dan penanggulangan bencana di rumah sakit menjadi sangat perlu diwujudkan guna menjamin keamanan seluruh warga rumah sakit, termasuk pasien dan pengunjung ketika terjadi bencana. 1.2 Rumusan masalah Berdasarkan latar belakang masalah diatas dapat dirumuskan masalah “Bagaimana Jalur Dan Prosedur Evakuasi ” 1.3 Tujuan a. Tujuan Umum Mengetahui secara umum gambaran dari jalur dan prosedur Evakuasi b. Tujuan Khusus 1. Mengetahui dan memahami Definisi evakuasi 2. Mengetahui dan memahami Standar dari proses Evakuasi 3. Mengetahui dan memahami Pola Sirkulasi /Jalur bangunan Rumah Sakit 4. Mengetahui dan memahami Sign Sytem Jalur Evakuasi Di Rumahsakit 5. Mengetahui dan memahami Sarana Evakuasi 6. Mengetahui dan memahami Hal-Hal yang perlu di perhatikan saat proses Evakuasi 7. Mengetahui dan memahami Prosedur evakuasi
Mengetahui dan memahami jalur dan prosedur Evakuasi dalam k3LH
5
BAB II PEMBAHASAN 2.1 Definisi Evakuasi adalah Suatu tindakan memindahkan orang-orang yang terkena bencana atau yang berada dekat dengan daerah berbahaya ke tempat aman dan jauh dari zona berbahaya dengan tujuan agar korban atau orang-orang tidak terkena efek dari bencana tersebut. Dengan kata lain adalah mengungsikan orang sekitar ke tempat lain yang jauh dari zona rawan dengan cara-cara tertentu seperti membawanya dengan mobil, pesawat, kapal, menggendong, membopong, mengangkatnya. Bencana tersebut bisa banjir, tanah longsor, angin topan, tornado, tsunami, kebakaran, perang antar kampung, perang saudara, gempa bumi dan lain sebagainya. Bisa juga orang yang terkena kecelakaan seperti tabrakan di jalan antar motor. Pada ayat 3 di pasal yang sama disebutkan bahwa sarana pintu keluar darurat dan jalur evakuasi harus dilengkapi dengan tanda arah yang mudah dibaca dan jelas. Prinsip penyelenggaraan bangunan dengan standar keselamatan dan kemudahan evakuasi ini juga dijelaskan dalam UU No 28 TAHUN 2002 “Tentang Bangunan Gedung” dimana pada pasal 27 dinyatakan Persyaratan kemudahan meliputi kemudahan hubungan ke, dari, dan di dalam bangunan gedung, serta kelengkapan prasarana dan sarana dalam pemanfaatan bangunan gedung. Pada pasal 30 ayat 1 dinyatakan bahwa akses evakuasi dalam keadaan darurat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat(2) harus disediakan di dalam bangunan gedung meliputi sistem peringatan bahaya bagi pengguna, pintu keluar darurat, dan jalur evakuasi apabila terjadi bencana kebakaran dan/atau bencana lainnya, kecuali rumah tinggal. Adapun kriteria atau syarat jalur evakuasi diantaranya memenuhi kriteria berikut :
Jalur Evakuasi harus memiliki akses langsung ke jalan atau ruang terbuka yang aman, dilengkapi Penanda yang jelas dan mudah terlihat.
Jalur Evakuasi dilengkapi penerangan yang cukup.
Jalur Evakuasi bebas dari benda yang mudah terbakar atau benda yang dapat membahayakan.
Jalur Evakuasi bersih dari orang atau barang yang dapat menghalangi gerak, tidak melewati ruang yang dapat dikunci.
6
Jalur Evakuasi memiliki lebar minimal 71.1 cm dan tinggi langit-langit minimal 230 cm.
Pintu Darurat dapat dibuka ke luar, searah Jalur Evakuasi menuju Titik Kumpul, bisa dibuka dengan mudah, bahkan dalam keadaan panik.
Pintu Darurat dilengkapi dengan penutup pintu otomatis.
Pintu Darurat dicat dengan warna mencolok dan berbeda dengan bagian bangunan yang lain. (Safrina, Hermansyah, & Aulia, 2015)
2.2 Standar Sejauh ini, rumah sakit merupakan subsistem dalam penanggulangan bencana secara keseluruhan. Karena itu, sistem penanganan bencana juga perlu dibenahi secara keseluruhan, tak terbatas pada kesiapan rumah sakit. Namun, sampai saat ini baru 10 persen dari sekitar 1.200 rumah sakit yang memiliki manajemen penanganan bencana yang baik. Beberapa rumah sakit sudah ada manajemen penanggulangan bencana, tetapi sebagian besar belum memiliki manajemen yang baik. Ini disebabkan tidak ada standar dari pemerintah mengenai prosedur penanganan bencana. Sistem penanganan bencana secara keseluruhan seharusnya sudah ada sebelum terjadi bencana. Dalam artian bahwa persiapan fasilitas di Rumah Sakit sangat diutamakan demi kelangsungan jalannya penanggulangan bencana secara operasional, misalnya : • Siapa yang bertanggung jawab terhadap pelayanan kesehatan di lapangan, • Apakah tim evakuasi korban sudah siap, dan • Rumah sakit mana saja yang siap menampung para korban bencana serta kemana akan dirujuk para korban yang tidak dapat ditangani oleh Rumah Sakit tersebut. • Apakah fasilitas alat dan ruangan sudah siap.
