POLITIK HUKUM PEMBERANTASAN KORUPSI
A. Pendahu Pendahulua luan n
Pember Pemberant antasa asan n korups korupsii sejak sejak era Reform Reformasi asi telah telah melalu melaluii beberap beberapaa tahapa tahapan. n. Tahapan pertama pada 1998-2002, melaksanakan kebijakan hukum dalam pemberantasan korupsi untuk memenuhi janji reformasi, terutama terhadap mantan presiden Soeharto dan kroni-kroni kroni-kroninya, nya, dan dilanjutkan dilanjutkan dengan pembangunan pembangunan bidang hukum yang meliputi meliputi empat bidang, yaitu hukum di bidang ekonomi, keuangan, dan perbankan; hukum di bidang politik; hukum di bidang sosial; serta hukum di bidang hak asasi manusia. Seluruh perundang-undangan dalam keempat bidang hukum tersebut telah diselesaikan dalam dalam kurun kurun waktu waktu empat empat tahun tahun pertam pertama, a, disusu disusull dengan dengan bebera beberapa pa perubah perubahan an atas atas per perun undan dangg-und undan angan gan ters tersebu ebut, t, yang yang tela telah h terj terjad adii dalam dalam kuru kurun n wakt waktu u dua tahun tahun selanjutnya sampai 2004. Pembentukan hukum dan perubahan-perubahan yang kemudian telah dilakukan tampaknya belum dapat dilihat keberhasilannya dalam kurun waktu empat tahun tahap kedua kedua (2004(2004-2008 2008), ), sekali sekalipun pun dalam dalam penegaka penegakan n hukum hukum dan regula regulasi si dalam dalam bidang bidang hukum hukum ekonomi ekonomi,, keuanga keuangan, n, dan perban perbankan kan telah telah menunj menunjukka ukkan n hasil hasil yang yang signif signifika ikan n untuk memacu peningkatan kepastian hukum serta perlindungan hukum bagi para pelaku usaha. Pene Peneka kanan nan untu untuk k mema memacu cu arus arus penan penanam aman an moda modall asin asing g lebi lebih h meng mengem emuk ukaa diband dibanding ing perlin perlindun dungan gan hukum hukum dan kepast kepastian ian hukum, hukum, baik baik terhad terhadap ap pelaku pelaku usaha usaha pribu pribumi mi maupun maupun asing. asing. Masala Masalah h kontro kontrover versia siall dalam dalam pembang pembangunan unan bidang bidang hukum hukum ekonomi, keuangan, dan perbankan masih akan terus berlanjut sehubungan dengan belum adanya kejelasan politik hukum yang akan dijalankan pemerintah sejak era Reformasi
sampai akhir 2007. Hal ini tidak mudah karena masih belum ada penafsiran hukum yang sama di antara pengambil keputusan dan para ahli terhadap bunyi ketentuan Pasal 33 Perubahan Keempat Undang-Undang Dasar 1945 Ketidakjelasan tersebut juga disebabkan oleh semakin lemahnya landasan falsafah Pancasila yang digunakan untuk berpijak dalam menghadapi perkembangan cepat arus liberalisme dan kapitalisme internasional. Pancasila sebagai landasan ideologi bangsa Indonesia saat ini tengah mengalami krisis identitas. Keadaan serius bangsa Indonesia sebagaimana diuraikan di atas berdampak besar terhadap setiap kebijakan hukum dan penegakan hukum yang akan dilaksanakan pemerintah, siapa pun pemimpin nasionalnya. Salah satu dampak yang telah teruji kebenarannya adalah kebijakan hukum dan penega penegakan kan hukum hukum dalam dalam pember pemberant antasa asan n korups korupsi. i. Reflek Refleksi si geraka gerakan n pember pemberant antasa asan n korups