PSIKOLOGI PERKEMBANGAN ANAK
KEDUDUKAN ILMU JIWA ANAK DAN SEJARAHNYA
1. Kedudukan ilmu jiwa anak dan latar belakang historisnya. 2. Sejarah singkat psikologi anak
1. KEDUDUKAN ILMU JIWA ANAK DAN LATAR BELAKANG HISTORISNYA
Ilmu jiwa anak dan ilmu jiwa masa muda. Kedua-duanya disebut sebagai ilmu JIWA GENETIS atau ILMU JIWA PERKEMBANGAN: kedua-duanya merupakan bagian dari psikologi. Orang mengkhususkan sistematika dari proses perkembangan. Mengingat adanya (1) sifatsifat yang karakteristik, (2) perbedaan-perbedaan tertentu, dan (3) adanya ciri-ciri khusus pada anak manusia. Hal ini disebabkan oleh karena: taraf perkembangan anak manusia itu memang selalu berlainan sifat dan ciri-cirinya seorang bayi misalnya. Oleh adanya perbedaan sifat dan ciri-ciri setiap perkembangan tadi, orang lalu membuat sistematika dari tiga jenis psikologi, yaitu: a. Psikologi genetis atau psikologi perkembangan (psikologi anak); dimulai dengan periode masa bayi, anak pemain, anak sekolah, masa remaja, sampai periode adolesens menjelang dewasa. b. Psikologi umum; yaitu psikologi yang mempelajari tingkah laku manusia budaya yang normal dan dewasa. c. Gerontologi; yaitu ilmu jiwa yang mempelajari semua permasalahan yang terdapat pada usia tua.
Ilmu jiwa lama atau ilmu jiwa sebelum 1900, biasa disebut sebagai ilmu jiwa asosiasi, yang berpendapat, bahwa jiwa itu adalah pasif sifatnya. Karena itu gejala-gejala kejiwaan bisa diselidiki dengan metode-metode yang dipakai dalam penelitian ilmu alam. Khususnya
mempelajari
sebab
dan
akibat,
menurut
hukum-hukum
kausalitas.
Ilmu jiwa asosiasi berpendirian, bahwa setiap peristiwa psikis itu merupakan akibat langsung dari perangsang-perangsang fisik yang berasal dari luar; sehingga terjadi perubahan-perubahan dalam organisme manusia dan dalam susunan urat syrafnya. Menurut prinsip ilmu jiwa kuna, keseluruhan adalah sama dengan jumlah (totalitas) dari bagian-bagiannya. Oleh karena itu proses kejiwaan yang lebih tinggi tarafnya (seperti berfikir, mengkhayal, menimbang, merasa, berkemauan, dan lain-lain) itu terbentuk karena adanya hubungan dan kombinasi dari unsur-unsur kejiwaan yang sederhana dan bertaraf lebih rendah. Maka hubungan dan kombinasi dari unsur-unsur inilah yang lazimnya disebut sebagai asosiasi. Oleh pendirian semacam ini ilmu kuna disebut pula sebagai ilmu jiwa asosiasi. Ilmu jiwa modern/baru (yang pada dasarnya mempunyai pendirian yang sangat bertentangan dengan prinsip-prinsip ilmu jiwa asosiasi) dengan tegas mengemukakan pendirian sebagai berikut: totalitas keseluruhan itu adalah lebih daripada jumlah bagian-bagiannya. Setiap peristiwa kejiwaan itu tidak dapat dipisahkan dari subjeknya; tidak bisa diceraikan dari pribadi seseorang (anak) yang menampilkan peristiwa kejiwaan tadi. Jiwa itu dianggap sebagai pusat tenaga batin, yang memberikan nafas
kehidupan
pada
manusia
dengan
segenap
tingkah
lakunya.
Sampai pada abad ke-19, tujuan akhir pendidikan ialah: mengisi otak anak-anak sebanyak-banyaknya dengan pengetahuan orang dewasa dalam waktu sesingkatsingkatnya.
2. SEJARAH SINGKAT PSIKOLOGI ANAK
Karl Buhler menulis buku “Die geistige Endwicklung des Kindes” (perkembangan jiwani anak) pada tahun 1918. Dan Koffka menulis buku “Die Grundlagen der psychischen Entwicklung”
(Azas
dasar
dari
perkembangan
psikis)
pada
tahun
1921.