Dengan manajemen penanganan bencana yang baik, para korban yang butuh penanganan bisa dirujuk ke beberapa rumah sakit. Tujuannya agar rumah sakit tidak kewalahan melayani para korban bencana. Bila terlalu banyak
7
pasien, kualitas pelayanan dikhawatirkan akan menurun sehingga malah merugikan pasien. Seringkali yang dianggap fasilitas dalam Rumah Sakit hanyalah alat-alat yang dibutuhkan dalam penanganan korban. Disini akan dibahas mengenai fasilitas yang dibutuhkan guna menunjang penanganan korban dalam bencana seperti ruangan-ruangan serta alat-alat yang ada didalamnya. Penanganan Bencana di Rumah Sakit mempunyai beberapa unsur, yaitu selain kebutuhan dalam bidang medis, juga dalam bidang manajemen. Fasilitas
dan
sarana
prasarana
utama/inti
yang
diperlukan
dalam
penanganan bencana atau dalam situasi emergency yang terdiri dari tiga komponen utama: 1. UMUM, yang meliputi: a) pos komando;diharapkan dalam ruangan ini terdapat : Peta RS o Peta kota tersebut dan propinsi o Alat komunikasi ( telepon dan radio frekuensi ) o Komputer, printer dan internet o Televisi o Nomer-nomer telepon penting (karyawan dan RS terdekat) o Peta bangunan sekitar untuk pelebaran ruangan o Buku protap o Alur sistem komando b) humas atau pusat informasi; o Papan tulis utk laporan data korban o Meja o Kursi o Telepon o Komputer , printer dan internet o Humas yang mampu berbahasa inggris c) dapur umum ;
8
d) gudang logistik untuk penerimaan bantuan; dibedakan dengan gudang logistik yang sehari-hari e) tempat berkumpulnya relawan ; relawan disini adalah relawan yang sudah siap untuk masuk tugas di rumah sakit. Yang sudah tercatat dengan jelas oleh pihak pencatat relawan di rumah sakit tersebut. f) tempat berkumpulnya keluarga pasien; penting dipikirkan agar tidak lalulalang tidak jelas sehingga membuat situasi rumah sakit tambah kacau karena banyaknya keluarga pasien di lorong-lorong rumah sakit. g). Surge in place atau persediaan bangsal yang ditutup ( tidak dipakai pada saat operasional harian), sebagai contoh : maksudnya adalah Rumah Sakit yang mempunyai tempat tidur 200 buah, tetapi karena Rumah Sakit itu kebanjiran pasien maka,pihak Rumah Sakit telah membuat keputusan dengan membuka bangsal-bangsal yang tertutup untuk dibuka agar pasien dapat ditempatkan kebangsal tertutup tadi ( bangsal tambahan) dengan menggunakan strategi “surging in place” guna meningkatkan kapasitas lonjakan di Rumah Sakit (the hospital’s surge capacity).
2. PENANGANAN KORBAN, yang meliputi: a) Triage ; dengan menempatkan pasien sesuai dengan kondisinya, seperti merah, kuning, hijau dan hitam. b) Ruang tindakan;
Ruang tindakan merah jika tidak mampu di terima di ruang gawat darurat maka penting dicarikan dan disiapkan tempat lain yang berdekatan dengan ruang gawat darurat, serta alur ke kamar operasi juga disiapkan agar lebih gampang dan tidak berjauhan.
Ruang tindakan kuning diharapkan juga bisa berdekatan dengan ruang tindakan merah
Ruang tindakan hijau jika tidak ada ruangan maka dapat dialokasikan di lapangan parkir
9
Sedangkan untuk yang hitam sedapat mungkin alurnya tidak melalui ruangan dalam rumah sakit , jadi melalui luar yang langsung menuju kamar jenazah.
c) Kamar operasi; peralatan kamar operasi diharapkan selalu dalam keadaan baik dan siap pakai
Ruang isolasi;
Ruang perawatan (intensive care, intermediate, bangsal); dan
kamar jenazah.
3. FASILITAS PENUNJANG, yang meliputi: a) listrik (genset dan UPS); b) sistem supply air bersih; c) gas medis; d) CSSD; e) penyimpanan bahan bakar; f.) sistem komunikasi; g) pengolahan limbah; dan h) sistem tata udara di critical area. Rencana Cadangan (atau Plan B) apabila terdapat kerusakan pada fasilitas dan sarana prasarana yang sedianya disiapkan untuk penanganan bencana. Fasilitas yang disiapkan diluar wilayah rumah sakit misalnya bangunan nonmedik seperti, Rumah Sakit hewan, pusat konvension,aula,hangar, sekolah,area sport dan hotel. Ini penting disiapkan bila Rumah Sakit itu sendiri yang mengalami bencana. 2. Alat–alat medis dan penunjang yang diperlukan dalam penanganan bencana atau dalam situasi emergency. Fasilitas medik yang mobile/ bergerak, sebagai contoh jika Rumah Sakit mempunyai mobil besar yang berisi peralatan operasi dan tempat tidur bagi korban. Alat-alat medis portable atau alat yang dapat dibawa-bawa kelapangan bila banyak korban yang diletakkan di halaman Rumah Sakit.
10
Keadaan diatas merupakan bencana yang terjadi diluar rumah sakit (external disaster), sehingga kita hanya bertugas menyiapkan dan membantu koraban. Tetapi penting disiapkan jika rumah sakit itu sendiri terkena bencana (internal disaster).