korupsii sejak sejak kurang kurangleb lebih ih 52 tahun tahun yang yang lampau lampau sarat sarat dengan dengan tujuan tujuan member memberika ikan n penje penjeraa raan n dengan dengan penjata penjatahan han hukuman hukuman sebera seberat-b t-bera eratny tnyaa kepada kepada para para pelaku pelaku korupsi korupsi dise disert rtai ai kein keingi ginan nan kera kerass untu untuk k sebe sebesa sarr-bes besar arny nyaa memb member erik ikan an kema kemanf nfaat aatan an bagi bagi pengembalian keuangan negara yang telah diambil pelakunya. Tuju Tujuan an dima dimaks ksud ud tamp tampak ak nyat nyataa seca secara ra norm normat atif if dala dalam m empat empat langk langkah ah peru peruba baha han n ketentuan Undang-Undang Pemberantasan Korupsi (1971-2001), antara lain, ancaman hukuman ditetapkan minimum khusus dan pemberatan ancaman hukuman sepertiga dari ancaman pidana pokok, terutama terhadap pelaku penyelenggara negara dan penegak hukum. Selain itu, kerugian (keuangan) negara telah ditetapkan menjadi salah satu unsur penentu ada-tidaknya suatu tindak pidana korupsi. Pola kebijakan legislasi tersebut secara nyata menampakkan filsafat kantianisme di satu sisi dan filsafat utilitarianisme di sisi lainnya; dua pandangan filsafat yang berbeda
mendasar dengan Pancasila sebagai ideologi bangsa Indonesia sejak ditemukannya pada Juni 1945. Namun, kebi' jakan legislasi legislasi pemberantas pemberantasan an korupsi korupsi tersebut tersebut secara normatif normatif telah dilaksanakan tanpa hambatan-hambatan berarti sampai saat ini. Kendala serius yang menghadang kebijakan legislasi tersebut justru terletak pada faktor-faktor nonhukum dan pola penegakan hukum yang belum secara maksimal diharapkan dapat menimbulkan harmonisasi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Kultur bangsa Indonesia tidaklah sama dengan bangsa-bangsa lain di dunia, karena masalah harmonisasi kehidupan dan hubungan interpersonal ternyata masih menentukan keberhasilan suatu perencanaan/program perencanaan/program dalam mencapai tujuannya. Kultur Kultur bangsa bangsa Indonesi Indonesia a menabukan menabukan penyebarlua penyebarluasan san aib di muka umum, apalagi dalam posisi hukum masih belum dinyatakan bersalah oleh kekuatan suatu suatu putus putusan an pengad pengadila ilan. n. Gerak Gerak langk langkah ah pember pemberan antas tasan an korups korupsii yang yang mengedepankan "mempermalukan" "mempermalukan" di muka publik dengan aib yang melekat pada seseorang terbukti telah kontraproduktif dan antipati terhadap gerakan pemberantasan pemberantasan korupsi itu sendiri. Konsekuensi Konsekuensi lanjutan yang tampak adalah resistansi menguat dan politisasi menajam terhadap setiap gerak langkah Kejaksaan Agung dan Komisi Pemberant Pemberantasan asan Korupsi Korupsi sejak sejak pembentu pembentukanny kannya. a. Penegakan Penegakan hukum hukum dalam pemberantasan korupsi di Indonesia telah berlangsung sejak tahun 1960-an, dan telah berganti undang-undang sebanyak 4 (empat) kali, dan terakhir dengan UU Nomor 20 tahun 2001. Sekalipun pergantian undangundang undang sebanyak sebanyak itu akan tetapi filosofi filosofi,, tujuan tujuan dan misi pemberanta pemberantasan san koru korups psii
teta tetap p
sama sama..
