BAB I PENDAHULUAN
2.1 Latar Belakang Lingkungan merupakan tempat spesial yang sangat dijaga keberlangsungannya oleh manusia. Lingkungan adalah tempat dimana manusia beserta makhluk hidup lain tinggal dan melakukan beragam aktivitas. Dalam rangka menjaga lingkungan dari kerusakan-kerusakan fatal yang diakibatkan oleh faktor-faktor tertentu, maka diperlukan suatu aturan atau norma yang dibuat oleh manusia untuk mengatur dan mengontrol aktivitas atau tindakan manusia terhadap lingkungan. Nilai atau aturan tersebut yang kemudian disebut dengan etika lingkungan. Etika lingkungan adalah suatu disiplin ilmu dalam filsafat yang mempelajari tentang hubungan baik antara manusia dengan sesama manusia, ataupun hubungan antara manusia dengan selain manusia (hewan, tumbuhan, dan faktor biotik/abiotik).
Etika
lingkungan adalah hal krusial yang patut dijunjung tinggi dalam kehidupan manusia. Berbagai kasus lingkungan hidup yang terjadi saat ini dari tingkatan lokal, nasional, bahkan internasional sebagian besar bersumber dari perilaku manusia yang tidak bertanggung jawab, tidak peduli dan hanya mementingkan diri sendiri. Krisis lingkungan hidup yang dihadapi manusia modern merupakan akibat langsung dari pengelolaan lingkungan hidup yang “nir -etik”. Artinya, manusia melakukan pengelolaan sumber-sumber alam hampir tanpa peduli pada peran etika. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa krisis ekologis yang dihadapi umat manusia berakar dalam krisis etika atau krisis moral. Umat manusia kurang peduli pada normanorma kehidupan atau mengganti norma-norma yang seharusnya dengan norma-norma ciptaan dan kepentingannya sendiri. Manusia modern menghadapi alam hampir tanpa menggunakan hati nurani. Alam begitu saja dieksploitasi dan dicemari tanpa merasa bersalah. Akibatnya terjadi penurunan secara drastis kualitas sumber daya alam seperti lenyapnya sebagian spesies dari mukabumi, yang diikuti pula penurunan kualitas alam. Pencemaran dan kerusakan alam pun akhirnya mencuat sebagai masalah yang mempengaruhi kehidupan sehari-hari manusia.
Filsafat dan Bioetika
2
Berbicara tentang perilaku dan tingkah laku manusia erat kaitannya dengan kajian filsafat ilmu kealaman. Ilmu kealaman merupakan ilmu pengetahuan yang menjelaskan tentang gejala-gejala dalam alam semesta termasuk di muka bumi sehingga terbentuk konsep dan prinsip yang dapat diuji kebenarannya melalui metode ilmiah. Dalam proses penerapan ilmu kealaman akan melahirkan sebuah teknologi dan bagaimana penggunaan dari teknologi tersebut merupakan bagian dari etika yaitu etika lingkungan. Untuk lebih memahami bagaimana peranan etika lingkungan dalam pendidikan ilmu kealaman akan dibahas dalam makalah ini.
2.2 Rumusan Masalah 2.2.1
Apakah yang simaksud dengan etika lingkungan?
2.2.2
Bagaimana konsep kebenaran dalam ilmu kealaman?
2.2.3
Bagaimana peranan etika lingkungan dalam pendidikan Ilmu Alam/kealaman
2.3 Tujuan Penulisan Makalah 2.3.1
Untuk mengetahui etika lingkungan.
2.3.2
Untuk mengetahui konsep kebenaran dalam ilmu kealaman.
2.3.3
Untuk
mengetahui
peranan
etika
lingkungan
dalam
pendidikan
alam/kealaman.
