Perbedaan OTONOMI Khusus Aceh dan Papua
Aspek
UU No. 21 Tahun 2001 Tentang Otonomi Khusus Provinsi Papua
UU No. 11 Tahun 2006 Tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Daerah Istimewa Aceh
Ketentuan Umum
Perwakilan Rakyat
Dewan Perwakilan Rakyat Papua di sebut dengan DPRP yaitu dewan perwakilan rakyat daerah, Provinsi Papua sebagai badan legislatif daerah provinsi Papua.
Peraturan Daerah
Peraturan Daerah Khusus, yang selanjutnya disebut Perdasus, adalah Peraturan Daerah Provinsi Papua dalam
rangka pelaksanaan pasal-pasal tertentu dalam undang undang ini.
Peraturan Daerah Provinsi, yang selanjutnya disebut Perdasi, adalah Peraturan Daerah
Provinsi Papua dalam rangka pelaksanaan kewenangan sebagaimana diatur dalam
peraturan perundang-undangan
Lambang Daerah
Lambang Daerah adalah panji kebesaran dan simbol kultural bagi kemegahan jati diri
orang Papua dalam bentuk bendera Daerah dan lagu Daerah yang tidak diposisikan
sebagai simbol kedaulatan
Kampung atau yang disebut dengan nama lain adalah kesatuan masyarakat hukum
yang memiliki kewenangan untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat
setempat berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui dalam sistem
pemerintahan nasional dan berada di daerah Kabupaten/Kota.
Perwakilan Rakyat
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Nanggroe Aceh
Darussalam adalah Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Propinsi Daerah
Istimewa Aceh sebagai Badan Legislatif Daerah yang dipilih melalui
pemilihan umum.
Peraturan Daerah
Mahkamah Syar'iyah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam adalah lembaga
peradilan yang bebas dari pengaruh dari pihak mana pun dalam wilayah
Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam yang berlaku untuk pemeluk agama
Islam.
Qanun Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam adalah Peraturan Daerah sebagai pelaksanaan undang-undang di wilayah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam dalam rangka penyelenggaraan otonomi khusus.
Lambang Daerah
Lambang daerah termasuk alam atau panji kemegahan adalah lambang yang
mencerminkan keistimewaan dan kekhususan Provinsi Nanggroe Aceh
Darussalam.
Gampong atau nama lain adalah kesatuan masyarakat hukum yang
merupakan organisasi pemerintahan terendah langsung di bawah Mukim
atau nama lain yang menempati wilayah tertentu, yang dipimpin oleh Keuchik
atau nama lain dan berhak menyelenggarakan urusan rumah tangganya
sendiri.
Pendapatan Derah
70% dari royalty
pertambangan minyaj dan Gas akan disalurkan kepada wilayah tertentu.
Pendapatan royalty
sebesar 80% dari hutan dan perikanan. Pendapatan dana yag berasal dari alokasi dana umum nasonal seperti juga lainnya dalam otonami biasa. Alokasi dana umum sebesar 2% untuk pendidikan dan kesehatan dan dana tambahan untuk infrastruktur.
Pendapatan yang lebih
besar dari sumber daya minyak dan gas sampai 70% ketetapan itu melebihi otonomi biasa yang mengatur pembagian pendapatan dimana pemerintah provinsi hanya mendapatkan 15% dan 35% pendapatan dari gas.
Sumber pendapatan asli
daerah provinsi nanggroe aceh Darussalam sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a terdiri atas :
Pajak Daerah
Retribusi daerah
Zakat
Hasil perusahaan dan hasil pengelolaan kekayaan daerah lainnya yang dipisahkan
Lain-lain pendapatan daerah yang sah
Zakat merupakan pendapatan daerah yang membedakan aceh dengan daerah lainnya.
Pembagian Daerah
(1) Provinsi Papua terdiri atas Daerah Kabupaten dan Daerah Kota yang masing-masing
sebagai Daerah Otonom.
(2) Daerah Kabupaten/Kota terdiri atas sejumlah Distrik.
(3) Distrik terdiri atas sejumlah kampung atau yang disebut dengan nama lain.