Seca Secara ra
filo filoso sofi fis, s,
pera peratu tura ran n
peru perund ndan angg-un unda dang ngan an
pemberantasan pemberantasan korupsi menegaskan bahwa, kesejahteraan bangsa Indonesia merupakan suatu cita bangsa, dan sekaligus cita pendiri kemerdekaan RI yang dicantumkan dalam Pembukaan UUD 1945, dan diadopsi ke dalam sila kelima dari Panca Sila. Oleh karena itu setiap ancaman dan hambatan terhadap tercapainya kesejahte kesejahteraan raan bangsa bangsa ini merupakan merupakan pelangga pelanggaran ran terhadap terhadap cita bangsa. bangsa. Akan Akan teta tetapi pi seba sebaga gaii su suat atu u nega negara ra huku hukum, m, lang langka kah h
pence encega gaha han n dan dan
pemberantasan pemberantasan korupsi harus dilandaskan kepada asas kepastian hukum dan seoptima seoptimalnya lnya dilandas dilandaskan kan kepada kepada cita keadilan keadilan sebagai sebagai cita hukum hukum sejak sejak zaman zaman Yunani. Yunani. Landasan Landasan yuridis, yuridis, adalah adalah UUD 1945 sebagai ”grund-no ”grund-norm” rm” (huk (hukum um dasa dasar) r) yang yang seha seharu rusn snya ya diwu diwuju judk dkan an ke dala dalam m suat suatu u UU yang yang mencerminkan cita dan tujuan hukum sebagaimana diuraikan di atas. Perlu dikaji sejauh mana UU Pemberantasan Korupsi (UUPK) telah mencerminkan asas-asas hukum dan cita hukum dimaksud, akan diuraikan dalam tulisan ini. Landasan sosiologis dari penegakan hukum pemberantasan korupsi adalah bahw bahwa, a, kemis kemiski kina nan n yang yang mela meland nda a kura kurang ng lebi lebih h 35 35-5 -50 0 juta juta pend pendud uduk uk Indonesia masa kini adalah disebabkan karena korupsi yang telah bersifat sistemik dan meluas ke seluruh lapisan birokrasi (30 % dana APBN terkuras karena korupsi), dan tidak lepas dari pengaruh timbal balik antara birokrasi dan sektor swasta. Oleh karena karena itu, pemberant pemberantasan asan korupsi korupsi bukanlah bukanlah sekedar sekedar aspiras aspirasii masyarakat luas melainkan merupakan kebutuhan mendesak (urgent needs) bangsa Indonesia untuk mencegah dan menghilangkan sedapatnya dari bumi pertiw pertiwii ini karena karena denga dengan n demik demikian ian penega penegakan kan hukum hukum pember pemberan antas tasan an korupsi korupsi diharapk diharapkan an dapat dapat menguran mengurangi gi dan seluas-lu seluas-luasny asnya a menghapu menghapuskan skan
kemiskinan. Bertolak dari ketiga landasan politik pemberantasan korupsi di Indonesia di atas jelas bahwa, langkah penegakan hukum pemberantasan koru korups psii meru merupa paka kan n kewa kewaji jiba ban n bers bersam ama a buka bukan n hany hanya a pene penega gak k huku hukum m melainkan juga seluruh komponen bangsa dengan bimbingan dan tauladan para para pemimp pemimpin in bangs bangsa a ini mulai mulai dari dari Presid Presiden en selaku selaku kepala kepala negar negara a dan kepala pemerintahan, wakil presiden sampai kepada pimpinan birokrasi di daerah, lembaga legislatif dan judikatif. Tidak kurang pentingnya peranan masyarakat sipil (civil society-cso) dalam dalam mendoron mendorong, g, monitor monitoring ing dan evaluasi evaluasi keberhasi keberhasilan lan pemberant pemberantasan asan korupsi. korupsi. Namun Namun demikian demikian sesuai sesuai dengan dengan landasa landasan n yuridis yuridis terutama terutama UUD 1945 khususnya berkaitan dengan hak asasi setiap warga negara (Bab XA Pasal 28 D ) maka langkah penegakan hukum pemberantasan korupsi juga seharusn seharusnya ya dapat dapat menjami menjamin n dan memeliha memelihara ra proteksi proteksi terhadap terhadap hak asasi asasi ters tersan angk gka a
dan dan
terd terdak akwa wa sert serta a
terp terpid idan ana a
koru korups psi, i, sela selain in peni pening ngka kata tan n
efektivitas dan keberhasilan pemberantasan korupsi itu. B. PERMASAL PERMASALAHAN AHAN
Merujuk kepada uraian di atas, dan berkaitan dengan masalah hukum yang yang dipand dipandang ang dil dilema ematis tis dan kontro kontrover versia siall di dalam dalam pener penerapa apan n UU PK selama ini, maka perlu dijelaskan posisi dan peran Kitab UU Hukum Pidana (lege generali) dan UU PK (lex specialis) di satu sisi, dan UU administratif yang diperkuat dengan ketentuan pidana( lex specialis systematic). systematic).