Filsafat dan Bioetika
3
Imu
BAB II KAJIAN PUSTAKA
2.1
Pengertian Etika Lingkungan Kata “etika” berasal dari bahasa Yunani yaitu Ethos yang berarti kebiasaan, adat,
watak, perasaan, sikap, cara berpikir. Dalam bahasa Latin, etika disebut dengan moral (Mos/Mores) yang memiliki pengertian adat kebiasaan atau kesusilaan. Etika merupakan sebuah refleksi kritis tentang norma dan nilai, atau prinsip moral yang dikenal umum selama ini, dalam kaitannya dengan lingkungan, cara pandang manusia dengan manusia, hubungan antara manusia dengan alam, serta perilaku yang bersumber dari cara pandang ini” (Sonny, 2010). Etika lingkungan adalah suatu disiplin ilmu dalam filsafat yang mempelajari tentang hubungan baik antara manusia dengan sesama manusia, ataupun hubungan
antara
manusia
dengan
selain
manusia
(hewan,
tumbuhan,
dan
faktor
biotik/abiotik). Etika lingkungan adalah refleksi kritis tentang norma dan nilai atau prinsip moral yang selama ini dikenal dalam komunitas manusia untuk diterapkan secara lebih luas dalam komunitas biotis atau komunitas ekologis. Sebagai refleksi kritis tentang apa yang harus dilakukan terkait dengan isu lingkungan hidup, termasuk pilihan moral dalam memenuhi kebutuhan hidupnya yang memberi dampak pada lingkungan. Ada 4 teori dalam etika lingkungan hidup, antara lain: a. Teori Antroposentrisme Antroposentrisme merupakan teori filsafat yang mengatakan bahwa nilai dan prinsip moral hanya berlaku bagi manusia dan bahwa kebutuhan dan kepentingan manusia mempunyai nilai paling tinggi dan paling penting. Antroposentrisme adalah teori etika lingkungan hidup yang memandang manusia sebagai pusat dari sistem alam semesta, etika hanya berlaku pada manusia. Maka, segala tuntutan mengenai perlunya kewajiban dan tanggung jawab moral manusia terhadap lingkungan hidup dianggap sebagi tuntutan yang berlebihan, tidak relevan, dan tidak pada tempatnya. Kewajiban dan tanggung jawab moral manusia terhadap lingkungan hidup semata-mata demi memenuhi kepentingan sesama manusia. Kewajiban dan tanggung jawab terhadap alam hanya merupakan perwujudan kewajiban dan tanggung jawab moral terhadap sesama
Filsafat dan Bioetika
4
manusia. Bukan merupakan perwujudan kewajiban dan tanggung jawab moral manusia terhadap alam itu sendiri (Sonny, 2010). b. Teori Biosentrisme Menurut Albert Schweitzer dalam buku A. Sonny Keraf, etika biosentrisme bersumber pada kesadaran bahwa kehidupan adalah hal sakral.Kesadaran ini mendoron g manusia untuk selalu berusaha mempertahankan kehidupan dan memperlakukan kehidupan dengan sikap hormat. Bagi Albert Szhweitzer, orang yang benar-benar bermoral adalah orang yang tunduk pada dorongan untuk membantu semua kehidupan, ketika ia sendiri mampu membantu dan menghindari apapun yang membahayakan kehidupan. Etika biosentrisme didasarkan pada hubungan yang khas antara manusia dan alam, dan nilai yang ada pada alam itu sendiri. Alam dan seluruh isinya mempunyai harkat dan nilai di tengah dan dalam komunitas kehidupan di bumi. Alam mempunyai nilai karena ada kehidupan di dalamnya. Terlepas dari apapun kewajiban dan tanggung jawab moral yang manusia miliki terhadap sesama manusia, manusia mempunyai kewajiban dan tanggung jawab moral terhadap semua makhluk di bumi ini demi kepentingan manusia (Sonny, 2010). c. Teori Ekosentrisme Teori ekosentrisme menawarkan pemahaman yang semakin memadai tentang lingkungan. Kepedulian moral diperluas sehingga mencakup komunitas ekologis seluruhnya, baik yang hidup maupun tidak. Ekosentrisme semakin diperluas dalam deep ecology dan ecosophyyang sangat menggugah pemahaman manusia tentang kepentingan seluruh komunitas ekologis. Deep ecology menuntut suatu etika baru yang tidak berpusat pada manusia, melainkan berpusat pada keseluruhan kehidupan dengan upaya mengatasi persoalan lingkungan hidup (Antonius, 2005). Paham ekosentrisme semakin diperluas dan diperdalam melalui teori deep ecology yang menyebut dasar dari filosofi Arne Naess tentang lingkungan hidup sebagai ecosophy, yakni kearifan mengatur hidup selaras dengan alam. Dengan demikian, manusia dengan kesadaran penuh diminta untuk membangun suatu kearifan budi dan kehendak untuk hidup dalam keterkaitan dan kesaling tergantungan satu sama lain
Filsafat dan Bioetika
5
dengan seluruh isi alam semesta sebagai suatu gaya hidup yang semakin selaras dengan alam (Antonius, 2005). d.
