LAPORAN PRAKTIKUM MINERALOGI PETROLOGI ACARA 6 BATUAN PIROKLASTIK DAN SEDIMEN 1 (BATUAPUNG, BREKSI TUFF, KONGLOMERAT, OBSIDIAN DAN ZEOLIT)
Disusun oleh: Nama
: Shabrina Mardaus
NIM
: 114130088
Plug
: 6
Asisten
: 1. Gabriella Z. Z. Tudang 2. Prime Handy Setyana 3. Tirta Adi Putra
LABORATORIUM MINERALOGI PETROLOGI PROGRAM STUDI TEKNIK LINGKUNGAN FAKULTAS TEKNOLOGI MINERAL UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”
YOGYAKARTA 2014
70
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Batuan Piroklastik Batuan piroklastik adalah batuan vulkanik yang bertekstur klastik yang dihasilkan oleh serangkaian proses yang berkaitan dengan letusan gunungapi, dengan material penyusun dari asal yang berbeda (W. T. Huang, 1962, Williams, 1982). A. Struktur
Struktur batuan piroklastik seperti struktur batuan beku, namun untuk batuan piroklastik lebih kepada struktur skoria, struktur skoria, vesikuler dan amigdaloidal. B. Tekstur Tekstur adalah kenampakan yang berhubungan dengan ukuran butir dan bentuk butir serta susunannya (Pettijohn, 1975 dalam Suharwanto 2012). Pembahasan tekstur meliputi: 1. Ukuran Butir Pemerian ukuran butir didasarkan pada skala Wentmorth, 1922 (dalam Suharwanto, 2012) yaitu: Tabel 6.1 Skala Wentworth Wentworth
Nama Butir
Besar Butir (mm)
Bongkah Brangkal Krakal Krikil Pasir sangat kasar Pasir kasar Pasir sedang Pasir halus Pasir sangat halus Lanau Lempung
256 266 - 64 64 - 4 4 – 2 4 – 2 2 – 1 1 1 – 1/2 1/2 1/2 - 1/4 1/4 - 1/8 1/8 – 1/8 – 1/16 1/16 1/16 – 1/256 1/16 – 1/256 < 256
2. Pemilahan
Pemilahan adalah keseragaman dari ukuran besar butir penyusun, bila semakin seragam ukurannya dan besar butirnya, maka pemilahan
71
semakin baik (Suharwanto, 2012). Dalam pemilahan dipakai batasan batasan sebagai berikut: a. Pemilahan baik b. Pemilahan sedang c. Pemilahan buruk 3. Kebundaran Kebundaran adalah nilai membulat atau meruncingnya butiran. Terdapat banyak variasi dari bentuk batuan, untuk perbandingan sebagai berikut: a. Membundar
baik:
semua
permukaan
konveks,
hampir
equidimensional, speroidal b. Membundar: permukaan umumnya bundar, ujung-ujung dan tepitepi butiran bundar c. Membundar tanggung: permukaan umumnya datar dengan ujungujung yang membundar d. Menyudut tanggung: permukaan umunya datar dengan ujung-ujung tajam e. Menyudut : permukaan konkaf dengan ujungnya yang tajam 4. Kemas a. Kemas
terbuka:
butiran
mineral
tidak
saling
bersentuhan
(mengambang didalam matrik) b. Kemas tertutup: butiran saling bersentuhan satu dengan yang lainnya C. Komposisi Mineral Komposisi Mineral Piroklastik
Mineral-mineral Sialis : Kuarsa, Feldspar, Feldspathoid.
Mineral-mineral Ferromagnesia : Piroksen, Olivin.
Mineral Tambahan : Hornblende, Biotit, Magnetit, Ilmenit.
D. Klasifikasi Batuan Piroklastik
Bomb Gunungapi Bomb Gunungapi Gumpalan-gumpalan lava yang mempunyai ukuran lebih besar dari 64 mm, dan sebagian atau semuanya plastis pada waktu tererupsi. Beberapa bomb mempunyai ukuran yang sangat besar.
72
1. Bomb Pita Bomb Pita (ribbon (ribbon bomb), bomb), yaitu bomb yang memanjang seperti suling dan sebagian besar gelembung-gelembung memanjang dengan arah sama. 2. Bomb inti Bomb inti (cored (cored bomb), bomb), yaitu bomb yang mempunyai inti dari material yang terkonsolidasi lebih dahulu, mungkin dari fragmen-fragmen sisa erupsi dahulu pada gunungapi yang sama. 3. Bomb kerak roti (bread (bread crust bomb), bomb ), yaitu bomb yang bagian luarnya retak-retak persegi seperti Nampak pada kulit roti yang mekar, hal ini disebabkan oleh bagian kulitnya cepat mendingin dan menyusut.
Gunungapi Block Gunungapi Merupakan batuan piroklastik yang dihasilkan oleh erupsi eksplosif dari fragmen batuan yang sudah memadat lebih dahulu dengan ukuran lebih besar dari 64 mm. Blok-blok ini selalu menyudut bentuknya atau equdimensional.
Lapili Hasil erupsi eksplosif gunung api yang berukuran 2 mm -64 mm. Selain dari itu fragmen batuan kadang-kadang terdiri dari mineral-mineral augit, olivine dan plagioklas.
Debu gunungapi Batuan piroklastik yang berukuran 2 mm – mm – 1/256 1/256 mm, yang dihasilkan oleh pemaparan dari magma akibat erupsi eksplosif.