Doktor Spranger menulis buku “psychologie des jugendalters” (Psikologi dari masa muda). Sedang sarjana-sarjana Belanda dalam ilmu pendidikan yang banyak menulis buku anatara
lain: Gunning, Kohnstamm, Bigot, Palland, Sis Heyster, J. Bijl, Roels dan Lievegoed. Sarjana lainnya ialah: Meumann, Koffka dan Kroh (Jerman); Dr. Schuyten, Tobie Jonckheere, Decroly (Belgia); Sikorski, dan Pavlov (Rusia); van Wagenburg, van Ginneken, Frater Rombouts,
Casimir,
Waterink,
Langeveld
dan
laain-lain
(Belanda).
MEMASUKI DUNIA KANAK-KANAK
1. Pemahaman dunia anak-anak 2. Fase pasif dan fase aktif 3. Metode pendekatan obyektif dan subyektif 4. Metode pendekatan lainnya
1. PEMAHAMAN DUNIA KANAK-KANAK
Apabila kita hendak memahami kehidupan anak bayi dan anak-anak yang masih sangat muda, maka kita harus banyak menyandarkan diri pada observasi terhadap tingkah laku anak-anak tersebut. Sebab anak-anak itu tidak bisa bercerita tentang keadaan diri sendiri, dan tidak mampu mengungkapkan kehidupan psikisnya. Ada tiga jenjang pokok yang terdapat pada kehidupan anak manusia menuju kedewasaan: a. Konsepsi/conceptie dirinya, ada dalam kandungan ibunya, sebagai satu wujud atau sebagai organisme yang tumbuh. b. laKehirannya di dunia, yang memberikan kejutan-kekuatan-kesakitan, sehingga ia mengeluarkan jerit tangis melengking ketika harus meninggalkan rahim ibunya. c. Kemampuan realisasi diri, menjadi pribadi/person.
2. FASE PASIF DAN FASE AKTIF
Pribadi anak yang pada suatu saat berusaha secara aktif untuk membangun dirinya (dalam artian: memberikan bentuk dan isi pada kehidupan sendiri) itu pada mulanya ada dalam keadaan pasif, atau bersifat pasif. Sejak saat permulaan kelahirannya, ia sudah dipastikan oleh warisan-warisan alami; yaitu pembawaan psiko-fisik yang herediter. Warisan psiko-
fisik
ini
tidak
bisa
diminta
tetapi
diberikan
oleh
orang
tuanya.
Fase kemudian, pada saat anak bisa menghayati diri sendiri sebagai AKU atau person, dapat disebut sebagai fase aktif. Pada saat itu, anak mulai menyadari bahwa ia mempunyai kemauan. Ia lalu mengantisipasikan satu masa mendatang (sesuatu yang belum terjadi, dan ingin dicapainya), melalui penggabungan semua pengalaman hidupnya di masa lampau, sekarang, dan dihari kemudian.
3. METODE PENDEKATAN OBYEKTIF DAN SUBYEKTIF
Ada beberapa cara pendekatan guna mengadakan studi terhadap kehidupan anak-anak. Yang pertama dengan melakukan observasi secara teratur dan sistematis, dan mengukur dimensi-dimensi obyektif yang tampak pada perilaku anak. Inilah yang disebut pendekatan obyektif. Misalnya mengukur berat dan tinggi badannya, kemampuan-kemampuan jasmaniah dan tingkah laku tertentu; antara lain kemampuan menggunakan jari-jemari, kemahiran berjalan. Kemajuan bahasa, prestasi sekolah, test belajar, dan lain-lain. Kedua menggunakan pendekatan subyektif; yaitu tidak meneliti setiap potensi yang bisa dilihat atau bisa diukur, akan tetapi berusaha mencatat dan mempermasalahkan antara lain, isi kehidupan batiniah anak, pendapat dan pandangannya, keinginan dan perasaannya yang paling dalam, dan lain-lain. Sebagai contoh kami kemukakan peristiwa sebagai berikut; dinilai secara obyektif, anak yang berumur 4 tahun itu mempunyai tinggi badan 95 cm dengan berat badan 11-12 kg. Pertumbuhan jasmaniah anak bisa diketahui dengan mengukur berat badan, panjang badan, ukuran-ukuran lingkar kepala, lingkar pinggang atau pinggul, dan lingkar dada si anak. Secara obyektif anak tersebut bisa dikatakan ia lebih
besar
atau
lebih
kecil
daripada
rata-rata
anak
umur
4
tahun.