C. PEMBAHAS PEMBAHASAN AN
Prakarsa Politik Hukum sekarang adalah solusi dan kebutuhan karena peri perist stiw iwa a huku hukum m berj berjud udul ul BLBI BLBI itu itu adal adalah ah buah buah Poli Politi tik k Huku Hukum m sema semasa sa kedudukan Presiden adalah mandataris MPR RI dan berciri Executive Heavy, dan dan kini kini Pres Presid iden en adal adalah ah mand mandat atar aris is Raky Rakyat at Pemi Pemili lih h yang yang kedu kedudu duka kan n konstitus konstitusiona ionalnya lnya sederajat sederajat dengan dengan Ketua-ketu Ketua-ketua a Lembaga Lembaga Tinggi Tinggi Negara Negara lainnya, berdasarkan Konstitusi RI 2006 (sesuai tahun pemuatan di Lembar Nega Negara ra)) yang yang dike dikena nali li Legi Legisl slat ativ ive e Heav Heavy. y. Mema Memang ng bert bertum umpu pu dari dari ciri ciri Legi Legisl slat ativ ive e Heav Heavy y ini, ini, maka maka di mata mata raky rakyat at,, yang yang pali paling ng “fai “fair” r” adal adalah ah prakarsa Legislatif sepatutnya duluan terlaksana. Dari Dari sudut sudut dalihn dalihnya ya adalah adalah extra extra ordin ordinary ary crime crime jadi jadi wilay wilayah ah kerja kerja extra ordinary body seperti KPK berdasarkan syarat batas TPK diatas Rp 1 Milyard, maka jelas skala TPK Rp 650 Triliun adalah very extra large ordinary crime crime,, dengan dengan catat catatan an bahwa bahwa Perdat Perdata a tidak tidak bis bisa a mengha menghapus puskan kan Pid Pidan ana, a, seperti dinyatakan oleh salah satu pembicara, Frans H. Winata, SH, apalagi mela melalu luii
mode modell
huku hukum m
ang anglo saxo saxon n
yakn yaknii
MSA MSA
beri beriku kutt
Supp Supple leme ment ntal al
Agreement apalagi Release & Discharge, sedangkan Indonesia berorientasi hukum kontinental. Dalam pengertian itulah, kami mendesak agar supaya Pejabat-pejabat Publik baik di Legislatif maupun di Eksekutif yang berwenang segera bersikap pro aktif daripada nanti terpaksa muncul lebih dulu Pengadilan Ad Hoc BLBI oleh prakarsa rakyat, karena bagaimanapun juga, beban penderitaan akibat BLBI itu secara langsung adalah ditanggung pihak rakyat, apalagi skala BLBI itu setara dengan APBN.