1.2 Batuan Sedimen Batuan sedimen adalah batuan yang terbentuk dari akumulasi material hasil perombokan batuan yang sudah ada sebelumnya atau hasil aktivitas kimia maupun organisme, yang diendapkan lapis demi lapis pada permukaan bumi yang kemudian mengalami pembatuan (Pettijohn, 1995 dalam Endarto 2005) Berdasar ada tidaknya tidaknya proses transportasi, batuan sedimen dapat dibedakan dibedakan menjadi dua macam: A. Pemerian Batuan Sedimen 1. Batuan sedimen klastik
73
Batuan sedimen klastik adalah batuan sedimen yang terbentuk dari hancuran batu lain. Kemudian tertransportasi dan terdeposisi, yang selanjutnya mengalami diagenesa. Diagenesa adalah proses perubahan perubahan yang berlangsung pada temperatur rendah didalam suatu sedimen, selama sebelum dan sesudah litifikasi, hal tersebut yang mengubah suatu sedimen menjadi batuan keras (Suprapto, 2007). Proses diagenesa antara lain:
Kompaksi sedimen: termampatkannya butir semen satu terhadap lainnya akibat tekanan dari beban berat diatasnya. Kompaksi mengakibatkan volume sedimen berkurang dan hubungan antar butir yang satu dengan yang lain menjadi rapat
Sementasi: turunnya material-material diruang antar butir sedimen dan secara kimiawi mengikat butir-butir sedimen satu dengan yang lain menjadi rapat
Rekristalisasi: pengkristalan kembali suatu mineral dalam suatu larutan kimia yang berasal dari pelarutan material sedimen selama diagenesa atau sebelum diagenesa. Rekristalisasi umum terjadi pada pembentukan batuan karbonat
Autogenesis: terbentuknya mineral baru dilingkungan diagenetik, sehingga adanya mineral tersebut merupakan partikel baru dalam suatu sedimen. Mineral autigenik ini yang umum diketahui yaitu karbonat, silika, klorit, ilite, gipsum
Metasomatisme : penggantian mineral sedimen oleh berbagai mineral autogenik, tanpa pengurangan volume asal. Contohnya dolomitisasi, sehingga dapat merusak bentuk batuan karbonat atau fosil
A. Struktur Struktur sedimen merupakan suatu kelainan perlapisan normal dari batuan sedimen yang diakibatkan oleh proses pengendapan dan keadaan energi pembentuknya. Struktur sedimen adalah kenampakan batuan sedimen dalam dimensi yang lebih besar. Berdasarkan asalnya, struktur sedimen yang terbentuk dikelompokkan menjadi tiga macam, yaitu: 1. Struktur sedimen primer
74
Terbentuk
karena
proses
sedimentasi,
sehingga
dapat
merefleksikan mekanisme pengendapannya. Antara lain: perlapisan, gelembur gelombang, perlapisan, silangsiur, konvolut, perlapisan bersusun, dan lainnya 2. Struktur sedimen sekunder Terbentuk sesudah sedimentasi, sebelum atau pada waktu digenesa, sehingga dapat merefleksikan keadaan dasar, lereng dan lingkungan organisnya. Antara lain: cetak beban, rekah kerut, jejak binatang, dan lainnya 3. Struktur organik Struktur yang terbentuk oleh kegiatan organisme seperti moluska, cacing atau binatang lainnya, antara lain kerangka, laminasi pertumbuhan dan lain-lain Macam-macam perlapisan: a. Masif : bila : bila tidak menunjukkan struktur dalam (Pettijohn & Potter, 1964 dalm Suharwanto, 2012) atau ketebalan lebih dari 120 cm (Hc. Kee & Weir, 1053 dalam Suharwanto, 2012) b. Perlapisan sejajar : bila bidang perlaisan saling sejajar c. Laminasi : perlapisan sejajar yang ukuran/ketebalannya lebih kecil dari 1 cm. Terebntuk dari suspensi tanpa energi mekanis d. Perlapisan pilahan/bersusun : bila perlapisan disusun atas butiran yang berubah teratur dari halus kekasar pada arah vertikal, terbentuk dari arus pekat e. Perlapisan silang-siur : perlapisan yang membentuk sudut terhadap bidang lapisan yang berada diatas atau dibawahnya dan dipisahkan oleh bidang erosi, terbentuk akibat intensitas arus yang berubah-rubah Pada bidang perlapisan: Terbentuknya
dapat
diakibatkan
oleh
penggerusan,
pembebanan atau penguapan. Macam-macamnya yaitu: a. Gelembur gelombang : terbentuk sebagai akibat pergerakan air atau angin
75
b. Rekah kerut : rekahan pada permukaan bidang perlapisan senagai akibat proses penguapan c. Cetak suling : cetakan sebagai akibat penggerusan media terhadap batuan dasar d. Cetak beban : cetakan akibat pembebanan pada sedimen yang masih plastis B. Tekstur 1. Ukuran Butir Pemerian ukuran butir didasarkan pada skala Wentmorth, 1922 (dalam Suharwanto, 2012) yaitu: Tabel 6.2 6.2 Skala Wentwort Wentworth h
Nama Butir
Besar Butir (mm)
Bongkah Brangkal Krakal Krikil Pasir sangat kasar Pasir kasar Pasir sedang Pasir halus Pasir sangat halus Lanau Lempung
256 266 - 64 64 - 4 4 – 2 4 – 2 2 – 1 1 1 – 1/2 1/2 1/2 - 1/4 1/4 - 1/8 1/8 – 1/8 – 1/16 1/16 1/16 – 1/256 1/16 – 1/256 < 256
2. Pemilahan Pemilahan
adalah
keseragaman
dari
ukuran
besar
butir
penyusun, bila semakin seragam ukurannya dan besar butirnya, maka pemilahan semakin baik (Suharwanto, 2012). Dalam pemilahan dipakai batasan-batasan sebagai berikut: a. Pemilahan baik b. Pemilahan sedang c. Pemilahan buruk 3. Kebundaran Kebundaran adalah nilai membulat butiran. Terdapat banyak variasi dari bentuk batuan, untuk perbandingan sebagai berikut :
76
Membundar
baik:
semua
permukaan
konveks,
hampir