Zoosentrisme Etika lingkungan Zoosentrisme adalah etika yang menekankan perjuangan hakhak binatang, karenanya etika ini juga disebut etika pembebasan binatang. Tokoh bidang etika ini adalah Charles Brich. Menurut etika ini, binatang mempunyai hak untuk menikmati kesenangan karena mereka dapat merasa senang dan harus dicegah dari penderitaan. Sehingga bagi para penganut etika ini, rasa senang dan penderitaan binatang dijadikan salah satu standar moral. Menurut The Society for the Prevention of Cruelty to Animals, perasaan senang dan menderita mewajibkan manusia secara moral memperlakukan binatang dengan penuh belas kasih (Sonny, 2010).
e.
Hak Asasi Alam Makhluk hidup selain manusia tidak memiliki hak pribadi, namun makhluk hidup membutuhkan ekosistem atau habitat untuk hidup dan berkembang.Makhluk hidup seperti binatang dan tumbuhan juga mempunyai hak, meskipun mereka tidak dapat bertindak yang berlandaskan kewajiban. Mereka ada dan tercipta untuk kelestarian alam ini. Maka mereka juga mempunyai hak untuk hidup. Hak itu harus dihormati berdasar prinsip nilai intrinsik yang menyatakan bahwa setiap entitas sebagai anggota komunitas bumi bernilai. Dengan demikian, pembabatan hutan secara tidak proporsional dan penggunaan binatang sebagai obyek eksperimen tidak dapat dibenarkan (Sonny, 2010). Tujuan praktis dari etika lingkungan yang dipertahankan adalah untuk memberikan dasar moral bagi kebijakan sosial yang bertujuan untuk melindungi lingkungan bumi dan memperbaiki kerusakan lingkungan (Brennan, 2002). Pada berbagai bidang ilmu kealaman telah mengembangkan etika ilmunya seperti biologi memiliki bioetika. Dalam bioetika yang menjadi salah satu aspek yang akan menjadi contoh pembahasan adalah etika lingkungan. Etika lingkungan menjadi bagian keseluruhan dari etika, mengapa demikian? Karena hasil atau produk dari etika lingkungan adalah pengambilan keputusan-keputusan etis. Pengambilan keputusan adalah sesuatu pendekatan yang sistematis terhadap hakikat suatu masalah, pengumulan fakta-fakta dan data, penenruan yang matang dari alternative ang dihadapi, dan mengambil tindakan yang menurut perhitungan merupakan tindakan yang paling tepat. Filsafat dan Bioetika
6
Dalam filsafat, kita mempelajari etika tepatnya dalam filsafat manusia (Antropologia) yaitu filsafat yang mempunyai bidang sasaran manusia dengan perilaku, cara berpikir, seni dan budayanya. Dimana etika termasuk di dalamnya yang mempunyai bidang sasaran tentang tingkah laku manusia, mempermasalahkan apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan oleh manusia.