Kebe Kebera rada daan an
Peng Pengad adil ilan an
Ad
Hoc Hoc
BLBI BLBI
ini ini
diha dihara rapk pkan an
seka sekali ligu gus s
menjaw menjawab ab ketida ketidakpa kpast stian ian imple implemen mentas tasii perjan perjanjia jian n ekstra ekstradis disii RI dengan dengan Singapur Singapura, a, misalnya misalnya,, dan merupaka merupakan n terobosa terobosan n penyeleng penyelenggara garaan an negara negara praktis ditengah upaya-upaya menambal defisit APBN, berikut meniadakan jualan aset rakyat berbaju alasan divestasi BUMN Di dalam KUHP, Pasal 63 ayat (1) ditegaskan jika suatu tindak pidana masuk ke dalam dua peraturan pidana, maka peraturan pidana dengan ketentuan pidana yang lebih berat, yang harus diberlakukan (asas concursus idealis). Di dalam dalam ayat (2) ditegaska ditegaskan n lebih lebih jauh, jauh, bahwa, bahwa, jika suatu perbuata perbuatan, n, yang masuk masuk dalam dalam suatu suatu auran auran pidan pidana a yang yang umum, umum, diatur diatur pula pula dalam dalam atura aturan n pidana yang khusus, maka hanya yang khusus itulah yang dikenakan Dalam praktik, suatu tindak pidana korupsi yang berasal dari aktivitas perbankan, pasar modal atau di bidang pajak, telah banyak yang diterapkan ketentuan pasal tsb sehingga kemudian dituntut dan dipidana sebagai tindak pidana korupsi. Penuntutan sebagai tindak pidana korupsi berdasarkan UU Pemb Pember eran anta tasa san n Koru Korups psii (UU (UU PK) PK) yg berl berlak aku( u(UU UU Nomo Nomorr 31 tahu tahun n 19 1999 99)) seba sebaga gaii lex lex spec specia iali lis. s. Sesu Sesuai ai deng dengan an asas asas ”lex ”lex spec specia iali lis s dero deroga gatt lege lege generali” maka UU PK 1999 itu yang harus diterapkan sekalipun perbuatan tsb termasuk ke dalam tindak pidana menurut KUHP (seperti delik jabatan) khusus jika delik jabatan tsb kemudian menimbulkan kerugian negara. Akan tetapi terhadap UU LAIN selain UU PK, sebagaimana ditegaskan dalam Pasa Pasall 14 UU PK 19 1999 99;; maka maka pene penera rapa pan n UU PK terh terhad adap ap pela pelang ngga gara ran n ketentuan pidana di dalam UU LAIN masih dimungkinkan jika di dalam UU Lain Lain itu, itu, ditega ditegaska skan n bahwa bahwa pelang pelanggar garan an tsb tsb merupa merupakan kan tindak tindak pidana pidana korupsi.
Penafsiran hukum a contrario atas ketentuan Pasal 14 mengandung makna bahwa, jika di dalam UU Lain itu, pelanggaran atas ketentuan pidana tidak ditegaskan sebagai tindak pidana korupsi maka ketentuan pidana di dalam UU Lain itu yang diberlakukan bukan UU PK 1999 ini Logika hukum yang terjadi adalah, bahwa Pasal 14 UU PK 1999 jelas telah membatasi pemberlakuan Pasal 63 ayat (1) KUHP/asas concursus idealis tsb. Pasal Pasal 14 UU PK 1999 1999 meneg menegas askan kan bahwa bahwa UU PK tidak tidak berlak berlaku u terhad terhadap ap setiap dugaan tindak pidana korupsi atas suatu perbuatan yang terjadi di dala dalam m akti aktivi vita tas s yang yang dili dilind ndun ungi gi oleh oleh su suat atu u UU Lain Lain (UU (UU Perb Perban anka kan, n, Perpajakan atau Pasar Modal). Pemb Pembat atas asan an
ini ini
dimu dimung ngki kink nkan an,,
kare karena na,p ,per erta tama ma,,
UU
PK
1999 19 99