equidimensional, speroidal
Membundar : permukaan umumnya bundar, ujung-ujung dan tepitepi butiran bundar
Membundar tanggung : permukaan umumnya datar dengan ujungujung yang membundar
Menyudut tanggung : permukaan umunya datar dengan ujungujung tajam
Menyudut : permukaan konkaf dengan ujungnya yang tajam
4. Kemas
Kemas terbuka : butiran mineral tidak saling bersentuhan (mengambang didalam matrik)
Kemas tertutup : butiran saling bersentuhan satu dengan yang lainnya
C. Komposisi Mineral Komposisi mineral dapat dibedakan : a. Fragmen : bagian butiran yang ukurannya paling besar dan dapat berupa pecah-pecahan batuan, mineral dan cangkang-cangkang b. Matrik : bagian butiran yang ukurannya lebih kecil dari fragmen dan terletak diantara fragmen sebagai massa dasar. Matrik dapat berupa batuan, mineral, atau fosil c. Semen : merupakan material pengisi rongga antar butir dan bahan pengikat diantara fragmen dan matrik. Bahan semen yang lazim adalah karbonat (kalsit, dolomit), silika (kalsedon, kuarsa), atau oksida besi (limonit, hematit, siderit) 2. Batuan Sedimen Non Klastik Batuan sedimen non klastik adalah batuan yang terbentuk dari hasil reaksi kimia atau dari hasil kegiatan organisme. Reaksi kimia tersebut ialah rekristalisasi langsung atau reaksi organik (penggaraman unsur-unsur laut, pertumbuhan kristal dari agregat kristal yang terpresipitasi dan replacement )
77
A. Struktur Struktur batuan non klastik terbentuk dari proses reaksi kimia ataupun kegiatan organik. Macam-macan struktur antara lain:
Fosilliforous : struktur yang ditunjukan oleh adanya fosil atau komposisi terdiri dari fosil (sedimen organik)
Oolitik : struktur dimana suatu fragmen klastik diselubungi oleh mineral non klastik, bersifat konsentris dengan diameter berukuran lebih kecil 2 mm (0,25 (0,25 – – 2 2 mm) kristal – kristal – kristal kristal berbentuk bulat atau elipsoid, seperti telur ikan. Contoh : batugamping oolit
Pisolitik : : sama dengan oolitik tetapi ukuran diameternya lebih besar dari 2 mm. contoh : batugamping pisolitik
Konkresi Konkresi : kenampakan struktur ini sama dengan struktur oolitik tetapi tidak menunjukan adanya sifat konsentris
Cone in cone cone : struktur pada batugamping kristalin yang menunjukan pertumbuhan kerucut perkerucut
Bioherm : Bioherm : tersusun oleh organisme murni dan bersifat insitu (belum tertransport sejak terbentuknya batuan)
Blostrome Blostrome : seperti bioherm tetapi bersifat klastik. Bioherm dan biostrome merupakan struktur luar yang hanya tampak dilapangan
Septaria Septaria : sejenis konkresi tetapi mempunyai komposisi lempung. Ciri khasnya ialah ada rekahan – rekahan rekahan yang tidak teratur akibat penyusutan bahan – bahan lempungan karena proses dehidrasi, kemudian celah – celah celah yang terbentuk terisi oleh kristal – – kristal kristal karbonat yang kasar
Geode Geode : banyak dijumpai pada batuan gamping, berupa ronggarongga yang terisi oleh kristal-kristal yang tumbuh ke arah pusat rongga tersebut. Kristal tersebut, dapat merupakan kalsit ataupun kuarsa
Styolit : : merupakan hubungan antar butir yang bergerigi
B. Tekstur Tekstur dapat dibedakan menjadi dua macam :
Kristalin
78
Tekstur ini terdiri dari kristal – – kristal kristal yang interlocking yaitu kristal – – kristal kristal yang saling mengunci satu dengan yang lain. Pemerian dapat memakai skala Wenworth sebagai berikut : 1. Berbutir Kasar (2 mm) 2. Berbutir Sedang (1/16 mm) 3. Berbutir Halus (1/256 mm) 4. Berbutir Sangat Halus (<1/256 mm)
Amorf Tekstur ini terdiri dari mineral yang tidak membentuk kristal – – kristal kristal atau amorf (non klastik), umumnya berukuran lempung atau koloid, contoh : rijang masif
C. Komposisi Mineral Komposisi mineral batuan sedimen non klastik cukup penting dalam menentukan penamaan batuan. Pada batuan sedimen jenis non klastik biasanya komposisi mineralnya sederhana yaitu bila terdiri dari satu atau dua macam mineral. Contoh: Batugamping : Kalsit dolomit Chert : Kalsedon Gypsum : Mineral gypsum Anhidrit : Mineral anhidrit 1.3 Batuapung Batuapung adalah batuan piroklastik, berwarna putih yang memiliki struktur yaitu skoria. skoria. Tekstur batuapung yaitu memiliki ukuran butir lempung, pemilahan sedang, membundar tanggung dan kemas terbuka. Mineral yang terkandung didalam batuapung adalah plagioklas dan kuarsa. Batu apung mempunyai sifat vesikular yang tinggi, mengandung jumlah sel yang banyak (berstruktur selular) akibat ekspansi buih gas alam yang terkandung di dalamnya, dan pada umumnya terdapat sebagai bahan lepas atau fragmen-fragmen dalam breksi gunungapi (Magetsari, 2001).
79
Gambar 6.1 Batuapung (koleksi pribadi)
1.4 Breksi Breksi merupakan batuan sedimen klastik yang memiliki ukuran butir yang cukup besar (diameter lebih dari dua milimeter) dengan tersusun atas batuan dengan fragmen menyudut (tajam). Fragmen-fragmen dari Breksi biasanya merupakan fragmen yang terkumpul pada bagian dasar lereng yang mengalami sedimentasi, selain itu fragmen juga dapat berasal dari hasil longsoran yang mengalami litifikasi (Adipedia, 2010).