Fasilitas yang perlu disiapkan jika rumah sakit itu sendiri yang terkena bencana (internal disaster) adalah :
Tanda evakuasi
Jalur evakuasi cepat
Tempat berkumpul
Gudang logistik cadangan
Pintu darurat
Ramp
Jejaring dengan gedung yang berdekatan dengan rumah sakit
2.3 Pola Sirkulasi /Jalur bangunan Rumah Sakit
Jenis Sirkulasi
Sirkulasi Pola Linier
Keterangan jalur yang lurus dapat menjadi elemen pengaturan yang utama bagi serangkaian ruang. Sebagai tambahan jalur ini dapat berbentuk kurvalinear atau terpotong-potong, bersimpangan dengan jalur lain, bercabang, atau membentuk sebuah putaran balik. Contoh : jalan raya, jalan tol, sirkuit, lorong sekolah dan rumah sakit dan lain – lain. Sebuah konfigurasi radial memiliki jalurjalur linier yang memanjang dari atau berakhir di sebuah titik pusat. Contoh :Gym, stadium, dan sebagainya.
Sirkulasi Pola Radial
11
Sebuah konfigurasi spiral merupakan sebuah jalur tunggal yang menerus dan berawal dari sebuah titik pusat, bergerak melingkar, dan semakin lama semakin jauh dari ttik pusat tersebut. Contoh : ram parkiran di mal, jalan didaerah pegunungan, dan sebagainya Sirkulasi Pola Spiral Sebuah konfigurasi grid terdiri dari dua buah jalur sejajar yang berpotongan pada intervalinterval regular dan menciptakan area ruang berbentuk bujur sangkar atau persegi panjang. Contoh : Ruang perkantoran dan lan-lain
Sirkulasi Pola Grid
Sebuah konfigurasi jaringan terdiri dari jalurjalur yang menghubungkan titik-titik yang terbentuk dalam ruang
Sirkulasi Pola Jaringan Pola sirkulasi ruang ialah suatu bentuk-bentuk rancangan atau alur-alur ruang pergerakan dari suatu ruang ke ruang lainnya dengan maksud menambah estetika agar dapat memaksimalkan sirkulasi ruang untuk dipergunakan, pola sirkulasi menurut Francis D.K. Ching di bagi menjadi 5 pola yaitu sirkulasi pola linier, sirkulasi pola radial, sirkulasi pola spiral, sirkulasi pola grid, dan sirkulasi pola jaringan. (Pynkyawati, 2013) 2.4 Sign Sytem Jalur Evakuasi Di Rumahsakit Rumah sakit merupakan salah satu fasilitas yang disediakan oleh pemerintah
disetiap
Negara
yang
berfungsi
sebagai
sarana
untuk
menyelenggarakan kesehatan untuk perorangan secara paripurna. (Undangundang Republik Indonesia No.44 tahun 2009). Setiap pengunjung yang datang ke rumah sakit, tentunya mengharapkan diberikan pelayanan kesehatan yang cepatdan nyaman. Hal itu disebabkan oleh tingkat mobilitas pasien yang tinggi menuntut adanya komunikasi dan pelayanan yang cepat dari institusi kesehatan, kemudian antara pasien/pengunjung dengan 12
dokter. Salah satu sarana pelayanan yang dibutuhkan oleh pasien/pengunjung adalah media informasi/sign system. Sign system adalah media informasi yang mempergunakan image visual dan biasanya digunakan untuk memberikan informasi di suatu ruang publik. Oleh karena itu, sign system perlu dirancang sebaik mungkin agar dapat memberikan informasi secara komunikatif, efektif, dan inovatif namun tetap memiliki nilai estetik yang tinggi agar bisa menarik perhatian sekaligus memperindah lokasi. Selain itu, sign system yang dibuat tentunya harus memenuhi syarat-syarat sign system yang baik. Sign system memiliki peran penting untuk memberikan suatu informasi jika berada disuatu tempat yang memiliki banyak ruangan/arah dan suatu himbauan yang belum diketahui sebelumnya. (Khakim, Lady, & Umyati3, 2007) Phill Boines dan Catherine Dixon (2005; 2001) berpendapat bahwa Sign system digunakan untuk memberikan informasi mengenai arah dari suatu lokasi di ruang publik (tanda pengenal bangunan). Dapat dibayangkan sulitnya jika suatu wilayah yang memiliki beberapa lokasi tidak dilengkapi dengan tanda petunjuk arah/sign system, dan demikian pula halnya jika semua bangunan atau ruang publik tidak mempunyai sistem informasi, maka hal tersebut akan menyebablan semua orang akan kesulitan untuk menentukan arah tujuannya. Dengan semakin berkembangnya sign system, keberadaan dari sebuah sign system menjadi sangat penting (Khakim, Lady, & Umyati3, 2007). Kurang lengkapnya sign system yang diterapkan disuatu ruang publik (rumah sakit) akan menyulitkan pengunjung yang datang untuk mendatangi ataupun mencari ruangan yang ingin dituju. (Khakim, Lady, & Umyati3, 2007) SIGN
FUNCTION Sign dengan tulisan "Exit" dan tanda panah ke arah atas berfungsi memberi petunjuk jalan keluar ke arah atas atau menaiki tangga. Sign ini bermanfaat untuk mempercepat proses evakuasi dalam kondisi darurat, seperti kebakaran, gempa bumi, tsunami, dan lainlain serta memberikan rute alternatif bila rute biasa tidak bisa dilewati. Sign yang biasa dipasang di pintu keluar, tangga, atau lorong ini bisa juga digunakan
13
untuk situasi non darurat.