merupakan lex specialis, sedangkan KUHP merupakan lege generali. Kedua, pembatas pembatasan an ini sejalan dengan bunyi Pasal Pasal 103 KUHP, yang menegaskan menegaskan bahwa bahwa,, pember pemberlak lakuan uan Bab I samp sampai ai dengan dengan Bab VIII VIII KUHP KUHP berlak berlaku u bagi bagi perbuata perbuatan-per n-perbuat buatan an yang oleh ketentuan ketentuan perundan perundang-un g-undanga dangan n lainnya lainnya diancam diancam dengan dengan pidana, pidana, kecuali kecuali jika oleh undang-un undang-undang dang ditentuka ditentukan n lain. lain. Ketent Ketentuan uan Pasal Pasal 103 KUHP KUHP meneg menegask askan, an, bahwa bahwa UU pidana pidana khusu khusus s yang yang dibentuk dapat menyimpangi ketentuan dalam Buku Kesatu KUHP termasuk asas hukum, concursus idealis, sebagaimana dimuat dalam Pasal 63 ayat (1) KUHP KUHP.. Hal Hal ini ini haru harus s diar diarti tika kan n bahw bahwa, a, kete ketent ntua uan n Pasa Pasall 14 UU PK 19 1999 99 mengenyampingkan ketentuan Bab Kesatu, Pasal 63 ayat (1) KUHP. Dalam prak prakti tik, k, keti ketika ka JPU JPU diha dihada dapk pkan an kepa kepada da pili piliha han n kete ketent ntua uan n pida pidana na yang yang seharusnya diterapkan, JPU tidak konsisten terhadap pijakan UU Nomor 31 tahun tahun 1999 1999 dalam dalam penega penegakan kan hukum hukum pember pemberant antas asan an korups korupsi,d i,dan an jus justru tru
kemb kembal alii meng menggu guna naka kan n kete ketent ntua uan n Pasa Pasall 63 ayat ayat (1) (1) dan dan ayat ayat (2) (2) KUHP KUHP sebagai lege generali. Sehar Seharusn usnya, ya, sejal sejalan an dengan dengan Keten Ketentua tuan n Pasal Pasal 103 KUHP, KUHP, JPU tetap tetap menerapkan ketentuan Pasal 14 UU PK 1999, dan tidak mengajukan dakwaan tind tindak ak
pida pidana na
koru korups psi, i,
mela melain inka kan n
diaj diajuk ukan an
dakw dakwaa aan n
tind tindak ak
pida pidana na
sebagaimana diatur di dalam UU LAIN itu seperti, ketentuan pidana dalam UU Perbankan, UU Pajak, UU Pasar Modal dan lain-lain. Begitu Begitu pula pula para para Majeli Majelis s hakim hakim pengad pengadila ilan n tipik tipikor or segera segera menyat menyataka akan n dakwaan tidak dapat diterima karena telah menyimpang atau bertentangan dengan bunyi Pasal 14 UU Nomor 31 tahun 1999 yang nota bene menjadi dasa dasarr huku hukum m dakw dakwaa aan n JPU JPU itu itu send sendir iri. i. Bahk Bahkan an para para pena penase seha hatt huku hukum m terd terdak akwa wa yang yang ditu ditunt ntut ut tind tindak ak pida pidana na koru korups psi, i, seha seharu rusn snya ya seja sejak k awal awal mengaj mengajuka ukan n ekseps eksepsii atas atas dasar dasar hukum hukum pasal pasal 14 tadi. tadi. Namun Namun di dalam dalam praktik, eksepsi tidak dilakukan; dakwaan tetap diajukan; dan perkara tindak pidana korupsi yang diajukan tetap terus diperiksa dan diputus pengadilan sampai kepada tingkat kasasi atau PK. Peri Perist stiw iwa a
ters terseb ebut ut
tela telah h
berl berlan angs gsun ung g
hamp hampir ir
35
tahu tahun n
lebi lebih h
Sesunggu Sesungguhnya hnya politik politik hukum hukum pemberan pemberantasa tasan n korupsi, korupsi, berdasar berdasarkan kan UU PK tahun 1999 dan tahun 2001, apalagi dengan Putusan MK mengenai unsur melawan hukum yang harus ditafsirkan secara formil; sudah sangat jelas. Para penegak hukum konsisten seharusnya menafsirkan menafsirkan secara komprehensif komprehensif ketentuan dalam UU PK 1999 dan UU PK 2001, dan mengoptimalkan mengoptimalkan peranan filsafat hukum dan logika hukum. Penulis, yang turut aktif menyusun UU PK 1999 dan tahun 2001, menekankan bahwa, dengan penafsiran hukum yang memadai memadai atas rumusan rumusan ketentuan ketentuan UU PK 1999, disertai disertai dengan dengan landasan landasan
filo filoso sofi fis, s,
yuri yuridi dis, s,
dan dan
sosi sosiol olog ogis is
yang yang
sesu sesuai ai
jiwa jiwa
ban bangs gsa a
Indo Indone nesi sia a
sebagaimana dimuat dalam UUD 1945, maka politik hukum pemberantasan korupsi telah berada dalam jalan yang benar. D. PENUTU PENUTUP P
Politi Politik k pember pemberant antasa asan n korups korupsii dimaks dimaksud, ud, adalah adalah,, pertam pertama, a, memeli memelihar haraa dan memper mempertah tahanka ankan n cita cita keadil keadilan an sosial sosial dan keseja kesejahte hteraa raan n bangsa bangsa di dalam dalam negara negara RI sebagai negara hukum sebagai landasan filosofis; memelihara dan melindungi hak setiap orang orang atas atas pengaku pengakuan, an, jamina jaminan, n, perli perlindun ndungan, gan, dan kepast kepastian ian hukum hukum yang yang adil adil serta serta perlakuan yang sama di hadapan hukum (Pasal 28 D ayat (1) UUD 1945) sebagai landasan penegakan hukum; mempertahankan fungsi hukum pidana khususnya UU PK 1999 dan 2001 sebagai landasan operasional, yang lebih mengutamakan keseimbangan fung fungsi si peme pemeli liha hara ra kete ketert rtib iban an dan dan keam keaman anan an di satu satu sisi sisi,, dan dan fung fungsi si penj penjer eraa aan n /penghukuman di sisi lain di atas landasan asas-asas hukum pidana: lex specialis derogat lege lege genera generali; li; asas asas subsid subsidiar iarit itas as dan asas asas propor proporsio sional nalita itas, s, dan last last but not least, least, memper memperanka ankan n hukum hukum pidana pidana (UU PK) sebaga sebagaii ultimu ultimum m remedi remedium um (bukan (bukan primum primum remedium) terutama dalam menghadapi kasus-kasus tindak pidana LAIN yang bukan merupakan tindak pidana korupsi ko rupsi (murni) an sich! (lex specialis systematic). Tindak pidana yang murni merupakan tindak pidana korupsi adalah ketentuan Pasal 3 UU PK 1999 dan Pasal 12 B UU PK 2001. Sasaran UU PK sejak awal kelahirannya termasuk di semua negara, ditujukan terhadap para pemangku jabatan publik; bukan terhadap setiap orang. Sesuai dengan namanya, namanya, ”korupsi”, ”korupsi”, sesungguhnya sesungguhnya yang berarti perilaku perilaku koruptif, koruptif, hanya dikenal dikenal dalam ranah pejabat publik (pemegang jabatan publik) bukan pada pada setiap orang sebagai adresat pemberantasan korupsi pada awal mulanya.
Adapun jika ada orang lain selain, pejabat publik, yang turut melakukan tindak pidana korupsi, telah ada ketentuannya di dalam Pasal 55 dan Pasal 56 KUHP. Penempatan Pasal 2 UU PK tahun 1999 merupakan kebijakan hukum yang bersifat kasuistik dan kondisional, sesungguhnya tidak patut dirumuskan sebagai norma baru dan tersendiri.