(4) Pembentukan, pemekaran, penghapusan, dan/atau penggabungan Kabupaten/Kota,
ditetapkan dengan undang-undang atas usul Provinsi Papua.
(5) Pembentukan, pemekaran, penghapusan, dan/atau penggabungan Distrik atau Kampung
atau yang disebut dengan nama lain, ditetapkan dengan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.
(6) Di dalam Provinsi Papua dapat ditetapkan kawasan untuk kepentingan khusus yang diatur
dalam peraturan perundang-undangan atas usul Provinsi.
(1) Wilayah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam dibagi dalam Kabupaten/Sagoe atau nama lain
dan Kota/Banda atau nama lain sebagai daerah otonom.
(2) Kabupaten/Sagoe atau nama lain dan Kota/Banda atau nama lain terdiri atas
Kecamatan/Sagoe Cut atau nama lain.
(3) Kecamatan/Sagoe Cut atau nama lain terdiri atas Mukim atau nama lain dan Mukim terdiri
atas Gampong atau nama lain.
(4) Penyetaraan jenjang pemerintahan di dalam Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam yang
diperlukan untuk penentuan kebijakan nasional diajukan oleh Pemerintah Provinsi Nanggroe
Aceh Darussalam kepada Pemerintah.
(5) Susunan, kedudukan, perjenjangan, dan penyebutan pemerintahan sebagaimana disebut
pada ayat (2) dan (3) ditetapkan dengan Qanun Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam
(6) Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam memiliki otonomi khusus dalam Negara Kesatuan
Republik Indonesia
Lambang
(1) Provinsi Papua sebagai bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia
menggunakan Sang Merah Putih sebagai Bendera Negara dan Indonesia Raya
sebagai Lagu Kebangsaan.
(2) Provinsi Papua dapat memiliki lambang daerah sebagai panji kebesaran dan
simbol kultural bagi kemegahan jati diri orang Papua dalam bentuk bendera
daerah dan lagu daerah yang tidak diposisikan sebagai simbol kedaulatan.
(3) Ketentuan tentang lambang daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
diatur lebih lanjut dengan Perdasus dengan berpedoman pada peraturan
perundang-undangan.
(1) Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam dapat menentukan lambang Daerah, yang didalamnya
termasuk alam atau panji kemegahan, yang mencerminkan keistimewaan dan kekhususan
Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam.
(2) Lambang Daerah, yang
didalamnya termasuk alam
sebagaimana dimaksud pada
ayat (1),
bukan merupakan symbol
kedaulatan dan tidak
diperlakukan sebagai bendera kedaulatan di
Provinsi Nanggroe Aceh
Darussalam.
3) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut dalam Qanun
Provinsi Nanggroe Aceh
Darussalam.
Lembaga Legislatif
Kekuasaan legislative
Provinsi Papua dilaksanakan oleh DPRP. DPRP terdiri atas anggota yang dipilih dan diangkat berdasarkan peraturan
perundang-undangan.
Jumlah anggota DPRP
adalah 1ΒΌ (satu seperempat) kali dari jumlah anggota DPRDProvinsi Papua sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan.
Kekuasaan legislatif di
Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam dilaksanakan oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam mempunyai fungsi legislasi, penganggaran, dan pengawasan kebijakan Daerah.
Jumlah anggota Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam paling banyak 125% (seratus dua puluh lima persen) dari yang ditetapkan undang-undang.
Masyarakat Adat
Adat adalah kebiasaan
yang diakui, dipatuhi dan dilembagakan,sertadipertahankan
oleh masyarakat adat setempat secara turun-temurun.
Pemerintah provinsi
papua wajib mengakui, menghormati, melindungi dan mengembangkan hak-hak masyarakat adat dengan pedoman pada ketentuan peraturan yang berlaku.
Wali Nanggroe dan Tuha
Nanggroe adalah lembaga yang merupakan simbol bagi
pelestarian penyelenggaraan
kehidupan adat, budaya, dan pemersatu masyarakat di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam.
Lembaga yang mengu-
Rusi masalah Persatuan
Dalam rangka
pemantapan dan kesatuan bagsa di provinsi papua dibentuk komisi kebenaran & rekonsiliasi.
