LAPORAN KASUS
A. Identitas Pasien
Nama
: An. A
Jenis Kelamin
: Laki-laki
Tanggal Lahir
: 18 Desember 2010
Usia
: 3 tahun 1 bulan
Agama
: Islam
Bangsa
: Indonesia
Nomor Rekam Medis
: 583992
Alamat
: Jl. Abadi No. 130
Tanggal Pemeriksaan
: 23 Januari 2014
Tempat Pemeriksaan
: Rumah Sakit Wahidin Sudirohusodo
B. Anamnesis Keluhan Utama
: Benjolan pada mata kiri
Anamnesis Terpimpin
:
Dialami sejak ± 3 bulan sebelum masuk Rumah Sakit Wahidin Sudirohusodo (RSWS). Benjolan awalnya kecil dan lama kelamaan makin membesar. Benjolan tidak mudah berdarah. Nyeri terutama bila ditekan. Pasien juga rewel dan sering menangis. Riw mata merah (+), air mata berlebih (-), kotoran mata berlebih (-). Riwayat tampak putih pada mata hitam seperti mata kucing pada kedua mata (+) ± 2 tahun yang lalu. Riwayat keluarga dengan keluhan yang sama (-). Riwayat keluhan yang sama pada mata kanan (+) ± 1 tahun yang lalu, hilang setelah dikemoterapi dari Bagian Anak dengan diagnosis Retinoblastoma. .
Riwayat kehamilan : Ibu kontrol teratur di bidan, tidak pernah
mengkomsumsi obat-obatan maupun jamu-jamuan. Tidak pernah sakit saat hamil. Ibu melahirkan secara normal dan ditolong oleh bidan. Anak lahir cukup bulan dengan berat badan lahir 2600 gr. Riwayat trauma (-).
1
C. Status Generalis Keadaan Umum : Sakit Sedang/ Gizi Cukup/ Composmentis Tanda Vital
:
Tekanan darah : 90/60 mmHg Nadi
: 90 ×/menit
Pernasapan
: 20×/menit
Suhu
: 36,5 °C
Foto Klinis Pasien
2
C. Status Generalis Keadaan Umum : Sakit Sedang/ Gizi Cukup/ Composmentis Tanda Vital
:
Tekanan darah : 90/60 mmHg Nadi
: 90 ×/menit
Pernasapan
: 20×/menit
Suhu
: 36,5 °C
Foto Klinis Pasien
2
D. Pemeriksaan Oftalmologi Inspeksi PEMERIKSAAN
OD
OS
Edema (-)
Edema (+)
Lakrimasi (-)
Lakrimasi (-)
Sekret (-)
Sekret (-)
Hiperemis (-)
Hiperemis (+)
Normal
Proptosis (+)
Jernih
Sulit dievaluasi
Normal
Sulit dievaluasi
Coklat, kripte (+)
Sulit dievaluasi
Jernih
Sulit dievaluasi
Normal
Sulit dievaluasi
OD
OS
Tensi Okuler
Tn
Sulit dievaluasi
Nyeri Tekan
(-)
(+)
Palpebra Apparatus lakrimalis Silia Konjungtiva Bola Mata Kornea Bilik Mata Depan Iris Lensa
MekanismeMuskular
Palpasi PALPASI
Massa tumor (+), Massa Tumor
(-)
konsistensi kenyal padat, terfiksir, uk 4cm x 3cm x 2cm
Glandula Preaurikuler
Pembesaran (-)
Pembesaran (-)
3
Tonometri
Tidak dilakukan pemeriksaan
Visus
VOD : 0 VOS : 0
Penyinaran Oblik
PEMERIKSAAN
OD
Konjungtiva
Hiperemis (-)
Kornea
Jernih
Bilik Mata Depan
Normal
Tampak massa tumor, ukuran 4cm x 3 cm x 2 cm,
Coklat, kripte (+)
konsistensi kenyal
Bulat , sentral RC (+)
padat. Tidak mudah
Jernih
berdarah, suhu sama
Iris Pupil
OS
dengan sekitar dan Lensa
terfiksir
Color Sense
Tidak dilakukan pemeriksaan Light Sense
Tidak dilakukan pemeriksaan Campus Visual
Tidak dilakukan pemeriksaan Slit Lamp
Tidak dilakukan pemeriksaan Oftalmoskopi
Sulit dievaluasi
4
Pemeriksaan Laboratorium
HASIL WBC :
1,71
RBC :
3,47
HGB :
9,4
HCT :
28,0
PLT :
228
Ur :
14
Cr :
0,2
SGOT
76
SGPT :
37
ALB :
3,8
Na :
139
K:
3,5
Cl :
109
GDS :
72
CT Scan Kepala
5
Oculi dextra :
Tampal massa densitas heterogen, batas tidak tegas dengan kalsifikasi di dalamnya normal tidak mendestruksi tulang sekitarnya. Nervus opticus dan Mm. recti kanan dalam batas normal.
Oculi sinistra :
Bulbus oculi tampak membesar dengan massa intraoculi densitas heterogen, batas tidak tegas, yang menonjol ke anterior dengan klasifikasi namun tidak mendestruksi tulang sekitarnya. Nervus opticus dan Mm. recti kiri kesan normal.
Densitas dan differensiasi grey dan white matter dalam batas normal.
Tidak tampak lesi hipo dan hiperdens patologik intracranial.
Aircell mastoid dan sinus paranasalis yang terscan dalam batas normal.
Tulang – tulang yang terscan kesan intak.