Sign dengan tanda panah ke arah atas, memberi petunjuk jalur evakuasi ke arah atas atau menaiki tangga. Sign ini berperan penting dalam memberikan arahan kepada karyawan, tamu perusahaan, atau masyarakat umum untuk menuju tempat-tempat yang aman (titik kumpul darurat) saat kondisi darurat. Kondisi darurat, meliputi bencana alam, kebakaran, ancaman bom, perampokan dan lain-lain. Biasanya dipasang pada jalur evakuasi yang telah ditentukan tim tanggap darurat. Sign "Titik Kumpul Darurat" dengan tanda panah ke arah atas, memberi petunjuk agar penghuni gedung menuruni tangga ke arah kiri untuk menuju area berkumpul sementara saat kondisi darurat. Kondisi darurat, meliputi bencana alam, kebakaran, ancaman bom, perampokan dan lain-lain. Titik kumpul darurat harus cukup menampung personil yang ada di sekitar area dan lokasinya aman dari pengaruh penyebab bencana/ bebas dari kemungkinan adanya bahaya lain. Sign "Pintu Keluar Darurat" berfungsi sebagai petunjuk adanya pintu keluar yang hanya dipakai saat kondisi darurat. Sign ini bermanfaat untuk mempercepat proses evakuasi dalam kondisi darurat, seperti kebakaran, gempa bumi, tsunami, dan lainlain serta memberikan alternatif bila rute biasa tidak bisa dilewati. Biasanya dipasang di atas pintu darurat atau tempat lain yang menjadi jalur evakuasi di gedung bertingkat.
14
Sign dengan piktogram berbentuk pintu dengan panah ke kanan berfungsi memberi petunjuk kepada karyawan atau tamu untuk menggeser pintu ke sebelah kanan ketika hendak keluar dari ruangan. Sign ini biasa digunakan sebagai tanda pintu keluar, baik saat situasi nondarurat atau situasi darurat. Saat situasi darurat, sign ‘Exit Door’ bermanfaat untuk mempercepat proses evakuasi.
Sign ini berfungsi memberi petunjuk kepada karyawan atau tamu untuk mendorong pintu ketika hendak keluar dari ruangan. Sign ini biasa digunakan sebagai tanda pintu keluar, baik saat situasi nondarurat atau situasi darurat. Saat situasi darurat, sign ‘Exit Door’ bermanfaat untuk mempercepat proses evakuasi. Sign ini berfungsi sebagai petunjuk adanya jalan keluar yang hanya dipakai saat kondisi darurat. Sign ini memberi instruksi agar karyawan atau tamu keluar melalui jendela dan menuruni tangga darurat dari truk pemadam kebakaran yang berada di luar gedung saat proses evakuasi. Jendela bisa dijadikan alternatif bila rute biasa tidak bisa dilewati. Sign ini bermanfaat untuk mempercepat proses evakuasi dalam kondisi darurat, seperti kebakaran, gempa bumi, tsunami, dan lain-lain. Biasanya dipasang di atas jendela bagian dalam gedung atau tempat lain yang menjadi jalur evakuasi. Sign "Titik Kumpul Darurat/ Muster Point/ Assembly Point" berfungsi sebagai tanda area berkumpul sementara saat kondisi darurat. Kondisi darurat, meliputi bencana alam, kebakaran, ancaman bom, perampokan dan lain-lain. Titik kumpul darurat harus cukup menampung personil yang ada di sekitar area. Biasanya dipasang di lokasi yang aman dari pengaruh penyebab bencana/ bebas dari kemungkinan adanya bahaya lain.
Sign dengan tulisan "Exit" dan tanda panah ke arah kiri bawah berfungsi memberi petunjuk jalan keluar 15
untuk menuruni tangga ke arah kanan bawah. Sign ini bermanfaat untuk mempercepat proses evakuasi dalam kondisi darurat, seperti kebakaran, gempa bumi, tsunami, dan lain-lain serta memberikan rute alternatif bila rute biasa tidak bisa dilewati. Sign yang biasa dipasang di pintu keluar, tangga, atau lorong ini bisa juga digunakan untuk situasi non darurat.
Sign dengan tulisan "Exit" dan tanda panah ke arah kanan bawah berfungsi memberi petunjuk jalan keluar untuk menuruni tangga ke arah kanan bawah. Sign ini bermanfaat untuk mempercepat proses evakuasi dalam kondisi darurat, seperti kebakaran, gempa bumi, tsunami, dan lain-lain serta memberikan rute alternatif bila rute biasa tidak bisa dilewati. Sign yang biasa dipasang di pintu keluar, tangga, atau lorong ini bisa juga digunakan untuk situasi non darurat. Sign dengan tanda panah ke arah atas, memberi petunjuk jalur evakuasi ke arah atas atau menaiki tangga. Sign ini berperan penting dalam memberikan arahan kepada karyawan, tamu perusahaan, atau masyarakat umum untuk menuju tempat-tempat yang aman (titik kumpul darurat) saat kondisi darurat. Kondisi darurat, meliputi bencana alam, kebakaran, ancaman bom, perampokan dan lain-lain. Biasanya dipasang pada jalur evakuasi yang telah ditentukan tim tanggap darurat.
Sign dengan piktogram berupa tanda panah menghadap kanan atas berfungsi memberi petunjuk kepada karyawan atau tamu untuk mendorong pintu ke arah depan ketika hendak keluar dari ruangan. Sign ini biasa digunakan sebagai tanda pintu keluar, baik saat situasi nondarurat atau situasi darurat. Saat situasi darurat, sign ‘Exit Door’ bermanfaat untuk mempercepat proses evakuasi. Sign dengan piktogram berupa tanda panah menghadap kiri bawah berfungsi memberi petunjuk kepada karyawan atau tamu untuk menarik pintu ke
16
arah belakang ketika hendak keluar dari ruangan. Sign ini biasa digunakan sebagai tanda pintu keluar, baik saat situasi nondarurat atau situasi darurat. Saat situasi darurat, sign ‘Exit Door’ bermanfaat untuk mempercepat proses evakuasi.
