I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Karet merupakan komoditas perkebunan yang sangat penting peranannya di Indonesia. Selain sebagai sumber lapangan kerja bagi sekitar 1,4 juta kepala keluarga, komoditas ini juga memberikan kontribusi yang signifikan sebagai salah satu sumber devisa non-migas. Sampai tahun 1998 komoditas karet masih merupakan penghasil devisa terbesar dari subsektor perkebunan dengan nilai US$ 1,1 miliar, namun pada tahun 2003 turun menjadi nomor dua setelah kelapa sawit dengan nilai US$ 1,4 miliar. Pada tahun 2005 pendapatan devisa dari komoditas karet ini mencapai US$ 2,6 miliar atau sekitar 5% dari pendapatan devisa nonmigas (Didiek Hadjar Goenadi dkk., 2007). Karet (rubber) merupakan produk dari proses penggumpalan getah tanaman karet (lateks). Pohon karet normal disadap pada tahun ke-5. Produk dari penggumpalan lateks selanjutnya diolah untuk menghasilkan lembaran karet (sheet), karet bongkah (block rubber), atau karet remah (crumb rubber) yang merupakan bahan baku industri karet. Ekspor karet dari Indonesia dalam berbagai bentuk, yaitu dalam bentuk bahan baku industri (sheet, crumb rubber, Standard Indonesian Rubber (SIR)) dan produk turunannya seperti ban dan komponen kendaraan. Sejumlah lokasi di Indonesia memiliki keadaan lahan yang cocok untuk pertanaman karet, yang sebagian besar berada di wilayah Sumatera dan Kalimantan. Jumlah luas areal perkebunan karet di seluruh Indonesia tercatat mencapai lebih dari 3,5 juta ha, diantaranya 85,03% merupakan perkebunan karet
1
2
milik rakyat, 7% perkebunan besar negara dan 7,96% perkebunan besar milik swasta (Direktorat Jendral Perkebunan, 2009). Areal perkebunan yang luas saat ini belum menjadikan Indonesia sebagai negara dengan produksi karet terbesar di dunia. Indonesia masih dikalahkan oleh Malaysia dan Thailand yang memiliki luas lahan lebih sedikit terutama dalam produksi karet (Tim Penulis Penebar Swadaya, 2007). Posisi Indonesia sebagai pemasok karet dunia tidak diikuti langkah-langkah dalam mempertahankannya diantaranya perluasan lahan dan pemeliharaan tanaman yang dilakukan secara intensif. Selain itu peremajaan tanaman dengan klon baru jarang dilakukan, bahkan klon baru yang dapat menghasilkan produksi lebih banyak jarang dikenal oleh petani (Tim Penulis Penebar Swadaya, 2007). Meningkatnya kebutuhan karet dunia memacu para peneliti untuk lebih meningkatkan produksi karet. Peningkatan produksi karet yang optimal harus dimulai dengan pemilihan klon yang unggul, penggunaan bibit yang berkualitas sebagai batang bawah dan batang atas serta pemeliharaan yang baik. Pemilihan klon karet yang unggul tidak pernah terlepas dari penggunaan batang bawah yang berguna untuk memperbaiki sifat bahan tanaman karet agar dapat berproduksi secara optimal dan tahan terhadap jamur akar putih yang disebabkan oleh Rigidoporus lignosus. Batang bawah yang digunakan untuk perbanyakan tanaman karet dengan cara okulasi biasanya berasal dari biji. Biji yang baik dapat diperoleh dari pemilihan klon unggul agar pertumbuhan tanaman karet optimal. Secara umum batang bawah yang baik adalah klon Landbouw Caoutchuc Bedrijf 1320 (LCB 1320), Gondang Tapen 1 (GT 1), Proefstation
3
Rubber 300 (PR 300), PR 228 dan Algemene Vereniging van Rubberplanters ter Ooskust van Sumatera 2037 (AVROS 2037) (Didit Heru Setiawan dan Agus Andoko, 2007), selain klon-klon di atas PTPN VIII Kebun Cikumpay juga menggunakan klon PR 261 sebagai batang bawah. Tanaman karet dapat tumbuh meski di lahan marjinal dan tidak diberi pupuk sekalipun, tetapi pada kondisi itu produksi tanaman karet tidak optimal. Apabila tanaman karet ditanam sebagai tanaman komersial, tanah perlu diberi pupuk. Produktivitas tanaman karet di lapangan sangat dipengaruhi oleh mutu bibit yang digunakan. Kunci keberhasilan agribisnis karet terletak pada penggunaan bibit unggul yang bermutu. Jika tanaman dikelola dengan teknik budidaya yang tepat, maka potensi produksi klon unggul akan terealisasi. Pertumbuhan bibit karet yang sehat diperoleh melalui pemeliharaan yang baik terutama melalui pemberian pupuk yang optimal. Selain pemupukan sifat media tanam khususnya untuk sifat fisik tanah sangat menentukan pertumbuhan. Tindakan pemupukan bertujuan untuk menyediakan unsur hara bagi tanaman, yang akhirnya akan meningkatkan produktivitas tanah yang dipupuk terutama pada lahan marjinal dengan kandungan unsur hara yang sedikit tersedia. Pemupukan di pembibitan karet merupakan salah satu hal yang penting karena mendukung pertumbuhan bibit yang baik. Unsur hara yang dibutuhkan dalam jumlah yang besar oleh tanaman disebut unsur hara makro, yaitu nitrogen (N), phosphate (P), kalium (K), sulfur (S), calsium (Ca) dan magnesium (Mg). Unsur N adalah unsur yang memberikan fungsi yang sangat besar pada pertumbuhan tanaman, dan bila diberikan dalam
4
dosis yang sesuai akan meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan tanaman dengan optimal, sedangkan unsur P dan K diberikan pada tanaman bila tanaman kahat akan unsur hara, meski pengaruhnya pada tanaman memberikan dampak yang cukup besar juga. Pupuk P yang beredar sekarang ini adalah SP-36 yang berkadar 36% P2O5, SP-18 dan pupuk P lainnya dengan kadar P2O5 yang berbeda. Pupuk P memiliki sifat sukar larut dalam air dan biasanya berbentuk granular sehingga mudah disebar. Pupuk P terbuat dari batuan phosphate dengan penambahan asam sulfat dan asam ortosfat. Pemupukan ini dapat dioptimalkan dengan pengaplikasian FMA. Simbiosis mutualisme yang berlangsung antara FMA dengan tanaman inang akan membantu dalam penyerapan unsur hara. FMA mempunyai kemampuan spesifik dalam meningkatkan penyerapan P yang sukar larut, baik yang terdapat secara alami maupun yang berasal dari pupuk pada tanah marjinal yang kandungan P tersedianya rendah.