Selain sebagai symbol
bagi pelestarian penyelenggaraan kehidupan masyarakat adat, wali nanggroe juga merupakam alat pemersatu bangsa.
Kekuasaan Kehakiman
Kekuasaan kehakiman
diprovinsi papua dilaksanakan oleh badan peradilan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Peradilan syariah islam
diprovinsi nanggroe aceh Darussalam sebagai bagian dari sistem peradilan nasional dilakukan oleh mahkamah syariah yang bebas dari pengaruh pihak manapun.
Peraturan Khusus
Daerah
Perdaus dibuat dan
ditetapkan oleh DPRP bersama β sama dengan pertimbangan dan persetujuan Majelis Rakyat Papua (MRP).
Ketentuan mengenai
peraturan β peraturan yang dibuat harus memperoleh pertimbangan dan persetujuan dari Qanun.
Lembaga Khusus yang
Ada di Daerah Otonomi
Khusus
Majelis rakyat papua
yang selanjutnya di sebut MRP adalah representasi cultural orang asli papua yang mempunyai wewenang tertentu dalam rangka perlindungan hak β hak orang asli papua dengan berlandaskan pada penghormatan terhadap adat dan budaya, pemberdayan perempuan dan pemantapan kerukunan hidup beragama sebagaimana di atur dalam uandang-undang ini.
Jika di papua mempunyai
Majelis Rakyat Papua, si Aceh terdapat mukim dan gampong dimana fungsi dari kedua lembaga tersebut dalam hal-hal tertentu berbeda dengan Majelis Rakyat Papua, namun mukim dan gampong memiliki kedudukan yang lebih rendah jika dibandingkan dengan Majelis arakyat Papua.
Perlindungan Hak-hak masyarakat Adat di papua dan Mahkamah Syari'ah di Aceh.
Pasal 43
(1) Pemerintah Provinsi Papua wajib mengakui, menghormati, melindungi, memberdayakan
dan mengembangkan hak-hak masyarakat adat dengan berpedoman pada ketentuan
peraturan hukum yang berlaku.
(2) Hak-hak masyarakat adat tersebut pada ayat (1) meliputi hak ulayat masyarakat hukum
adat dan hak perorangan para warga masyarakat hukum adat yang bersangkutan.
(3) Pelaksanaan hak ulayat, sepanjang menurut kenyataannya masih ada, dilakukan oleh
penguasa adat masyarakat hukum adat yang bersangkutan menurut ketentuan hukum adat
setempat, dengan menghormati penguasaan tanah bekas hak ulayat yang diperoleh pihak lain
secara sah menurut tatacara dan berdasarkan peraturan perundang-undangan.
(4) Penyediaan tanah ulayat dan tanah perorangan warga masyarakat hukum adat untuk
keperluan apapun, dilakukan melalui musyawarah dengan masyarakat hukum adat dan warga
yang bersangkutan untuk memperoleh kesepakatan mengenai penyerahan tanah yang
diperlukan maupun imbalannya.
(5) Pemerintah Provinsi, Kabupaten/Kota memberikan mediasi aktif dalam usaha penyelesaian
sengketa tanah ulayat dan bekas hak perorangan secara adil dan bijaksana, sehingga dapat
dicapai kesepakatan yang memuaskan para pihak yang bersangkutan.
Pasal 44
Pemerintah Provinsi
berkewajiban melindungi hak kekayaan intelektual orang asli Papua sesuai
dengan peraturan perundang-undangan.
Pasal 23
(1) Peradilan Syariat Islam di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam sebagai bagian dari sistem
peradilan nasional dilakukan oleh Mahkamah Syar'iyah yang bebas dari pengaruh pihak
manapun.
(2) Kewenangan Mahkamah Syar'iyah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), didasarkan atas
syariat Islam dalam sistem hukum nasional, yang diatur lebih lanjut dengan Qanun Provinsi
Nanggroe Aceh Darussalam
(3) Kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diberlakukan bagi pemeluk agama Islam.
Pasal 26
(1) Mahkamah Syar'iyah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (1) terdiri atas Mahkamah
Syar'iyah Kabupaten/Sagoe dan Kota/Banda atau nama lain sebagai pengadilan tingkat
pertama, dan mahkamah Syar'iyah Propinsi sebagai pengadilan tingkat banding di ibukota
Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam.