Sign dengan tulisan ‘Dorong- Push’ dan ‘Tarik- Pull’ berfungsi memberi petunjuk kepada karyawan atau tamu untuk mendorong atau menarik pintu ketika hendak keluar dari ruangan. Sign ini bisa dipasang pada pintu yang memiliki dua arah jalan keluar. Biasanya digunakan di perusahaan, pusat perbelanjaan, dan tempat lainnya.
2.5 Sarana Evakuasi Menurut Sunarno pada bukunya Mekanikal Elektrikal Lanjutan tahun 2006,Bahaya kebakaran adalah bahaya yang ditimbulkan oleh adanya nyala api yang tidak terkendali sehingga dapat mengancam keselamatan jiwa manusia maupun harta benda. Nyala api adalah reaksi dari bahanbakar, panas,dan oksigen. Kebakaran juga dapat disebabkan oleh hubungan pendek arus listrik atau karena alat listrik yang lupa dimatikan sementara alat tersebut berpotensi untuk menimbulkan kebakaran. (Pynkyawati, 2013) 1. Pengamanan Kebakaran
Dengan adanya kemajuan teknologi, sekarang kita dapat mengetahui secara dini dan meminimalisasi kerugian yang diakibatkan oleh adanya bahaya kebakaran dengan peralatan yang beragam a. Pengamanan aktif Pengamanan aktif meliputi tiga sistem yaitu, sistem pendeteksian yang memiliki arti mendeteksi atas nyalanya api dengan menggunakan detektor, seperti smoke detector, heat detector, ada pun sistem pemadaman otomatis yaitu proses pemadaman dengan cara otomatis oleh alat pemadam kebakaran seperti splinkler. (Pynkyawati, 2013) Gambar
Keterangan
17
Alat ini mempunyai kepekaan yang tinggi dan akan langsung membunyikan alarm bila terjadi asap di ruang tempat alat tersebut dipasang. Smoke Detector Alat ini akan mendeteksipanas yang berlebihan atau temperature yang meningkat yang dapat menyebabkan timbulnya api
Heat Detector Alat ini menyemprotkan air dalam pola yang telah didesain secara teliti yang diakibatkan panas api yang berlebihan
Sprinkler Alat ini biasanya diletakan di luar ruangan atau disepanjang rute ke jalan keluar
Alarm
b. Sistem Pengamanan pasif Perlindungan kebakaran pasif meliputi perencanaan struktur penghambat penjalaran api dan asap. Sistem pemadaman api terdiri dari empat macam yaitu penguraian yang memiliki arti memisahkan atau menjauhkan benda-benda yang dapat terbakar, ada pula pendinginan yang berfungsi menyemprotkan air pada benda-benda yang terbakar. Sistem isolasi atau sistem lokalisasi dengan menyemprotkan bahan kimia CO2 sertaBlasting effect system yakni dengan memberikan tekanan yang tinggi. Perencanaan ruang- ruang yang berpotensi sebagai sumber nyala api pada zona terpisah dengan ruang yang menyimpan bahan–bahan mudah terbakar, Misalnya gudang peralatan mesin, dan sebagainya.
18
Peralatan yang disarankan terdiri atas alat deteksi bahaya kebakaran, panel kontrol, alarm, tabung utama pemadaman CO2 berisi bahan CO2 cair dan bertekanan serta tabung start CO2 yang terdiri dari 2-3 tabung. (Pynkyawati, 2013) Exit sign merupakan bagian penting dalam saran escape guna memudahkan pengguna bangunan untuk menuju tempat yang aman. Exit sign diletakan pada tempat-tempat yang telah dipersiapkan sebagai petunjuk sarana penyelamatan diri ketika terjadi sebuah bencana, seperti pintu darurat, exit route(jalan keluar), tangga darurat dan meeting point (titik pertemuan). Persyaratan waktu tempuh dan jarak tempuh, apabila terdapat koridor yang harus di lengkapi pintu keluar (exit), tidak diperbolehkan melebihi 45 m jaraknya (untuk bangunan satu lantai), sedangkan untuk bangunan yang lebih dari satu lantai tidak boleh lebih dari 18 m jaraknya. (Pynkyawati, 2013) Gambar
Keterangan Perletakan tabung pemadam di tempat yang mudah dilihat, mudah dicapai serta mudah diambil Tabung pemadam berukuran kecil ditempatkan di dinding dengan ketinggian 1.20 m dari lantai Penempatan fire extinguisher pada setiap 200 m2 atau setiap ruangan dengan kapasitas yang cukup
Fire Extinguisher Ditempatkan di halaman Dapat terdiri dari 1 atau 2 kopling penyambung Tekanan 250 galon/ menit atau 1.125 l / menit atau 2 kg/cm2 Diuji 1 th sekali Jarak antar hidran max 200m
Hidran Halaman Alat ini menyemprotkan air dalam pola yang telah didesain secara teliti yang diakibatkan panas api yang berlebihan
19
Hidran Gedung Exit sign diletakan pada tempat-tempat yang telah dipersiapkan sebagai petunjuk sarana penyelamatan diri ketika terjadi sebuah bencana, seperti pintu darurat, exit route, tangga darurat dan meeting point.