Gambar 6.2 Breksi (koleksi pribadi)
1.5 Konglomerat Konglomerat merupakan batuan sedimen dengan komponen terdiri dari beberapa jenis batuan berukuran paling kecil krikil, berbentuk membundar tanggung. Tersemen oleh silika, oksida, besi karbonat, atau lempung. Tekstur klastik, kemas mengambang dan bersinggungan. Dalam pembentukannya membutuhkan energi yang cukup besar untuk menggerakkan fragmen yang
80
cukup besar biasanya terjadi pada sistem sungai dan pantai. Di antara fragmenfragmen konglomerat diisi oleh sedimen-sedimen halus sebagai perekat yang umumnya terdiri atas Oksida Besi, Silika, dan Kalsit (Magetsari, 2001).
Gambar 6.3 Konglomerat (koleksi pribadi)
1.6 Obsidian Obsidian adalah batuan piroklastik, berwarna hitam dan sedikit berbintik putih. Serta memiliki struktur masif, dan derajat kristalisasi holohyalin. holohyalin. Obsidian mengandung silika, besi dan magnesium. Obsidian terbentuk dari lava yang mendingin terlalu cepat, sehingga kristal yang terbentuk pada obsidian adalah kristal yang halus. Obsidian merupakan batuan yang terbentuk oleh hasil kegiatan erupsi gunungapi bersusunan asam hingga basa yang pembekuannya sangat cepat sehingga akan terbentuk gelas atau kaca daripada kristal dominan (Magetsari, 2001).
Gambar 6.4 Obsidian (koleksi pribadi)
81
1.7 Zeolit Zeolit adalah batuan piroklastik, berwarna putih keabu-abuan. Zeolit memiliki struktur yaitu masif . Tekstur zeolit yaitu memiliki ukuran butir lempung, pemilahan baik, dan kemas tertutup. Mineral yang terkandung didalam zeolit adalah silika. Zeolit merupakan kristal alumina-silika yang mempunyai struktur berongga atau berpori dan mempunyai sisi aktif bermuatan negatif yang dapat mengikat kation penyeimbang muatan secara lemah. Zeolit terdiri atas gugusan alumina dan gugusan silika-oksida yang masing – masing – masing masing berbentuk tetrahedral dan saling dihubungkan oleh atom oksigen sedemikian rupa sehingga membentuk kerangka tiga dimensi (Magetsari, 2001).
Gambar 6.1 Zeolit (koleksi pribadi)
82
BAB 2 PEMBAHASAN
2.1 Batuapung Saat di laboratorium mineralogi petrologi, praktikan mengamati satu buah sampel dari batuan dan dilakukan beberapa pengamatan pada batuan tersebut, yaitu mengenai jenis, warna, struktur, tekstur dan komposisi mineral. Pengamatan tekstur terdiri dari ukuran butir, pemilahan, kebundaran dan kemas. Pengamatan pada komposisi mineral yaitu fragmen, matriks dan semen. Batuan yang diamati pada praktikum memiliki jenis piroklastik. Sampel batuan yang diamati berwarna abu-abu dan mempunyai struktur skoria. Tekstur batuan yang diamati memiliki ukuran butir lanau. Komposisi yang dimiliki sampel batuan adalah semen silika karena tidak berbuih saat ditetesi HCl. Batuan yang diamati mempunyai ukuran panjang 7,5 cm dan lebar 4,5 cm. Setelah mengidentifikasi sampel batuan tersebut dapat praktikan simpulkan bahwa batuan tersebut adalah batuapung. Batuapung terbentuk melalui proses vulkanik dengan material penyusun dari asal yang berbeda-beda dan memiliki tekstur klastik. Batuapung terjadi pengendapan abu vulkanik jutaan tahun yang lalu. Batu mengendap dalam periode yang lama dari ribuan hingga jutaan tahun di cekungan dangkal dan mengalami rombakan oleh aktivitas air dan terendapkan kembali pada tempat pengendapan yang lain. Batuapung mengandung komposisi semen silikat si likat karena terbentuk dari gunungapi yang kaya akan kandungan yang bersifat silikat yang juga mempengaruhi warna pada batuapung. Batuapung mempunyai sifat vesicular yang yang tinggi, mengandung jumlah sel yang banyak (berstruktur selular) akibat ekspansi buih gas alam yang terkandung di dalamnya, dan pada umumnya terdapat sebagai bahan lepas atau fragmen-fragmen dalam breksi gunungapi. Gas yang terkandung didalamnya mempunyai kesempatan untuk keluar dan magma membeku dengan tiba-tiba (Adipedia, 2010). Batuapung yang diamati saat praktikum sama seperti deskripsi batuapung pada sumber referensi yaitu tergolong jenis piroklastik. Sumber referensi batuapung dideskripsikan memiliki struktur skoria, begitu pula halnya dengan hasil pengamatan pada batuapung yang berada di laboratorium yaitu terdapat
83
lubang-lubang dengan arah yang tidak teratur. Ukuran butir yang diamati sama seperti sumber referensi yaitu lanau karena batuapung memiliki ukuran butir halus dan seragam yang berasal dari gunungapi yang meletus dan mengeluarkan material halus dan terendapkan dengan besar butir 1/16 mm – mm – 1/256 1/256 mm yang terdapat pada skala Wentworth. Komposisi batuapung yang diamati sama seperti deskripsi pada sumber referensi yaitu memiliki semen silika karena tidak berbuih saat ditetesi HCl (Harjanto, 2011). Batuapung terbentuk melalui proses vulkanik dengan material penyusun dari asal yang berbeda-beda dan memiliki tekstur klastik. Batuapung memiliki struktur skoria karena pada saat pembentukannya gas yang terkandung didalamnya mempunyai kesempatan untuk keluar tetapi magma telah membeku dahulu secara tiba-tiba sehingga menyebabkan terdapatnya lubang-lubang dengan arah yang tidak teratur. Ukuran butir batuapung berjenis lanau karena magma asam muncul ke permukaan dan bersentuhan dengan udara bebas secara tiba-tiba sehingga menyebabkan batuapung memiliki besar butir 1/16 mm – mm – 1/256 1/256 mm. Batuapung berasal dari gunungapi yang kaya silika sehigga menyebabkan batuapung memiliki semen silika yang tidak berbuih saat ditetesi HCl. Batuapung mengapung pada air karena batuapung memiliki massa jenis yang kecil, struktur skoria, tidak terdapat fragmen dan matrik. Batuapung terbentuk dari pengendapan abu vulkanik jutaan tahun yang lalu yang mengendap dalam periode yang lama dari ribuan hingga jutaan tahun di cekungan dangkal dan mengalami rombakan oleh aktivitas air dan terendapkan kembali pada tempat pengendapan yang lain sedangkan obsidian terbentuk melalui proses vulkanik dengan material penyusun dari asal yang berbeda-beda dan memiliki tekstur klastik yang terbentuk dari hasil pendinginan lahar gunung berapi yang cepat (Adipedia, 2010). Manfaat dan kegunaan batuapung sering kita rasakan dalam kehidupan sehari-hari. Dalam bidang kesehatan batuapung dapat dianfaatkan sebagai alat kesehatan kulit. Batuapung banyak digunakan sebagai pembersih kulit yang pecah-pecah khususnya untuk bagian tumit. Selain daripada itu, batuapung juga banyak dipergunakan sebagai s ebagai hiasan pada rumah. Persebaran batuapung banyak terdapat di sekitar Serang, Sukabumi dan Pulau Ternate (Hendik, 2012).