(2) Mahkamah Syar'iyah untuk pengadilan tingkat kasasi dilakukan pada Mahkamah Agung
Republik Indonesia.
(3) Hakim Mahkamah Syar'iyah diangkat dan diberhentikan oleh Presiden sebagai Kepala
Negara atas usul Menteri Kehakiman setelah mendapat pertimbangan Gubernur Provinsi
Nanggroe Aceh Darussalam dan Ketua Mahkamah Agung.
Kekuasaan Keadilan dan Kejaksaan
Pasal 50
(1) Kekuasaan kehakiman di Provinsi Papua dilaksanakan oleh Badan Peradilan sesuai
dengan peraturan perundang-undangan.
(2) Di samping kekuasaan kehakiman sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), diakui adanya
peradilan adat di dalam masyarakat hukum adat tertentu.
Pasal 51
(1) Peradilan adat adalah peradilan perdamaian di lingkungan masyarakat hukum adat, yang
mempunyai kewenangan
memeriksa dan mengadili sengketa perdata adat dan perkara pidana
di antara para warga masyarakat hukum adat yang bersangkutan.
(2) Pengadilan adat disusun menurut ketentuan hukum adat masyarakat hukum adat yang
bersangkutan.
(3) Pengadilan adat memeriksa dan mengadili sengketa perdata adat dan perkara pidana
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berdasarkan hukum adat masyarakat hukum adat yang
bersangkutan.
(4) Dalam hal salah satu pihak yang bersengketa atau yang berperkara berkeberatan atas
putusan yang telah diambil oleh pengadilan adat yang memeriksanya sebagaimana
dimaksud
pada ayat (3), pihak yang berkeberatan tersebut berhak meminta kepada pengadilan tingkat
pertama di lingkungan badan peradilan yang berwenang untuk memeriksa dan mengadili ulang
sengketa atau perkara yang bersangkutan.
(5) Pengadilan adat tidak berwenang menjatuhkan hukuman pidana penjara atau kurungan.
(6) Putusan pengadilan adat mengenai delik pidana yang perkaranya tidak dimintakan
pemeriksaan ulang sebagaimana yang dimaksud pada ayat (4), menjadi putusan akhir dan
berkekuatan hukum tetap.
(7) Untuk membebaskan pelaku pidana dari tuntutan pidana menurut ketentuan hukum pidana
yang berlaku, diperlukan pernyataan persetujuan untuk dilaksanakan dari Ketua Pengadilan
Negeri yang mewilayahinya yang diperoleh melalui Kepala Kejaksaan Negeri yang
bersangkutan dengan tempat terjadinya peristiwa pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (3).
(8) Dalam hal permintaan pernyataan persetujuan untuk dilaksanakan bagi putusan pengadilan
adat sebagaimana dimaksud pada ayat (7) ditolak oleh Pengadilan Negeri, maka putusan
pengadilan adat sebagaimana dimaksud pada ayat (6) menjadi bahan pertimbangan hukum
Pengadilan Negeri dalam memutuskan perkara yang bersangkutan.
Pasal 52
(1) Tugas Kejaksaan dilakukan oleh Kejaksaan Provinsi Papua sebagai bagian dari Kejaksaan
Republik Indonesia.
(2) Pengangkatan Kepala Kejaksaan Tinggi di Provinsi Papua dilakukan oleh Jaksa Agung
Republik Indonesia dengan persetujuan Gubernur.
(3) Pemberhentian Kepala Kejaksaan Tinggi di Provinsi Papua dilakukan oleh Jaksa Agung
Republik Indonesia.
Pasal 24
(1) Tugas kejaksaan dilakukan oleh kejaksaan Provinsi Naggroe Aceh Darussalam sebagai
bagian dari Kejaksaan Agung Republik Indonesia.
(2) Pengangkatan Kepala Kejaksaan Tinggi Provinsi Anggroe Aceh Darussalam dilakukan oleh
Jaksa Agung dengan persetujuan Gubernur Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam.
