BAB I Pendahuluan I.1 Latar belakang
Peny Pe nyakit akit infeks infeksii merupakan merupaka n suatu penyakit yang disebabka diseba bkan n karena kar ena adanya ada nya mikroba patogen seperti sepe rti bakteri, virus, virus, jamur jamur maupun maupun parasi paras it. Peny Pe nyakit akit infek s i dianggap dianggap sebagai seb agai salah satu penyebab penyeba b utama utama tinggin tingginya ya angka kesakitan kes akitan (mordibity (mordibity)) dan da n angka kemati ke matian an (mortality) mortality) pada negara berkembang seperti sepe rti Indonesia. Indonesia. 1 Salah satu sat u penyakit yang disebabka diseba bkan n oleh infeksi infeksi yaitu penyakit hep hepatiti atitis. s. Hepat He pat itis it is merupakan merupaka n peny pe nyakit akit infeks infeksii pada pa da hati yang disebabka diseba bkan n oleh oleh virus virus hepatitis. hep atitis. A, B, C, D atau E berifat berifat akut maupun maupun kroni k ronik. k. Hepatitis Hepatitis termasuk termasuk dalam golonga golonga n peny penyakit akit infeksi menu enular, yang ang peny penyebaranny ebarannyaa dapat melalui elalui makanan akanan,, air air atau cairan tubuh.2 Penyakit infeksi hepatitis menurut World Health Organization (WHO) 2017 menempat menempatii urutan ketujuh penyak penyakit it peny pe nyeba ebab b kematian di seluruh dunia. dunia. Hal ini mengalami peningkatan dari tahun 1990 – 2013. Pada tahun tahun 2015, dilapor dilapork kan bahwa bahwa 90% pasien pasien hepatitis epatitis terdiag terdiagn nosa
hepatiti epatitiss
B dan C kroni kronik sisanya sisanya
terdiag terd iagnosa nosa hepatitis A atau ata u E akut didunia. didunia. 3 Pada daerah daera h Asia Asia Tenggara, Tenggara, dilapor dilaporkan kan bahwa hepatitis B kronik kronik menga menga la m i peni peningkatan kejadian kejadian dari tah tahu un – tahu – tahun n sebelum s ebelumya. ya. Pada tahun tahun 2015 2 015 diperkira k a n sekitar 39,4 (28,8 – 76,5) 76, 5) juta orang didunia didunia terd t erdiagn iagnosa osa penyakit hepatitis B kronik. kronik. Berbeda Berbe da dari hepatitis hepatitis B kronik, kronik, hepatiti hepatitiss C kronik kronik juga juga diperki diperk irakan terjad terja d i pada 10,3 (7,0 – 17,8) 17,8 ) juta juta orang ora ng pada daerah daera h ini ini..
Kedua Ke dua penyaki penyakitt
ini
bertang bertanggungjawab ungjawab atas terjadi terjadin nya 410.000 kemati kematian an per tahu tahunnya, 78% dian dianta ta ra kematian tersebut disebabkan oleh komplikasi yang terjadi yaitu penyakit sirosis hepatik dan d an kanker kanker hati akibat hepatitis hepatitis B dan C kronik. kronik. 3 Berdasarkan Berdasa rkan data d ata WHO 2017, Indonesia Indonesia termasuk termasuk dalam negara negara yang yan g memiliki tingkat endemisitas intermediate terhadap peny p enyakit akit hepati hepa titi tiss di wila wilaya ya h Asia Tenggara. Tenggara. Prevalen Pre valensi si ditem d itemuka ukannya nnya HBsAg untuk untuk negara negara dengan tingk tingkaa t tersebut adalah berkisar 2 – 2 – 7 7 %. Angka Angka kompl k omplikas ikasii yang ditim ditimb ulkan ulka n oleh infe infek ks i hepatitis hepatitis juga juga cuku c ukup p tinggi tinggi.. Data WHO 2017 menjelaska enjelaska n bahwa angka angka kejadia ke jadia n hepatitis hepatitis di daerah daera h Asia Asia Tenggara Tenggara pada tahun 2015 yang yang meny menyebab ebabkan kan kemat ian ia n
1
berupa berupa hepatitis epatitis akut akut yang ang mencapai encapai 22%, sedang sedangkan hepatiti epatitiss kroni kronik mencap encap a i 78% deng de ngan an kompli k omplikas kas i sirosis sirosis yang ditimbu ditimbulkan lkan hampir hampir menca mencapai pai 83% 8 3% dan kanke ka nkerr hati 17%.4 Pada Pad a tahun tahun 2013, 20 13, riset kesehatan kese hatan dasar (Riskesd (Riskesdas) as) telah melaku melakuk kan pendataan pendataan terbaru terbaru meng engenai enai ang angka kejadian kejadian hepatiti epatitiss di Indon Indonesi esiaa dan didapatka didapatka n preval prevalen ensi si hepatitis epatitis 2013 adalah adalah 1,2 persen, persen, dua dua kali kali lebih ebih tin tinggi diban dibandi dingk ngk a n 2007.2
Gamb ambar 1. Angka Angk a kema ke matian tian akiba ak ibatt kompli komplikas kas i hep he patitis di wil wilaya ayah h Asia Asi a Tenggara tahun tahun 2015 20 15 .4
Ting Tinggi ginya nya
ang a ngka ka
kejadian keja dian hepatiti hepat itiss
serta s erta
tingginya tingginya
komplika komplikass i
yang yan g
ditim ditimb ulkan ulka n membuat membuat penti pe ntingnya ngnya pemahaman yang baik terhadap terhad ap hepatitis. hepat itis. Bila Bil a kejad ke jadian ian ini ini semakin mening meningka kat, t, kuali kualitas
dapat dap at memberikan emberika n dam da mpak pa k buruk terhada terhad a p
hidup hidup masyaraka masyarakatt serta mempengaruhi empengaru hi biaya biaya kesehatan ke sehatan yang yang har harus us
ditanggung ditanggung
menjadi
besar. be sar.