84
2.2 Breksi Saat di laboratorium mineralogi petrologi, praktikan mengamati satu buah sampel dari batuan dan dilakukan beberapa pengamatan pada batuan tersebut, yaitu mengenai jenis, warna, struktur, tekstur dan komposisi mineral. Pengamatan tekstur terdiri dari ukuran butir, pemilahan, kebundaran dan kemas. Pengamatan pada komposisi mineral yaitu fragmen, matrik dan semen. Batuan yang diamati pada praktikum memiliki jenis sedimen klastik. Sampel batuan yang diamati berwarna abu-abu putih dan mempunyai struktur masif. Tekstur batuan yang diamati memiliki memi liki ukuran butir krakal, pemilahan buruk, kebundaran angular, dan kemas terbuka. Komposisi yang dimiliki sampel batuan adalah fragmen batulempung dan batulanau, matriks tuff dan semen silika karena berbuih saat ditetesi HCl. Batuan yang diamati mempunyai ukuran panjang 13,5 cm dan lebar 8 cm. Setelah mengidentifikasi sampel batuan tersebut dapat praktikan simpulkan bahwa batuan tersebut adalah breksi. Breksi merupakan salah satu contoh batuan sedimen klastik yang terbentuk dari proses sedimentasi kembali batuan asal yang telah pecah. Batuan asal tersebut dapat berupa batuan beku, sedimen dan metamorf. Fragmentasi tersebut dimulai dari pelapuan mekanis lalu tererosi dan tertransportasi ke sebuah cekungan dan terendapkan. Setelah pengendapan berlangsung sedimen mengalami diagenesa yakni, prosess- proses yang berlangsung pada temperatur rendah di dalam suatu sedimen, selama dan sesudah litifikasi. Transportasi butir-butir sedimen dapat dipengaruhi oleh air, gravitasi, angin, dan es. Breksi memiliki butiran-butiran yang bersifat coarse coarse yang yang terbentuk dari sementasi fragmen-fragmen yang bersifat kasar dengan ukuran 2 hingga 256 milimeter . milimeter . (Adipedia, 2010). Breksi yang diamati saat praktikum sama seperti deskripsi breksi pada sumber referensi yaitu tergolong jenis sedimen klastik. Sumber referensi breksi dideskripsikan memiliki struktur masif, begitu pula halnya dengan hasil pengamatan pada breksi yang berada di laboratorium yang tidak menunjukkan struktur dalam. Ukuran butir yang diamati sama seperti sumber referensi yaitu krakal karena breksi memiliki besar butir 64 mm – 4 mm. Breksi yang diamati memiliki pemilahan buruk karena ukuran besar butir batuan tidak seragam dan kebundaran angular karena permukaan konkaf dengan ujungnya yang tajam. Breksi memiliki kemas terbuka karena butiran tidak saling bersentuhan.
85
Komposisi breksi yang diamati sama seperti deskripsi pada sumber referensi yaitu memiliki fragmen batulempung dan batulanau, matrik tuff dan semen silika karena tidak berbuih saat ditetesi HCl (Harjanto, 2011). Breksi merupakan batuan sedimen klastik karena terbentuk dari proses sedimentasi kembali batuan asal yang telah pecah. Fragmentasi tersebut dimulai dari pelapukan mekanis lalu tererosi dan tertransportasi ke sebuah cekungan dan terendapkan. Transportasi butir-butir sedimen dapat dipengaruhi oleh air, gravitasi, angin, dan es. Breksi memiliki struktur masif karena tidak menunjukkan struktur struktur dalam. Breksi memiliki ukuran ukuran butir krakal krakal karena breksi tidak tertransportasi begitu jauh dari batuan asalnya sehingga menyebabkan breksi memiliki besar butir 64 mm – 4 mm. Breksi mengalami diagenesa jutaan tahun sehingga menyebabkan breksi memiliki ukuran butir yang tidak seragam yang dapat dikatakan breksi memiliki pemilahan buruk. Breksi memiliki kebundaran angular karena breksi tidak tertransportasi terlalu jauh dari batuan asalnya sehingga gaya gesekan antar butir satu dengan lainnya semakin berkurang. Breksi mengalami terbentuknya mineral baru di lingkungan diagenesa, yang mineral tersebut merupakan partikel baru dalam suatu sedimen sehingga menyebabkan butirannya tidak saling bersentuhan oleh karena itu dapat dikatakan breksi memiliki kemas terbuka. Breksi memiliki fragmen lempung karena saat transportasi terdapat arus turbulen yang arus turbulen tersebut membuat partikel atau butiran-butiran sedimen mengendap secara suspensi, sehingga butiran-butiran yang diendapkan merupakan butiran sedimen berbutir halus. Breksi memiliki komposisi matrik tuff dan semen silika karena tidak berbuih saat ditetesi HCl (Adipedia, 2010). Manfaat dan kegunaan breksi sering kita rasakan dalam kehidupan seharihari. Breksi dapat dimanfaatan sebagai bahan pondasi pada bangunan, dapat juga dipakai sebagai bahan campuran dalam semen se men untuk membangun suatu bangunan. Pada zaman dahulu breksi dipakai sebagai alat pemotong benda karena di pinggir permukaannya yang relatif tajam. Persebaran breksi terdapat dihampir semua lereng gunung berapi yang ada di Indonesia (J.A Katili dan P. Marks, 1963).