1.2 Identifikasi Masalah Berdasarkan uraian di atas, maka dapat diidentifikasikan masalah sebagai berikut : 1) apakah terdapat pengaruh interaksi antara pemberian FMA dengan pupuk P terhadap pertumbuhan bibit batang bawah karet klon PR 261. 2) pada taraf dosis FMA dan taraf dosis pupuk P berapa yang memberikan pengaruh interaksi paling baik terhadap pertumbuhan bibit batang bawah karet klon PR 261.
5
1.3 Tujuan dan Kegunaan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui interaksi antara aplikasi FMA dan pupuk P dalam mendukung pertumbuhan bibit batang bawah karet. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan bahan informasi mengenai pengaruh dosis FMA dan dosis pupuk P yang terbaik sehingga mampu menghasilkan bibit batang bawah yang berkualitas tinggi untuk penanaman di lapangan serta dapat digunakan sebagai dasar penelitian selanjutnya.
1.4 Kerangka Pemikiran Penggunaan bibit bermutu tinggi merupakan keharusan bagi usaha perkebunan untuk memperoleh produktivitas yang besar. Sampai saat ini perbanyakan tanaman karet masih dilakukan dengan teknik okulasi, dimana diperlukan adanya tanaman semaian sebagai batang bawah dan mata entres. Untuk mendapatkan bibit karet hasil okulasi yang bermutu tinggi diperlukan ketersediaan biji anjuran untuk batang bawah (Khaidir Amypalupy dkk., 1998). Keberhasilan okulasi bergantung pada keadaan batang bawah. Salah satu faktor yang mempengaruhinya adalah pertumbuhan batang bawah yang cepat dan subur, yang ditandai terbentuknya payung dengan baik, sehingga dihasilkan okulasi yang baik. Kualitas batang bawah selalu diperhatikan mulai dari biji sampai menjadi tanaman lengkap. Biji yang berkualitas ditandai dengan biji tenggelam jika dimasukkan ke dalam air atau biji akan memantul jika dijatuhkan (Djoehana Setyamidjaja, 2000). Urutan stadia perkecambahan biji adalah stadia melentis, stadia bintang, stadia pancing, stadia jarum, dan stadia berdaun.
6
Hal penting lainnya yang harus diperhatikan dalam menghasilkan batang bawah berkualitas adalah pemilihan klon-klon yang dianjurkan untuk batang bawah yang telah teruji produktivitasnya dan tahan terhadap serangan penyakit akar yang sering menyerang bibit. Pertumbuhan dan produktivitas tanaman karet di lapangan sangat dipengaruhi oleh mutu bibit yang digunakan. Pertumbuhan bibit karet yang sehat diperoleh melalui pemeliharaan yang baik terutama melalui pemberian pupuk yang optimal. Dosis pemupukan tanaman karet berbeda untuk setiap jenis tanah dan umur tanamannya. Dosis rekomendasi pemupukan pada tahap pembibitan karet di PTPN VIII Cikumpay dapat dilihat pada Tabel 1 berikut. Tabel 1. Dosis Pupuk Pembibitan Batang Bawah (Sesuai Rekomendasi RC Getas) Jenis Pupuk (g/bibit/aplikasi) Umur (bulan) Urea TSP KCl 1 5 5 3 2 8 5 5 3 10 10 10 4 15 15 10 5 15 15 15 Sumber : PTPN VIII Cikumpay, 2003. Salah satu unsur hara yang dibutuhkan dalam jumlah yang besar adalah unsur P. Pupuk P digunakan untuk merangsang pertumbuhan akar, khususnya akar benih dan tanaman muda. P berfungsi sebagai bahan pembentuk protein dan karbohidrat, membantu asimilasi, mempercepat pembentukan bunga, pematangan biji dan buah, serta menyimpan dan memindahkan energi (transfer energy), misalnya ATP dan ADP. Sifat P ini bereaksi dengan logam-logam berat seperti Al dan Fe pada tanah-tanah masam dan bereaksi dengan Ca pada tanah alkalis (pH tinggi), sehingga hanya 1/4 hingga 1/3 bagian dari P yang dapat dimanfaatkan
7
tanaman. Selebihnya membentuk endapan yang sulit larut dalam air (fiksasi) (Aisyah D. Suyono dkk., 2006). Pupuk P yang digunakan di PTPN VIII Cikumpay adalah TSP dengan kadar P2O5 sebanyak 48%. Pupuk P memiliki sifat sukar larut dalam air dan berbentuk granular sehingga mudah disebar. Namun saat ini keberadaan pupuk TSP sangat sulit didapatkan di pasaran, sehingga menjadi kendala yang cukup besar dalam hal pembiayaan karena harus memesan secara khusus ke produsen pupuk. Semakin meningkatnya harga pupuk di Indonesia saat ini membuat perkebunan harus mengeluarkan biaya yang cukup besar dalam hal pemupukan, karena bahan baku pembuatannya di Indonesia masih diimpor dari luar negeri. Dewasa ini konsep pemupukan tidak lagi hanya menitikberatkan pada produksi yang tinggi, tetapi lebih berorientasi pada peningkatan produksi secara berkesinambungan dan meningkatkan kualitas lingkungan yang dikenal dengan istilah LEISA (Low External Input Sustainable Agriculture), konsep ini menitikberatkan pada pemanfaatan mikroba tanah yang digunakan sebagai pupuk biologis atau biofertilizer (Simarmata dan Herdiani, 2004). Penggunaan pupuk hayati diharapkan dapat menekan penggunaan pupuk anorganik. Prinsip penggunaan pupuk tersebut adalah memanfaatkan kerja mikroorganisme tertentu dalam tanah yang berperan sebagai dekomposisi bahan organik, membantu proses mineralisasi atau bersimbiosis dengan tanaman dalam membantu penyerapan unsur hara sehingga dapat memacu pertumbuhan tanaman. Salah satu jenis pupuk hayati adalah pupuk hayati yang memanfaatkan kerja FMA.