Contok Petunjuk Arah
2.6 Hal-Hal yang perlu di perhatikan saat proses Evakuasi
Sosialisasi jalur dan tempat evakuasi perlu dilakukan sehingga masyarakat mengenal dan mengetahui arah mana terdekat ke tempat yang aman. halaman yang cukup baik, cukup rata dan tidak bergelombang dan luasnya sehingga mencukupi jumlah orang yang akan dievakuasi pada area tersebut jumlah dan kapasitas jalur evakuasi menyesuaikan dengan jumlah penghuni dan ukuran gedung. Bambang Trisakti (2007). Kebutuhan Jalur Evakuasi juga dipengaruhi oleh waktu rata-rata untuk mencapai lokasi yang aman (Titik Kumpul). Dalam penentuan jalur evakuasi harus disepakati dimana titik kumpul yang aksesnya mudah dan luas, Mustafa B (2009). Diperhitungkan waktu sependek mungkin untuk mencapai titik evakuasi yang telah di tentukan untuk mencegah kelelahan pada pasien, risiko jatuh dan sebagainya. jalur evakuasi juga sangat menentukan mudah tidaknya staf dan pasien menuju ke area titik evakuasi (essembly point), jalur yang cukup luas lantai yang tidak licin dan memiliki pegangan (holder) pada dinding saat menuju titik evakuasi vertikal sangat membantu kelancaran berlangsungnya evakuasi menuju titik kumpul. (Safrina, Hermansyah, & Aulia, 2015)
20
2.7 Prosedur evakuasi 1. Penerimaan Informasi Bencana Merupakan prosedur penerimaan informasi bencana baik internal dan eksternal bagi petugas informasi rumah sakit. Tujuan prosedur ini : 1. Menyelamatkan pasien dan keluarga penunggu pasien dengan Early Warning Sistem (Peringatan Dini) 2. Melakukan penyebaran informasi bencana Prosedur penerimaan informasi bencana :
Angkat telepon untuk menerima informasi Bencana
Terima informasi Kode kegawatdarurata, Lokasi Kejadian, Nama Pelapor, Jumlah korban bila ada Catat kejadian dalam buku secara cepat
Sebarkan informasi bencana dengan KODE KEGAWATDARURATAN dan lokasi kejadian dengan lihat audio sentral
Minta bantuan petugas lain untuk menelepon Tim HDP, TIM PEMADAM KEBAKARAN 113, TIM SAR
(0281) 635766 POLSEK Purwokerto Selatan (0281) 6843835
2. Evakuasi Korban Bencana (Memindah Dan Mengangkat Penderita / Korban) Tujuan kegiatan ini adalah : Memindahkan korban/ penderita bencana dari lokasi bencana ke tempat yang lebih aman dan mengusahakan penderita /korban yang masih bernyawa untuk diselamatkan Prosedur Evakuasi korban bencana : 1. Mengevakuasi pasien dari lokasi bencana/ musibah massal menuju area titik kumpul 2. Proses evakuasi dilakukan melalui tangga darurat dan ram 3. Untuk gedung bertingkat yang tidak memiliki ram, pasien yang dengan kondisi tidak bias berjalan dievakuasi dengan di gendong atau diusung dengan
selimut,tandu
atau
kursi
dengan
memperhatikan
kondisi
penyakit/trauma pasien 4. Petugas evakuasi membekali diri dengan segala keperluan pribadi serta membekali diri dengan membawa alat dan obat untuk pertolongan pertama 5. Petugas menilai situasi dan kondisi pasien / korban
21
6. Petugas menentukan korban termasuk yang segera di evakuasi atau yang bisa ditunda 7. Pasien/korban yang termasuk kategori SEGERA di evakuasi harus memperhatikan prinsip ABC 8. Korban yang dengan kategori tidak segaera di evakuasi setelah yang kategori SEGERA di evakuasi 9. Korban di pindahkan ke lokasi aman atau rumah sakit lapangan atau IGD 10. Komunikasikan rencana dan tehnik mengangkat dan mengangkut dengan rekan atau tim Pada saat mengangkat pasien / korban perhatikan beberapa peraturan untuk mencegah cedera. Antara lain:
Posisi kaki menapak dengan baik dan kokoh dan sepanjang lebar bahu
Saat mengangkat gunakan tumpuan pada kaki bukan punggung
Saat mengangkat hindari gerakan memutar yang bisa menimbulkan cedera, Jaga punggung dalam posisi lurus
Hindari memutar ketika menjangkau
Hindari menjangkau lebih dari 15 – 20 inchi di depan anda
Saat memindahkan korban melewati tangga, jika memungkinkan dengan gunakan kursi daripada tandu
12. Pada saat mendorong atau menarik penderita perlu diperhatikan :
Lebih baik mendorong daripada menarik jika memungkinkan
Punggung selalu tetap lurus / terkunci
Jaga beban dekat dengan tubuh anda
Jika beban berada di bawah pinggang, dorong atau tarik dengan posisi berlutut
Hindari mendorong atau menarik melebihi kepala
2. Pembentukan Tim Rha (Rapid Health Assesment)
Adalah Tim yang bertugas untuk menilai di lokasi bencana atau tempat kejadian untuk menentukan tingkat keparahan dan bantuan yang di perlukan
Prosedur kegiatan Rapid Health Assesment : o Menilai lokasi bencana/ musibah missal o Menentukan tingkat keparahan bencana o Menilai prakiraan jumlah korban dan bantuan yang diperlukan 22
o Petugas TIM RHA dating di lokasi kejadian/bencana o TIM RHA melapor ke komando bencana setempat untuk mendapat ijin memasuki lokasi o Petugas RHA menentukan skala bencana, luas wilayah,jumlah korban, jenis penyakit, sarana dan