Akan tetapi pendekatan subyektif berusaha menjelaskan perasaan dan fikiran anak menurut kriteria anak sendiri. Maka tanggapan anak mengenai diri sendiri dan orang lain (termasuk orang tuanya) hendaknya secara psikologis dinilai lebih berat dan lebih penting daripada kondisi jasmaniahnya. Ringkasnya, pendekatan secara subyektif itu mengharuskan kita untuk menilai anak dengan kriteria anak itu sendiri. Jadi menilai dan memahami sesuai dengan perasaan dan fikiran anak; sesuai dengan daya persepsi dan motivasi-motivasinya. Untuk memahami hakekat anak, kecuali pemahaman tentang dimensi-dimensi yang
obyektif (menyajikan informasi kuantitatif yang bisa diukur secara cermat), juga diperlukan pemahaman dimensi-dimensi subyektif dari anak (yang memberikan data kualitatif). Pendekatan secara obyektif yang memberikan data obyektif dan kuantitatif itu sifatnya impersonal. Sedang pendekatan secara subyektif, yang memberikan informasi subyektif serta kualitatif yang sukar diukur dengan cermat, sifatnya personal atau pribadi. Memang perlu bagi para pendidik dan orang tua untuk bisa mengamati tingkah laku anak secara obyektif, dan mengukurnya dengan tepat. Akan tetapi yang lebih penting lagi ialah kemampuan memahami dan menginterprestasikan kehidupan psikis anak, dilihat dari pribadi dan kepentingan anak sendiri. Sehingga dengan begitu tidak akan terjadi salah paham, dan tidak timbul relasi “kortsluiting” dengan anak. Sebab kesalahan paling banyak, dan merupakan kesulitan paling besar yang harus dihadapi orang tua dewasa pada umumnya dalam usaha pendidikan ialah: melihat semua gejala yang tampak pada anak menurut pandangan dan pendirian orang dewasa sendiri (yang diwarnai perasaan, ide-ide, sikap stereotipis, dan prasangka tertentu). Sehingga terjadi salah paham, salah interprestasi, salah mengerti, dan salah-langkah, pada orang dewasa. Untuk mengatasi kesulitan tersebut, seyogyanya kita tidak hanya berlaku sebagai seorang pengamat yang hanya melakukan observasi secara cermat; dan menghitung dengan teliti semua aktifitas karakteristik dari anak dengan cara impersonal, tetapi juga sebagai seorang partisipan yang bisa mengidentifikasi diri dengan pribadi anak, dan juga berusaha ikut merasakan dan terlibat dalam kehidupan perasaan serta kegiatan anak; mencoba memahami arti personal dari setiap gerak dan tingkah laku anak. Jadi ada proses menyatu atau “ajur ajer” dan tepa salira. Untuk bisa lebih memahami orang lain, harus mengembangkan kemampuan memahami diri sendiri; yaitu memahami perasaan sendiri, dalam kaitan penghayatan terhadap kehidupan emosional orang lain yang tengah berkomunikasi dengan kita. Pengertian tentang diri sendiri dan ekseptasi-diri jelas akan sangat menentukan sikap kita terhadap orang lain; untuk selanjutnya mengambil sari pelajaran dari semua pengalaman. Selanjutnya, pengertian tentang diri orang lain akan memberikan saham yang berguna untuk lebih memahami diri sendiri, dan memperbaiki segala kekeliruan dan kekurangan. Maka proses pemahaman diri orang lain dan proses penemuan/pemahaman diri pribadi itu saling berkaitan dan saling mempengaruhi satu sama lain. Pribadi yang sehat lahir batinnya dan dewasa secara emosional itu pasti mampu mengintegrasikan secara harmonis
pengalaman masa lampau dengan penghayatan masa sekarang, tanpa banyak konflik dan tanpa penyesalan diri. Sehingga orang bisa menerima keadaan dirinya secara wajar. Dan dengan kewajaran ini ia akan sanggup memahami keadaan serta hakekat anaknya sendiri dan anak-didik, di dalam kewajaran kondisi dan situasinya.