Kesan : - Retinoblastoma bilateral
RESUME
Seorang anak laki-laki berumur 3 tahun MRS dengan keluhan benjolan pada mata kiri yang sejak ± 3 bulan sebelum masuk Rumah Sakit Wahidin Sudirohusodo (RSWS). Benjolan awalnya kecil dan lama kelamaan makin membesar. Benjolan tidak mudah berdarah. Nyeri terutama bila ditekan. Pasien juga rewel dan sering menangis. Riw mata merah (+), air mata berlebih (-), kotoran mata berlebih (-).Riwayat tampak putih pada mata hitam seperti mata kucing pada kedua mata (+) ± 2 tahun yang lalu. Riwayat keluarga dengan keluhan yang sama (-). Riwayat keluhan yang sama pada mata kanan (+) ± 1 tahun yang lalu, hilang setelah dikemoterapi dari Bagian Anak dengan diagnosis Retinoblastoma. Riwayat trauma (-) Dari pemeriksaan fisis didapatkan pasien gizi cukup, composmentis, dengan tanda vital dalam batas normal. Dari pemeriksaan oftalmologi, pemeriksaan inspeksi OS tampak palpebra udem (+), proptosis (+), konjungtiva hiperemis (+), kornea sulit dievaluasi, tampak massa tumor ukuran 4cm x 3 cm x 2 cm, konsistensi kenyal padat, tidak mudah berdarah 6
dan suhu sama dengan sekitar. OD dalam batas normal. Pada palpasi OS teraba massa tumor,konsistensi padat, ukuran 4 cm x 3 cm x 2 cm, nyeri tekan (+), palpasi OD dalam batas normal. Visus OD: 0 OS : 0. Pemeriksaan penyinaran oblik OS konjungtiva hiperemis (+), kornea sulit dievaluasi, massa tumor (+), detail lain sulit dievaluasi. OD dalam batas normal.
Diagnosis
ODS retinoblastoma stadium III
Diagnosis Banding
Rhabdomyosarcoma
Penatalaksanaan
GV/hari
C. Xitrol Zalf 3x1 qs OS
Konsul Bagian Ilmu Kesehatan Anak untuk pemberian dikemoterapi.
Prognosis •
Quo ad Vitam
: Dubia et malam
•
Quo ad Visam
: Malam
•
Quo as Sanationam
: Malam
•
Quo ad Comesticam : Malam
Diskusi
Untuk menegakkan diagnosis suatu penyakit dengan kelainan pada mata, maka diperlukan suatu langkah penegakan diagnosis yang dimulai dari anamnesis, pemeriksaan fisis umum, pemeriksaan oftalmologis, serta pemeriksaan penunjang. Pada anamnesis, pasien mengeluhkan adanya benjolan pada mata kanan yang berlangsung progresif. Di mana benjolan ini muncul ± 3 bulan yang lalu. Dari keluhan tersebut, kita dapat menduga penyakit yang dialami pasien kemungkinan adalah suatu keganasan. Pasien juga mempunyai riwayat keluhan
7
yang sama pada mata kanannya ± 1 tahun yang lalu di mana benjolannya hilang setelah dikemoterapi dari Bagian Anak dan didiagnosis retinoblastoma. Setelah mengetahui gejala utama, sebaiknya digali gejala penyerta lainnya yang dapat membantu kita mengarahkan diagnosis yang kita duga untuk sementara. Pada pasien ini, diduga pasien menghidap penyakit retinoblastoma dilihat dari gejala dan faktor resiko seperti usia < 5 tahun dan adanya riwayat leukokorea sebelumnya yang merupakan gejala dini penyakit retinoblastoma pada anak. Terdapat juga riwayat pasien rewel dan sering menangis, hal ini menandakan bahwa pasien merasa sakit yang merupakan ciri dari stadium glaukoma. Anak yang sudah mencapai stadium lanjut biasanya lebih rewel akibat rasa sakit atau nyeri daerah mata. Hal ini dikarenakan tumor yang sudah memenuhi ruang orbita sehingga menyebabkan peningkatan tekanan intraokuler (stadium glaukoma) Gejala klinis subjektif pada pasien retinoblastoma sukar karena anak tidak memberikan keluhan. Tapi kita harus waspada terhadap kemungkinan retinoblastoma. Lebih dari 75% anak-anak dengan retinoblastoma yang pertama kali dicatat mempunyai “pupil putih” yang mana dokter menyebutnya “Leukokoria” yang seolah bersinar bila kena cahaya seperti mata kucing “Amaurotic cat’s eye”, atau strabismus, atau kemerahan dan nyeri pada mata (biasanya disebabkan glaukoma). Jika dalam perkembangan anak terjadi iritasi kemerahan yang menetap, hal ini dapat menggambarkan inflamasi atau pseudoinflamasi pada mata, 9% pasien retinoblastoma dapat berkembang dengan simptom ini. Tanda lain yang jarang diperlihatkan pada retinoblastoma termasuk anisokoria, perbedaan warna pada iris (heterochromia), berair, penonjolan ke depan pada mata (proptosis), katarak dan pergerakan mata abnormal (nistagmus). Pada kasus ini, tumor sudah semakin membesar pada mata kiri.Tumor menjadi
lebih
besar,
bola
mata
membesar
menyebabkan
eksoftalmus.
Pertumbuhan dapat pula terjadi ke belakang sepanjang N. II dan masuk ke ruang tengkorak. Penyebaran ke kelenjar getah bening, dapat masuk ke pembuluh darah untuk kemudian menyebar ke seluruh tubuh.
8
Untuk memperkuat diagnosis kerja retinoblastoma, dilakukan pemeriksaan fisis oftalmologis dan pemeriksaan penunjang lainnya. Pada inspeksi tampak massa ekstra orbital pada mata kiri. Pada pemeriksaan laboratorium dalam batas normal. Gambaran CT scan menunjukkan kesan retinoblastoma bilateral. Jadi berdasarkan pemeriksaan yang dilakukan pada pasien, didapatkan diagnosis retinoblastoma stadium III berdasarkan Klasifikasi Internasional Retinoblastoma (ICRB).
9
RETINOBLASTOMA
I. Pendahuluan
Retinoblastoma adalah tumor intraocular yang tersering ditemukan pada anak, umumnya terjadi pada anak usia 3 tahun ke bawah. Ia merupakan tumor ganas kongenital berasal dari neuroretina embrionik, sekitar 40% timbul secara
herediter,
penurunan
secara
autosomal
dominan.