Kesinambungan Kesinambungan
antara
petugas petugas
kesehatan ke sehatan
dan
masyarakat dalam upaya pencegahan dini serta pengendalian hepatitis sangat diperlukan agar a gar tidak terjadiny terja dinyaa peningkata peningkata n angka kejadian. kej adian.
2
I.2. Tujuan
Tujuan penulisan laporan ini yaitu: 1. Sebagai salah satu syarat ujian kepaniteraan klinik Stase Ilmu Penyakit Dalam RS Kepresidenan RSPAD Gatot Soebroto. 2. Menambah ilmu dan wawasan tentang Ilmu Penyakit Dalam khususnya di bidang hepatologi tentang prinsip diagnosis dan tatalaksana penyakit hepatitis akut dan kronik.
3
BAB II Tinjauan Pustaka II.1 Anatomi dan fisiologi hati
Hati merupakan organ instestinal terbesar dengan berat mencapai 1,2 – 1,8 kg dengan berat rata-rata sekitar 1.500 gr atau 2% berat badan orang dewasa. Hati termasuk organ lunak yang lentur dan memiliki permukaan superior cembung yang terletak dibawah kubah kanan diafragma dan sebagian kubah kiri. Bagian bawa h hati berbentuk cekung. Hati memiliki 2 lobus utama yaitu kanan dan kiri. Lobus kanan terbagi menjadi segmen anterior dan posterior oleh visura segmentalis kanan yang tidak terlihat dari luar. Lobus kiri terbagi menjadi segmen medial dan lateral oleh ligamentum falsiformis yang terlihat dari luar 5,6 .
Gambar 2. Anatomi hati.5
Secara fisiologis, hati merupakan pusat dari metabolisme seluruh tubuh, merupakan sumber energi tubuh sebanyak 20% serta menggunaka n 20 – 25% oksigen darah. Beberapa fungsi yang dimiliki hati yaitu,5 a. Sebagai yang memetabolisme karbohidrat. b. Sebagai yang memetabolisme lemak. c. Sebagai yang memetabolisme protein. d. Fungsi hati sehubungan dengan pembekuan darah. e. Fungsi hati sebagai memetabolisme vitamin. f.
Fungsi hati sebagai detoksikasi.
g. Fungsi hati sebagai fagositosis dan imunitas.
4
h. Fungsi hemodinamik.
II.2 Definisi hepatitis
Hepatitis virus akut adalah suatu penyakit infeksi sistemik yang mengena i hati. Hepatitis virus akut dapat disebabkan oleh satu dari lima jenis virus hepat itis yaitu virus hepatitis A (HAC), virus hepatitis B (HBV), virus hepatitis C (HCV), virus hepatitis D (HDV), atau virus hepatitis E (HEV). Berbeda dengan hepatitis virus akut, hepatitis kronik memiliki pengertian yaitu serangkaian gangguan hati dengan penyebab dan derajat keparahan beragam yang disertai keadaan adanya peradangan serta terjadinya nekrosis hati berlanjut selama minimal 6 bulan.7
II.3 Prevalensi hepatitis
World Health Organization (WHO) menyatakan bahwa pada tahun 2015 penyakit virus hepatitis menyebabkan terjadinya kematian pada 1,34 juta orang didunia. Diperkirakan pada tahun 2017, terdapat 325 juta orang didunia yang terdiagnosa dengan penyakit hepatitis B kronik maupun hepatitis C kronik. 8 Hasil data riskesdas Indonesia tahun 2013 menyataka n bahwa prevalensi penyakit hepatitis didapatkan sebanyak 1,2%. Hasil ini dinyatakan meningkat dua kali lebih tinggi dibanding tahun 2007. Lima provinsi dengan prevalensi hepatitis tertinggi adalah Nusa Tenggara Timur (4,3%), Papua (2,9%), Sulawesi Selatan (2,5%), Sulawesi Tengah (2,3%) dan Maluku (2,3%). Provinsi Nusa Tenggara Timur masih menjadi provinsi dengan prevalensi hepatitis tertinggi di Indonesia sejak tahun 2007.2
Gambar 3. Prevalensi kejadian hepatitis Indonesi a tahun 2007 & 2013 .2
5
II.4 Klasifikasi
Klasifikasi hepatitis dapat terbagi berdasarkan lama penyakit berupa akut atau kronik, yaitu:7 a. Akut Kasus hepatitis virus umumnya disebabkan satu dari lima jenis virus, yaitu virus hepatitis A (HAV), virus hepatitis B (HBV), virus hepatitis C (HCV), virus hepatitis D (HDV) dan virus hepatitis E (HEV).7 i.