4. METODE PENDEKATAN LAINNYA
Disamping metode observasi secara obyektif dan pendekatan subyektif tadi, kita juga bisa menggunakan pendekatan dengan cara lain. Antara lain dengan: 1) Eksperimen: dengan memberikan “tugas” atau kegiatan percobaan pada anak. 2) Metode klinis: dalam klinik-klinik spesial, dengan situasi kondisi khusus orang berusaha mengamati kemampuan anak-anak, untuk tujuan medis atau tujuan pedagogis. 3) Metode
pengumpulan:
merupakan
metode
pendekatan
yang
tidak
langsung
(berkontak). 4) Opname film: dengan bantuan alat-alat kinematografis orang berusaha mempelajari macam-macam tingkah laku anak. 5) Metode angket dan metode statistik: metode ini banyak dilakukan di Amerika Serikat. Peneliti mengirimkan banyak kertas angket berisikan daftar pertanyaan-pertnyaan, yang dijawab oleh orang tua. 6) Metode biografis: biografi, terutama otobiografi anak-anakusia sekolah dan anak puber, banyak memberikan informasi dan penjelasan pada taraf pengembangan psikologis anak. 7) Wawancara: orang mengumpulkan bahan-bahan studi dengan mengajak bercakapcakap, muka berhadapan muka dengan anak-anak.
Wawancara ini bisa juga interview diagnostik, untuk menentukan jenis gangguan psikis dan gangguan batin lain-lainnya. Kadangkala wawancara juga dipakai sebagai interview treatment, yang berfungsi sebagai terapi katharsis (terapi pencucian dan pembersihan jiwa) guna penyembuhan gangguan-gangguan psikis serta konflik-konflik batin pada anak-anak.
PERTUMBUHAN,
PERKEMBANGAN
DAN
FAKTOR-FAKTOR
YANG
MEMPENGARUHINYA.
1. Pertumbuhan dan perkembangan 2. Teori mengenai dinamisme perkembangan
1. PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN
Dalam kehidupan anak ada dua proses yang beroperasi secara kontinu, yaitu pertumbuhan dan perkembangan. Kedua proses ini berlangsung secara interdependen, saling bergantung satu sama lainnya. Kedua proses itu tidak bisa dipisahkan dalam bentuk-bentuk yang murni berdiri
sendiri-sendiri;
akan
tetapi
bisa
dibedakan
untuk
maksud;
lebih
mudah
memahaminya. Difinisi: Pertumbuhan ialah perubahan secara fisiologis sebagai hasil dari proses pematangan fungsi-fungsi fisik yang berlangsung secara normal pada anak yang sehat, dalam passage (peredaran waktu) tertentu. Pertumbuhan dapat diartikan pula sebagai: proses transmisi dari konstitusi fisik (resam tubuh, keadaan jasmaniah) yang harediter/turuntemurun
dalam
bentuk
proses
aktif
secara
berkesinambungan.
Hasil pertumbuhan antara lain berwujud bertambah panjangnya badan anak, tubuh bertambah berat, tulang-tulang jadi lebih besar-panjang-berat-kuat, perubahan dalam sistem persyarafan; dan perubahan-perubahan pada struktur jasmaniah lainnya. Dengan begitu, pertumbuhan bisa di
sebutkan
pula
sebagai
proses
perubahan
dan
proses
pematangan
fisik.
Pertumbuhan jasmaniah berakar pada: organisme yamg selalu berproses untuk menjadi (the process of coming into being). Jelasnya, organisme merupakan sistem yang mekar secara kontinu, yang selalu “beroperasi” atau berfungsi; juga bersifat dinamis dan tidak pernah statis secara komplit (kecuali kalau sudah mati). Pertumbuhan jasmaniah ini dapat diteliti dengan mengukur (1) berat, (2) panjang dan (3) ukuran lingkaran; umpama lingkar kepala, lingkar dada, lingkar pinggul, lingkar lengan, dan lain-lain.
Faktor yang mempengaruhi pertumbuhan organis ini ada bermacam-macam: 1. Faktor-faktor sebelum lahir. 2. Faktor ketika lahir, antara lain ialah: intracranial haemorrahage atau pendarahan pada bagian kepala bayi, disebabkan oleh tekanan dari dinding rahim ibu sewaktu ia dilahirkan. 3. Faktor sesudah lahir, antara lain; oleh pengalaman traumatik (luka-luka) pada kepala, kepala bagian dalam terlukakarena bayi jatuh. 4. Faktor psikologis; antara lain bayi ditinggalkan ibu, ayah atau kedua orang tuanya.