86
2.3 Konglomerat Saat di laboratorium mineralogi petrologi, praktikan mengamati satu buah sampel dari batuan dan dilakukan beberapa pengamatan pada batuan tersebut, yaitu mengenai jenis, warna, struktur, tekstur dan komposisi mineral. Pengamatan tekstur terdiri dari ukuran butir, pemilahan, kebundaran dan kemas. Pengamatan pada komposisi mineral yaitu fragmen, matriks dan semen. Batuan yang diamati pada praktikum memiliki jenis sedimen klastik. Sampel batuan yang diamati berwarna coklat kehitaman dan mempunyai struktur masif. Tekstur batuan yang diamati memiliki me miliki ukuran butir krakal, pemilahan buruk, kebundaran rounded , dan kemas terbuka. Komposisi yang dimiliki sampel batuan adalah fragmen kuarsa, matrik basalt, rijang dan semen karbonat karena berbuih saat ditetesi HCl. Batuan yang diamati mempunyai ukuran panjang 8 cm dan lebar 5 cm. Setelah mengidentifikasi sampel batuan tersebut dapat praktikan simpulkan bahwa batuan tersebut adalah konglomerat. Konglomerat merupakan salah satu contoh batuan sedimen klastik yang terbentuk dari proses sedimentasi kembali batuan asal yang telah pecah. Batuan asal tersebut dapat berupa batuan beku, sedimen dan metamorf. Fragmentasi tersebut dimulai dari pelapuan mekanik lalu tererosi dan tertransportasi ke sebuah cekungan dan terendapkan. Konglomerat merupakan suatu bentukan fragmen dari proses sedimentasi, batuan yang berbutir kasar, terdiri atas fragmen dengan bentuk membundar dengan ukuran lebih besar dari 2 mm yang berada ditengah-tengah semen yang tersusun oleh batupasir dan diperkuat dan dipadatkan lagi oleh kerikil. Di antara fragmen- fragmen konglomerat diisi oleh sedimen-sedimen halus sebagai perekat yang umumnya terdiri atas Oksida Besi, Silika, dan Kalsit. Batuan tersebut dalam pembentukannya membutuhkan energi yang cukup besar untuk menggerakan fragmen yang cukup besar biasanya terjadi pada sistem sungai dan pantai. pantai. Konglomerat adalah adalah batuan sedimen yang tersusun dari bahan-bahan dengan ukuran berbeda dan bentuk membulat yang direkat menjadi batuan padat (Philpotts, 2010). Konglomerat yang diamati saat praktikum sama seperti deskripsi konglomerat pada sumber referensi yaitu tergolong jenis sedimen klast ik. Sumber referensi konglomerat dideskripsikan memiliki struktur masif, begitu pula pula halnya dengan hasil pengamatan pada konglomerat yang berada di laboratorium yang
87
tidak menunjukkan adanya struktur dalam. Ukuran butir yang diamati sama seperti sumber referensi yaitu krakal karena konglomerat memiliki besar butir 64 mm – 4 mm. Konglomerat yang diamati memiliki pemilahan buruk karena ukuran besar butir batuan tidak seragam dan kebundaran rounded karena permukaan permukaan bundar, ujung-ujung dan tepi-tepi butiran bundar. Konglomerat memiliki kemas terbuka karena butiran tidak saling bersentuhan. Komposisi konglomerat yang diamati sama seperti deskripsi pada sumber referensi yaitu memiliki fragmen kuarsa, matrik basal dan rijang dan semen karbonat karena berbuih saat ditetesi HCl (Harjanto, 2011). Konglomerat merupakan batuan sedimen klastik karena terbentuk dari proses sedimentasi kembali batuan asal yang telah pecah. Fragmentasi tersebut dimulai dari pelapukan mekanis lalu tererosi dan tertransportasi ke sebuah cekungan dan terendapkan. Transportasi butir-butir sedimen dapat dipengaruhi oleh air, gravitasi, angin, dan es. Konglomerat memiliki struktur masif karena tidak terdapat struktur dalam. Konglomerat memiliki ukuran butir krakal karena konglomerat
tidak tertransportasi begitu begitu jauh dari batuan asalnya sehingga
menyebabkan konglomerat memiliki besar butir 64 mm – mm – 4 mm. Konglomerat mengalami diagenesa jutaan tahun sehingga menyebabkan konglomerat memiliki ukuran butir yang tidak seragam yang dapat dikatakan konglomerat memiliki pemilahan
buruk.
Konglomerat
memiliki
kebundaran
rounded karena
konglomerat tertransportasi jauh dari batuan asalnya sehingga gaya gesekan antar butir satu dengan lainnya l ainnya semakin besar. Konglomerat mengalami terbentuknya mineral baru di lingkungan diagenesa, yang mineral tersebut merupakan partikel baru dalam suatu sedimen sehingga menyebabkan butirannya tidak saling bersentuhan oleh karena itu dapat dikatakan konglomerat memiliki kemas terbuka. Konglomerat memiliki komposisi matrik basalt dan rijang dan semen karbonat karena berbuih saat ditetesi HCl (Harjanto, 2011). Secara umum, perbedaan terbesar antara konglomerat dan breksi adalah kebundaran
dari
partikel
dalam
setiap
matrik
batuannya. Kebanyakan
konglomerat tersusun atas partikel – – partikel bulat yang biasanya tersusun atas kerikil dan pasir yang disemen bersama-sama. Partikel-partikel ini menjadi bulat oleh pengikisan dan tumbukan yang terjadi di dalam air dan bias juga oleh es. Konglomerat pada umumnya ditemukan di sepanjang saluran sungai purba.