(3) Pemberhentian Kepala Kejaksaan Tinggi di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam dilakukan
pleh Jaksa Agung.
Ketentuan Peralihan
Pasal 50
(1) Kekuasaan kehakiman di Provinsi Papua dilaksanakan oleh Badan Peradilan sesuai
dengan peraturan perundang-undangan.
(2) Di samping kekuasaan kehakiman sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diakui adanya
peradilan adat di dalam masyarakat hukum adat tertentu.
Pasal 51
(1) Peradilan adat adalah peradilan perdamaian di lingkungan masyarakat hukum adat, yang
mempunyai kewenangan memeriksa dan mengadili sengketa perdata adat dan perkara pidana
di antara para warga masyarakat hukum adat yang bersangkutan.
(2) Pengadilan adat disusun menurut ketentuan hukum adat masyarakat hukum adat yang
bersangkutan.
(3) Pengadilan adat memeriksa dan mengadili sengketa perdata adat dan perkara pidana
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berdasarkan hukum adat masyarakat hukum adat yang
bersangkutan.
(4) Dalam hal salah satu pihak yang bersengketa atau yang berperkara berkeberatan atas
putusan yang telah diambil oleh pengadilan adat yang memeriksanya sebagaimana dimaksud
pada ayat (3), pihak yang berkeberatan tersebut berhak meminta kepada pengadilan tingkat pertama di lingkungan badan peradilan yang berwenang untuk memeriksa dan mengadili ulang
sengketa atau perkara yang bersangkutan.
(5) Pengadilan adat tidak berwenang menjatuhkan hukuman pidana penjara atau kurungan.
(6) Putusan pengadilan adat mengenai delik pidana yang perkaranya tidak dimintakan
pemeriksaan ulang sebagaimana yang dimaksud pada ayat (4), menjadi putusan akhir dan
berkekuatan hukum tetap.
(7) Untuk membebaskan pelaku pidana dari tuntutan pidana menurut ketentuan hukum pidana
yang berlaku, diperlukan pernyataan persetujuan untuk dilaksanakan dari Ketua Pengadilan
Negeri yang mewilayahinya yang diperoleh melalui Kepala Kejaksaan Negeri yang
bersangkutan dengan tempat terjadinya peristiwa pidana sebagaimana dimaksud pada ayat
(3).
(8) Dalam hal permintaan pernyataan persetujuan untuk dilaksanakan bagi putusan pengadilan
adat sebagaimana dimaksud pada ayat (7) ditolak oleh Pengadilan Negeri, maka putusan
pengadilan adat sebagaimana dimaksud pada ayat (6) menjadi bahan pertimbangan hukum
Pengadilan Negeri dalam memutuskan perkara yang bersangkutan.
Pasal 52
(1) Tugas Kejaksaan dilakukan oleh Kejaksaan Provinsi Papua sebagai bagian dari Kejaksaan
Republik Indonesia.
(2) Pengangkatan Kepala Kejaksaan Tinggi di Provinsi Papua dilakukan oleh Jaksa Agung
Republik Indonesia dengan persetujuan Gubernur.
(3) Pemberhentian Kepala Kejaksaan Tinggi di Provinsi Papua dilakukan oleh Jaksa Agung
Republik Indonesia.
Pasal 27
Sengketa-wewenang antara Mahkamah Syar'iyah dan Pengadilan dalam lingkungan peradilan
lain menjadi wewenang Mahkamah Agung Republik Indonesia untuk tingkat pertama dan tingkat
terakhir.
Pasal 28
Susunan organisasi, perangkat Daerah, jabatan dalam pemerintahan Daerah, dan peraturan
perundang-undangan yang ada tetap berlaku hingga dibentuk Qanun Provinsi Nanggroe Aceh
Darussalam sesuai dengan undang-undang ini.
Pasal 29
Semua peraturan perundang-undangan yang ada sepanjang tidak diatur dengan undang-undang
ini dinyatakan tetap berlaku di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam
Pasal 30
Semua Peraturan Daerah yang ada dinyatakan sebagai Qanun Provinsi Nanggroe Aceh
Darussalam sesuai dengan yang dimaksud dalam undang-undang ini.