Perkembangan dalam pengertian sempit bisa disebutkan sebagai: “Proses pematangan fungsifungsi yang non-fisik” Perkembangan anak tidak berlangsung secara mekanis-otomatis. Sebab perkembangan tersebut sangat bergantung pada beberapa faktor secara simultan, yaitu: 1) Fakto herediter (warisan sejak lahir, bawaan) 2) Faktor lingkungan yang menguntungkan, atau yang merugikan 3) Kematangan fungsi-fungsi organis dan fungsi-fungsi psikis 4) Aktivitas anak sebagai subyek bebas yang berkemauan, kemampuan seleksi, bisa menolak atau menyetujui, punya emosi, serta usaha membangun diri sendiri.
Definisi: Perkembangan ialah perubahan-perubahan psiko-fisik sebagai hasil dari proses pematangan fungsi-fungsi psikis dan fisik pada anak, ditunjang oleh faktor lingkungan dan proses
belajar
dalam
passage
waktu
tertentu,
menuju
kedewasaan.
Perkembangan dapat diartikan pula sebagai: proses transmisi dari konstitusi psiko-fisik yang herediter, dirangsang oleh faktor-faktor lingkungan yang menguntungkan, dalam perwujudan proses aktif-menjadi secara kontinu.
Setiap fenomena/gejala perkembangan anak merupakan produk dari kerja-sama dan pengaruh timbal-balik antara potensialitas hereditas dengan faktor-faktor lingkungan. Jelasnya perkembangan merupakan produk dari: 1) Pertumbuhan berkat pematangan fungsi-fungsi fisik 2) Pematangan fungsi-fungsi psikis
3) Usaha “belajar” oleh subyek/anak, dalam mencobakan segenap potensialitas rokhani dan jasmaniahnya.
2. TEORI MENGENAI DINAMISME PERKEMBANGAN Menurut teori dorongan, segenap tingkah laku anak itu dirangsang dari dalam; yaitu oleh dorongan-dorongan instink-instink tertentu guna memenuhi kebutuhan-kebutuhan hidupnya. Jika kebutuhan-kebutuhan yang vital-biologis maupun yang sosial-kultural tersebut tidak atau belum terpenuhi, maka akan timbul ketegangan, iritasi dan frustasi. Dan terjadilah keadaan tidak seimbang pada dirinya (disequilibrium). Maka, motif utama dalam kehidupan manusia ialah: usaha menghilangkan segenap ketegangan, iritasi dan frustasi, guna mencapai keseimbangan/ equilibrium kembali. Inilah yang mendorong semua kegiatan dan setiap proses perkembangan anak.
Teori lain yaitu teori dinamisme dari organisme mengatakan, bahwa dalam organisme yang hidup itu selau ada usaha (straving) yang positif. Organisme ini memiliki “mesin”, kapasitas, dan impuls-impuls tertentu yang dipakai untuk memobilisir semua kemampuan, agar berfungsi dan bisa dimanfaatkan. Dalam unsur kehidupan itu selalu ada tenaga-pendorongmaju (forward impetus) untuk bergiat, berubah dan berkembang.
Jadi tidak hanya terdapat impuls untuk: 1)
Menghilangkan ketegangan
2) Membebaskan diri dari hal-hal yang tidak senang saja: akan tapi pad setiap anak justru 3) Ada juga impuls-impuls untuk mencari ketegangan, dengan jalan bereksperimen dan mencari petualangan baru. 4) Di samping itu setiap anak yang normal dan sehat senantiasa dibekali oleh ALAM dengan impuls-impuls untuk mencapai satu tujuan.
Anak merupakan agen subyek aktif yang memfungsikan segenap kemampuan dalam proses perkembangannya. Dalam perkembangan anak terdapat impuls-impuls bawaan yang mendorong segenap mekanisme dari potensialitasnya untuk berfungsi aktif, berkembang dan terus maju. Jika fungsi-fungsi psiko-fisik itu mengalami proses pematangan, maka terjadilah
proses pemekaran dan pembukaan dari “lipatan” pada setiap potensi organisme. Inilah yang disebut sebagai prose perkembangan. Dalam melatih segenap kemampuan jasmani-rokhani itu anak merupakan author (pembuat, maker) bagi diri sendiri, untuk hari sekarang dan masa mendatang.