Virus hepatitis A Virus hepatitis A termasuk virus RNA tidak berselubun g, memiliki ukuran 27 – 32 nm, resisten panas, asam, dan eter yang berasal dari genus hepatovirus famili picornavirus. Virus ini menular melalui jalur fekal – oral terutama minuman dan makanan yang terkontaminasi. Virus ini sangat stabil pada lingkungan dengan suhu 60°C selama 60 menit, namun dapat menjadi tidak aktif pada suhu 81°C selama 1 menit. Cara inaktivasi lainnya yaitu kontak dengan formaldehida dan klor in atau iraidasi ultraviolet. Virus hepatitis A resisten terhadap detergen dan pH rendah, sehingga virus ini dapat berpenetrasi ke saluran pencernaan mukosa lambung6,7,9 . Virus ini memiliki masa tunas sekitar empat minggu dan replikasinya terbatas pada hati, namun dapat ditemukan pada hati, darah, empedu dan juga tinja. Antibodi terhadap HAV (anti-HAV) dapat terdeteksi selama fase akut, ketika aktivitas aminotransferase meningkat dan pengeluara n HAV melalui tinja masih berlangsung. Respon antibodi tubuh awal berasal dari IgM anti - HAV menetap selama beberapa bulan dan pada masa konvalesens IgG anti – HAV menjadi antibodi predominan. Hal inilah yang menjadi dasar penilaian penyakit dalam masa akut bila ditemukan adanya IgM anti – HAV. Keberadaan Ig-G anti – HAV
sebagai
perlindungan
terhadap
infeksi
HAV
berulang.6,7,9
6
Gambar 4. Sk ema gambaran khas dan laboratorium hepatitis A akut.7
ii.
Virus hepatitis B Virus hepatitis B termasuk dalam virus dengan jenis DNA dengan ukuran yang sangat kecil sekitar 3200 bp dan termasuk golongan Hepadnaviridae. HBV memiliki beberapa bentuk partikel virion masing – masing ukuran partikel tersebut berbeda – beda. Partikel yang memiliki ukuran 22 nm berbentuk bulat atau filament
panjang,
partikel
ini
yang
paling
banyak
ditemukan dan tidak dapat dibedakan dengan protein selubung luarnya. Partikel lainnya berukuran besar kurang lebih 42 nm dengan dinding rangkap, berbentuk tubulus berupa virion utuh. Pada selubung permukaan luar virion yang berbentuk tubulus biasa ditemukan antigen permukaan hepatitis B atau HBsAg. Partikel berukuran 42 nm juga memiliki inti nukleokapsid yang disandi oleh gen C. Antigen yang diekspreskan di permuka an inti nukleokapsid disebut antigen inti hepatitis B atau Hepatitis B core antigen ( HBcAg). Suatu protein nukleokapisd
non
partikel yang larut dan juga merupakan produk gen C adalah antigen e hepatitis B atau HBeAg, namun secara imumolo gis HBeAg berbeda dengan HBcAg. 7,9
7
Gambar 5. Bagian partikel virus hepatitis B. 7
iii.
Virus Hepatitis C Virus hepatitis C sebelumnya dinamai dengan hepatitis non – A non – B. Virus ini termasuk RNA linier dengan rantai tunggal yang berasal dari genom flavivirus dan pestivirus, genus Hepacivirus dalam family Flaviviridae. RNA - HCV dapat terdeteksi sebelum kemunculan anti – HCV beberapa hari setelah terpajan dan selama berlangsung pajanan, namun pada infeksi kronis RNA - HCV terkadang hanya terdeteksi secara intermiten. Transmisi virus ini umumnya melalui darah seperti pada kegiatan transfuse.6,7,9
iv.
Virus Hepatitis D Virus Hepatitis D merupakan virus golongan RNA yang fungsinya bergantung pada bantuan yang disediakan oleh virus hepatitis
B dalam replikasinya.
HDV dapat menginfeks i
seseorang bersamaan dengan HBV (ko-infeksi) atau menginfek s i seseorang yang sudah terinfeksi HBV ( superinfeksi). Pada saat infeksi HDV akut, penanda yang mendominas i adalah anti – HDV kelas IgM.7 v.
Virus Hepatitis E Virus Hepatitis E termasuk dalam golongan Hepaviridae. Virus RNA ini berbentuk sferis, tidak memiliki selubun g,
8
memiliki diameter 27 -34 nm dan memiliki bentuk simetr i iksohedral. Virus ini stabil terhadap keadaan lingkungan dan bahan kimia, namun bila dibandingkan virus hepatitis A virus ini tidak lebih stabil. Infeksi virus hepatitis E dapat ditularka n melalui empat jalur yaitu melalui air, makanan seperti konsumsi daging merah yang kurang matang, transmisi melalui darah ata u parenteral serta melalui transmisi vertikal antara ibu dengan janin. Virus ini dapat terdeteksi di tinja, empedu dan hati. Penanda IgM anti – HEV dan IgG anti – HEV dapat dideteksi namun keduanya cepat turun setelah infeksi akut dan mencapai kadar rendah dalam 9 – 12 bulan. 6,7 b. Kronik Hepatitis virus kronik biasa terjadi pada pasien dengan hepatitis B dan C yang menjadi kronik serta pasien hepatitis D yang superimpose dengan hepatitis B kronik. 7 i.
Hepatitis B kronik Pada pasien memiliki
makna
hepatitis terhadap
B kronik,
gambaran
prognostik.
Selain
histologik gambaran
histologik, derajat replikasi HBV juga perlu diperhatikan. Pada infeksi kronik, dapat ditemukan hepatitis B e serum (HBeAg) baik yang reaktif maupun non-reaktif. Tingkat DNA - HBV juga memiliki
keterkaitan
dengan
cedera
hati
dan
resiko
perkembangan penyakit.7
Gambar 6. Gambaran serologis pada infeksi virus hepatitis B kronik .7
9
ii.