prasarana yang tersisa, sisa SDM yang masih ada, akses jalan menuju lokasi bencana o Tim RHA menyampaikan hasil survey awal ke Rumah Sakit untuk pengambilan keputusan o Petugas RHA menilai tingkat kegawatan korban, untuk pasien yang luka ringan di beri pertolongan
pertama. o Korban luka sedang di bawa ke Rumah Sakit lapangan o Korban luka berat segera dievakuasi ke Rumah Sakit Rujukan wilayah terdekat
4. Dekontaminasi Korban Bencana Dekontaminasi adalah langkah pertama menangani peralatan, perlengkapan, sarung tangan dan benda-benda lainnya yang terkontaminasi. Proses yang membuat benda mati lebih aman untuk ditangani oleh staf sebelum dibersihkan (umpannya menginaktivikasi HBV, HBC dan HIV) dan mengurangi tapi tidak menghilangkan jumlah mikroorganisme yang mengkontaminasi. Prosedur Dekontaminasi : 1. Setelah
memakai
alat
proteksi
diri
petugas
medik
melakukan
dekontaminasi, pastikan korban 2. dalam keadaan stabil atau telah dilakukan stabilisasi fungsi vitalnya. 3. Buka seluruh pakaian korban (mengurangi 70-80% kontaminan) 4. Cuci dari ujung kepala sampai ujung kaki dalam 1 menit dengan 6 galon air (66 ltr/4-5 ember air) dan diperlukan area 22 inches2 (66 mm2) perorang. 5. Lakukan dengan cepat pencucian / penyinaran seluruh tubuh korban. 6. Gunakan cairan pembersih untuk seluruh tubuh. Cairan baru 0,5% Sodium hypochlorite (HTH chlorine) efektif untuk kontaminan biologi atau kimia. 23
7. Untuk kontaminan biologi perlu waktu 10 menit (hal ini sulit untuk korban masal). 8. Bersihkan kembali dengan air dari ujung kepala sampai ujung kaki (head to toe). 9. Yakinkan korban sudah dicuci dengan bersih, bila perlu periksa dan bersihkan kembali dengan air dari ujung kepala sampai ujung kaki. 10. Keringkan tubuh pasien dan ganti/berikan pakaian kering dan bersih. 11. Korban dimasukkan ke ruang IGD / IRD sesuai kriteria triage (dapat dilakukan triage ulang walaupun sudah dilakukan triage di lapangan. 12. Penanganan dilakukan berdasarkan skala prioritas kegawat daruratan korban bencana. 13. Pelayanan medik yang diberikan sesuai standar kemampuan rumah sakit. Catatan :
Pasien bisa yang bisa berjalan sendiri dan gejala jelas segera lakukan dekontaminasi.
Pasien masih bisa berjalan, tetapi tanpa gejala jelas pindahkan dari area tindakan, pakaian dibuka dan observasi (medical evaluation).
Pasien tidak bisa bergerak, lakukan evaluasi klinis, berikan prioritas dekontaminasi.
5. Permintaan / Bantuan Tenaga Tenaga yang dimaksud adalah orang atau petugas baik medis ataupun non medis yang membantu dalam melakukan pertolongan pada para korban bencana. Kebijakan : 1. Pengiriman tenaga dokter BSB ke tempat kejadian sebagai tim reaksi cepat yang melakukan RHA (Rapid Health Assesment) sekaligus melakukan triase lapangan. 2. Melakukan pemindahan pasien dan keluarga pasien di dalam area rumah sakit atau melakukan rujukan ke luar rumah sakit lain pada pasien yang mengalami penurunan kondisi yang tidak dapat dirawat di RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto karena alasan ketiadaan atau kekurangan tempat (contoh : butuh ICU).
24
3. (Peraturan Direktur Nomor: 445/01178.a/I/2015 Tentang Pelayanan RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo) Prosedur : 1. Dokter jaga IGD sebagai leader saat terjadi bencana menghubungi tim siaga bencana yang saat itu sedang tidak jaga/tidak berada di tempat. 2. Dokter jaga IGD beserta tim siaga bencana memprediksi tingkat kegawatan dan 3. jumlah korban. 4. Meminta bantuan tenaga yang sedang tidak jaga di rumah sakit dengan menghubungi tiap perorangan lewat telephon. 5. Apabila tenaga internal rumah sakit tidak mencukupi / tidak sebanding dengan jumlah korban yang terlalu banyak, maka pihak rumah sakit segera meminta bantuan tenaga 6. dari luar rumah sakit. Segera koordinasikan kebutuhan tersebut kepada Komandan 7. Siaga Bencana serta pihak luar yang dimintai perbantuan. 8. Setelah tenaga bantuan telah datang di RS, maka dokter jaga sebagai leader 9. menginformasikan seluruh informasi baik tingkat kegawatan dan jumlah korban 10. kepada tim tersebut dan memberikan instruksi langkah-langkah yang harus dilakukan. 6. Pemberian Terapi Bagi Korban Bencana Terapi adalah tindakan medis yang dilakukan oleh petugas medis kepada korban/penderita sesuai dengan kondisi/keadaan penderita tersebut. Prosedur Penanganan Medis. 1. Penanganan korban di RS meliputi tindakan resusitasi sampai dengan tindakan definitif. 2. Sistim pelimpahan wewenang berlaku dengan pengawasan dan tanggung jawab Tim Penanggulangan Bencana. 3. Perkiraan jumlah korban yang akan dirawat adalah berdasarkan pada jumlah korban yang pernah dirawat pada bencana terdahulu, atau berdasar