8
FMA merupakan salah satu fungi yang termasuk ke dalam tipe endomikoriza. Tipe mikoriza arbuskula dapat dijumpai secara alami pada hampir semua tanaman agronomi tropika dan subtropika. FMA mempunyai kemampuan untuk berasosiasi dengan banyak tanaman (Pfleger dan Linderman, 1996), termasuk tanaman karet. Simbiosis yang terjadi antara FMA dengan tanaman inang telah diperjelas oleh Smith dan Read (1997), yaitu tanaman dapat menyediakan fotosintat untuk FMA sebagai sumber energi, sedangkan FMA menyuplai unsur hara pada tanaman inang. Hubungan tersebut menjadikan peningkatan efisiensi dalam pengambilan hara oleh tanaman. Pemanfaatan FMA diyakini mampu memperbaiki kemampuan tanaman dalam menyerap unsur hara, air, dan meningkatkan pertumbuhan tanaman. FMA baik digunakan pada tanaman di lahan kritis yang tidak cukup mendapatkan air dan unsur hara. FMA mempunyai kemampuan spesifik dalam meningkatkan penyerapan P yang sukar larut, baik yang terdapat secara alami maupun yang berasal dari pupuk pada tanah-tanah marjinal yang kandungan P tersedianya rendah. Peningkatan ini bisa terjadi karena fungi mikoriza ini memiliki enzim fosfatase yang mampu menghidrolisis senyawa phytat. Phytat di dalam tanah dapat dihidrolisis menjadi myoinosital, P bebas dan mineral, sehingga ketersediaan P dan mineral dalam tanah dapat terpenuhi. Dengan demikian FMA terlibat dalam siklus penyediaan P dalam tanah dan dapat membantu menyerap unsur P (Sri Hardiatmi, 2008). Leoricson (2008) melaporkan bahwa Inokulasi 10 g FMA pada tanaman jarak pagar menghasilkan pertumbuhan yang baik pada kondisi kadar air tanah 25%.
9
Selain itu, Yandi (2008) menyatakan bahwa dosis FMA 15 g/bibit yang ditambahkan dengan pupuk organik cair 1 mL/L memberikan pengaruh yang lebih baik terhadap pertumbuhan dan derajat infeksi akar bibit karet Klon GT 1. Secara umum dosis zeolit yang mengandung FMA produksi PPP Biotek BPPT yang dianjurkan untuk bibit tanaman perkebunan adalah 15 g/bibit. Hasil penelitian Ilham Herdiansyah (2005), dosis FMA 10 g pada tanaman kina memberikan nilai luas daun, volume akar dan bobot kering akar yang paling tinggi. Berdasarkan hal tersebut maka perlu diadakan penelitian untuk mengetahui interaksi dosis FMA dengan pupuk P yang berpengaruh terbaik pada pembibitan karet sehingga mampu meningkatkan kemampuan tanaman dalam menyerap unsur hara terutama P dan air. Dengan demikian penggunaan FMA secara keseluruhan mampu meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan bibit karet serta mengurangi penggunaan pupuk P yang berlebih.
1.5 Hipotesis Berdasarkan kerangka pemikiran dapat dikemukakan hipotesis sebagai berikut : 1) ada interaksi antara dosis FMA dan dosis pupuk P dalam meningkatkan pertumbuhan bibit batang bawah karet klon PR 261. 2) salah satu interaksi dosis FMA dan pupuk P akan memberikan pengaruh yang paling baik terhadap pertumbuhan bibit batang bawah karet klon PR 261.
II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Data Botanis Tanaman Karet Tanaman karet merupakan tanaman penghasil getah yang berasal dari Brazil. Klasifikasi tanaman karet adalah sebagai berikut : Divisio
: Spermatophyta
Subdivisio
: Angiospermae
Classis
: Dicotyledoneae
Ordo
: Euphorbiales
Familia
: Euphorbiaceae
Genus
: Hevea
Species
: H. brasiliensis (Willd.) Mull.-Arg.
(Sumber : Muller, 1865 dikutip Plants Database of United States Department of Agriculture (USDA), 2002) Tanaman karet merupakan pohon yang dapat tumbuh tinggi hingga mencapai 15-25 m. Akar tanaman karet merupakan akar tunggang yang mampu menopang batang yang tumbuh tinggi dan besar. Batang tanaman karet biasanya tumbuh lurus dan memiliki percabangan yang tinggi. Batang tanaman karet mengandung getah yang dikenal dengan nama lateks. Daun karet berwarna hijau, apabila akan rontok maka berubah warna menjadi kuning atau merah. Daun karet ini terdiri dari tangkai daun utama sepanjang 3-20 cm dan tangkai anak daun sepanjang 3-10 cm dan pada ujungnya terdapat kelenjar. Biasanya terdapat tiga anak daun pada satu tangkai utama daun karet seperti terlihat pada Gambar 1. Anak daun berbentuk eliptis, memanjang dengan ujung meruncing dan tepinya rata. Untuk lebih
10
11
jelasnya untuk mengenai deskripsi tanaman karet klon PR 261 dapat dilihat pada Lampiran 1.
Gambar 1. Daun Karet (Sumber : Dokumentasi Ari Wahyudi, 2009) Bunga karet terdiri dari bunga jantan dan bunga betina. Bunga karet biasanya terletak di antara payung satu dengan payung yang lain dengan jarak antar payung cukup jauh. Kepala putik pada bunga ini berjumlah tiga buah sedangkan bunga jantan memiliki sepuluh benang sari yang menyatu. Buah karet memiliki pembagian ruang yang jelas. Masing-masing ruang berbentuk setengah bola dan di dalam setiap ruang buah terdapat biji karet. Jumlah biji biasanya tiga atau enam buah sesuai dengan jumlah ruang (Tim Penulis Penebar Swadaya, 2007).
2.2 Syarat Tumbuh Tanaman karet akan tumbuh dengan baik pada iklim tertentu. Biasanya tanaman karet akan tumbuh dengan baik pada zone antara 15o LS dan 15o LU. Curah hujan yang cocok untuk pertumbuhan tanaman ini tidak kurang dari 2.000 mm/tahun. Kisaran curah hujan yang mendukung pertumbuhan antara 2.500– 4.000 mm/tahun, yang terbagi dalam 100-150 hari hujan (Djoehana Setyamidjaja, 2000).
12
Ketinggian tempat juga mempengaruhi pertumbuhan tanaman karet. Tanaman karet dapat tumbuh dengan baik di dataran rendah sampai 200 m di atas permukaan laut (dpl.), semakin tinggi tempat maka pertumbuhannya semakin lambat. Ketinggian lebih dari 600 m dpl. kurang cocok untuk pertumbuhan tanaman karet. Faktor iklim yang mempengaruhi pertumbuhan karet adalah suhu dan intensitas cahaya matahari. Menurut Djoehana Setyamidjaja (2000), pertumbuhan tanaman karet akan optimal pada suhu antara 25 oC – 35 oC, dengan suhu optimal rata-rata 28 oC. Intensitas cahaya matahari yang sesuai dengan pertumbuhan tanaman karet adalah 5-7 jam (Tim Penulis Penebar Swadaya, 2007). Tidak hanya iklim saja yang mempengaruhi pertumbuhan tanaman karet, tetapi juga tanah sebagai tempat tumbuh dan sumber unsur hara serta air bagi tanaman. Tanaman karet dapat tumbuh pada berbagai jenis tanah, baik pada tanah vulkanis muda maupun vulkanis tua, Alluvial dan bahkan tanah gambut. Reaksi tanah yang umum ditanami karet mempunyai pH antara 3,0 sampai 8,0. Kemasaman tanah yang baik yaitu pada pH 4,5 sampai 6,5. Pada pH di bawah 3,0 atau di atas 8,0 akan menyebabkan pertumbuhan tanaman menjadi terhambat (Djoehana Setyamidjaja, 2000).
2.3 Bibit Batang Bawah Karet Klon PR 261 Perbanyakan tanaman karet masih dilakukan dengan teknik okulasi, dimana diperlukan adanya tanaman semaian sebagai batang bawah dan mata dari entres. Bibit okulasi sebagai perbaikan klon karet yang sudah ada memerlukan batang bawah yang diperoleh dari pembiakan tanaman secara generatif (pembiakan dari
13
biji), sehingga mutu biji perlu diperhatikan untuk mendapatkan pertumbuhan batang bawah yang baik. Pemilihan biji yang baik didasarkan atas penilaian kemurnian klon, ukuran biji dari masing-masing klon, kementalan, kesegaran biji, dan daya kecambah biji. Biasanya penilaian kesegaran dilakukan dengan pembelahan 100 biji sampel dari setiap 200 liter biji atau dengan metode pantul, yaitu biji yang baik adalah biji yang memiliki daya pantul yang tinggi. Setelah pemilihan biji dilanjutkan dengan persemaian biji yang dilakukan di saung persemaian dengan menggunakan media pasir (Tim Penulis Penebar Swadaya, 2007). Persemaian ini biasanya dilakukan selama 10-14 hari hingga biji-biji berkecambah (stadia jarum atau pancing). Biji yang sudah berkecambah harus segera dipindahkan ke areal pembibitan batang bawah, karena jika terlalu lama kondisinya akan melemah dan pertumbuhannya semakin lambat jika ditanam. Kecambah yang memiliki kualitas baik adalah kecambah yang belum menampakkan sepasang daun, karena kecambah dengan sepasang daun akan cepat layu dan mati, kemudian memiliki akarnya tombak yang lurus tidak bercabang atau membengkok (Gambar 2).
a
b
c
d
e
Gambar 2. Berbagai bentuk akar kecambah karet (a. Akar bedenggol; b. Akar lurus; c. Akar bercabang; d. Akar berbentuk kursi; e. Akar tunggang muntir) (Sumber : Tim Penulis Penebar Swadaya, 2007)
14
Pembibitan batang bawah dapat berlangsung selama 2 – 18 bulan tergantung jenis okulasi yang akan digunakan. Ada 3 macam teknik okulasi pada tanamn karet, yaitu okulasi dini, okulasi hijau dan okulasi coklat. Ketiga macam teknik okulasi tersebut prinsipnya relatif sama, perbedaannya hanya terletak pada umur batang bawah dan batang atasnya. Okulasi dapat dimulai bila batang bawah sudah mempunyai kriteria matang okulasi seperti terlihat pada Tabel 2. Tabel 2. Perbedaan Antara Okulasi Dini, Hijau dan Coklat. Teknik Okulasi Dini
Umur Batang Bawah 2-3 bulan
Hijau
4-6 bulan
3 - 4 bulan, garis tengah 0,5 - 1 cm, hijau
Coklat
8-18 bulan
1-2 tahun, garis tengah 2,5 - 4
Umur, Ukuran, dan Warna Entres 3 - 4 minggu, garis tengah 0,5 cm, hijau muda
(Sumber : Khaidir Amypalupy, 1998) Klon adalah keturunan yang diperoleh dengan cara perbanyakan vegetatif sebagai hasil dari rekayasa manusia sehingga ciri-ciri dari tanaman tersebut merupakan ciri-ciri dari tanaman induknya. Klon PR 261 merupakan klon yang masih digunakan sebagai batang bawah di perkebunan rakyat dan perkebunan negara khususnya di daerah Jawa. Klon PR 261 merupakan singkatan dari Proefstation Rubber 261 dan dapat menghasilkan produksi rata-rata dalam 15 tahun sebesar 2.050 kg/ha/tahun (Sekar Woelan, dkk., 2006), selain itu klon PR 261 ini masih digunakan sebagai batang bawah di PTPN VIII Cikumpay.
15
2.4 Pupuk Phosphate (P) Pemupukan adalah pemberian pupuk kepada tanaman ataupun kepada tanah dan substrat lainnya. Pupuk adalah setiap bahan yang digunakan untuk meningkatkan kesuburan tanah dan meningkatkan produksi tanaman. Pupuk dapat dibedakan menjadi pupuk alami dan pupuk buatan. Pupuk alami adalah pupuk yang langsung diperoleh dari alam, misalnya: P alam dan pupuk organik, sedangkan pupuk buatan adalah pupuk yang dibuat di pabrik dengan jenis dan kadar unsur haranya sengaja ditambahkan ke dalam pupuk tersebut dalam jumlah tertentu. Tanaman karet memerlukan unsur hara P untuk proses pertumbuhannya. Rendahnya ketersediaan hara dalam tanah dapat mengakibatkan proses-proses metabolisme dalam sel tanaman tidak dapat berlangsung dengan baik, dengan demikian tanaman akan terhambat pertumbuhannya. Unsur P sangat berpengaruh terhadap perkembangan dan pertumbuhan tanaman, hal ini disebabkan P banyak terdapat di dalam sel tanaman. P juga menstimulir pertumbuhan perakaran tanaman, terutama bulu-bulu akar. Selain itu, tanaman yang dipupuk P akan lebih tahan terhadap serangan penyakit. Kekurangan P pada tanaman muda atau bibit, mengakibatkan pertumbuhan akar agak terhambat demikian juga penyerapan hara menjadi terhambat (Aisyah D. Suyono dkk., 2006). Percepatan umur untuk batang bawah yang siap diokulasi dapat diperoleh dengan merangsang pertumbuhan lilit batang lebih cepat. Hal ini dapat diupayakan dengan penambahan unsur P sebagai bahan yang ditambahkan pada media tanam yang digunakan.
16
2.5 Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA) Mikoriza adalah suatu struktur yang dibentuk oleh akar tanaman dan fungi tertentu. Mikoriza merupakan suatu bentuk hubungan simbiosis mutualisme, antara fungi dengan perakaran tumbuhan. Istilah mikoriza pertama kali digunakan oleh Robert Hartig pada tahun 1840, yang berasal dari bahasa Latin "Mykes" yang berarti fungi dan "Rhiza" yang berarti akar. Mikoriza dapat dikelompokkan menjadi tiga golongan, yaitu ektomikoriza, endomikoriza, dan ektendomikoriza. Penggolongan tersebut berdasarkan struktur tubuh buah dan cara infeksi terhadap tanaman. Terdapat berbagai jenis mikoriza, diantaranya yang paling terkenal adalah mikoriza vasikular arbuskula atau yang sekarang disebut sebagai FMA. Mikoriza ini merupakan bentuk asosiasi antara akar tanaman dengan fungi endogonales. Disebut sebagai vesikula arbuskula, karena memiliki hifa bercabang halus yang disebut arbuskula. Vesikula terbentuk pada ujung-ujung arbuskula sebagai organ penyimpan dan reproduksi secara vegetatif (Sri Hardiatmi, 2008). Secara umum FMA menyebabkan beberapa perubahan pada morfologi akar dan fisiologi tanaman inangnya. Sebagai contoh, meningkatnya fotosintesis dan partisi fotosintat ke pupus dan akar berubah, serta bentuk ketahanan tanaman terhadap penyakit (Pfleger dan Linderman, 1996). FMA mengadakan asosiasi dengan akar tanaman. Fungi ini masuk ke dalam tumbuhan dan hidup di dalam atau di antara sel kortek dari bulu akar. Proses infeksi dimulai dari pembentukan appresorium yaitu struktur yang berupa penebalan massa hifa yang kemudian menyempit seperti tanduk. Appresorium membantu hifa menembus ruang sel epidermis melalui permukaan akar, atau
17
rambut-rambut akar dengan cara mekanis dan enzimatis. Hifa yang telah masuk ke lapisan korteks kemudian menyebar di dalam dan di antara sel-sel korteks, hifa ini akan membentuk benang-benang bercabang yang mengelompok, yang disebut arbuskula yang berfungsi sebagai jembatan transfer unsur hara, antara fungi dengan tanaman inang. Arbuskula merupakan hifa bercabang halus yang dapat meningkatkan luas permukaan akar, dua hingga tiga kali. Pada sistem perakaran yang terinfeksi akan muncul hifa yang terletak di luar, yang menyebar di sekitar daerah perakaran dan berfungsi sebagai alat pengabsorbsi unsur hara. Hifa yang terletak di luar ini dapat membantu memperluas daerah penyerapan hara oleh akar tanaman (Sri Hardiatmi, 2008). Mikoriza juga dapat meningkatkan kesehatan tanaman inang. Fungi mikoriza dapat mengurangi kerusakan akibat penyakit yang disebabkan oleh jamur patogen, bakteri, nematoda dan virus (Pfleger dan Linderman, 1996). Mikoriza ini menjadi pelindung fisik yang kuat, sehingga perakaran sulit ditembus penyakit (patogen). Beberapa keuntungan dari penggunaan mikoriza menurut Enny Widyati dkk. (2001) antara lain : 1) aplikasinya cukup sekali seumur rotasi tanaman; 2) mengurangi biaya pemeliharaan tanaman terutama pemakaian pupuk, karena mikoriza membantu tanaman dalam penyerapan unsur hara dan dapat melepaskan P yang terikat koloid tanah; 3) mengurangi resiko kerugian akibat kematian tanaman karena mikoriza dapat melindungi tanaman dari serangan patogen akar, membantu tanaman bertahan pada kondisi lingkungan yang kering dan mampu menetralisir logam berat, sehingga viabilitas tanaman meningkat.
III BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Percobaan Percobaan dilaksanakan dari bulan Mei 2009 sampai dengan Agustus 2009 di Kebun Pembibitan Karet Cikumpay PT Perkebunan Nusantara VIII Kabupaten Purwakarta. Kebun karet ini berada pada ketinggian tempat 70-90 m dpl. dengan jenis tanah Latosol yang memiliki pH 4,80. Data analisis tanah selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 2. Tipe iklim menurut klasifikasi Schmidt dan Ferguson adalah B (Bayong Tjasyono, 2004). Data curah hujan selama percobaan dapat dilihat pada Lampiran 3.
3.2 Alat dan Bahan Alat-alat yang digunakan pada percobaan ini antara lain : 1) saringan tanah dengan diameter lubang 2 mm, digunakan untuk menyaring tanah; 2) alat pertanian, seperti cangkul, kored, dan emrat; 3) gelas ukur, digunakan untuk mengukur volume akar; 4) timbangan analitik, digunakan untuk menghitung bobot kering akar dan bobot kering pupus serta untuk menghitung kebutuhan pupuk; 5) termohigrometer, digunakan untuk mengukur suhu dan kelembaban selama percobaan berlangsung; 6) penggaris dan meteran, digunakan untuk mengukur tinggi tanaman dan lilit batang; 7) tali kasur, digunakan untuk mengukur lilit batang;
18
19
8) mikroskop elektrik, petridisk, pinset, dan pisau kecil untuk pengamatan derajat infeksi akar; 9) oven listrik, digunakan untuk mengeringkan tanaman (akar dan pupus); 10) alat tulis, seperti pensil, penghapus, dan pulpen. Bahan yang digunakan dalam percobaan ini antara lain : 1) bibit karet klon PR 261 yang telah berumur 14 hari setelah semai atau telah stadia pancing, sebanyak 144 bibit dimana 1 bibit untuk 1 polibeg. Bibit didapatkan dari kebun PTPN VIII Cikumpay, Purwakarta; 2) pasir digunakan sebagai media pada saat persemaian; 3) polibeg ukuran 25 cm x 30 cm; 4) tanah Latosol lapisan topsoil yang diambil pada ketebalan 0-20 cm dari permukaan tanah dan lapisan subsoil yang diambil pada ketebalan 20-40 cm dari permukaan tanah; 5) pupuk Urea (45 % N), pupuk SP-18 (18% P2O5) dan pupuk KCl (60 % K2O); 6) pupuk kandang sapi; 7) FMA yang didapat dari Laboratorium Mikrobiologi Tanah Universitas Padjadjaran berupa propagul yang dimasukkan ke dalam media zeolit; 8) larutan KOH 10%, HCl 1% dan asam Fuchin untuk pengujian derajat infeksi akar.
19
20
3.3
Metode percobaan Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan
Acak Kelompok (RAK) pola faktorial yang terdiri dari dua faktor perlakuan, dimana faktor pertama yaitu dosis FMA (F) yang terdiri dari empat taraf, yaitu : f1 : tanpa FMA f2 : 10 g FMA/bibit f3 : 15 g FMA/bibit f4 : 20 g FMA/bibit Faktor kedua yaitu dosis pupuk fosfat (P) terdiri dari tiga taraf, yaitu : p1 : 100% dosis pupuk P rekomendasi p2 : 75% dosis pupuk P rekomendasi p3 : 50% dosis pupuk P rekomendasi Dengan demikian terdapat 12 kombinasi perlakuan yang diulang sebanyak tiga kali, sehingga terdapat 36 satuan perlakuan dimana setiap perlakuan terdiri dari empat bibit, sehingga jumlah seluruhnya terdapat 144 bibit. Tata letak percobaan terdapat pada Lampiran 4 dan Lampiran 5. Model linier untuk RAK pola faktorial adalah sebagai berikut : Yijk = µ + αi + βj + (αβ)ij + Σijk Dimana : Yijk
= Nilai respon tanaman yang diamati
µ
= Nilai tengah umum
αi
= Pengaruh taraf ke-i terhadap faktor F (Dosis FMA)
βj
= Pengaruh taraf ke-i terhadap faktor P (Dosis pupuk fosfat)
(αβ)ij
= Pengaruh interaksi taraf ke-i dari faktor F dan taraf ke-j dari faktor P
Σijk
= Pengaruh galat percobaan
20
21
Berdasarkan model tersebut, maka disusun analisis ragam untuk rancangan acak kelompok pola faktorial seperti yang dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Analisis Ragam Rancangan Acak Kelompok Pola Faktorial Sumber ragam Ulangan (r) Perlakuan F P FP Galat Total
DB
JK
KT
Fhitung
r–1 fp–1 f-1 p-1 (f-1)(p-1) (r-1)(fp-1) (r.fp)–1
(ΣYk2/fp) – FK ((ΣYij)2)/r – FK ((Σfi)2)/rf – FK ((Σpj)2 )/rp – FK JKP - JK(F) - JK(P) JKT-JKP ΣYijk2 - FK
JKU/(r-1) JKP/(fp-1) JK(F)/(f-1) JK(P)/(p-1) JK(FP)/(f-1)(p-1) JKG/(r-1)(fp-1) -
KTF/KTG KTP/KTG KT(FP)/KTG -
Sumber : Gaspersz, 1995.
Pengaruh perlakuan terhadap pertumbuhan bibit tanaman karet dianalisis dengan analisis ragam dengan uji F pada taraf kepercayaan 5 %, dan dilakukan uji lanjutan dengan uji Jarak Berganda Duncan pada taraf kepercayaan 5 %.
3.4
Pelaksanaan Percobaan
3.4.1 Persemaian biji Persemaian dilakukan pada bedeng persemaian dengan ukuran lebar 1 m, tinggi 0,2 m dan panjang 10 m. Bangunan persemaian memanjang dari Utara ke Selatan yang merupakan bangunan permanen dengan atap naungan berupa genting. Media yang digunakan untuk persemaian adalah pasir halus setinggi 10 cm. Media digarpu sedalam 20 cm dan dibersihkan dari kotoran serta gulma.. Jarak antar biji dalam barisan adalah 0,5 cm dan jarak biji antar barisan 1 cm, seperti yang terlihat pada Gambar 3.
21
22
Gambar 3. Persemaian biji di PTPN VIII Kebun Cikumpay (Sumber : Dokumentasi Ari Wahyudi, 2009) Pemeliharaan yang dilakukan hanya dengan penyiraman sebanyak 2 kali sehari, yaitu pagi pada pukul 07.00 dan sore pada pukul 16.00. Pemindahan bibit dilakukan saat bibit berumur 14 hari setelah semai (HSS) atau telah memasuki stadia pancing. 3.4.2 Persiapan media tanam Tanah yang digunakan adalah tanah Latosol bagian topsoil yang diambil pada kedalaman 0-20 cm dari permukaan tanah dan subsoil yang diambil pada kedalaman 20-40 cm dari permukaan tanah yang dicampur dengan perbandingan 1:1. Polibeg yang digunakan berukuran 25 cm x 30 cm. Setiap polibeg diberi lubang sebanyak enam lubang di sekeliling polibeg tersebut untuk mencegah genangan air. Sebelum dimasukkan ke dalam polibeg, campuran tanah (topsoil dan subsoil) dan pupuk kandang terlebih dahulu dicampur dengan perbandingan 1:1 hingga merata seperti pada Gambar 4a. Kemudian dimasukkan ke dalam polibeg yang telah dikelompokkan menurut perlakuan seperti pada Gambar 4b.
22
23
a b Gambar 4. a. Campuran media tanam tanah dan pupuk kandang (1:1); b. Campuran media yang sudah dimasukkan ke dalam polibeg dikelompokkan sesuai perlakuan. (Sumber : Dokumentasi Ari Wahyudi, 2009)
3.4.3 Pemberian Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA) Aplikasi perlakuan FMA dilakukan pada saat penanaman yaitu bersamaan dengan pemindahan kecambah dari persemaian ke polibeg. Aplikasi FMA di polibeg dilakukan dengan cara membuat lubang pada tengah polibeg yang kemudian ditaburkan FMA di daerah perakaran secara merata dengan dosis sesuai perlakuan (Gambar 5).
a b Gambar 5. a. Polibeg berisi media sebelum diberikan FMA b. Polibeg berisi media setelah diberikan FMA (Sumber : Dokumentasi Ari Wahyudi, 2009)
23
24
3.4.4 Penanaman kecambah Polibeg yang telah berisi media dan FMA diatur sesuai dengan tata letak percobaan. Bibit karet yang telah berumur 14 HSS ditanam di dalam media sampai seluruh biji tertutup media. Akar bibit diusahakan tidak patah karena akan mengganggu pertumbuhan tanaman.
3.4.5 Pemeliharaan Pemeliharaan meliputi : 1) penyiraman Penyiraman dilakukan secara rutin pada pagi dan sore hari, terutama pada awal pindah tanam ke polibeg. 2) penyulaman Penyulaman dilakukan jika terdapat bibit yang tidak tumbuh dengan baik pada 1 sampai 2 minggu setelah tanam (MST), digantikan dengan bibit sulaman dengan umur yang sama. 3) pemupukan Pemupukan dilakukan selama empat bulan dengan interval pemupukan satu bulan sekali. Pupuk yang diberikan adalah SP 18, Urea, dan KCl dengan cara dibenamkan. Rincian penggunaan pupuk tersebut adalah : a. bulan 1 menggunakan pupuk SP 18 sesuai perlakuan, 5 g Urea/bibit, dan 3 g KCl/bibit, b. bulan 2 menggunakan pupuk SP 18 sesuai perlakuan, 8 g Urea/bibit, dan 5 g KCl/bibit,
24
25
c. bulan 3 menggunakan pupuk SP 18 sesuai perlakuan, 10 g Urea/bibit, dan 10 g KCl/bibit. 4) pengendalian hama dan penyakit Pengendalian hama dilakukan dengan cara mekanis, yaitu mengambil hama dengan tangan dan dimusnahkan.. 5) pengendalian gulma Pengendalian gulma dilakukan dengan cara mekanis, yaitu dengan mencabut gulma sampai ke akar atau dengan menggunakan kored.
3.5 Pengamatan Pengamatan terdiri dari dua macam yaitu pengamatan penunjang dan pengamatan utama. 3.5.1 Pengamatan penunjang Pengamatan penunjang datanya tidak dianalisis secara statistik yang meliputi: 1) analisis tanah percobaan; 2) data suhu, kelembaban dan curah hujan selama percobaan; 3) hama dan penyakit yang menyerang selama percobaan; 4) gulma yang tumbuh selama percobaan; 3.5.2 Pengamatan utama Pengamatan dan pengukuran terhadap parameter pertumbuhan dilakukan untuk mengetahui pengaruh faktor yang diteliti. Pengamatan mulai dilakukan pada 2 MST. Data pada pengamatan utama dianalisis secara statistik yang meliputi parameter sebagai berikut:
25
26
1) tinggi bibit (cm), pengukuran tinggi bibit diukur dari pangkal batang sampai titik tumbuh tertinggi pada 2 MST sampai 16 MST dengan interval pengamatan 2 minggu sekali. 2) lilit batang (cm), pengukuran lilit batang dilakukan menggunakan meteran dengan alat bantu tali kasur pada ketinggian 5 cm dari pangkal batang pada 2 MST sampai 16 MST dengan interval pengamatan 2 minggu sekali. 3) jumlah daun (helai), penghitungan jumlah daun dilakukan pada daun yang sudah membuka sempurna pada 2 MST sampai 16 MST dengan interval pengamatan 2 minggu sekali. 4) luas daun (cm2), dilakukan pada akhir percobaan dengan menggunakan metode gravimetri (Sitompul dan Bambang, 1995). LD
=
Wr d x LK Wt
Keterangan : LD
= luas daun (cm2)
LK
= luas total kertas (cm2)
Wr
= berat kertas replika (g)
Wt
= berat total kertas (g)
5) bobot kering akar (g), diukur dengan menimbang bagian akar yang telah dikeringkan dalam oven pada suhu 80 oC sampai bobot konstan, pengukuran dilakukan pada akhir percobaan. 6) bobot kering pupus (g), diukur dengan menimbang bagian pupus yang telah dikeringkan dalam oven pada suhu 80 oC sampai bobot konstan, pengukuran dilakukan pada akhir percobaan.
26
27
7) bobot kering tanaman (g), diukur dengan menimbang seluruh bagian tanaman yang telah dikeringkan dalam oven pada suhu 80 oC sampai konstan, pengukuran dilakukan pada akhir percobaan. 8) nisbah pupus akar (NPA), dilakukan pada akhir percobaan. NPA = Bobot kering pupus Bobot kering akar 9) volume akar (cm3), dilakukan pada akhir percobaan dengan cara menghitung selisih volume air sebelum dan sesudah akar dimasukkan ke dalam gelas ukur. 10) derajat infeksi akar (%), dilakukan pada akhir percobaan. Langkah-langkah pengukuran derajat infeksi akar terdapat pada Lampiran 6.
27
V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil percobaan dan pembahasan dapat ditarik kesimpulan, yaitu : 1) Terdapat interaksi antara pemberian FMA dan pupuk P terhadap perkembangan lilit batang bibit karet klon PR 261 pada umur 2 MST. 2) Perlakuan dosis FMA 20 g/bibit dan pupuk P 50% dosis rekomendasi secara timbal balik memberikan pengaruh terbaik terhadap lilit batang bibit karet pada umur 2 MST sebesar 1,10 cm. Dosis 15 g/bibit secara keseluruhan memberikan pengaruh mandiri lebih baik dibandingkan perlakuan inokulasi FMA lainnya dan dosis pupuk P 50% dari rekomendasi memberikan pengaruh mandiri lebih baik dibandingkan dengan perlakuan dosis pupuk P lainnya.
5.2
Saran 1) Perlu dilakukan sterilisasi pada tanah yang akan digunakan sebagai media agar media bersih dari biji gulma dan FMA indigenous yang terdapat secara alami di tanah. 2) Perlu dilakukan penelitian serupa pada tahap pembibitan karet okulasi mata tunas (OMAT).
47