Hepatitis C kronik Hepatitis C kronik terjadi pada 50 – 70% setelah infeks i hepatitis C akut. Pada beberapa negara maju, infeksi HCV kronik menjadi indikasi utama dilakukannya transplantasi hati. 7
iii.
Hepatitis D kronik Penyakit ini dapat terjadi setelah masa ko-infeksi dengan HBV, namun angka kejadiannya tidak lebih tinggi dibanding kronisitas hepatitis B akut. Hal ini berarti meskipun ko – infek si HDV dapat meningkatkan keparahan hepatitis B akut, namun HDV tidak meningkatkan kemungkinan perkembangan menuju hepatitis B kronik. 7
II.5 Manifestasi klinis
Hepatitis virus akut akan terjadi setelah masa tunas yang bervariasi sesuai dengan virus penyebab. Gejala pada pasien hepatitis terbagi atas 3 fase yaitu fase pre – ikterik, fase ikterik dan fase perbaikan / konvalesens. Hampir semua fase antar virus sama gejalanya, namun ada beberapa ciri khas antar jenis infeksi7,9 . a. Fase pre-ikterik Fase ini terjadi 1 – 2 minggu sebelum fase ikterik. Biasa ditemukan gejala kontituasional seperti mual, muntah, anoreksia, mialgia, nyeri kepala, fotofobia, faringitis atau dapat juga batuk. Perubahan warna urin menjadi lebih gelap dan feses menjadi lebih pucat / dempul biasa ditemukan 1 – 5 hari sebelum fase ikterik. Pada infeksi hepatitis B juga biasa disert ai dengan demam yang tidak terlalu tinggi 9 . b. Fase ikterik Pada fase ini gejala konstitusional umumnya sudah membaik, namun timbul gambaran jaundice pada pasien. Umumnya terdapat nyeri perut kuadran kanan atas yang dapat terjadi akibat hepatomegali disertai penurunan berat badan ringan. Fase ini berlangsung 2 – 12 minggu. Pada infeksi hepatitis
B juga dapat ditemukan
splenomegali,
gambaran
kolestatik hingga adenopati servikal. Pada hepatitis C akut ditemukan gejala ikterik yang menyertai lebih lama durasinya.9 .
10
c. Fase perbaikan Gejala
konstitusional
sudah
menghilang
namun
hepatomegali
dan
keabnormalitasa n fungsi hati masih dapat ditemukan. Pada <1% kasus, dapat menjadi hepatitis
fulminant
yaitu terjadinya
ensefalopati dan
koagulopati dalam 8 minggu setelah gejala penyakit hati pertama kali9 .
II.6 Pemeriksaan penunjang
a. Hepatitis A Pemeriksaan yang dilakukan yaitu, i.
Serologi hepatitis A
IgM anti – HVA positif menandakan fase hepatitis A akut.
IgG anti – HVA positif menandakan pasien memiliki riwayat hepatitis A.9
ii.
Biokimia hati
Pada fase ikterik
ditemukan
kadar SGPT lebih tinggi
dibanding kadar SGOT.
Pada pasien yang ditemukan keadaan klinis ikterik pada sklera maupun kulit, kadar bilirubin yang ditemukan >2,5 mg/dL.
Alkalin fosfatse umumya normal atau meningkat sedikit.
Waktu protombin (PT) umumnya normal atau memanjang 1 – 3 detik. Peningkatan yang signifikan menunjukkan nekrosis hepatoselular yang ekstensif dan memiliki prognosis buruk.
Penurunan albumin serum jarang ditemukan pada hepatitis virus akut tanpa komplikasi.9
iii.
USG abdomen Biasa dilakuka n untuk mengetahui adakah penyait penyerta batu empedu. 9
b. Hepatitis B Pemeriksaan yang dilakukan yaitu, i.
Serologis hepatitis B
Pemeriksaan HBsAg dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya HBV dalam darah. Penanda ini merupak an
11
penanda virologik pertama yang dapat dideteksi dalam serum antara minggu ke 8 - 12. HBsAg menjadi tidak terdeteksi setelah fase ikterus dan jarang menetap hingga lebih dari 6 bulan. Hasil positif menandakan infeks i virus hepatitis B, hasil negatif menandakan hal sebaliknya.9,10
Pemeriksaan antibodi
anti-HBs
dilakukan
yang dihasilkan
untuk
oleh tubuh
mendeteksi
sebagai respon
terhadap antigen pada virus hepatitis B. biasa munc ul setelah HBsAg sudah tidak ada dalam serum. 7
Pemeriksaan anti-HBc terkadang dipengaruhi dari has il dua pemeriksaan lainnya yaitu pemeriksaan anti-HBs dan HBsAg. Penemuan anti-HBc dapat menjadi bukti serologik infeksi
HBV
yang
baru
atau
sedang
berlangsung.
Penemuan anti-HBc tanpa HBsAg dan anti-HBs dapat memiliki
arti adanya kemungkinan
penyebab infeksi
berasal dari transfusi.7,11
Pemeriksaan
IgM/IgG
anti-HBc
dilakukan
untuk
mengetahui lama seseorang telah terinfeksi HBV. Hasil IgM anti-HBc positif menandakan infeksi bersifat akut < 6 bulan,
sedangkan
IgG anti-HBc
negatif
menanda ka n
infeksi bersifat kronik.7,11
Pemeriksaan HBeAg dapat dilakukan sejak awal atau berbarengan
dengan
kemunculannya
yang
HBsAg.
Hal
ini
dikarenak an
dapat berbarengan
atau segera
setelah HBsAg.7
Pemeriksaan seberapa
HBV-DNA,
besar
bertujuan
HBV-DNA
dalam
untuk
mendeteksi
darah
dan
hasil
replikasinya pada urin seseorang. Pemeriksaan positif memiliki arti bahwa virus ini berkembang biak di dalam tubuh seseorang dan dapat menularka n virus kepada orang lain. Jika seseorang memiliki Hepatitis B infeks i virus kronis, kehadiran DNA virus berarti bahwa seseorang
12
mengalami
peningkatan
Pemeriksaan
ini
juga
risiko
untuk
digunakan
kerusakan
untuk
hati.
memanta u
efektivitas terapi obat untuk infeksi Virus Hepatitis B kronis serta dapat menjadi dasar perhitungan dimulain ya pengobatan.11
Gambar 7. Gambaran serologis pada infeksi virus hepatitis B akut.7
ii.
Biokimia hati Dilakukan pemeriksaan terhadap kadar SGPT, SGOT, gamma – glutamyl transpeptidase (GGT), alkalin
fosfatase,
bilirub in,
albumin, globulin, darah perifer lengkap dan waktu protromb in. Umumya ditemukan kadar SGPT lebih tinggi dibanding SGOT, namun bila perjalanan penyakit sudah menuju sirosis maka rasio tersebut dapat menjadi terbalik. Untuk pemeriksaan komplikas i berupa karsinoma hepatoseluler perlu dilakukan pemeriksaan αfetoprotein. 9 iii.
USG dan biopsi hati Pemeriksaan
ini
biasa
dilakukan
untuk
memilai
derajat
nekroinflamasi dan fibrosis pada kasus infeksi kronis dan sirsosis hati.9 iv.
Pemeriksaan lain Perlu dilakukan untuk mencari penyebab hati lain termas uk kemungkinan HIV.9
13
c. Hepatitis C Pemeriksaan yang dilakukan yaitu, i.
Serologis hepatitis C Dilakukan
dengan
metode
ELISA
atau
chemiluminescent
immunoassay (CLIA). Ddilakuka n pemeriksaan titer anti – HCV dan RNA – HCV. Hasil anti – HCV dapat ditemukan negatif palsu pada pasien HIV, hemodialisa, dan pengguna immunosupresan.9 ii.
Biokimia hati Dilakukan pemeriksaan terhadap kadar SGPT, SGOT, gamma – glutamyl transpeptidase (GGT),
alkalin
fosfatase,
bilirub i n,
albumin, globulin, darah perifer lengkap dan waktu protrombin. 9 iii.
USG dan biopsi hati Pemeriksaan
ini
biasa
dilakukan
untuk
memilai
derajat
nekroinflamasi dan fibrosis pada kasus infeksi kronis dan sirsos is hati.9 iv.
Pemeriksaan lain Perlu dilakukan untuk mencari penyebab hati lain termasuk kemungkinan HIV atau ko – infeksi hepatitis B.9
II.7 Diagnosis
Diagnosis penyakit hepatitis dapat dilihat dari gejala, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang yang dilakukan. a. Hepatitis A Diagnosa Hepatitis A akut dapat ditegakkan bila ditemukannya IgM anti – HAV positif tanpa ditemukannya IgG anti – HAV.9 b. Hepatitis B Infeksi hepatitis B akut ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan temuan serologis HBsAg positif dan IgM anti – HBs positif. 9 Penentuan diagnosis infeksi hepatitis B kronis berdasarkan konsens us perhimpunan penelitian hati Indonesia (PPHI) 2012 11 , yaitu :
14
Gambar 8. Kriter ia diagnos is hepatitis B menurut PPHI 2012.11
c. Hepatitis C Infeksi hepatitis C akut ditegakkan bila,
Ditemukan
serokonversi
anti – HCV
yang
diketa hui
sebelumnya anti – HCV nya negatif.
Pasien ikterik dan ditemukan serum SGPT nya > 10 x nila i batas normal, tanpa ada riwayat penyakit hati kronis atau penyebab hepatitis akut lainnya dan atau dapat diindentifika s i sumber penularannya.9
Infeksi hepatitis C kronik ditegakkan bila anti - HCV dan RNA - HCV tetap terdeteksi lebih dari 6 bulan sejak terinfeksi dengan gejala penyakit hati kronis.9
Gambar 9. Interpretasi pemeriks aan s erologis infeks i virus hepatitis C.7
15
II.8 Tatalaksana a. Hepatitis A Sebagian besar kasus hepatitis A mengalami resolusi spontan tanpa diberikan
antiviral
sehingga
pada
kasus
ini
tidak
ada
terap i
medikamentosa yang spesifik. Terapi yang diberikan biasanya berupa terapi simpomatis dan hidrasi yang sangat adekuat. Terapi farmakolo gi sebagai terapi simpomatis yang biasa diberikan berupa obat antiemet ik, analgesok atau antipruritus. Terapi non – farmakologi yang dianjurk an berupa asupan kalori dan cairan secara adekuat (tidak ada larangan diet spesifik), hindari konsumsi alkohol dan obat – obatan yang bersifat hepatotoksik seperti paracetamol dan pasien dianjurkan untuk istirahat total di tempat tidur (tirah baring) pada fase akut.6,9 Pada infeksi hepatitis virus akut D dan E, pengobatan yang diberikan sama dengan infeks i hepatitis A akut yaitu terupa terapi suportif dan simpomatis saja.6,7,9 b. Hepatitis B Terapi yang diberikan pada infeksi hepatitis B akut umumnya bersifat suportif berupa tirah baring, menjaga asupan nutrisi dan cairan yang adekuat. Bila terjadi komplikasi hepatitis fulminant, maka dapat diberikan lamivudin dengan dosis 100 – 150 mg/hari hingga 3 bulan setelah muncul anti-HBe pada pasien HBsAg positif.9 Pemberian
terapi
pada infeksi
hepatitis
B kronik
memilik i
algoritmanya tersendiri berdasarkan kadar HBaAg. Pada kelompok HBeAg
positif,
terapi
ditujukan
agar HBeAg
menjadi
negatif,
sedangkan HBeAg negatif ditujukan agar kadar DNA-HBV tidak terdeteksi lagi pada 2 kali pemeriksaan selama 6 bulan. Algoritma yang dibuat oleh PPHI 2012 11 , yaitu
16
Gambar 10 . Algoritma terapi hepatitis B kronik pada kadar HBeAg positif.9
Pengobatan yang diberikan berupa salah satu dari berbagai obat oral atau dapat juga diberikan IFN PEG yang biasa digunaka n sebagai pemberian
terapi lini petama. Pada beberapa negara pemberian
lamivudin oral telah dijadikan lini pertama mengingat tingginya tingkat resistensi pada obat ini. IFN PEG biasa diberikan setiap minggu melalu i penyuntikan secara subkutis selama satu tahun sedangkan obat oral biasa diberikan setiap harinya selama satu tahun dan dilanjutkan tanpa batas atau sampai 6 bulan setelah serokonvensi HBeAg.7
17
Gambar 11 . Algori tma terapi hepatitis B kronik pada kadar HBeAg negatif.9
Tujuan pengobatan pada pasien HBeAg negatif berfokus pada penekanan kadar DNA-HBV dan mempertahanka n kadar ALT yang normal. Semua obat secara oral maupun pemberian IFN PEG dapat diberikan sebagai lini pertama, namun mengingat tingkat resistensi dan penggunaan
dalam jangka panjang lamivudin yang cukup tinggi
ditemukan obat ini perlu dipertimbangkan sebagai lini pertama. 7 Penatalaksanaan Hepatitis B kronik pada saat ini terdapat 2 kelompok terapi untuk hepatitis B Kronik yaitu,
6
i. Kelompok Imunomodulasi 1.
Interferon 18
ii.
2.
Timosin alfa 1
3.
Vaksinasi terapi
Kelompok terapi antivirus 1.
Lamivudin
2.
Adifoir dipivoksil
Tujuan
pengobatan
hepatitis
B kronik
adalah
mencegah
atau
menghentika n progresi jejas hati (liver injury) dengan cara menekan replikasi virus atau menghilngka n injeksi. Dalam pengobatan hepatitis B kronik, titik akhir yang sering dipakai adalah menghilangnya petanda replikasi virus yang aktif seara menetap (HbeAg dan DNA HBV). Pada umumnya serokonversi HbeAg menjadi anti – Hbe disertai hilangnya DNA HBV dalam serum dan meredanya penyakit hati.
6
Terapi dengan imunomodulator biasa digunaka n dengan interfer o n (IFN) alfa yang merupakan kelompok protein intraseluler yang normal ada didalam tubuh dan diproduksi oleh berbagai macam sel. Beberapa khasiat IFN adalah khasiat antivirus, imunomod ulator, anti prolifera t if dan anti fibrotik. IFN tidak memiliki khasiat antivirus langsung tapi merangsang
terbentuknya
mempunyai
khasiat
berbagai macam protein efektor yang
antivirus.
Dalam proses terjadinya
aktifita s
antivirus, IFN mengadakan interaksi dengan reseptor IFN yang terdapat pada membran sitoplasma sel hati yang diikuti dengan diproduksinya protein efektor. IFN adalah salah satu pilihan untuk pengobatan pasien hepatitis B kronik dengan HBeAg positif, dengan aktifitas penyakit ringan-sedang, yang belum mengalami sirosis. 6 Beberapa faktor yang dapat meramalkan keberhasilan IFN:
Konsentrasi ALT yang tinggi.
Konsentrasi DNA HBV yang rendah.
Timbulnya flare-up selama terapi.
IgM anti-HBc yang positif.
Efek samping IFN:
Gejala seperti flu.
19
Tanda-tanda supresi sumsum tulang. Flare-up.
Depresi.
Rambut rontok.
Berat badan turun.
Gangguan fungsi tiroid.
Kontra indikasi:
Sirosis dekompensata.
Depresi.
Penyakit jantung berat.
Dosis IFN yang dianjurkan untuk hepatitis B kronik dengan HBeAg positif adalah 5-10 MU 3x seminggu selama 16- 24 minggu. Untuk hepatitis selama 12 bulan.