25
pada skenario terburuk, dan dengan mempertimbangkan jumlah korban berdasarkan intensitas perawatan yang diperlukan. 4. Tehnis penanganan korban dilakukan sesuai dengan Standar Pelayanan Medis yang dibuat oleh Staf Medik Fungsional (SMF). 7. Prosedur Penanganan Jenazah Korban Bencana Tujuan : Agar penanganan jenazah korban bencana dapat teridentifikasi dengan benar Prosedur : 1. Pasien DOA diberi label. Bagian label yang berisi nomor kode pasien (atau lampirkan identitas pasien) diserahkan pada Pos Komando untuk kegunaan daftar korban. 2. Mayat dibawa ke kamar mayat dan tetap ditunggu petugas sampai diambilalih petugas kamar mayat. 3. Setelah mayat dikenali, lengkapi informasi pada label dan Rekam Medik 4. Mayat dari dalam RS dibawa kekamar mayat oleh petugas kamar mayat. Catatan lengkap dibuat berikut nama petugas yang membawa : Petugas, Polisi, PMK, Relawan dll. 5. Pastikan label dan formulir sudah lengkap. 8. Transfer Korban Bencana Ke Luar Rumah Sakit Adalah pengiriman korban bencana ke luar rumah sakit. Sebagai upaya keselamatan bagi korban bencana Prosedur : 1. Mintakan persetujuan Medis, Persetujuan / Permintaan keluarga / Pemimpin negara ybs. sebelum proses transfer. 2. Koordinasi dengan RS penerima. 3. Pasien dalam keadaan stabil dan siap untuk transfer. 4. Ambulans dengan standar transfer. 5. Tim medis pendamping. 9. Informasi Prosedur Keadaan Darurat Prosedur Keadaan Darurat adalah tata cara dalam mengatasi keadaan darurat. Apabila terdapat situasi / keadaan darurat , apabila anda mengalami keadaan darurat, maka :
26
1. SEGERA
hentikan
pekerjaan
dan
tinggalkan
gedung
ketika
diketahui/didengar terdapat tanda bahaya dibunyikan atau ketika anda diminta untuk melakukannya. HINDARI kepanikan 2. IKUTI instruksi dan bekerjasamalah dengan mereka yang bertanggung jawab atas keadaan darurat. 3. MATIKAN semua peralatan kerja terutama listrik dan tutup laci meja. 4. JANGAN menunda untuk segera meninggalkan gedung dengan mencari barang – barang pribadi dan/atau orang lain 5. PERGI kedaerah terbuka yang cukup jauh dari gedung dan jangan menghalangi petugas dan peralatan mereka. 6. JANGAN masuk kembali kedalam gedung sampai ada instruksi dari atasan atau petugas. 7. Hidup anda dan orang lain tergantung pada kerja sama anda.
27
BAB III PENUTUP 3.1 Kesimpulan Evakuasi adalah Suatu tindakan memindahkan orang-orang yang terkena bencana atau yang berada dekat dengan daerah berbahaya ke tempat aman dan jauh dari zona berbahaya dengan tujuan agar korban atau orang-orang tidak terkena efek dari bencana tersebut Adapun kriteria atau syarat jalur evakuasi diantaranya memenuhi kriteria berikut :
Jalur Evakuasi harus memiliki akses langsung ke jalan atau ruang terbuka yang aman, dilengkapi Penanda yang jelas dan mudah terlihat.
Jalur Evakuasi dilengkapi penerangan yang cukup.
Jalur Evakuasi bebas dari benda yang mudah terbakar atau benda yang dapat membahayakan.
Jalur Evakuasi bersih dari orang atau barang yang dapat menghalangi gerak, tidak melewati ruang yang dapat dikunci.
Jalur Evakuasi memiliki lebar minimal 71.1 cm dan tinggi langit-langit minimal 230 cm.
Pintu Darurat dapat dibuka ke luar, searah Jalur Evakuasi menuju Titik Kumpul, bisa dibuka dengan mudah, bahkan dalam keadaan panik.
Pintu Darurat dilengkapi dengan penutup pintu otomatis.
Pintu Darurat dicat dengan warna mencolok dan berbeda dengan bagian bangunan yang lain. (Safrina, Hermansyah, & Aulia, 2015)
3.2 Saran Diharapkan dengan disusunnya makalah ini, dapat menjadi suatu bahan pembelajaran bagi pembaca. Demikian yang dapat kami paparkan mengenai materi yang menjadi pokok bahasan dalam makalah ini, tentunya masih
banyak
kekurangan
dan
kelemahannya,
karena
terbatasnya
pengetahuan dan kurangnya rujukan atau referensi yang ada hubungannya dengan judul makalah ini. Penulis banyak berharap para pembaca yang budiman sudi memberikan kritik dan saran yang membangun kepada penulis demi sempurnanya makalah ini. Semoga makalah ini berguna bagi penulis pada khususnya juga para pembaca yang budiman pada umumnya.
28
Daftar pustaka Khakim, A. N., Lady, L., & Umyati3, A. (2007). Usulan Perancangan Jalur Evakuasi Dan Display Dengan Pendekatan Pengukuran Jarak. Jurnal Teknik Industri Vol.5 No.2 . Pynkyawati, T. (2013). KAJIAN DESAIN POLA SIRKULASI SEBAGAI SARANA EVAKUASI KEBAKARAN PADA BANGUNAN IGD DAN COT DI RSHS BANDUNG. Jurusan Teknik Arsitektur Itenas | No.3 | Vol.1 . Safrina, L., Hermansyah, & Aulia, T. B. (2015). EVALUASI TITIK EVAKUASI GEMPA BUMI DAN TSUNAMI PADA BADAN LAYANAN UMUM DAERAH RUMAH SAKIT JIWA ACEH. Idea Nursing Journal .
29