88
Breksi memiliki partikel – – partikel yang lebih menyudut, menunjukkan bahwa terbentuk lebih cepat, setelah potongan patah dan disemen bersama-sama. Breksi bersama-sama. Breksi gampingan berisi potongan – potongan menyudut dari batu kapur dan berada dalam matrik kalsium karbonat yang seringkali batuan ini terbentuk dalam lingkungan pengendapan yang cepat (Magetsari, 2001). Manfaat dan kegunaan konglomerat sering kita rasakan dalam kehidupan sehari-hari. Konglomerat dapat dipergunakan sebagai sebagai bahan pondasi pada bangunan, dapat juga dipakai sebagai bahan campuran dalam semen untuk membangun suatu bangunan. Persebaran konglomerat terdapat dihampir semua lereng gunung berapi yang ada di Indonesia (J.A Katili dan P. Marks, 1963).
89
2.4 Obsidian Saat di laboratorium mineralogi petrologi, praktikan mengamati satu buah sampel dari batuan dan dilakukan beberapa pengamatan pada batuan tersebut, yaitu mengenai jenis, warna, struktur, tekstur dan komposisi mineral. Pengamatan tekstur terdiri dari ukuran butir, pemilahan, kebundaran dan kemas. Pengamatan pada komposisi mineral yaitu fragmen, matriks dan semen. Batuan yang diamati pada praktikum memiliki jenis piroklastik. Sampel batuan yang diamati berwarna hitam dan mempunyai struktur masif. Komposisi mineral yang dimiliki sampel batuan adalah silika karena tidak berbuih saat ditetesi HCl. Batuan yang diamati mempunyai ukuran panjang 5 cm dan lebar 4 cm. Setelah mengidentifikasi sampel batuan tersebut dapat praktikan simpulkan bahwa batuan tersebut adalah obsidian. Obsidian merupakan batuan yang terbentuk oleh hasil kegiatan erupsi gunungapi bersusunan asam hingga basa yang pembekuannya sangat cepat sehingga akan terbentuk gelas atau kaca daripada kristal dominan. Obsidian terbentuk melalui proses vulkanik dengan material penyusun dari asal yang berbeda-beda dan memiliki tekstur klastik. Obsidian sebenarnya bukanlah batu atau mineral, melainkan kaca natural yang terbentuk dari hasil pendinginan lahar gunung berapi yang cepat, karena proses pendinginannya terlalu cepat maka jarang terjadi pembentukan kristal krist al di dalamnya, jadi j adi tidak ada struktur kristal di dalam obsidian seperti batu mineral lain (Harjanto, lain (Harjanto, 2011). Obsidian yang diamati saat praktikum sama seperti deskripsi obsidian pada sumber referensi yaitu tergolong jenis piroklastik. Sumber referensi obsidian dideskripsikan memiliki struktur masif, begitu pula halnya dengan hasil pengamatan pada obsidian yang berada di laboratorium yang tidak menunjukkan adanya sifat aliran atau jejak gas. Komposisi obsidian yang diamati sama seperti deskripsi pada sumber referensi yaitu memiliki silika karena tidak berbuih saat ditetesi HCl (Harjanto, 2011). Obsidian terbentuk melalui proses vulkanik dengan material penyusun dari asal yang berbeda-beda dan memiliki tekstur klastik. klastik. Obsidian sebenarnya bukanlah batu atau mineral, melainkan kaca natural yang terbentuk dari hasil pendinginan lahar gunung berapi yang cepat, karena proses pendinginannya terlalu cepat maka jarang terjadi pembentukan kristal di dalamnya, jadi tidak ada
90
struktur kristal di dalam obsidian seperti batu mineral lain. lain . Genesa obsidian berbeda dengan batuapung. Batuapung terbentuk dari pengendapan abu vulkanik jutaan tahun yang lalu yang mengendap dalam periode yang lama dari ribuan hingga jutaan tahun di cekungan dangkal dan mengalami rombakan oleh akt ivitas air dan terendapkan kembali pada tempat pengendapan yang lain. Warna tidak ditentukan oleh komposisinya, sehingga batuan ini berwarna hitam mungkin bersifat riolitik atau basaltik. Obsidian memiliki struktur masif karena tidak terdapat fragmen batuan lain dan menunjukkan tidak adanya sifat aliran dan jejak gas. Obsidian berasal dari gunungapi yang kaya silika sehigga menyebabkan obsidian memiliki semen silika yang tidak berbuih saat ditetesi HCl. (Magetsari, 2001). Manfaat dan kegunaan obsidian sering kita rasakan dalam kehidupan seharihari. Obsidian dapat dimanfaatkan sebagai hiasaan dinding rumah, sebagai bahan batu tempel, industi keramik, bahan penggosok, campuran bahan bangunan kontruksi ringan, bahan isolator, campuran lumpur pemboran dan bahan saringan ( filter filter ). ). Persebaran obsidian di Indonesia banyak terdapat di Bengkulu, Sumatra Barat dan di Kabupaten Kepahiang (J.A Katili dan P. Marks, 1963).