(1) Ketentuan pelaksanaan undang-undang ini yang menyangkut kewenangan
Pemerintah
ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
(2) Ketentuan pelaksanaan undang-undang ini yang menyangkut kewenangan
Pemerintah
Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam ditetapkan dengan Qanun Provinsi Nanggroe Aceh
Darussalam
Pasal 32
Ketentuan pelaksanaan
undang-undang ini secara bertahap harus telah dibentuk paling lambat
dalam masa satu tahun setelah undang-undang ini diundangkan.
Pasal 33
Perubahan atas undang-undang ini dapat dilakukan dengan memperhatikan pertimbangan
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam.
Pasal 34
Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Badan Eksekutif
Pasal 11
(1) Pemerintah Provinsi Papua dipimpin oleh seorang Kepala Daerah sebagai Kepala
Eksekutif yang disebut Gubernur.
(2) Gubernur dibantu oleh Wakil Kepala Daerah yang disebut Wakil Gubernur.
(3) Tata cara pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur ditetapkan dengan Perdasus sesuai
dengan peraturan perundang-undangan.
Pasal 12
Yang dapat dipilih menjadi Gubernur dan Wakil Gubernur adalah Warga Negara Republik
Indonesia dengan syarat-syarat:
a. orang asli Papua;
b. beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
c. berpendidikan sekurang-kurangnya sarjana atau yang setara;
d. berumur sekurang-kurangnya 30 tahun;
e. sehat jasmani dan rohani;
f.setia kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia dan mengabdi kepada rakyat Provinsi
Papua
g.tidak pernah dihukum penjara karena melakukan tindak pidana, kecuali dipenjara karena
alasan-alasan politik; dan
h.tidak sedang dicabut hak pilihnya berdasarkan keputusan pengadilan yang telah berkekuatan
hukum tetap, kecuali dipenjara karena alasan-alasan politik.
Pasal 13
Persyaratan dan tata cara
persiapan, pelaksanaan
pemilihan, serta pengangkatan dan
pelantikan Gubernur dan Wakil Gubernur diatur lebih lanjut dengan peraturan
perundang-undangan.
Pasal 14
Gubernur mempunyai
kewajiban:
a. memegang teguh Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945;
b.mempertahankan dan
memelihara keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia serta
memajukan demokrasi;
c. menghormati kedaulatan
rakyat;
d. menegakkan dan
melaksanakan seluruh peraturan perundang-undangan;
e. meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan rakyat;
f. mencerdaskan kehidupan rakyat Papua;
g. memelihara ketenteraman dan ketertiban masyarakat;
h.mengajukan Rancangan
Perdasus, dan menetapkannya sebagai Perdasus bersama-sama
dengan DPRP setelah mendapatkan pertimbangan dan persetujuan MRP;
i.mengajukan Rancangan Perdasi dan menetapkannya sebagai Perdasi bersama-sama dengan
DPRP; dan
j.menyelenggarakan pemerintahan dan melaksanakan pembangun-an sesuai dengan Pola
Dasar Pembangunan Provinsi Papua secara bersih, jujur, dan bertanggung jawab.
Pasal 15
Tugas dan wewenang
Gubernur selaku waki
l Pemerintah adalah:
a.melakukan koordinasi,
pembinaan, pengawasan dan memfasilitasi kerja sama serta penye
perselisihan atas
penyelenggaraan pemerintahan antara Provinsi dan
Kabupaten/Kota d
Kabupaten/Kota;
b.meminta laporan secara berkala atau sewaktu-waktu atas penyelenggaraan pemerintaha
Kabupaten/Kota kepada
Bupati/Walikota;
c.melakukan pemantauan dan koordinasi terhadap proses pemilihan, pengusulan pengang
pemberhentian Bupati/Wakil Bupati dan Walikota/Wakil Walikota serta penilaian ata
pertanggungjawaban Bupati/Walikota;
d. melakukan pelantikan Bupati/Wakil Bupati dan Walikota/Wakil Walikota atas nama Presiden;
e.menyosialisasikan kebijakan nasional dan memfasilitasi penegakan peraturan perundang-undangan
di Provinsi Papua;
f.melakukan pengawasan atas pelaksanaan administrasi kepegawaian dan pembinaan karier pegawa
di wilayah Provinsi Papua;
g.membina hubungan yang serasi antara Pemerintah dan Pemerintah Daerah serta antar-Pemer
Daerah dalam rangka menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia; dan
h.memberikan pertimbangan dalam rangka pembentukan, penghapusan, penggabungan, dan
pemekaran daerah.