2.2
Konsep Kebenaran dalam Ilmu Kealaman Ilmu kealaman merupakan salah satu bentuk dari produk olah pikir manusia yang telah
diuji kebenarannya. Cara dan metode dalam pengujian kebenarannya sudah baku yang disebut dengan metode ilmiah sehingga kebenaran yang diperoleh pun sudah tertentu yaitu kebenaran ilmiah. Kebenaran ilimiah meliputi kebenaran apabila ditinjau secara deduktif adalh benar dan ditinjau secara induktif juga benar, dimana kebenaran-kebenaran tersebut bersifat sinergis karena menggunakan landasan teori yang relevan. Deduktif adalah cara menarik kesimpulan dari umum ke khusus dan bisa dibilang masuk akal sedangkan imduktif adalah cara menarik kesimpulan dari khusus ke umum atau sesuai dengan kenyataan (Sutomo, 2009). Dalam mengkaji ilmu kealaman, sesuai dengan kenyataan merupakan syarat yang sangat penting karena bidang sasaran dari ilmu kealaman terbatas pada hal-hal yang bersifat nyata atu fisik. Kebenaran ilmu kealaman sudah khas yaitu kebenaran ilmiah. Dalam kebenaran ilmu kealaman, disertai kebenaran-kebenaran yang lain yang dapat menjadi ramburambu dalam membedakan kajian ilmu kealaman dan ilmu bukan ilmu kealaman. Kebenaran tersebut terdiri dari atas kebenaran obyektif (sesuai dengan objek/sesuai kenyataan), kebenaran korespondensi (kebenaran yang berhubungan dengan teori yang digunakan), kebenaran koherensi (mengandung makna yang dianggap benar karena teori yang digunakan secara kronologis), kebenaran pragmatisme (kriteria kebenarannya adalah berguna atau tidak bergunanya suatu pernyataan kebenaran tersebut), kebenaran filosofis dan kebenaran absolut (Sutomo, 2009). Dalam kebenaran ilmu pasti terjadi pergeseran-pergeseran akibat dari semakin canggihnya alat dan peralatan yang digunakan untuk menambah kapasitas jangkauan pancaindra manusia yang sifatnya terbatas. Seiring dengan perkembangan zaman, teknologi semakin canggih, ada kemungkinan sesuatu yang kebenarannya telah diakui pada suatu ketika akan mengalami pergeseran menjadi sautu kebenaran yang tidak diakui lagi (kebenaran Filsafat dan Bioetika
7
menjadi tidak benar). Dalam ilmu berlaku kebenaran tentative atau kebenaran relative (kebenaran yang bersifat sementara dan terus menerus dapat diperbaiki. Dikatakan bersifat sementara karena kebenaran tersebut hanya berlaku ketika belum ada kebenaran lain yang menggesernya (Sutomo, 2009).
2.3
Peranan Etika Lingkungan dalam Pendidikan Ilmu Alam/kealaman Perkembangan ilmu kealaman mengalami perubahan dari masa ke masa. Pada awalnya
ilmu kealaman dipelajari, orang menganggap acuh tak acuh tentang ilmu tersebut. Terutama karena ilmu kealaman masih sangat sederhana, seperti halnya ketika mempelajari listrik statis, dengan menggosok gosokkan mistar pada rambut kemudian mendekatkan pada potongan kertas dan potongan-potongan kertas tersebut akan terbang. Hal ini dianggap remeh oleh sebagian besar orang pada masa awal ilmu kealaman. Namun setelah ilmu kealaman menunjukkan manfaatnya seperti diproduksinya bola lampu, generator, vaksin dan sebagainya maka orang mulai menghargai dan mempelajari ilmu kealaman. Ilmu kealaman pada masa sekarang belum sepenuhnya diterima oleh orang, ilmu kealaman masih menjadi rancu dimana manusia masih berharap sekaligus cemas (istilahnya harap-harap cemas) terhadap ilmu tersebut. Hal ini dapat terjadi karena ilmu kealaman dianggap bermuka dua dalam artian bahwa ilmu kealaman yang berlawanan arah dimana satu muka mengarah ke cita-cita kemanusiaan yang luhur yaitu kesejahteraan sedangkan arah yang lain mengarah ke immoral yang bisa saja melenyapkan nilai atau cita-cita kemanusiaaan tersebut. Perkembangan ilmu kealaman terlihat jelas pada penemuan mesin uap oleh James Watt pada tahun 1736-1819 dan dunia permesinan pun semakin bekembang. Dengan adanya penemuan tersebut maka terjadilah masa kejayaan pada revolusi industry berkelanjutan yang membawa kejayaan atau kesejahteraan bagi manusia. Dengan demikian perkembangan ilmu kealaman dan teknologinya benar-benar membawa manusia kearah kehidupan manusia yang semakin sejahtera karena dengan perkembangan tersebut terjadi pemenuhan kebutuhan, distribusi barang lebih merata, peningkatan ragam komoditas, kelancaran transportasi, penyerapan tenaga kerja, peningkatan pendidikan dan peningkatan kualitas hidup, kesehatan dan sebagainya (Sutomo, 2009).