Terutama
mengakibatkan kebutaan anak, pada stadium lanjut dapat berakibat fatal. Terapi terutama secara operasi dan radioterapi. Metode terapi kombinasi modern dapat membuat 90% pasien hidup lama. Tujuan terapi tumor stadium dini adalah preservasi visus, sedangkan pada pasien stadium lanjut tujuan terapi utama adalah meningkatkan survival. 1
II. Definisi
Retinoblastoma adalah blastoma (suatu neoplasma yang terdiri dari sel-sel embrionik yang berasal dari blastema suatu organ atau jaringan) kongenital ganas yang terdapat baik dalam bentuk herediter maupun sporadik, terdiri dari sel-sel tumor yang berasal dari retinoblas, muncul pada salah satu atau kedua mata anak di bawah usia 5 tahun dan biasanya didiagnosis pertama kali berdasarkan adanya refleks pupil putih atau kuning terang (leukokoria).2
III. Epidemiologi
Retinoblastoma merupakan tumor intraocular tersering ditemukan pada anak, insidennya menempati sekitar 2-3% dari tumor ganas anak. Insiden tertinggi di India, insiden di kalangan orang kulit hitam di Nigeria dan Afsel dan lainnya juga relatif tinggi, sekitar 4%. Di Amerika Serikat dari setiap 2000 kelahiran hidup terdapat satu penderita retinoblastoma. Umumnya terdiagnosis dalam 1 tahun pasca lahir, kadang kala ditemukan retinoblastoma pada neonatus. Umumnya tumor mengenai satu mata, sekitar 1/3 dapat terjadi bilateral.1
10
Terdapat dua jenis pola terjadinya retinoblastoma : sporadik dan herediter. 30-40% pasien terkena secara herediter, kromosom mutasi terdapat di semua sel somatik dan sel germinal, 1/3 dari pasien memiliki riwayat keluarga, pada pasien sisanya mutasi pertama kali terjadi pada sel germinal, pola hereditas secara autosomal dominan. Tumor umumnya mengenai kedua mata dan dapat multifocal, insiden retinoblastoma di kalangan saudara kandungnya lebih tinggi dari orang normal, sedangkan kejadian retinoblastoma di antara keturunannya nyaris mencapai 50%. Mutasi autosom pada pasien sporadic hanya terbatas pada sel retinal, biasanya tanpa riwayat keluarga, juga tidak diturunkan ke keturunannya, invasi tumor biasanya unilateral dan monofokal. 1 Penelitian terhadap gen retinoblastoma telah membuat kita mengerti bahwa gen retinoblastoma adalah sepasang gen resesif di lengan panjang kromosom nomor 13 bersifat menghambat timbulnya retinoblastoma. Mutasi pada salah satu alel tidak cukup menimbulkan tumor, diperlukan mutasi dua alel barulah timbul tumor. Karena gen retinoblastoma memiliki peluang mutasi ke dua yang sangat tinggi, dapat mencapai 90%, maka manifestasi hereditasnya sebagai herediter dominan. Pasien yang hidup setelah terapi retinoblastoma, peluang timbulnya tumor kedua adalah sangat tinggi yang relatif sering ditemukan adalah sarkoma jaringan lunak., osteoma, terutama osteosarcoma, juga karsinoma mammae dan karsinoma sel kecil paru. Selain itu sekitar 5% anak disertai sindroma delesi lengan panjang kromosom 13, manifestasinya berupa mikrosefalus, tulang nasal anterior melebar, jarak kedua mata melebar, ada skin tag di kantus medial, blefaroptosis, mikrognatus, dll. Kelainan yang jarang ditemukan termasuk retardasi mental, pertumbuhan terhambat. 1 Gen retinoblastoma berdekatan dengan gen lipase D yang biasanya terdapat di dalam eritrosit dan diturunkan secara bersamaan. Oleh karena itu, mengukur aktifitas lipase D eritrosit dapat membantu menemukan karier delesi kromosom 13p14. Tapi gen lipase D dari retinoblastoma herediter biasanya tidak hilang, oleh karena itu manfaat pemeriksaan lipase D terbatas. Terdapat berbagai pola hilangnya fungus gen RB, sebagian dapat dideteksi
11
dengan metode sitogenetik, adakalanya memakai Shoutern Blots atau prober gen untuk menemukannya. 1
IV. Etiologi
Retinoblastoma semula diperkirakan terjadi akibat mutasi suatu gen dominan autosom, tetapi sekarang diduga bahwa suatu alel di satu lokus di dalam pita kromosom 13q14 yang mengontrol tumor bentuk herediter dan non-herediter. Gen retinoblastoma normal yang terdapat pada semua orang adalah suatu gen supresor atau anti-onkogen. Individu dengan penyakit yang herediter memiliki suatu alel yang terganggu di setiap sel tubuhnya, apabila alel pasangannya di sel retina yang sedang tumbuh mengalami mutasi spontan, terbentuklah tumor.3,4 Pada bentuk yang nonherediter, kedua alel gen retinoblastoma normal di sel retina yang sedang tumbuh diinaktifkan oleh mutasi spontan. Pada penderita yang bertahan hidup (5% dari kasus baru yang orang tuanya sakit atau mereka mengalami mutasi sel germinativum) memiliki kemungkinan hampir 50% menghasilkan anak yang sakit.
3,4
V. Anatomi
Mata adalah organ penglihatan yang terletak dalam rongga orbita dengan struktur sferis dengan diameter 2,5 cm berisi cairan yang dibungkus oleh tiga lapisan. Dari luar ke dalam, lapisan – lapisan tersebut adalah : (1) sklera/kornea, (2) koroid/badan siliaris/iris dan (3) retina. Sebagian besar mata dilapisi oleh jaringan ikat yang protektif dan kuat di sebelah luar, sklera, yang membentuk bagian putih mata. Di anterior (ke arah depan), lapisan luar terdiri atas kornea transparan tempat lewatnya berkas – berkas cahaya ke interior mata. Lapisan tengah di bawah sklera adalah koroid yang sangat berpigmen dan mengandung pembuluh-pembuluh darah untuk memberi makan retina. Lapisan paling dalam di bawah koroid adalah retina, yang terdiri atas lapisan yang sangat berpigmen di sebelah luar dan sebuah lapisan saraf di dalam. Retina
12
mengandung sel batang dan sel kerucut, fotoreseptor yang mengubah energi cahaya menjadi impuls saraf.5
Gambar 1 : Anatomi Mata
6
a. Retina
Retina adalah selembar tipis jaringan saraf yang semitransparan dan multilapis yang melapisi bagian dalam dua per tiga posterior dinding bola mata. Retina membentang ke depan hampir sama jauhnya dengan korpus siliare dan berakhir di tepi ora serata.5 Retina dibentuk dari lapisan neuroektoderma sewaktu proses embriologi. Retina berasal dari divertikulum otak bagian depan (proencephalon). Pertamatama vesikel optic terbentuk kemudian berinvaginasi membentuk struktur mangkuk berdinding ganda, yang disebut optic cup. Dalam perkembangannya, dinding luar akan membentuk epitel pigmen sementara dinding dalam akan membentuk sembilan lapisan retina lainnya. Retina akan terus melekat dengan proencephalon sepanjang kehidupan melalui suatu struktur yang disebut traktus retinohipotalamikus.5.,7 Retina atau selaput jala merupakan bagian mata yang mengandung reseptor yang menerima rangsangan cahaya. Retina berbatasan dengan koroid dan sel epitel pigmen retina. Retina terdiri atas 2 lapisan utama, yaitu lapisan luar yang
13
berpigmen dan lapisan dalam yang merupakan lapisan saraf. Lapisan saraf memiliki 2 jenis sel fotoreseptor, yaitu sel batang yang berguna untuk melihat cahaya dengan intensitas rendah, tidak dapat melihat warna, untuk penglihatan perifer dan orientasi ruangan sedangkan sel kerucut berguna untuk melihat warna, cahaya dengan intensitas inggi dan penglihatan sentral. Retina memiliki banyak pembuluh darah yang menyuplai nutrient dan oksigen pada sel retina. 5,7 Lapisan-lapisan retina dari luar ke dalam :5,7 1.