91
2.5 Zeolit Saat di laboratorium mineralogi petrologi, praktikan mengamati satu buah sampel dari batuan dan dilakukan beberapa pengamatan pada batuan tersebut, yaitu mengenai jenis, warna, struktur, tekstur dan komposisi mineral. Pengamatan tekstur terdiri dari ukuran butir, pemilahan, kebundaran dan kemas. Batuan yang diamati pada praktikum memiliki jenis piroklastik. Sampel batuan yang diamati berwarna putih dan mempunyai struktur masif. Tekstur batuan yang diamati memiliki ukuran butir lanau. Komposisi yang dimiliki sampel batuan adalah semen silika karena berbuih saat ditetesi HCl. Batuan yang diamati mempunyai ukuran panjang 13 cm dan lebar 6,5 cm. Setelah mengidentifikasi sampel batuan tersebut dapat praktikan simpulkan bahwa batuan tersebut adalah zeolit. Zeolit terbentuk karena batuan vulkanis dari lapisan abu bereaksi dengan air yang berada dibawah tanah dan mengandung alkalin. Zeolit terjadi akibat pengendapan abu vulkanik jutaan tahun yang lalu. Zeolit mengendap dalam periode yang lama dari ribuan hingga jutaan tahun di cekungan dangkal dan mengalami rombakan oleh aktivitas air dan terendapkan kembali pada tempat pengendapan yang lain. Zeolit mengandung komposisi semen silikat karena terbentuk dari gunungapi yang kaya akan kandungan yang bersifat silikat yang juga mempengaruhi warna pada zeolit. Ada empat proses sebagai gambaran awal terbentuknya zeolit, yaitu proses sedimentasi debu vulkanik pada lingkungan danau yang bersifat alkali, proses alterasi, proses diagenesis dan proses hidrotermal (Harjanto, 2011). Zeolit yang diamati saat praktikum sama seperti deskripsi zeolit pada sumber referensi yaitu tergolong jenis piroklastik. Sumber referensi zeolit dideskripsikan memiliki struktur masif, begitu pula halnya dengan hasil pengamatan pada zeolit yang berada di laboratorium yang tidak menunjukkan adanya fragmen batuan lain. Ukuran butir yang diamati sama seperti sumber referensi yaitu lanau karena zeolit memiliki besar butir 1/16 mm – mm – 1/256 1/256 mm. Zeolit memiliki kemas tertutup karena butirannya saling bersentuhan. Komposisi zeolit yang diamati sama seperti deskripsi pada sumber referensi yaitu memiliki semen silika karena tidak berbuih saat ditetesi HCl tetapi tidak memiliki fragmen dan matrik (Harjanto, 2011).
92
Zeolit terbentuk melalui proses vulkanik dengan material penyusun dari asal yang berbeda-beda dan memiliki tekstur klastik. Zeolit berwarna putih karena pengaruh dari komposisi semen silika. Zeolit memiliki struktur masif karena tidak terdapat fragmen batuan lain dan menunjukkan tidak adanya sifat aliran dan jejak gas. Ukuran butir zeolit berjenis lanau karena zeolit memiliki ukuran butir halus dan seragam yang berasal dari gunungapi yang meletus dan mengeluarkan material halus dan terendapkan dengan besar butir 1/16 mm – mm – 1/256 1/256 mm yang terdapat pada skala Wentworth. Zeolit berasal dari gunung api yang kaya silika sehigga menyebabkan zeolit memiliki semen silika yang berbuih saat ditetesi HCl (Adipedia, 2010). Zeolit digunakan dalam kehidupan sehari-hari sebagai bahan untuk pemurni air, dan juga sebagai bahan campuran pupuk yang dapat meningkatkan kesuburan tanah. Kegunaan zeolit dalam bidang lingkungan dapat digunakan sebagai bahan untuk penjernih air tambak, bahan penjernih limbah industri, dan industri nuklir. Penyebaran di Indonesia berada di Sumatera, Jawa, Bali, Nusa Tenggara, Sulawesi, Maluku, dan Irian Jaya (J.A Katili dan P. Marks, 1963).
93
BAB 3 KESIMPULAN
3.1 Batuapung Jenis piroklastik, warna abu-abu, struktur skoria, tekstur ukuran butir lanau, komposisi komposisi mineral adalah silika yang tidak berbuih jika ditetesi HCl. 3.2 Breksi Jenis sedimen klastik, warna abu-abu putih, struktur masif, tekstur adalah ukuran butir krakal, pemilahan buruk, kebundaran angular, kemas terbuka, komposisi mineral adalah fragmen batulempung dan batulanau, matrik tuff dan semen silika yang tidak berbuih jika ditetesi HCL. 3.3 Konglomerat Jenis sedimen klastik, warna coklat kehitaman, struktur masif, tekstur adalah ukuran butir krakal, pemilahan buruk, kebundaran rounded , kemas terbuka, komposisi mineral adalah fragmen kuarsa, matrik basalt dan rijang dan semen karbonat yang berbuih ketika ditetesi HCl. 3.4 Obsidian Jenis piroklastik, warna hitam, struktur masif, komposisi mineral adalah silika yang tidak berbuih ketika ditetesi HCl. HCl. 3.5 Zeolit Jenis piroklastik, warna putih, struktur masif, tekstur ukuran butir lanau, komposisi mineral adalah silika yang tidak berbuih ketika ditetesi HCl. HCl.
94
DAFTAR PUSTAKA
Arif, Ridwan dan Manggara P. Pohan. 2006. Evaluasi Potensi Bahan Galian Pada Bekas Tambang dan Wilayah Peti Daerah Balai Karangan, Sanggau, Kalimantan Barat . Kalimantan: Pusat Sumber Daya Geology Graha, Doddy Setia. 1987. Batuan 1987. Batuan dan Mineral . Bandung: Nova Harjanto, Agus. 2011. Buku Panduan Praktikum Petrologi . Yogyakarta: Universitas Nasional “Veteran” Yogyakarta Magetsari, Noer Azis. 2001. Catatan Geologi Fisik . Bandung: 2001 Munir, Moch. 1996. Geologi dan Mineral Tanah. Tanah . Jakarta: Dunia Pustaka Jaya Nur, Irzal. 2013. Identifikasi Kubah Lava pada Kaldera Pangkajane, Sulawesi Selatan, Indonesia. Indonesia . Medan: HAGI-IAGI Joint Convention Suharwanto. 2014. Penuntun Praktikum Mineralogi Petrologi. Petrologi . Yogyakarta: PSTL UPN “V”.
95
LAMPIRAN