Filsafat dan Bioetika
8
Selain itu, sejarah mencatat sebuah peristiwa yang sangat mengerikan yaitu pemboman nuklir yang terjadi di Hiroshima dan Nagasaki Jepang pada tanggal 6 dan 9 Agustus 1945 sebelum Indonesia merdeka, dan dari peristiwa tersebut tercatat 266.575 korban yang meninggal. Dari peristiwa pemboman nuklir dan peristiwa lainnya yang serupa memberikan pandangan negatif terhadap ilmu kealaman bahwa ilmu kealaman dianggap sebagai ilmu penghancur dan pemusnah manusia. Mengapa demikian? Karena dengan pengetahuan dan teknologi yang dihasilkan dari ilmu kealaman oleh manusia digunakan untuk hal yang bertolak belakang dengan cita-cita kemanusiaan (kesejahteraan manusia) (Sutomo, 2009). Ketika ada penyalahgunaan ilmu kealaman, kesalahan itu terletak pada oknum pelaku ilmu kealaman itu sendiri. Oknum dan kelompoknya tersebut memperalat ilmu kealaman untuk memenuhi keinginan dan kepentingan kelompoknya tana mempertimbangkan cita-cita kemanusiaan. Sekalipun demikian, sudah banyak sekali peristiwa yang terjadi akibat penyalahgunaan ilmu kealaman seperti peristiwa bocornya reactor nuklir di Ukraina, semburan lumpur Lapindo di Sidoarja, kebakaran hutan dimana-mana dan masih banyak lagi peristiwa yang lain yang dampaknya sangat luar biasa bagi kehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya yang ada di muka bumi (Sutomo, 2009). Hal-hal seperti itu harusnya menjadi perhatian bagi para pelaku ilmu kealaman agar kredibilitas ilmu kealaman menuju kearah cita-cita kemanusiaan yang luhur yaitu kesejahteraan tetap terjaga dan bahkan lebih ditingkatkan lagi. Pandangan tentang ilmu kealaman itu bukan bebas nilai tetapi justru penuh dengan nilai-nilai kemanusiaan. Hal ini pernah diisyaratkan oleh Albert Einstein (1879-1955) yang pada tahun 1915 menemukan teori realtivitas bahwa “ science without religion is blind – religion without science is limp”, yang artinya bahwa ilmu kealaman tanpa agama itu buta dan agama tanpa ilmu kealaman itu adalah lumpuh. Teori tersebut mengandung makna bahwa penerapan ilmu kealaman itu tidak bebas nilai dan tidak lepas kendali, tetapi mempunyai tanggungjawab moral terhadap Tuhan Yang Maha Esa sebagai pencipta alam semesta dan terhadap terhadap kemanusiaan. Ilmu kealaman harus memanfaatkan untuk menjunjung tinggi harkat manusia. Agama tanpa ilmu kealaman adalah lumpuh memiliki makna bahwa apabila dalam usaha menjelaskan kebenaran agama tanpa dukungan oleh fakta-fakta ilmiah yang senantiasa berkembang, maka sulit agama tersebut berkembang dalam artian bisa ditinggalkan oleh pengikutnya (Sutomo, 2009).
Filsafat dan Bioetika
9
Setiap bidang ilmu kealaman memiliki pelaku-pelaku kealaman yang komit terhadap filsafat ilmu kealaman, khususnya etika lingkungan. Banyaknya penyalahgunaan dalam ilmu kealaman akan dapat dibatasi oleh etika dalam filsafat ilmu kealaman karena nilai-nilai etika ilmu kealaman yang terkandung dalam filsafat ilmu kelamaan tersebut akan menjadi penentu dan pengatur tingkah laku manusia dalam menjalani kehidupannya. Apabila perilaku tersebut dilakukan oleh banyak orang dari generasi ke generasi dan secara terus-menerus maka akan menjadi kaidah moral sebagai penentu perilaku manusia dalam kehidupan masyarakat sehingga terbentuk persepsi budaya.persepsi budaya lingkungan hidup merupakan budaya yang selalu menekankan pada keserasian, keharmonisan dan pelestarian (Sutomo, 2009).
Filsafat dan Bioetika
10
BAB III PEMBAHASAN
Dalam pengembangan bidang ilmu kealaman terdapat etika ilmu bidang seperti biologi yang dikenal dengan bioetika dimana salah satu kajian dari bioetika adalah etika lingkungan. Etika lingkungan adalah aturan atau nilai yang dibuat oleh manusia yang mengatur bagaimana perilaku manusia terhadap lingkungannya. Etika lingkungan merupakan bagian keseluruhan dari etika karena produk etika lingkungan adalah pengambilan keputusan-keputusan etis. Peran etika lingkungan dalam ilmu kealaman sangat besar. Dengan memahami makna dari etika lingkungan berarti manusia dapat memperlakukan alam, lingkungan hidupnya sebagai mana mestinya. Etika lingkungan sangat penting karena kita ketahui bahwa alam menyediakan sumber daya yang sangat melimpah untuk memenuhi kebutuhan manusia dalam mempertahankan kehidupannya sehari-hari. Lingkungan merupakan faktor penting yang berpengaruh terhadap kelangsungn hidup makhluk yang ada didalamnya. Sehingga untuk menjaga kualitas lingkungan diperlukan kerja sama semua komponen yang terkait didalamnnya. Sebagia besar Negara di dunia sepakat bahwa menjaga lingkungan mutlak penting dilakukan, namum pada kenyataannya banyak negara yang msih memainkan peranan sebagai perusak lingkungan. Sampai saat ini, yang menjadi pertanyaan adalah mengapa lingkungan selalu menjadi masalah. Masalah lingkungan muncul karena tidak adanya kesadaran semua pihak yang ada dalam lingkungan tersebut. Semua aktivitas atau tindakan yang dilakukan manusia terhadap lingkungannya tidak mempertimbangkan atau memikirkan dampak yang akan terjadi akibat perbuatan atau tindakan mereka. Manusia tidak memikirkan dampak dalam kurun waktu yang panjang sehingga dengan sesuka hatinya mengekploitasi alam secara berlebihan. Perilaku atau tingkah laku manusia yang tidak sesuai dengan etika akan menimbulkan kerusakan-kerusakan pada lingkungan. Kerusakan yang terjadi akan berdampak pada kelangsungan hidup manusia. Sebagai contoh, semburan Lumpur Lapindo Sidoarjo, Jawa Timur yang berawal dari proses pengeboran sumur minyak yang tidak standar sehingga menimbulkan bencana yang sangat besar. Peristiwa ini menyebabkan penduduk disekitar kawasan lumpur lapindo harus mengungsi dan peristiwa lumpur Lapindo ini sangat berdampak terhadap perekonomian masyarakat di tempat tersebut.
Filsafat dan Bioetika
11
Kesalahan dalam proses pengoboran minyak yang tidak memenuhi standar berakibat fatal bagi kehidupan masyarakat setempat. Penulis memandang kesalahan tersebut sebagai kekeliruan atau penyalahgunaan ilmu kealaman. Ilmu kealaman merupakan ilmu pengetahuan yang menjelsakan tentang gejala-gejala alam yang ada di muka bumi dan melahirkan sebuah konsep atau prinsip. Karena konsep yang keliru dari pelaksanaan pengoboran minyak maka menimbulkan masalah besar. Ilmu pengetahuan semakin berkembang seiring dengan perkembangan zaman. Penerapan ilmu kealaman juga semakin berkembang dan melahirkan teknologi-teknologi yang semakin canggih. Penggunaan teknologi sebagai konsekuensi dari penerapan ilmu kealaman sering kali disalahgunakan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggungjawab sehingga meninbulkan kerusakan-kerusakan terhadap lingkungan yang berdampak bagi kehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya. Untuk menghidari kerusakan akibat penerapan ilmu kealaman, maka lahirlah etika yang dapat mengatur dan membatasi perilaku dan tingkah laku manusia dalam menerapkan teknologi sebagai konsekuensi dari ilmu kealaman. Penerapan teknologi sebagai konsekuensi ilmu kelamaan sesuai dengan etika adalah hal yang sangat penting. Hal ini erat kaitannya dengan tujuan dari ilmu kealaman itu sendiri bahwa ilmu kealaman memiliki cita-cita kemanusiaan, kesejahteraan manusia. Dengan pengambilan-pengambilan keputusan yang etis dalam etika lingkungan dapat membantu mewujudkan