Pasal 11
1) Lembaga Eksekutif Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam dilaksanakan oleh Gubernur yang
dibantu oleh seorang Wakil Gubernur dan perangkat Daerah.
2) Gubernur Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam bertanggung jawab dalam penetapan
kebijakan ketertiban, ketentraman, dan keamanan diluar yang terkait dengan tugas teknis
kepolisian.
3) Gubernur Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam karena jabatannya adalah juga wakil
Pemerintah.
4) Dalam menjalankan tugas dan kewenangan sebagai kepala Daerah, Gubernur bertanggung
jawab kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam.
5) Dalam kedudukan sebagai wakil Pemerintah, Gubernur berada di bawah dan bertanggung
jawab kepada Presiden.
Pasal 12
1) Gubernur dan Wakil Gubernur Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam dipilih secara langsung
setiap 5 (lima) tahun sekali melalui pemilihan yang demokratis, bebas, rahasia serta
dilaksanakan secara jujur dan adil.
2) Seseorang yang dapat ditetapkan menjadi calon Gubernur dan calon Wakil Gubernur
Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam adalah warga negara Repubuk Indonesia dengan
syarat-syarat:
a. menjalankan syariat agamanya;
b. setia dan taat kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia dan Pemerintah yang sah;
c. berpendidikan sekurang-kurangnya sekolah lanjutan tingkat atas atau yang sederajat;
d. berumur paling sedikit 35 (tiga puluh lima) tahun;
e. sehat jasmani dan rohani;
f. tidak pernah dihukum penjara karena melakukan tindak pidana;
g. tidak sedang dicabut hak pilihnya berdasarkan keputusan pengadilan yang telah
mempunyai kekuatan hukum yang tetap; dan
h. tidak pernah menjadi warga negara asing.
Pasal 13
1) Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam dilaksanakan
oleh Komisi Independen Pemilihan dan diawasi oleh Komisi Pengawas Pemilihan, yang
masing-masing dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Nanggroe Aceh
Darussalam.
2) Anggota Komisi Independen Pemilihan terdiri atas anggota Komisi Pemilihan Umum
Republik Indonesia dan anggota masyarakat.
3) Anggota Komisi Pengawas Pemilihan terdiri atas unsur anggota Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah, unsur pengawas pemilu nasional, dan anggota masyarakat yang independen.
Pasal 14
1) Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam dilaksanakan
melalui tahap-tahap: Pencalonan, pelaksanaan pemilihan, serta pengesahan hasil pemilihan
dan pelantikan Gubernur dan Wakil Gubernur.
2) Tahap pencalonan, sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilaksanakan melalui:
a. pendaftaran dan seleksi administratif pasangan bakal calon oleh Komisi Independen
Pemilihan;
b. pemaparan visi dan misi pasangan bakal calon di depan Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam;
c. penetapan pasangan bakal calon oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi
Nanggroe Aceh Darussalam;
d. konsultasi pasangan bakal calon oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi
Nanggroe Aceh Darussalam kepada Pemerintah;
e. Penetapan pasangan calon oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Nanggroe
Aceh Darussalam; dan
f. Pendaftaran pemilih oleh Komisi Independen Pemilihan bersama dengan Pemerintah
Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam.
3) Tahap pelaksanaan pemilihan, sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi:
a. pemilihan pasangan calon Gubernur dan Wakil Gubernur yang dilaksanakan secara
langsung oleh masyarakat pemilih serentak pada hari yang sama diseluruh wilayah
Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam;
b. Penghitungan suara secara transparan dan terintegrasi yang dilaksanakan oleh Komisi
Independen Pemilihan;
c. Penyerahan hasil penghitungan suara oleh Komisi Independen Pemilihan kepada Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam; dan
d. Pengesahan hasil perhitungan suara yang dilaksanakan oleh Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam.