Tugas Perencanaan Elemen Mesin III
BAB I PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang Masalah Institut teknologi Indonesia sebagai cikal bakal Institut besar harus mempunyai visi dan misi yang jelas di dalam penyelenggaraan pendidikannya. Teknik mesin ITI yang sudah terakreditasi B merupakan salah satu jurusan ungulan yang menghasilkan lulusan – lulusan yang berkwalitas yang sudah tersebar keberbagai penjuru Indonesia, bahkan beberapa alumni sudah berkarya diluar negri. Dengan terus mengadakan pembenahan di sana – sini baik dari kalangan mahasiswa atau jurusan teknik mesin, sudah tentu kita tidak boleh ketinggalan dengan perkembangan teknologi yang telah maju dan akan terus maju seiring dengan keanekaragaman kebutuhan manusia. Pada tugas perencanaan Elemen Mesin III kali ini, yang akan dijadikan bahan perencanaan adalah Roda Gigi Cacing dengan daya yang diteruskan adalah 12 HP dan putaran poros cacing adalah 720 rpm, sedangkan untuk roda gigi cacing adalah 20 rpm. Roda gigi adalah suatu komponen yang berguna untuk mentrasmisikan daya dan putaran yang tepat, yang tidak dapat dilakukan oleh roda gesek. Yang mana untuk pengerjaan roda ini dibuat bergigi kelilingnya sehingga penerus daya dilakukan oleh gigi – gigi dua roda yang saling bertaut. Roda gigi dapat berbentuk kerucut atau silinder. Karena itulah penulis ingin mencermati tentang roda gigi cacing dengan spesifikasi yang telah ditentukan.
1
Tugas Perencanaan Elemen Mesin III
I.2. Tujuan Penulisan Tujuan perencanaan Elemen Mesin III ini adalah : A. Menjelaskan tentang perencanaan roda gigi cacing. B. Menjelaskan tentang teori – teori roda gigi dalam cakupan yang luas. C. Mengaplikasikan keilmuan yang didapat di bangku kuliah pada perencanaan roda gigi cacing.
I.3. Batasan Masalah A. Perencanaan pada roda gigi cacing dengan data – data yang telah ditentukan dan telah distandarkan. B. Penggambaran roda gigi secara umum.
I.4. Metoda dan Teknik Penulisan A. Metode Deskriptif Menggambarkan secara jelas perhitungan – perhitungan pada roda gigi lurus berdasarkan teori perhitungan yang penulis dapat di bangku kuliah. Juga penggambaran roda gigi secara umum.
B. Teknik Pengumpulan Data Data didapat penulis dari beberapa buku referensi dan ketentuan – ketentuan yang berlaku sesuai standar.
2
Tugas Perencanaan Elemen Mesin III
I.5. Sistem Penyajian A. Bab I – Pendahuluan Memperjelas latar belakang masalah, tujuan penulisan, pembatasan masalah, dan teknik penulisan.
B. Bab II – Teori roda gigi Menjelaskan pengertian, fungsi, dan macam – macam roda gigi.
C. Bab III – Roda gigi cacing dan bagiannya Menjelaskan pengertian, gambar dasar serta rumus – rumus dasar yang akan digunakan.
D. Bab IV – Perhitungan Melakukan perhitungan dengan data yang sudah ditetapkan.
E. Bab IV – Penutup Dalam bab ini akan dijelaskan kesimpulan dan saran-saran atas perencanaan ini.
3
Tugas Perencanaan Elemen Mesin III
BAB II TEORI RODA GIGI
II. 1. Pengertian Roda gigi adalah suatu media atau alat transmisi mekanik getaran putaran atau torsi dari suatu poros ( penggerak ) kepada poros lain ( digerakkan ). Transmisi roda gigi merupakan transmisi dengan beban, daya, dan putaran yang bernilai relatif besar. Selain dengan transmisi roda gigi dapat juga dilakukan untuk meneruskan daya adalah dengan sabuk ( belt ) atau rantai. Namun demikian, transmisi roda gigi mempunyai keunggulan dibandingkan dengan sabuk atau rantai karena lebih ringkas, putaran lebih tinggi dan tepat, dan daya lebih besar. Kelebihan ini tidak selalu menyebabkan dipilihnya roda gigi disamping cara lain, karena memerlukan ketelitian yang besar dalam pembuatan, pemasangan, maupun pemeliharaannya. Berikut ini beberapa hal yang merupakan
keuntungan dan kerugian
penggunaan roda gigi secara umum. Keuntungan penggunaan roda gigi : a. Alih gerak roda gigi menyampaikan gerakan putaran tampa penggelinciran dari satu poros keporos lainnya. b. Rasio ahlinya tepat seperti rasio angka – angka pada gigi – gigi. c. Membutuhkan ruang yang cukup kecil. d. Mempunyai harga efisiensi yang cukup tinggi.
4
Tugas Perencanaan Elemen Mesin III
Kerugian penggunaan roda gigi : a. Mempunyai massa yang cukup besar dan bentuk yang kaku. b. Proses pembuatannya terbilang mahal. c. Dalam pengoprasiannya memerlukan pelumas yang diberikan di antara gigi – gigi.
II. 2. Klarifikasi roda gigi Roda gigi diklarifikasikan seperti pada tabel 2.1, menutut letak poros, arah putaran, dan bentuk jalur gigi. Macam – macam roda gigi dapat dilihat pada gambar 2.1 dibawah ini. Letak Poros
Roda Gigi Roda Gigi Lurus (a) Roda Gigi Miring (b) Roda Gigi Miring Ganda (c)
Roda Gigi dengan Poros Sejajar
Roda Gigi Luar Roda Gigi Dalam dan Pinyon (d) Batang Gigi dan Pinyon (e) Roda Gigi Kerucut Lurus (f) Roda Gigi Krucut Spiral (g) Roda Gigi Kerucut ZEROL Roda gigi Miring Roda gigi Miring Ganda
Roda Gigi Dengan Poros Berpotongan
Roda Gigi Permukaan dengan Poros Berpotongan (h)
Roda Gigi dengan Poros Silang
Roda Gigi Miring Silang (i) Batang Gigi Miring Silang Roda Gigi Cacing silindris (j) Roda Gigi Cacing selubung Ganda / Globoid (k) Roda Gigi Cacing Samping Roda Gigi Hiperboloid Roda Gigi Hipoid (i) Roda Gigi Permukaan Silang
Keterangan Klasifikasi atas dasar -bentuk alur gigi Arah putaran berlawanan Arah putaran sama Gerakan lurus dan berputar Klasifikasi atas dasar -bentuk alur gigi Roda gigi dengan poros berpotongan berbentuk istimewa Kontak titik gerakan lurus dan berputar
Tabel 2.1 Klasifikasi roda gigi 5
Tugas Perencanaan Elemen Mesin III
Gambar 2.1 Macam – macam roda gigi
6
Tugas Perencanaan Elemen Mesin III
Roda gigi gigi dengan poros sejajar adalah roda gigi dimana giginya sejajar pada dua bidang silinder disebut ( bidang jarak bagi ) yang kedua bidang silinder itu bersinggungan dan yang satu mengelinding pada yang lain dengan sumbu tetap sejajar. a. Roda gigi lurus merupakan roda gigi paling dasar dengan jalur gigi yang sejajar poros. b. Roda gigi miring mempunyai jalur gigi yang membentuk ulir pada silinder jarak bagi. Roda gigi miring mempunyai jumlah pasang gigi yang saling membuat kontak serentak disebut ( perbandingan kontak ) dengan jumlah lebih besar dari pada roda gigi lurus, sehingga pemindahan momen melalui gigi tersebut dapat berlangsung dengan halus. Sifat ini sangat baik untuk mentransmisikan putaran tinggi dan beban besar. c. Roda gigi miring ganda mempunyai gaya aksial yang timbul pada gigi yang mempunyai alur berbentuk V yang saling meniadakan. Dengan roda gigi ini, perbandingan reduksi, kecepatan keliling, dan daya yang diteruskan dapat diperbesar, tetapi pembuatannya sungkar. d. Roda gigi dalam dipakai jika diingginkan alat transmisi dengan ukuran kecil dengan perbandingan reduksi yang besar, karena pinyon ( roda gigi kecil ) terletak dalam roda gigi. e. Batang gigi merupakan dasar profil pahat pembuat gigi. Pasangan antara batang gigi dan pinyon dipergunakan untuk merubah gerakan putaran menjadi lurus dan sebaliknya. Dalam hal roda gigi kerucut, bidang jarak bagi merupakan bidang kerucut yang terletak dititik potong sumbu poros.
7
Tugas Perencanaan Elemen Mesin III
f. Roda gigi kerucut lurus dengan gigi lurus adalah yang paling mudah dibuat dan sering dipakai. Tetapi, roda gigi ini sangat berisik karena perbandingan kontaknya yang kecil dan juga kontruksinya tidak memungkinkan pemasangan bantalan pada kedua ujung poros – porosnya. g. Roda gigi kerucut spiral karena mempunyai perbandingan kontak yang lebih besar, dapat meneruskan putaran tinggi dan beban besar. Sudut poros kedua gigi kerucut ini biasanya dibuat 90 derajat. Dalam golongan roda gigi dengan poros bersilang, terdapat i. Roda gigi miring silang, j dan k. Roda gigi cacing, l. Roda gigi hipoid, dan lain – lain. Roda gigi cacing meneruskan putaran dengan perbandingan reduksi besar. j. Roda gigi cacing mempunyai macam berbentuk silinder dan lebih umum dipakai, tetapi untuk beban besar, biasanya digunakan roda gigi cacing globoid. k. Cacing selubung ganda dengan perbandingan kontak yang lebih besar dapat di dipergunakan. l. Roda gigi hipoid adalah seperti yang dipakai pada roda gigi differensial otomobil. Roda gigi ini mempunyai jalur berbentuk spiral pada bidang kerucut yang sumbunya bersilang, dan pemindahan gaya pada permukaan gigi berlangsung secara meluncur dan mengelinding.
8
Tugas Perencanaan Elemen Mesin III
Roda – roda gigi yang telah sebutkan diatas semuanya mempunyai perbandingan kecepatan sudut tetap antara kedua poros. Tetapi disamping itu terdapat pula roda gigi yang perbandingan kecepatan sudutnya bervariasi, seperti misalnya roda gigi eksentris, roda gigi bukan lingkaran, roda gigi lonjong seperti pada meteran air, dan lain – lain. Ada pula roda gigi dengan putaran yang terputus – putus dan roda gigi Geneva yang dipakai misalnya untuk menggerakan film proyektor bioskop. Dalam teori roda gigi pada umumnya digunakan anggapan bahwa teori roda gigi merupakan benda kaku yang hampir tidak mengalami perubahan bentuk untuk jangka waktu lama. Pada apa yang disebut transmisi harmonis, dipergunakan gabungan roda gigi yang berkerja dengan deformasi elastis ( perubahan tetap ) dan tanpa deformasi.
BAB III RODA GIGI CACING DAN BAGIANYA
III. 1. Roda gigi dan rumus - rumus dasar Nama - nama bagian utama roda gigi cacing diperlihatkan dalam gambar 3.1, adapun dengan ukuranya dinyatakan dengan diameter lingkaran jarak bagi, yaitu lingkaran khayal yang mengelilingi tanpa slip. Ukuran gigi dinyatakan dengan “
9
Tugas Perencanaan Elemen Mesin III
Jarak bagi lingkaran “, yaitu jarak sepanjang lingkaran jarak bagi antara profil dua gigi yang berdekatan. Untuk lebih jelas perhatikan gambar roda gigi cacing berikut ini :
Gambar 3.1 Bagian roda gigi cacing.
Keterangan: (a)
Diameter luar cacing
(i) Tinggi kaki
(b)
Diameter jarak bagi cacing
(j) Jarak sumbu
(c)
Diameter inti cacing
(k)
Diameter
lingkaran kaki dari roda cacing (d)
Sudut kaisar
(l) Diameter jarak
Jarak bagi
(m)
bagi dari roda cacing (e)
Diameter
tenggorok roda cacing
10
Tugas Perencanaan Elemen Mesin III
(f)
Kaisar
(n) Diameter luar
Tinggi gigi
(o) Lebar roda
roda cacing (g) cacing (h)
Tinggi kepala
Pitch circle ( lingkaran jarak bagi ) biasa disebut lingkaran jarak dua roda yang kerja sama atau lingkaran khayal yang bersinggungan dengan kecepatan keliling yang sama, dinyatakan dengan d1. d1 = z1 mn / sin γ
d 2 = ms z 2
a = ( d1 + d2 ) / 2 Addendum circle ( lingkaran kepala ) adalah lingkaran yang melalui puncak gigi. Diameter lingkaran kepala ini dinyatakan dengan dk. dk = do + 2hk dr = d0 + 2hf untuk roda cacing; dt = d2 + 2hk Dedendum circle ( diameter lingkaran kaki ) adalah lingkaran pada alas dari gigi – gigi. Diameter lingkaran kaki dinyatakan dengan dr2. dr2 = d1 – 2hf
Addendum ( tinggi kepala ) ialah jarak dari lingkaran kaki sampai lingkaran jarak bagi. Dinyatakan dengan hk. hk = mn
hf = 1,157mn c = 0,157 mn 11
Tugas Perencanaan Elemen Mesin III
H = 2,157 mn Dedendum ( tinggi kaki ) ialah jarak dari lingkaran kaki sampai lingkaran jarak bagi, dinyatakan dengan hf. hk dan hf bergantung pada modul ditentukan dengan : hf = 1,157 mn Tooth thickness ( lebar roda gigi ) dinyatakan dengan b. b = 0,577 dk1 atau
b = 2,38 (πmn/cos γ ) + 6,35
Space width ( lebar lekuk ). Clearance ( lambang modul : m ). Dikenal juga dengan jarak kutup ialah bilangan yang diperbanyak dengan dengan menghasilkan jarak antara gigi – gigi, jadi : t=m.π Selain keterangan – keterangan di atas masih ada beberapa lagi yang harus diketahui tentang dasar – dasar dari roda gigi, yaitu : Angka gigi pada roda gigi ( z ) atau dikenal dengan jumlah gigi. Angka transmisi ( i ) adalah perbandingan jumlah putaran roda yang berputar dan yang diputar. I = n1 / n2 = z2 / z1
Jarak pusat poros ( ao ) adalah jarak antar roda gigi yang dinyatakan dengan, ao = D01 + D02 / 2
12
Tugas Perencanaan Elemen Mesin III
Rumus – rumus dasar roda gigi merupakan rumus yang nantinya akan digunakan untuk perhitungan roda gigi cacing. Untuk lebih lengkapnya dapat dilihat pada lampiran 1.
III.2. Profil Roda Gigi dan Kelakuan Roda gigi memindahkan momen melaui kontak luncur antara permukaan gigi yang berpasangan. Selama terjadi kontak, putaran harus dapat berlangsung dengan halus dan perbandingan yang konstan/tetap. Dalam pemilihan atau penentuan kurva harus yang sesuai sebagai profil gigi agar dapat memenuhi persyaratan, biasanya yang sering dipergunakan untuk roda gigi adalah kurva involut (evolven). Kurva involut dapat digambarkan membuka benang dari gulungannya yang berbentuk silinder. Lintasan yang ditempuh ujung benang sejak mulai lepas dari permukaan silinder, akan membentuk involut (Gambar 3.2)
Gambar 3.2 Lengkungan Involut Keliling lingkaran dasar dapat dibagi oleh jumlah gigi tanpa memberikan sisa. Jarak te ( mm ) antara dua kurva yang berdekatan disebut “ jarak bagi normal “.
13
Tugas Perencanaan Elemen Mesin III
Jika diameter lingkaran dasar dinyatakan dengan dg ( mm ) dan jumlah gigi Z, maka
te dapat ditulis sebagai berikut : te =
d g z
Sudut a (
0
) yaitu sudut kemiringan garis tekanan, disebut “ sudut tekanan “
yang merupakan arah tekanan pada permukaan gigi.
Lingkaran jarak bagi
Gambar 3.3 Kaitan antara profil-profil roda gigi involut
14
Tugas Perencanaan Elemen Mesin III
Gambar 3.4 Panjang lintasan kotak
Hubungan antara diameter lingkaran dasar dg ( mm ) dan diameter lingkaran jarak bagi d ( mm ) adalah sebagai berikut : dg = d cos α Dimana α = sudut PO1 I1
= sudut PO2 I2 ( gambar 3.3 )
15
Tugas Perencanaan Elemen Mesin III
Persamaan berikut ini memberikan hubungan antara jarak bagi normal te dan jarak bagi lingkar t.
te =
d cos t cos z
Gambar 3.5 Pembentukan roda gigi
Profil batang gigi standard mempunyai tebal gigi
m (mm), lebar ruang 2
m (mm) pada garis datum, sudut kemiringan gigi 20 0 ( pada gigi kuno 14,50 atau 2
150 ), tinggi kepala hk = k . m ( mm ), tinggi kaki hf = k . m + Ck ( mm ), dimana k adalah faktor tinggi kepala yang besarnya biasanya = 1 dan kadang-kadang = 0,8 , 16
Tugas Perencanaan Elemen Mesin III
1,2 dsb, dan kelonggaran puncak Ck ( mm ) biasanya = 0,25 x modul atau lebih. Batang gigi yang mempunyai tinggi kepala hk = m, k = 1 dan tinggi kaki hf = 1,25 m, k = 1 seperti dalam gambar 3.6 ( a ), merupakan batang gigi dasar yang paling umum. Agar profil pahat dapat memotong kelonggaran puncak, harus dipertinggi dengan Ck = 0,25 m dibandingkan dengan batang gigi dasarnya. Dengan demikian tinggi kepala pahat menjadi hkc = hk + Ck = m + 0,25 m. Untuk gigi gemuk, dipakai batang gigi dasar dalam gambar 3.6 ( b ), dan untuk gigi berkedalaman lebih ( pada roda gigi kapal ) dipakai batang gigi dalam gambar 3.6 ( c ). Untuk ukuran proporsionil roda gigi lurus standard yang didasarkan atas modul diberikan dalam table 3.1. Diantaranya, diameter luar dk ( mm ) dan tinggi gigi atau kedalaman perpotongan gigi H ( mm ) dapat ditulis sebagai berikut :
dk = ( z + 2 ) m h = 2m + ck di mana ck adalah kelonggaran puncak.
Gambar 3.6 ( a ) Batang gigi dasar untuk gigi berkedalaman penuh
17
Tugas Perencanaan Elemen Mesin III
Gambar 3.6 ( b ) Batang gigi dasar untuk gigi gemuk dengan sudut tekanan besar
Gambar 3.6 ( c ) Batang gigi dasar untuk gigi berkedalaman lebih
18
Tugas Perencanaan Elemen Mesin III
Pada jam dipergunakan profil gigi sikloida. Sifat –sifat profil gigi sikloida adalah :
Kontak antar gigi berlangsung dengan gesekan yang relatif kecil.
Tekanan pada permukaan gigi rendah.
Gaya pemisah kecil.
Dapat mempunyai jumlah gigi sedikit.
Dapat menaikkan putaran. Pada roda gigi yang dikembangkan oleh Novikov ( gambar 3.7 ), giginya
melakukan kontak menurut suatu titik ( atau, sebenarnya bidang elips kecil ) yang bergerak sepanjang lebar sisi gigi miring. Roda gigi ini kemudian diperbaiki oleh Honobe, Ioi juga merencanakan profil untuk pompa. Adapun kelakuan roda gigi dapat digambarkan dengan besaran atau hargaharga yang menunjukkan wataknya, yaitu : 1. Perbandingan kontak. 2. Luncuran spesifik. 3. Perbandingan laju luncuran relatif. 4. Interferensi. 1. Perbandingan Kontak Agar roda gigi dapat berputar dengan halus, harus dipenuhi suatu persyaratan dimana sebelum suatu pasangan gigi saling melepaskan kaitannya, perhatikan letak C1 dan C2 ( gambar 3.7 ), yaitu titik-titik jarak bagi pada sisi kedua gigi dimana kaki gigi pinion sedang mulai mengait ujung gigi pasangannya. Pinion menggerakkan roda gigi besar, dan titik C1 dan C2 mencapai titik jarak bagi P. Sudut C1 O1 P dan C2 O2 P disebut sudut datang, dan pada saat kedudukanya mencapai C’1 O1 P dan sudut C’2 O2 P disebut sudut undur. Titik kaitan permulaan pada posisi C1 dan C2 adalah K2, yang merupakan titik potong antara lingkaran kepala roda gigi dan garis tekanan. Titik akhir kaitan pada dan garis tekanan. Panjang lintasan K2 K1 = Z disebut panjang lintasan kontak. Menjelang akhir kaitan pasangan gigi yang pertama, pasangan berikutnya telah mulai berkait, sehingga pada saat tersebut terdapat dua pasang gigi yang meneruskan momen. Ketika pasangan baru membuat kontak permulaan di titik K2, 19
Tugas Perencanaan Elemen Mesin III
pasangan yang pertama telah berda didepan sejauh jarak bagi normal te = π . db1 cos άb / Z1 ( mm ) pada garis tekanan ( gambar 3.8 ). ( Tentang db1 dan άb akan diterangkan kemudian ). Setelah pasangan pertama melepaskan kaitannya, maka pasangan berikutnya tadi bekerja sendirian meneruskan momen.
Gambar 3.7 Garis tekanan, sudut datang, dan sudut undur
Gambar 3.8 Jarak bagi normal dan panjang lintasan kontak
20
Tugas Perencanaan Elemen Mesin III
Keterangan : (a) garis tekanan
(i) garis tekanan
(d) lingkaran dasar
(j) jarak bagi normal
(e) panjang lintasan kontak
(k) lingkaran kepala
(f) lingkaran dasar
(l) lingkaran jarak bagi
(g) lingkaran jarak bagi
(m) lingkaran dasar
(h) lingkaran kepala Perbandingan antara panjang lintasan kontak dan jarak bagi normal, yang diberi symbol ε , disebut “ perbandingan kontak “. Jadi :
Z te
(a) garis tekanan (b) titik pembebanan terburuk (M1 dan M2) (c) jumlah gigi yang berkaitan
Gambar 3.9 Perbandingan kontak
21
Tugas Perencanaan Elemen Mesin III
Arti
ε dapat diterangkan demikian. Misalkan suatu pasangan roda gigi
mempunyai harga ε
=
1,4
seperti diperlihatkan dalam gambar 3.9. Titik K2
merupakan titik permulaan kontak, dan K1 adalah titik akhir kontak, sehingga K2K1 merupakan panjang lintasan kontak atau Z. Bila suatu pasangan gigi mulai melakukan kontak di K2, maka pasangan terdahulu masih melakukan kontak di M1. Jarak K2M1 = M2K1 = te. Jadi pada saat titik kontak pasangan gigi yang terdahulu bergerak menjalani M1K1, pasangan yang terakhir menempuh K2M2, yang jaraknya masing-masing sama dengan 0,4 te, sehingga dalam jangka waktu tersebut ada 2 pasang gigi yang berkaitan. Setelah jangka waktu tersebut, yaitu pada lintasan titik kontak
M2M1, pasangan yang terdahulu telah melepaskan kaitannya, sehingga
tinggal satu pasang saja, yaitu pasangan terakhir, yang masih melakukan kontak. Dalam gambar 3.9, jumlah gigi yang berkait sepanjang lintasan kontak digambarkan dengan diagram ( C ). Jika harga ε = 2, maka pada saat suatu pasangan gigi melepaskan kaitannya, pasangan berikutnya sudah mulai membuat kontak. Jadi jumlah pasangan yang berkait selalu ada dua buah. Dalam keadaan demikian, roda gigi menjadi lebih tahan dan berkurang bunyinya asalkan dibuat dengan ketelitian baik. Tetapi, jika diinginkan harga ε = 2 pada waktu merencanakan roda gigi, maka karena adanya kemungkinan kesalahan pembuatan serta perubahan bentuk tersebut, harga tersebut perlu diambil sebesar
2,07
dan
2,08. Pembesaran perbandingan kontak selalu
diikuti dengan pengurangan kekuatan gigi ( masing-masing gigi ). Dalam hal roda gigi lurus, harga ε minimum adalah 1,1 ; tetapi sebaiknya dipilih antara 1,4 dan 1,6. Untuk mencapai harga lebih dari 2,0, beberapa cara dapat dianjurkan misalnya dengan memperkecil sudut tekanan ( umpamanya 17,5 0 ), memperbesar jumlah gigi, memakai roda gigi miring, dan sebagainya. Namun, harga tersebut sebaiknya dibatasi sampai 2,5 atau 2,7, karena perbandingan kontak yang terlalu besar cenderung untuk memperbesar bunyi. Persamaan perbandingan kontak roda gigi lurus involut dapat diturunkan dari gambar 6.13 sebagai berikut ;
K1P
d g1 2
tan k1
d g1 2
tan b
22
Tugas Perencanaan Elemen Mesin III
K 2P
d g2 2
tan k 2
d g2 2
tan b
dimana ; dg1 adalah diameter lingkaran dasar pinyon (mm) dg1 adalah diameter lingkaran dasar pinion (mm) dg2 adalah diameter lingkaran dasar roda gigi (mm) αb adalah sudut tekanan kerja ( 0 ) αK1 adalah sudut tekanan pada puncak pinion ( 0 ) αK2 adalah sudut tekanan pada puncak roda gigi besar ( 0 )
Gambar 3.10 Perbandingan kontak
23
Tugas Perencanaan Elemen Mesin III
Hubungan antara besaran-besaran diatas dengan diameter lingkaran-lingkaran jarak bagi kerja db1 dan db2 ( mm ), diameter lingkaran kepala dk1 dan dk2, dan jumlah gigi Z1 dan Z2 adalah sebagai berikut : dk1 cos α K1 = db1 cos α b = dg1 dk2 cos α K2 = db2 cos α b = dg2 db2 / db1 = dg2 / dg1 = Z2 / Z1 = i Perbandingan K2P/te =
2 disebut perbandingan kontak datang, dan K1P/te =
1 disebut perbandingan kontak undur. Maka dengan persamaan diatas dapat diperoleh ;
1
K 1 P (d g1 / 2) tan k1 (d g1 / 2) tan b te (d g1 / Z 1 )
2
K 2 P (d g 2 / 2) tan k 2 (d g 2 / 2) tan b te (d g 2 / Z 2 )
1
z1 (tan k1 tan b ) 2
2
z2 (tan k 2 tan b ) 2
atau
1 2
2. Luncuran Spesifik 24
Tugas Perencanaan Elemen Mesin III
Seperti diperlihatkan dalam gambar 3.11, dimisalkan sisi kaki pinyon dan sisi kepala roda gigi besar yang berkait di C berputar dengan
dψ1 dan dψ2 (rad),
dimana dψ1 dan dψ2 = i, dan saling membuat kontak baru di titik C’.
Gambar 3.11 Jarak lintasan kaitan Untuk masing-masing profil gigi yang berpasangan, lintasan yang ditempuh oleh titik yang tadinya membuat kontak di C adalah C1C’ = ds1
dan C2C’ = ds2.
Perbandingan selisih lintasan terhadap masing-masing lintasan adalah ;
1
ds 1 ds 2 ds 1
1
ds 2 ds 1 ds 2
σ1 dan σ’1 disebut luncuran spesifik dari pinyon danluncuran spesifik dari roda gigi besar. Jika CC’ = r, dan bila dψ1 dan dψ2 sangat kecil, maka ds1 dapat dipandang 25
Tugas Perencanaan Elemen Mesin III
sebagai busur lingkaran yang berpusat di I1 dengan jari-jari ( Rg1 tan αb + r ) dan sudut pusat dψ1, demikian pula ds2 dapat dipandang sebagai busur lingkaran dengan pusat I2, jari-jari ( Rg2 tan αb - r ) dan sudut pusat dψ1. Disini Rg1 = dg1 / 2, dan Rg2 = dg2 / 2. Dari perssamaan diatas, persamaan berikut ini dapat diturunkan ;
1 '1
(R g1 tan b r )d 1 (R g 2 tan b r )d 2 (R g1 tan b r )d 1 ( R g 2 tan b r )d 2 ( R g1 tan b r )d 1 (R g 2 tan b r )d 2
(1 1 / i)r R g1 tan b r
(1 i)r R g 2 tan b r
Harga-harga tersebut bervariasi menurut lintasan titik kontak.
σ’1 menjadi
maksimum pada saat terjadi kontak antara puncak kepala pinion dan kaki roda gigi besar. Jika σ’1 maksimum dinyatakan sebagai γ1, dan r ditulis sebagai berikut : r = Rg1 ( tan α K1 – tan αb ), maka
1
=
(1 i)R g1 (tan k1 tan b ) R g 2 tan b R g1 (tan k1 tan b )
(1 i)(tan k1 tan b ) (1 i) tan b tan k1 )
(1 i)1 (tan b / tan k1 ) (1 i)(tan b / tan k1 ) 1
Luncuran spesifik maksimum pada kaitan datang terjadi dimana puncak gigi dari roda gigi besar membuat kontak dengan sisi kaki pinyon. Jika harga maksimum dinyatakan dengan y2,
σ’2
maka dengan perhitungan yang sama dapat
diturunkan ;
2
R g 2 (tan k 2 tan b )(1 i) R g1 tan b R g 2 (tan k 2 tan b )
(1 i)1 9 tan b / tan k 2 ) (1 1 / i)(tan b / tan k 2 ) 1
Dalam gambar 3.10, persamaan berikut dapat diturunkan ;
26
Tugas Perencanaan Elemen Mesin III
R g 2 tan b
PQ 1 R g1
R g1 tan b R g 2 tan b
PQ 2 R g 2
R g1
R g1 tan b R g1 tan b R g 2 tan b
i 1 i
iR g1
i 1 i
Ambil PQ1 = PQ2 = 1, dan ambil parameter u1 dan u2 dengan membagi 1a1 dan 1a2 (Gambar 3.10 danpersamaan dibawah ini) dengan 1 ; 1a1 R g1 (tan k1 tan b ) cos k1 1a 2 R g 2 (tan k 2 tan b ) cos k 2 u1
1a1 1 i tan b 1 1 i tan k1
u2
1a 2 1 i tan b 1 1 i tan k 2
Harga u1 dan u2 yang dianjurkan, terlihat dalam gambar 3.12 ( dari buku pedoman Maag Gear wheel Company ). Dari persamaan diatas dapat diturunkan ;
1
u1 1 u 1
u 2 2 1 u 2 Analisa pada banyak roda gigi yang baik menunjukkan bahwa luncuran spesifiknya tidak seberapa besar ( kurang lebih 1,5 - 3,5 ), dan perbandingan antara luncuran spesifik pinyon dan roda gigi besar juga tidak besar, yaitu antara 1,0 - 3,0.
27
Tugas Perencanaan Elemen Mesin III
Gambar 3.12 Harga – harga u1 dan u2 yang dianjurkan 3. Perbandingan Laju Luncur Relatif Perbandingan laju luncuran relatif adalah perbandingan diferensial dari σ1 dan σ’1 terhadap waktu. Jadi, R g 2 tan b 1
(d'1 / dt ) ( R g 2 tan b r ) R g1 tan b (d1 / dt )
2
(1 i)
dr dt
1 dr (1 ) i dt ( R g1 tan b r ) 2
Pada puncak gigi pinion dan sisi kaki gigi roda gigi besar, perbandingan tersebut adalah ;
28
Tugas Perencanaan Elemen Mesin III
1 (1 i)(tan b / tan k1 ) 1
2
1 i 2
1 (1 u 1 ) 2
Untuk puncak gigi roda gigi besar dan sisi kaki gigi pinyon ;
2
1 i2
2
i
(1 i)(tan b / tan k 2 ) i
1 (1 u 2 ) 2
Jika merencenkan roda gigi dengan keausan yang sama untuk bahan dan perlakuan panas yang sama pula, dengan menganggap keausan berbanding lurus dengan perbandingan laju luncur relatif, harus memenuhi persyaratan λ1 = λ2, atau ; 1 1 2 (1 u 1 ) (1 u 2 ) 2
4. Interferensi Profil dan Pemotongan Bawah Dalam hal yang telah dikemukakan diatas, puncak gigi dari roda gigi besar atau batang gigi, akan memotong bagian dalam dari garis lurus yang menghubungkan titik permulaan kurva involut pada lingkaran dasar dengan titik pusat roda gigi, setelah puncak melewati posisi I1. bagian dari kurva involut di dekat lingkaran dasar akan sedikit terpotong, hal ini mengakibatkan kaki gigi menjadi lemah, dan bentuk gigi menjadi seperti kepala ular, peristiwa yang demikian biasa disebut gangguan profil atau interferensi profil. Interferensi ini tidak akan terjadi selama lingkaran kepala tidak keluar dari I1I2, jika lingkaran kepala menjadi sedikit lebih besar dari O1I2 dan O2I1 interferensi akan terjadi. Oleh karena itu titik I1 dan I2 dinamakan titik interferensi.
29
Tugas Perencanaan Elemen Mesin III
Gambar 3.13 Interferensi antara roda gigi
(a) Pahat batang gigi (b) Garis tekanan (c) Lingkaran jarak bagi (d) Titik interferensi (e) Lingkaran dasar (f) Profil roda gigi involut (g) Titik
potong
dengan
garis
tekanan (h) Pemotongan bawah (i) Lingkaran akar Gambar 3.14 Pemotongan bawah oleh batang gigi Dilihat dari segi kekuatan gigi dan kaitan yang halus, interferensi harus dihindari. Interferensi yang terjadi pada waktu pembuatan gigi disebut pemotongan bawah. Roda gigi yang dibentuk dengan pahat batang gigi dasar yang mempunyai tinggi gigi 2m + ck dan tebal gigi dengan kelonggaranya pada lingkaran jarak bagi sebesar πm/2, disebut roda gigi standar. Dalam gambar 3.14 PH
PJ = m, PO = mzg/2. sehingga ;
30
Tugas Perencanaan Elemen Mesin III
mz g 2 zg
sin 2 0 m 2 sin 2 0
Bila α0 = 200, jumlah gigi minimum menjadi zg = 17,1 ; jadi batasan gigi minimum adalah 17 buah. Bila α0 = 14,50, yang banyak dipakai pada waktu sebelumnya, z g = 32. dalam standar Jerman kuno dengan α0 = 150, zg = 30. Dalam hal prakteknya, pengurangan sampai 20% dari jumlah gigi minimum masih dapat diterima, sehingga jumlah gigi minimum praktis adalah 14 untuk 200, 26 untuk 14,50,dan 24 untuk 150.
BAB IV PERHITUNGAN 31
Tugas Perencanaan Elemen Mesin III
IV. 1. Kasus
Perencanaan pada suatu transmisi mempunyai data – data sebagai berikut : Dari sebuah pasangan poros dan roda gigi cacing, diketahui : tegangan efektif ( berguna ) dari alat yang digerakkan P2 = 12 HP ; n2 ( untuk poros cacing ) = 720 rpm ; n1 = n2 = 0,97 ; Poros cacing berulir tunggal dengan = 5 derajat dan = 80 ; Bahan poros cacing = baja St 70 ; Bahan roda cacing = kuningan (C = 100 Kg/cm2) ; Bahan poros roda cacing = Baja poros roda cacing = Baja St 50.
Penyelesaian :
n1 720 put / menit = 20 put / menit n1
Angka perbandingan ; I =
Karena ulir tunggal dan I =
= 36
z2 maka , z1 = ulir tunggal = 1 z1
z2 = z1 . I = 1 x 36 = 36 gigi
Momen puntir yang bekerja pada poros cacing, tampa memperhitungkan gesekan – gesekan, adalah :
32
Tugas Perencanaan Elemen Mesin III
Mw2 = 71620 .
P2 n2
……………………….. ( Umar sukrisno )
P2 = 50 Dk N2 = 20 put/menit
Maka,
Mw2 = 7160 .
50 = 179.050 Kg/cm 20
- Besarnya modulus dapat dihitung dengan rumus :
mn = 0,86 . 3
M w 2 .Cos 1 …………… ( Umar sukrisno hal – 120 ) .z 2 .C
Mw2 = 179,050 Kg/cm
=8 C = 100 Kg/cm2 Z2 = 36 gigi
Cos 1 ditetapkan 1, karena 1 jarang melebihi 38o
mn = 0,86. 3
179050.1 8.36.100
mn = 1,58 dibulatkan menjadi 16 mm
33
Tugas Perencanaan Elemen Mesin III
- Besarnya diameter tusuk dari poros cacing adalah :
d4 = mn ( 2,8 + 4.
z1 ) …………………. ( Umar sukrisno hal – 121 )
d4 = 16 ( 2,8 + 4.
1 )
d4 = 110 mm
- Besarnya sudut kisar rata – rata menjadi :
Sin 1 =
mn 16 = = 0,145 d1 110
1 = 8o . 20’
- Rendemen gigi – giginya adalah :
n1 =
tg 1 tg ( 1 P )
tg 8 0.20 ' n1 = tg (8 0.20 ' 5 0 )
0,1465
n1 = 0,237 nt = 0,618
- Rendeman seluruhnya menjadi :
34
Tugas Perencanaan Elemen Mesin III
ntotal = n1 x nt x n2 ntotal = 0,97 x 0,618 x 0,97 ntotal = 0,581
- Karena P2 = P1 x ntotal didapatlah
P1 =
P2 50 = 0,581 total
P1 = 86 Dk - Ini berarti tenaga motor yang harus menggerakan hubungan cacing adalah sebesar : P1 = 86 Dk - Dengan mengabaikan gesekan pada bantalan – bantalan maka momen punter dari poros cacing adalah :
M w1 = 71620 .
P1 n1
………………………… ( Umar sukrisno hal – 121 )
P1 = 86 Dk N1 = 720 put/menit
Maka,
Mw1 = 71620 .
86 720
Mw1 = Kg/cm 35
Tugas Perencanaan Elemen Mesin III
Mengingat bahwa :
M w1 = W w1 . w …………………………… ( Umar sukrisno hal – 122 ) Ww1 = 0,2 . dd3 w = 120 Kg /cm2
Maka,
dd13 =
M w1 0,2.120
dd1 = 3
8850 24
dd1 = 7,1 cm
- Bila poros cacing dianggap sebagai roda gigi, maka tinggi giginya adalah : 1,25 x mn - Bila demikian bila didasarkan atas tinggi gigi, diameter dasarnya adalah :
dd1 = d4 – 2.1,25 mn ……………… ( Umar sukrisno hal – 122 ) d4 = 110 mm mn = 16 mm dd1 = d4 – 2,5 mn dd1 = 110 – ( 2,5 x 16 ) = 70 mm
36
Tugas Perencanaan Elemen Mesin III
- Antara 2 hasil yang sedikit berbeda ini diambilkan yang terbesar, yaitu :
dd1 = 71mm
- Dengan langkah ini kita harus mengadakan koreksi lagi, sehingga hasilnya menjadi sebagai berikut :
dt1 = dd1 + ( 2 x 1,25 mn ) dt1 = 71 + ( 2,5 x 16 ) dt1 = 111 mm dt1 = d4 + 2 mn dt1 = 111 + ( 2 x 16 ) dt1 = 143 mm
Perhitungan roda gigi cacing
- Besarnya diameter tusuk :
37
Tugas Perencanaan Elemen Mesin III
*dt2 =
m n .z 2 16 x36 = Cos Cos8 0.20 '
*dt2 = 582,5 mm
*dd2 = dt2 – ( 2 x 1,25 mn ) dd2 = 582,5 – ( 2,5 x 16 ) dd2 = 542,5 mm
*dt2 = dt2 + ( 2 . mn ) dt2 = 582,5 + ( 2 x 16 ) dt2 = 614,5 mm
- Panjang gigi : *b = . mn b = 8 x 16 = 128 mm
Poros roda cacing
Mw2 = Ww2 . w
38
Tugas Perencanaan Elemen Mesin III
Dimana , Ww2 = 0,2 d23
Jadi ,
Mw2 = 0,2 d23 x 120
Maka : d23 =
M w2 0,2 x120
d2 = 3
179050 24
d2 = 19,5 cm
BAB V DATA SPESIFIKASI
V.1. Data spesifikasi Roda Gigi
39
Tugas Perencanaan Elemen Mesin III
Dari hasil percobaan, hasil perhitungan yang didapat, akhirnya data – data yang dibutuhkan untuk merancang dan membuat roda gigi cacing telah lengkap. Adapun data – data tersebut adalah sebagai berikut :
Tenaga Penggerak
P1 = 86 DK
Tenaga Efektif
P2 = 50 DK
Putaran untuk Poros Cacing
n1 = 720 rpm
Putaran untuk Roda Cacing
n2 = 20 rpm
Jumlah gigi
z1 = 1
Jumlah gigi
z2 = 36
Konstanta bahan Roda gigi
C = 100 Kg/cm2
Bahan Poros Baja St 70
w = 120 Kg/cm2
Bahan Roda Gigi Baja St50
σb = 850 Kg/cm2
Panjang Gigi
b = 128 mm 40
Tugas Perencanaan Elemen Mesin III
Diameter Tusuk
dt2 = 582,5 mm
Diameter Poros
d2 = 1950 mm
Diameter Roda Gigi
d1 = 614,5 mm
BAB VI PENUTUP DAN SARAN
VI.1. Penutup dan Saran
41
Tugas Perencanaan Elemen Mesin III
Dalam perencanaan
elemen mesin III pokok pembahasan yang dibahas
tebilang sedikit. Tetapi dengan sedikit itulah, kita focus pada permasalahan atau kasus tertentu. Roda gigi merupakan kasus yang hamper mendominasi pada elemen mesin III. Walaupun tidak seluruhnya, tetapi roda gigi juga menepati urutan prioritas untuk dibahas pada elemen mesin III. Saran yang akan dikemukakan pada perencanaan roda gigi cacing adalah perawatan yang intensif terhadap system – system dari roda gigi. Misalnya, dengan memperhatikan pelumasan pada pegangan antara dua roda gigi. Untuk perancangan dari segi bentuk tidak bermasalah, tetapi yang harus diperhatikan adalah segi perawatannya.
DAFTAR PUSTAKA
1. Khurmi, RS, A Text Book Of Machine Design. Eurasio House. 1982. New Delhi. 2. Robert L Norton. Machine Design an Integgrated Approach. Prentice hall Inc.1996. 42
Tugas Perencanaan Elemen Mesin III
3. Sukrisno Umar. Bagian – bagian Mesin dan Merencana. Erlangga. Jakarta.1983. 4. Sularso,Ir, Kiyokatsu Suga. Dasar Perencanaan dan Pemilihan Elemen Mesin. PT Pradnya Paramita. Jakarta 1978.
43