Epitel pigmen retina.
2.
Lapisan fotoreseptor, terdiri atas sel batang yang mempunyai bentuk ramping dan sel kerucut merupakan sel fotosensitif.
3. Membran limitan eksterna yang merupakan membran ilusi. 4. Lapisan nukleus luar, merupakan susunan lapis nukleus kerucut dan batang. 5. Lapisan pleksiform luar, yaitu lapisan aseluler yang merupakan tempat sinapsis fotoreseptor dengan sel bipolar dan horizontal. 6. Lapisan nukleus dalam, merupakan tubuh sel bipolar, sel horizontal dan sel Muller. Lapisan ini mendapat metabolisme dari arteri retina sentral. 7. Lapisan pleksiform dalam, merupakan lapisan aseluler tempat sinaps sel bipolar, sel amakrin dengan sel ganglion. 8. Lapisan sel ganglion yang merupakan lapisan badan sel dari neuron kedua. 9. Lapisan serabut saraf merupakan lapisan akson sel ganglion menuju ke arah saraf optik. Di dalam lapisan ini terdapat sebagian besar pembuluh darah retina. 10. Membran limitan interna, merupakan membran hialin antara retina dan badan kaca. Vaskularisasi Retina
Retina menerima darah dari dua sumber, yaitu arteri retina sentralis yang merupakan cabang dari arteri oftalmika dan khoriokapilari yang berada tepat di luar membrana Bruch. Arteri retina sentralis memvaskularisasi dua per tiga sebelah dalam dari lapisan retina (membran limitans interna sampai lapisan inti dalam), sedangkan sepertiga bagian luar dari lapisan retina (lapisan plexiform luar
14
sampai epitel pigmen retina) mendapat nutrisi dari pembuluh darah di koroid. Arteri retina sentralis masuk ke retina melalui nervus optik dan bercabang-cabang pada permukaan dalam retina. Cabang-cabang dari arteri ini merupakan arteri terminalis tanpa anastomose. Lapisan retina bagian luar tidak mengandung pembuluh-pembuluh kapiler sehingga nutrisinya diperoleh melalui difusi yang secara primer berasal dari lapisan yang kaya pembuluh darah pada koroid. 5,7 Pembuluh darah retina memiliki lapisan endotel yang tidak berlubang, membentuk sawar darah retina.Lapisan endotel pembuluh koroid dapat ditembus. Sawar darah retina sebelah luar terletak setinggi lapisan epitel pigmen retina. Fovea sentralis merupakan daerah avaskuler dan sepenuhnya tergantung pada difusi sirkulasi koroid untuk nutrisinya. Jika retina mengalami ablasi sampai mengenai fovea maka akan terjadi kerusakan yang irreversibel. 5,7 Innervasi Retina
Neurosensoris pada retina tidak memberikan suplai sensibel. Kelainankelainan yang terjadi pada retina tidak menimbulkan nyeri akibat tidak adanya saraf sensoris pada retina. Untuk melihat fungsi retina maka dilakukan pemeriksaan subyektif retina seperti : tajam penglihatan, penglihatan warna dan lapangan pandang. Pemeriksaan obyektif adalah elektroretinogram (ERG), elektro-okulogram (EOG) dan visual evoked respons (VER). Salah satu pemeriksaan
yang
dilakukan
untuk
mengetahui
keutuhan
retina
adalah
pemeriksaan funduskopi.5,7
Gambar 2 : Foto Fundus: Retina Normal. Makula lutea t erletak 3-4 mm ke arah temporal dan sedikit di bawah disk optik, diameter vena 1,5 kali lebih besar dari arteri.8
15
VI. Patogenesis
Retinoblastoma menunjukkan berbagai macam pola pertumbuhan, yaitu: 1. Pertumbuhan endofitik
Pertumbuhan endofitik terjadi saat tumor menembus membran limitans interna dan memiliki gambaran massa berwarna putih sampai krem yang menunjukkan tidak adanya pembuluh darah superfisial atau pembuluh darah tumor irregular yang kecil. Pola pertumbuhan ini biasanya berhubungan dengan vitreous seeding , di mana fragmen kecil dari jaringan menjadi terpisah dari tumor utama. Pada beberapa keadaan, viteous seeding dapat meluas menyebabkan sel tumor terlihat sebagai massa-massa spheroid yang mengapung pada viteous dan bilik mata depan, menyerupai endoftalmitis atau iridosiklitis dan mengaburkan massa tumor primer. 5
Gambar 3: Retinoblastoma endofitik.
7,10
2. Pertumbuhan eksofitik.
Pertumbuhan eksofitik terjadi pada celah subretinal. Pola pertumbuhan ini biasanya berhubungan dengan akumulasi cairan subretinal dan terjadinya robekan pada retina. Sel tumor menginfiltrasi melalui membran bruch ke koroid dan kemudian menginvasi nervus siliaris. 10
16
7,10
Gambar 4: Retinoblastoma eksofitik 3. Pertumbuhan infiltrasi difus.
Jenis pertumbuhan ini merupakan jenis pertumbuhan yang jarang di mana
hanya
1,5%
dari
seluruh
pola
pertumbuhan
retinoblastoma.
Pertumbuhan ini dikarakteristikkan dengan infiltrasi datar pada retina oleh sel tumor tanpa massa tumor yang tampak jelas. Massa putih yang biasanya yang terlihat pada jenis pola pertumbuhan retinoblastoma jarang terjadi. 10
Gambar 5: Retinoblastoma infiltrat difus
11,12
4. Klasifikasi
Klasifikasi
Reese-Ellsworth
adalah
metode
penggolongan
retinoblastoma intraokular yang paling sering digunakan, tetapi klasifikasi ini tidak menggolongkan Retinoblastoma ekstraokular. Klasifikasi diambil dari
17
perhitungan jumlah, ukuran, lokasi tumor dan dijumpai atau tidak dijumpai adanya vitreous seeding. 5 5
Klasifikasi Reese-Ellswort Group I
Tumor Soliter, ukuran kurang dari 4 diameter disc, pada atau di belakang equator.
Tumor Multipel, ukuran tidak melebihi 4 diameter disc, semua pada atau di belakang equator.
Group II
Tumor Soliter, ukuran 4-10 diameter disc, pada atau di belakang equator.
Tumor Multipel, ukuran 4-10 diameter disc, di belakang equator.
Group III
Ada lesi di anterior equator dan tumor Soliter lebih besar 10 diameter disc di belakang equator. Group IV
Tumor Multipel, beberapa besarnya lebih besar dari 10 diameter disc.
Ada lesi yang meluas ke anterior ora serrata.
Group V
Massive Seeding melibatkan lebih dari setengah retina Vitreous seeding
Stadium Klinis
Pada retinoblastoma didapatkan diklasifikasikan berdasarkan klinisnya di mana terdapat empat stadium, yaitu: 7
1. Stadium tenang
Pada stadium ini berlangsung selama 6 bulan sampai dengan 1 tahun. Selama stadium ini, mungkin akan menunjukkan gejala antara lain:
18
Leukokoria atau yell owish-wh it e papil lar y r ef lex.
Pada pupil tampak refleks kuning yang disebut “amauroticcat’s eye”. Hal inilah yang menarik perhatian orang tuanya untuk kemudian berobat. Ini merupakan gejala yang paling umum terlihat pada stadium ini.
Strabismus
Biasanya konvergen. Dapat terjadi pada beberapa kasus.
Nystagmus
Merupakan gejala yang jarang terjadi. Biasanya terlihat pada kasus retinoblastoma yang bilateral.
Gangguan penglihatan.
Ini sangat jarang terjadi. Gangguan penglihatan terjadi apabila tumor baru muncul pada usia 3-5 tahun, anak mungkin akan mengeluhkan adanya gangguan penglihatan.
Opthalmoscopi
Pada pemeriksaan ophalmoscopi terdapat 2 tipe retinoblastoma, yaitu endofilik retinoblastoma dan eksofilik retinoblastoma
2. Stadium glaukoma
Tumor
menjadi
besar,
menyebabkan
tekanan
intraokuler
meningkat(glaukoma sekunder) yang disertai rasa sakit yang sangat. Media refrakta keruh, pada funduskopi sukar menentukan besarnya tumor.
3. Stadium ekstraokuler
Tumor menjadi lebih besar, bola mata membesar menyebabkan eksoftalmus kemudian dapat pecah ke depan sampai ke luar dari rongga orbita disertai nekrosis di atasnya. Pertumbuhan dapat pula terjadi ke belakang sepanjang N. II dan masuk ke ruang tengkorak. Penyebaran ke kelenjar getah bening, dapat masuk ke pembuluh darah untuk kemudian menyebar ke seluruh tubuh.
19
4. Stadium metastasis
Hal ini ditandai dengan keterlibatan struktur yang jauh, antara lain: a. Limfogen, pertama terjadi di preaurikuler dan kelenjar gentah bening yang terdekat. b. Direct extension, pada umum mengenai saraf optik dan otak. c. Hematogen, melibatkan tengkorak dan tulang lainnya. Metastasis ke organ lain biasanya ke hati, ini relatif jarang.
Gambar
6:
Leukokoria
pada
Gambar 7: stadium II (stadium
stadium I (stadium tenang) 13
glaukoma) 2
Gambar 8: stadium III (stadium ekstraokuler)
2
20
5. Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Diagnosis pasti dari retinoblastoma intraokuler hanya dapat ditegakkan dengan pemeriksaan patologi anatomi, akan tetapi karena tindakan biopsi merupakan kontraindikasi, maka untuk menegakkan diagnosis digunakan beberapa sarana pemeriksaan sebagai sarana penunjang. 14
Gejala Klinik
Gejala klinik subjektif pada pasien retinoblastoma sukar karena anak tidak memberikan keluhan. Tapi kita harus waspada terhadap kemungkinan retinoblastoma. Lebih dari 75% anak-anak dengan retinoblastoma yang pertama kali dicatat mempunyai “pupil putih” yang mana dokter menyebutnya “Leukokoria” yang seolah bersinar bila kena cahaya seperti mata kucing “Amaurotic cat’s eye”, atau strabismus, atau kemerahan dan nyeri pada mata (biasanya disebabkan glaukoma). Jika dalam perkembangan anak terjadi iritasi kemerahan yang menetap, hal ini dapat menggambarkan inflamasi atau pseudo-inflamasi pada mata, 9% pasien retinoblastoma dapat berkembang dengan simptom ini. Tanda lain yang jarang diper lihatkan pada retinoblastoma termasuk anisokoria, perbedaan warna pada iris (heterochromia), berair, penonjolan ke depan pada mata (proptosis), katarak, dan pergerakan mata abnormal (nistagmus).5,7 Penyakit ini jarang sekali didapatkan dalam stadium dini. Hal ini disebabkan massa tumor tidak terletak di daerah makula maka tidak akan menimbulkan gejala gangguan penglihatan. Terlebih lagi bila massa tumor hanya pada satu mata, sehingga mata yang normal dapat mengatasi fungsi penglihatan. Di samping itu, penyakit ini biasanya mengenai bayi dan anak kecil yang belum mampu mengemukakan keluhan-keluhan apabila terdapat gangguan fungsi mata, misalnya penglihatan menjadi kabur. Orang tua tidak menyadari kelainan yang terjadi pada anaknya. Stadium dini biasanya didapatkan pada pemeriksaan funduskopi rutin secara kebetulan atau apabilatumor terdapat di makula retina dan menyebabkan mata juling karena
21
binokuler vision penderita terganggu. Gejala juling inilah membawa penderita atau orang tua penderita pergi ke dokter. 5 Dalam beberapa tahun terakhir ditemukan pada beberapa anak dengan retinoblastoma juga dapat terjadi pineablastoma. Tumor pineal mempunyai banyak persamaan dengan retinoblastoma dari aspek embrogenic, patologik dan immunologik. Tumor pineal dapat dideteksi dengan CT atau MRI. Pada kebanyakan kasus anak-anak meninggal karena retinoblastoma mempunyai hubungan dengan kertelibatan intrakranial metastasis melalui nervus optik dan subarachnoid space. Pinealoblastoma atau neoplasm parasellar lain ( “trilateral retinoblastoma’) biasanya tersalah diagnosis sebagai metastasis retinoblastoma ke otak.2
Ex amin ation under anaesthesia.
Pemeriksaan
ini
dilakukan
pada
setiap
kasus
yang
dicurigai
retinoblastoma. Pada pemeriksaan ini dilakukan pemeriksaan fundus pada kedua bola mata setelah pupil dimidriasiskan dengan menggunakan atropin, untuk mengukur tekanan intraokuler dan diameter dari kornea. 7
Pemeriksaan Laboratorium
Spesimen darah harus diambil tidak hanya dari pasien tetapi juga dari orang tua untuk analisa DNA. Ada metode direk dan indirek untuk analisis gen retinoblastoma. Metode direk bertujuan untuk menemukan mutasi inisial yang mempercepat pertumbuhan tumor, jadi pemeriksaan ini menentukan apakah mutasi terjadi pada sel benih pasien. Metode indirek digunakan pada kasus dimana mutasi awal tidak dapat terlokalisasi atau tidak jelas apakah mutasi tersebut ada. Assays level Enzyme Humor Aqeous digunakan untuk memperoleh informasi pada pasien dengan kecurigaan retinoblastoma. Laktat Dehidrogenase (LDH) adalah enzim glikolitik yang menggunakan glukosa sebagai sumber energi. Enzim ini terdapat dalam konsentrasi yang tinggi dalam sel yang aktif secara metabolis. Secara normal, konsentrasinya di dalam
22
serum dan aqeous humor rendah. Pada pasien dengan retinoblastoma menunjukkan peningkatan aktivitas LDH. 5
Radiologi
1. CT- scan Kranial dan Orbital metode sensitif untuk diagnosis dan deteksi kalsifikasi intraokuler dan menunjukkan perluasan tumor intraokuler bahkan pada keadaan tidak adanya kalsifikasi.5,7 2. USG berguna dalam membedakan retinoblastoma dari keadaan non neoplastik. USG berguna juga untuk mendeteksi kalsifikasi. 5,7 3. MRI
dapat
berguna
untuk
memperkirakan
derajat
diferensiasi
retinoblastoma namun tidak sespesifik CT-Scan karena kurangnya sensitivitas mendeteksi kalsium. MRI juga berguna dalam mengidentifikasi retinoblastoma yang berhubungan dengan perdarahan atau ablasio retina eksudatif.5 4. X-ray, pada daerah di mana USG dan CT-Scan tidak tersedia, pemeriksaan X-ray dapat merupakan modalitas untuk mengidentifikasi kalsium intraokular pada pasien dengan media opaq. 5,7
Gambar 9: Gambaran CT-Scan Kepala pada
Gambar 10: Gambaran CT-Scan Kepala
penderita retinoblastoma std. galukoma,
pada
tampak perluasan tumor pada intracranial
(intraocular)
penderita
retinoblastoma
23
Gambaran Histologi
Khas gambaran histopatologis Retinoblastoma yang biasanya dijumpai adanya Flexner-Wintersteiner rosettes dan gambaran fleurettes yang jarang. Keduanya dijumpai pada derajat terbatas pada diferensiasi sel retina. HomerWright rosettes juga sering dijumpai tapi kurang spesifik untuk retinoblastoma karena sering juga dijumpai pada tumor Neuroblastik lain. Kalsifikasi luas biasa dijumpai. 5,7,11 Tumor terdiri dari sel basofilik kecil ( retinoblast), dengan nukleus hiperkhromotik besar dan sedikit sitoplasma. Kebanyakan retinoblastoma tidak dapat dibedakan, tapi macam-macam derajat diferensiasi Retinoblastoma ditandai oleh pembentukan Rosettes, yang terdiri dari 3 tipe :
5,7
1. Flexner-wintersteiner Rosettes, yang terdiri dari lumen central yang dikelilingi oleh sel kolumnar tinggi. Nukleus sel ini lebih jauh dari lumen. 2. Homer-Wright Rosettes, rosettes yang tidak mempunyai lumen dan sel terbentuk mengelilingi masa proses eosinophilik 3. Flerettes adalah fokus sel tumor, yang mana menunjukkan differensiasi fotoreseptor, kelompok sel dengan proses pembentukan sitoplasma dan tampak menyerupai karangan bunga.
Gambar 11: Gambaran Struktur Retina
24
Gambar 12: Gambaran Histologi Retinoblastoma: Kalsifikasi LuasFlexner-Wintersteiner Rosettes
Gambar 13: Gambaran Histologi Retinoblastoma: Kalsifikasi Homer-Wright Rosettes
25
Gambar 14: Gambaran Histologi Retinoblastoma: Kalsifikasi Flerettes
6. Diagnosis Banding Stadium Leukokoria
Katarak congenital Merupakan kekeruhan pada lensa yang mulai terjadi sebelum atau
segera setelah lahir.11,12
Gambar 15: gambaran katarak kongenital
11
Retinopaty of Prematurity Hal ini merupakan gangguan mata pada bayi yang lahir prematur
yang disebabkan pertumbuhan pembuluh darah retina yang tidak sempurna sehingga dapat menyebabkan jaringan parut dan ablasio
26
retina. Semua bayi dengan berat lahir kurang dari 1500 gram atau usia kehamilan kurang dari 32 minggu berisiko mengalami retinophaty of prematurity. Terdapat lima stadium pada penyakit ini, yaitu : stadium 1 garis batas kabur (demarcation line), stadium 2 demarcation ridge atau elevated ridge, stadium 3 external fibrovascular tissue, stadium 4 subtotal retinal detachment , stadium 5 total retinal detachment .11,12
14
Gambar 16: gambaran stadium retinophaty of prematuri ty
Persistent Hyperplastic Primary Vitreous Merupakan kelainan kongenital yang sangat jarang terjadi.
Disebabkan karena terjadi persisten jaringan hyaloid vascular dan mesenkim dari vitreous primer embrio. Biasanya terjadi hanya pada satu mata dan ditemukan adanya mikroftalmus. 11,12
Gambar 17: gambaran PHVP
12
27
Stadium glaukoma
Glaukoma Kongenital Pada umumnya, gejala pertama yang timbul pada glaucoma kongenital adalah epifora, fotofobia, dan blefarospasme.Gejala ini muncul pada edema epitel kornea yang disebabkan oleh tekanan intraokuler yang meninggi. Juga terdapat buftalmus dan kekeruhan kornea (Haab’s Skiae).
Stadium Ekstra Okuler
Rhabdomyosarcoma Rhabdomyosarcoma adalah keganasan yang berkembang dari muskulus
skeletal. Terdiri dari 2 tipe, yaitu embryonal Rhabdomyosarcoma dan Alveolar Sarcoma. Gejalanya sesuai dengan tempat predileksinya. Tumor pada mata dapat mengakibatkan penonjolan bola mata atau pada anak dapat mengakibatkan juling.15
Gambar 18: gambaran Rhabdomyosarcoma
7.
15
Penatalaksanaan
Saat Retinoblastoma pertama di terapi yang paling penting dipahami bahwa Retinoblastoma adalah suatu keganasan. Saat penyakit ditemukan pada mata, angka harapan hidup melebihi 95% di negara barat. Walaupun dengan penyebaran ekstraokular, angka harapan hidup menurun sampai kurang dari 50%. Selanjutnya dalam memutuskan strategi terapi, sasaran pertama yang harus adalah
28
menyelamatkan kehidupan, kemudian menyelamatkan mata, dan akhirnya menyelamatkan visus. Managemen modern Retinoblastoma Intraokular sekarang ini dengan menggabungkan kemampuan terapi yang berbeda mencakup Enukleasi, Eksenterasi,Kemoterapi, Photocoagulasi, Krioterapi, External-Beam Radiation dan Plaque Radiotherapy.14 Penatalaksanaan Retinoblastoma berubah secara dramatis pada dekade yang lalu dan terus berkembang. External Beam Radiotherapy jarang digunakan sebagai terapi utama Retinoblastoma Intraokular karena berhubungan dengan deformitas kraniofacial dan tumor sekunder pada daerah radiasi. Enukleasi primer pada Retinoblastoma unilateral lanjut masih direkomendasikan untuk menghindari efek samping kemoterapi sistemik Dihindari manipulasi yang tidak diperlukan pada bola mata dan sepanjang saraf optikus untuk menghindari penyebaran tumor ke ekstraokular.14 Enukleasi
Enukleasi masih menjadi terapi definitif untuk Retinoblastoma.Walaupun beberapa dekade terakhir terjadi penurunan frekuensi enukleasi baik pada kasus unilateral maupun bilateral 12. Enukleasi dipertimbangkan sebagai intervensi yang tepat jika :
Tumor melibatkan lebih dari 50% bola mata
Dugaan terlibatnya orbita dan nervus optikus
Melibatkan segmen anterior dengan atau tanpa Glaukoma Neovaskular.
14
Kemoterapi
Kemajuan yang berarti dalam penatalaksaan Retinoblastoma Intraokular Bilateral pada dekade terakhir masih menggunakan kemoterapi sistemik primer. Pemberian kemoterapi sistemik mengurangi ukuran tumor, berikutnya dapat menggunakan gabungan fokal terapi dengan Laser, Krioterapi atau Radioterapi, perubahan ini dapat terjadi sebagai akibat kamajuan dalam terapi kedua tumor otak dan metastasis Retinoblastoma. Sekarang ini regimen kombinasi bermacammacam seperti Carboplatin, Vincristine, Etoposide dan Cyclosporine. Anak-anak yang mendapat obat kemoterapi secara intravena setiap 3-4 minggu untuk 4-9 siklus kemoterapi.14
29
Kemoterapi sistemik primer (chemoreduction) diikuti oleh terapi lokal (gabungan) sekarang secara lebih sering digunakan vision-sparing tecnique. Kebanyakan
studi
Chemoreduction
untuk
Retinoblastoma
menggunakan
Vincristine, Carboplatin, dan Epipodophyllotoxin, lainya Etoposide atau Teniposide, tambahan lainya Cyclosporine. Agen pilihan sebaiknya bervariasi dalam jumlah dan siklus menurut lembaga masing-masing. Kemoterapi jarang berhasil bila digunakan sendiri, tapi pada beberapa kasus terapi lokal ( Kriotherapy,
Laser
Photocoagulation,
Thermotherapy
atau
Plaque
Radiotherapy) dapat digunakan tanpa Kemoterapi. Efek samping terapi Chemoreduction antara lain hitung darah yang rendah, rambut rontok, tuli, toksisitas renal, gangguan neurologik dan jantung. Leukemia myologenous akut pernah
dilaporkan
setelah
pemberian
regimen
chemoreduction
termasuk
etoposide. Pemberian kemoterapi lokal sedang diteliti, berpotensi meminimalkan komplikasi sistemik.14 Per iocul ar Chemotherapy
Periocular Chemotherapy yang akan datang dimasukkan dalam COG trial berdasarkan pada data terbaru penggunaan carboplatin subconjunctiva sebagai terapi Retinoblastoma pada percobaan klinis phase 1 dan 2, keduanya baik vitreous seeding dan tumor retina didapati adanya respon terhadap terapi ini. Toksisitas lokal minor berupa orbit myositis pernah dilaporkan setelah pemberian Carboplatin subconjuctiva dan respon terhadap kortikosteroid oral, dan reaksi yang lebih berat termasuk optik atropi pernah dilaporkan. 14 Photocoagul ation dan H yper thermi a