B dengan HBeAg negatif diber ikan
6
Terapi antivirus yang biasa digunakan dalam tatalaksana hepatitis virus B kronik yaitu lamivudin dan adifoir dipivoks il.6
Lamivudin Lamivudin adalah analog nukleosid yang berfungsi seba gai bahan pembentuk
pregenom,
bersaing
nukleosid
dengan
sehingga asli.
analog nukleo sid
Lamivudin
menghambat enzim reverse transkriptase
berkhasiat
yang berfungs i
dalam transkripsi balik dari RNA menjadi DNA yang terjadi dalam replikasi HBV. Lamivudin menghambat produksi HBV baru dan mencegah terjadinya infeksi hepaosit sehat yang belum terinfeksi. Setelah obat dihentikan, titer DNA HBV akan kembali seperti semula karena sel-sel yang terinfeks i akhirnya memproduks i virus baru lagi. Strategi pengoba tan yang tepat adalah dengan melakukan pengobatan jangka panjang. terhambat
Sayangnya
strategi
oleh munculnya
terapi berkepanjangan virus
yang
ini
kebal terhadap
lamivudin, yang biasa disebut mutan YMDD yang biasanya
20
muncul
setelah
terapi
selama
6 bulan
dan
terdapat
kecendrungan peningkatan dengan berjalannya waktu. 6
Adefoir Dipivoksil Suatu nekleosid
oral yang menghambat
enzim
reverse
transcriptase. Mekanisme khasiat adefoir hampir sama dengan lamivudin. Pada saat ini adefoir baru dipakai pada kasus-kasus yang kebal terhadap lamivudin karena memperhatikan segi keuntungan dan kerugian dari adefoir. Dosis yang dianjurka n adalah 10 mg tiap hari. Pemakaian adefoir pada dosis 30 mg atau
lebih
dapat menyebabkan
toksisitas
pada
ginja l.
Keuntungan adefoir adalah jarangnya terjadi kekebalan serta menjadi terapi yang ideal untuk terapi hepatitis B kronik yang parah. Kerugiannya adalah harga yang lebih mahal dan masih kurangnya
data mengenai
khasiat
dan keamanan dalam
penggunaan jangka panjang. Terdapat analog nukleosid lain yang juga dipakai pada hepatitis B kronik, yaitu Fanciclovir dan Emtericitab ine (FTC). 6 Indikasi terapi antivirus yaitu terapi dianjurkan untuk pasien hepatitis B kronik dengan ALT> 2X normal dengan HBV DNA positif. Untuk ALT < 2x nilai normal tidak perlu diterapi dengan antivirus. 6 Lama terapi antivirus dalam keadaan biasa IFN diberikan sampai 6 bulan sedangkan lamivudin sampai 3 bulan setelah serokonvers i HBeAg. Kriteria respon terhadap terapi antivirus ayang biasa dipakai adalah hilangnya DNA HBV dalam serum (non PCR), hilangnya HBeAg dengan atau tanpa munculnya anti-HBe. Normalnya ALT, serta turunnya nekroinflamasi dan tidak adanya progresi fibrosis pada biopsy hati yang dilakukan secara seri. Berikut kategori respon terhadap antivirus yaitu,
6
Respon Biokimiawi (BR) adalah penurunan konsentrasi ALT/ SGPT menjadi normal.
21
Respon virologik (VR), negatifnya DNA HBV dengan metode nonamplifikasi (<105 kopi/ml) dan hilangnya HBeAg pada pasien yang sebelum terapi HBeAg positif.
Respon
histologik
(HR)
menurunnya
indeks
aktivitas
histologik sedikitnya 2 poin dibandingkan biopsy hati sebelum terapi.
Respon komplit (CR) adanya respon biokimiawi dan virolo gik yang disertai negatifnya HBsAg.
Waktu pengukuran respon antivirus selama terapi dilakukan diperiksa setiap 1- 3 bulan dengan memeriksak an kadar ALT, HBeAg dan DNA HBV (non PCR). Setelah terapi selesai kadar ALT, HBeAg dan DNA HBV (non PRC) kembali dilakukan pemeriksaan tiap 3-6 bulan. 6 c. Hepatitis C Pada hepatitis C akut, dapat diberikan terapi suportif. Hal ini berdasarkan berbagai pertimbangan yang menyatakan bahwa tidak diperlukannya terapi spesifik pada infeksi hepatitis akut.6,7 Menurut hasil meta – analisis terhadap uji klinis kecil menunjukkan bahwa pemberian terapi antivirus dengan monoterapi interferon α dosis 3 juta unit subkutis tiga kali seminggu dapat bermanfaat mengurangi angka kronisitas infeksi.7 Indikasi
terapi
pada
hepatitis
C kronik
apabila
ditemuka n
peningkatan kadar ALT lebih dari batas nilai normal.6 Pengobatan HCV kronik adalah dengan menggunaka n infterferon alfa dan ribaviri n. 6 Telah disepakati bahwa pada jenis genotipe 1 dan 4 diperlukan terapi yang diberikan selama 48 minggu dan bila genotipe 2 dan 3, terapi yang dibutuhkan cukup diberikan selama 24 minggu. 6 i.
Interferon alfa (IFN α) Adalah suatu protein yang dibuat secara alami oleh tubuh manusia untuk meningkatkan sistem daya tahan tubuh/imunitas dan mengatur fungsi sel lainnya. Dosis IFN α konvensional yang dibutuhkan biasa diberikan 2 – 3 kali seminggu dengan dosis 3 juta unit
subkutan setiap pemberian.6 Efek samping
yang
22
berkaitan dengan IFN adalah sitopenia, ganguan fungsi tiroid, gangguan ingatan dan konsentrasi, gangguan penglihatan, cepat lelah, nyeri otot, sakit kepala, mual dan muntah, tidak selera makan dan penurunan berat badan, demam derajat rendah, iritas i kulit,
insomnia,
pendengaran
berkurang,
tinitus,
fibrosis
interstitial dan penipisan rambut.6 ii.