Xenon dan Argon Laser (532 nm) secara tradisional digunakan untuk terapi Retinoblastoma yang tinggi apek kurang dari 3mm dengan dimensi basal kurang dari 10 mm, 2-3 siklus putaran Photocoagulation merusak suplai darah tumor, selanjutnya mengalami regresi. Laser yang lebih berat digunakan untuk terapi langsung pada permukaan tumor. Laser diode (8-10mm) digunakan sebagai hyperthermia. Penggunaan langsung pada permukaan tumor menjadikan temperatur tumor sampai 45-60oC dan mempunyai pengaruh sitotoksik langsung yang dapat bertambah dengan Kemoterapi dan Radioterapi. 14
30
Krioterapi
Juga efektif untuk tumor dengan ukuran dimensi basal kurang dari 10mm dan ketebalan apical 3mm. Krioterapi digunakan dengan visualisasi langsung dengan Triple Freeze-Thaw Technique. Khususnya Laser Photoablation dipilih untuk tumor pada lokasi posterior dan cryoablation untuk tumor yang terletak lebih anterior.Terapi tumor yang berulang sering memerlukan kedua tekhnik tersebut. Selanjut di follow up pertumbuhan tumor atau komplikasi terapi. 14 Ex ter nal -Beam Radi ation Therapy
Tumor Retinoblastoma respon terhadap radiasi, digunakan teknik terbaru yang dipusatkan pada terapi radiasi megavoltage, sering memakai LensSparingTechnique, untuk melepaskan 4000-4500 cGy dengan interval terapi lebih dari 4-6 minggu.Khusus untuk terapi pada anak Retinoblastoma bilateral yang tidak respon terhadap Laser atau Krioterapi.Keselamatan bola mata baik, dapat dipertahankan sampai 85%.Fungsi visual sering baik dan hanya dibatasi oleh lokasi tumor atau komplikasi sekunder.14 Dua hal penting yang membatasi pada penggunaan External Beam Radiotherapy dengan teknik sekunder adalah: 14 1. Gabungan mutasi germline gen RB1 dengan peningkatan umur hidup pada resiko
kedua,
osteosarcoma)
tidak yang
tergantung
pada
dieksaserbasisi
keganasan
oleh
primer
paparan External
(seperti Beam
Radiotherapy. 2. Sequele yang dihubungkan dengan kekuatan Radiotheraphy meliputi midface hypoplasia, Radiation Induced-Cataract , dan Radiation Optic Neuropathy dan Vasculopathy. 3. Bukti menunjukkan kemampuan terapi yang dikombinasi menggunakan External Beam Radiotherapy dosis rendah dan Kemoterapi diperbolehkan untuk
meningkatkan
keselamatan
bola
mata
dengan
menurunkan
morbiditas radiasi. Sebagai tambahan penggunaan kemoterapi sistemik dapat
memperlambat
kebutuhan
E xternal
Beam
Radiotherapy,
memberikan perkembangan orbita yang baik dan secara bermakna
31
menurunkan resiko malignansi sekunder sewaktu anak berumur satu tahun.
Plaque Radiotherapy ( B r achytherapy )
Radioactive Plaque terapi dapat digunakan pada terapi penyelamatan mata dimana terapi penyelamatan bola mata gagal untuk menghancurkan semua tumor aktif dan sebagai terapi utama terhadap beberapa anak dengan ukuran tumor relatif kecil sampai sedang.Teknik ini secara umum dapat digunakan pada tumor yang dengan diameter basal kurang dari 16mm dan ketebalan apical 8 mm. Isotop yang lebih sering digunakan adalah lodine 125 dan Ruthenium 106. 14
XI.
Prognosis
Prognosis retinoblastoma stadium dini terutama ditujukan untuk preservasi visus, itu berkaitan erat dengan stadium intraocular dini atau lanjut. Bila tumor sudah keluar dari bola mata,n prognosis ditujukan pada angka survival. Factor prognostic yang berhubungan terbalik dengan angka survival adalah penyebaran orbita, system saraf pusat dan metastasi jauh. Angka kesembuhan stadium I intraocular 95%, kesembuhan stadium II 87%, angka survival stadium III-V 75%. Pasien dengan invasi orbita dan metastasi jauh, angka survival menurun tajam. 1
32
DAFTAR PUSTAKA
1.
Desen Wan. Retinoblastoma. In : Buku Ajar Onkologi Klinis Edisi 2.Jakarta.2008:P.647-54
2.
Alberth Daniel M, Poland A. Clinical Overview Retinoblastoma. In: Ocular Oncology. New York.2003:P.19-34
3.
Daniel G. Vaughan et all. Oftalmologi Umum. Edisi 17. Widya Medika. Jakarta. 2010: 207-11, 360-3, 368-71
4.
American Acedemy of Ophtalmology, Ophthalmic Phatology and Intraocular Tumors, Section 4 th, 17th edition, 2011-2012:P.299-313
5.
Manchelle AventuraIsidro. Retinoblastoma. [online] Januari 2014. Avaible from: http://emedicine.medscape.com/article/1222849overview
6.
http://eyemakeart.wordpress.com/2009/07/03/anatomi-mata/
7.
Khurana, AK. Retinoblastoma. In: Comprehensive Ophthalmology. 4 th edition. 2007:P.279-85
8.
Anonim.
[online]
Januari
2014
http://www.illinoisretinainstitute.com/index.php?p=1_6_Normal-Retina 9.
Anonim.
[online]
Januari
2014
http://www.mrcophth.com/pathology/retinoblastoma/retinoblastoma.html 10. K.Lang, Gerald,Ophtalmology A Short Text Book, Thieme Stuttgart, New York,2000:P.353-7 11. Razek A K K A, Elkhamary S, MD. MRI of Retinoblastoma. The British Journal of Radiology. Saudi Arabia. 2011:775-84. [online] Januari 2014 http://bjr.birjournals.org/content/84/1005/775.full.pdf+html 12. Jr. Eagle, C Ralph. Retinoblastoma and Simulating Lesions. Chapter 21. [online]
Januari
2014.
http://www.oculist.net/downaton502/prof/ebook/duanes/pages/v9/ch021/012f .html 13. Kiss S, Leiderman YI, Mukai S. Diagnosis, Classification, and Treatment of Retinoblastoma. In: International Ophtalmologhy Clinic. P 135-47
33