Pegylated interferon alfa Dibuat dengan menggabungka n molekul yang larut air yang disebut "polyethylene glycol (PEG)" dengan molekul interfero n alfa. Modifikasi interfero n alfa ini lebih lama ada dalam tubuh, dan beberapa penelitian menunjukka n lebih efektif
dalam
membuat respon bertahan terhadap virus dari pasien hepatitis C kronis dibandingkan
interferon alfa biasa. Biasa diberik an
dengan dosis 1,5 ug/kgBB/kali (untuk PEG-interferon 12 KD) atau dosis 180 ug (untuk PEG-interferon
40 KD) setiap
minggunya.6 iii.
Ribavirin Obat anti virus yang digunaka n bersama interfero n alfa untuk pengobatan hepatitis dilakukan
bersamaan
C kronis. 6 Pemberian ribavirin
dengan
meningkatkan efektivitas.6
pemberian
interferon
untuk
Dosis ribavirin yang mengik ut i
pemberian interferon disesuaikan dengan berat badan pasien. Dosis pada pasien berat badan < 50 kg adalah 800 mg setiap hari, 50 – 70 kg adalah 1000 mg setiap hari, dan > 70 kg adalah 1200 setiap hari dibagi dalam 2 kali pemberian6 . Efek samping ribavirin adalah anemia hemolitik, cepat lela h, gatal-gatal, rash, batuk, faringitis, asam urat dan cacat pada waktu lahir 6 .
23
BAB III Kesimpulan Hepatitis virus akut adalah suatu penyakit infeksi sistemik yang mengena i hati yang disebabkan oleh satu dari lima jenis virus hepatitis yaitu virus hepatitis A (HAC), virus hepatitis B (HBV), virus hepatitis C (HCV), virus hepatitis D (HDV), atau virus hepatitis E (HEV). Hepatitis kronik yaitu serangkaian gangguan hati dengan penyebab dan derajat keparahan beragam yang disertai keadaan adanya peradangan serta terjadinya nekrosis hati berlanjut selama minimal 6 bulan.7 World Health Organization (WHO) menyatakan bahwa pada tahun 2015 penyakit virus hepatitis
menyebabkan
terjadinya
kematian
pada 1,34 juta orang didunia.
Riskesdas Indonesia tahun 2013 menyataka n bahwa prevalensi penyakit hepatitis didapatkan sebanyak 1,2%. Hasil ini dinyatakan meningkat dua kali lebih tingg i dibanding tahun 2007. Pemeriksaan penunjang yang digunakan dalam mendiagnosa pasien hepatitis adalah dengan melakukan pemeriksaan serologi hepatitis, biokimia hati dan pemeriksaan penunjang seperti USG abdomen. Tatalaksana yang dibutuhkan bagi infeksi hepatitis virus akut berupa terapi suportif dan tirah baring. Terapi yang dibutuhkan untuk infeksi hepatitis virus B kronik yaitu dapat diberikan kelompok imunomodulasi berupa interferon, timosin alfa 1 atau vaksinasi terapi. Dapat juga diberiksan kelompok terapi antivirus berupa lamivudine atau adifoir dipivoks il. Terapi yang dibutuhkan untuk infeksi hepatitis virus C kronik yaitu denga n menggunaka n infterferon alfa dan ribavirin. Pentingnya ketepatan diagnosa dan penatalaksanaan yang tepat pada pasien yang terinfeksi hepatitis virus, dapat mengurangi tingginya kerugian yang dirasakan masyarakat akibat penyakit infeks i ini.
24
DAFTAR PUSTAKA
1. Mariati D, 2013, “Potensi Isolat Acitomycetes dari Rizosfer Padi (Oryza sativa L.) Sebagai Penghasil
Antibiotik”,
Jurnal Kesehatan Undip, diakses 12
November 2017. 2.
Riset
kesehatan
dasar
2013 ,
diakses
pada
28
Juni
2016,
http://www.depkes.go.id/resources/download/ general/Hasi l%20Riskesdas%2 02013.pdf. 3. World Health Organization 2017, Global Hepatitis Report 2017 , Diakses pada 30 oktober 2017, http://apps.who.int/iris/bitstream/10665/255016/1/9789241565455eng.pdf?ua=1 4. World Health Organization 2017, Regional Hepatitis Plan in SEA, Diakses pada 30 oktober 2017, http://www.searo.who.int/entity/hepatitis/viral-hepatitis-action-plan.pdf?ua=1 5. Sherwood, L. 2013. Fisiologi Manusia Edisi 6. Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta, Indonesia. 6. Ilmu Penyakit Dalam, Edisi VI, Penerbit Interna Publishing, Jakarta. 7. Dienstag J.L, 2014. Harrison Gastroenterologi & Hepatologi. Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta, Indonesia 8. World Health Organization 2017, New hepatitis data highlight need for urgent global respon, Diakses pada 30 oktober 2017, http://www.who.int/mediacentre/news/releases/2017/global- hepatitisreport/en/ 9. Klarisa C, Hasan I, Liwang F. 2014. Kapita Selekta K edokteran. Ed 4. Jakarta: Penerbit Media Aesculapis 10. Atikel Umum: Hepatitis B, Perhimpunan
Peneliti Hati Indonesia. 2014,
Diakses pada 2 November 2017, http://pphi-online.org/alpha/?p=560 11. Perhimpunan
Peneliti
Hati
Indonesia.
2014.
Konsensus
Nasiona l
Penatalaksanaan Hepatitis B di Indonesia. Jakarta: Penerbit PPHI.
25