cita-cita perikemanusiaan yang sejahtera. Manusia dalam berperilaku atau bersikap harus menganut pada etika lingkungan agar dalam pelaksanaan kegiatan atau semua aktivitas dalam kehidupannya dapat memberikan pandangan yang positif terhadap ilmu kealaman yang dimiliki manusia sebagai pelaku ilmu kealaman. Caranya yaitu dengan tidak merusak atau melakukan penghancuran terhadap lingkungan yang memberikan dampak terhadap kesejahteraan hidup manusia dan makhluk hidup lainnya. Karena alam sudah terlalu baik kepada para penghuninya, oleh karena itu kita sebagai manusia yang bermoral harusnya menjadi pihak yang sangat peduli terhadap bumi, lingkungan kita. Hal ini sesuai dengan yang diungkapakan oleh Sutomo (2009) bahwa dalam proses ilmu kealaman terdapat hubungan antara ilmu kealaman, teknologi dan etika. Ketiga elemen ini sifatnya saling terikat atau berantai, sambung menyambung secara berurutan. Penerapan ilmu kealaman pada akhirnya sering terbentur dengan pertanyaan apakah penerapan tersebut boleh atau tidak dilakukan. Konsekuensi dari penerapan ilmu kealaman akan melahirkan Filsafat dan Bioetika
12
teknologi sedangkan pertanyaan bagaimana teknologi harus diterapkan merupakan mata rantai yang ketiga yaitu etika. Sehingga sangat jelas betapa pentingnya peranan etika khususnya dalam ilmu kealaman. Apabila manusia memperlakukan lingkungan dengan baik sesuai etika yang ada maka lingkungan juga akan menyediakan sumber kebutuhan bagi manusia untuk kelangsungan hidupnya. Sebagai manusia, kita harus memiliki kesadaran yang tinggi tentang pentingnya menjaga lingkungan karena dengan menjaga lingkungan maka lingkungan juga akan menjaga kita. Menurut Aminatun (Tanpa Tahun) bahwa kesadaran lingkungan yang harus dimiliki untuk kelangsungan hidup dan sumber daya alam adalah sebagai berikut: a. Manusia bukan sumber utama dari segala nilai b. Keberadaan alam dan segala sumberdayanya bukanlah untuk manusia semata, tetapi untuk seluruh spesies organisme yg ada di dalamnya. c. Tujuan kehidupan manusia di bumi bukan hanya untuk memproduksi dan mengkonsumsi, tetapi sekaligus mengkonservasi dan memperbarui SDA d. Meningkatkan kualitas hidup, harus juga menjadi tujuan kehidupan e. SDA itu sangat terbatas dan harus dihargai serta diperbaharui f.
Hubungan antara manusia dengan alam sebaiknya setara dalam sebuah kerja sama ekologik
g. Kita
harus
memelihara
stabilitas
ekologik
dengan
mempertahankan
dan
meningkatkan keanekaragaman hayati dan budaya h. Fungsi utama negara adalah mencanangkan dan pengawasan pemberdayaan SDA, melindungi individu dan kelompok masyarakat dari eksploitasi dan kerusakan lingkungan i.
Manusia hendaknya saling berbagi dan mengasihi, tidak individualis dan mendominasi
j.
Setiap manusia di planet bumi adalah unik dan mempunyai hak berbagi atas SDA
k. Tidak satu pun indidvidu manusia, pihak industri atau negara berhak untuk meningkatkan haknya atas SDA
Filsafat dan Bioetika
13
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan Adapun kesimpulan dari hasil pembahasan adalah sebagai berikut: 1. Etika lingkungan adalah suatu disiplin ilmu dalam filsafat yang mempelajari tentang hubungan baik antara manusia dengan sesama manusia, ataupun hubungan antara
manusia
dengan
selain
manusia
(hewan,
tumbuhan,
dan
faktor
biotik/abiotik). 2. Ilmu kealaman merupakan ilmu pengetahuan hasil olah pikir manusia yang menjelaskan tentang gejala-gejala dalam alam semesta termasuk di muka bumi sehingga terbentuk konsep dan prinsip yang dapat diuji kebenarannya melalui metode ilmiah sehingga disebut kebenaran ilmiah. Kebenaran ilmiah dalah kebenaran yang jika ditinjau secara deduktif dan secara induktif adalah benar. 3. Peranan etika lingkungan dalam pendidikan ilmu kealaman itu sangat penting. Manusia mendapatkan pengetahuan/ilmu kealaman melalui pendidikan dan penerapan ilmu kealaman melahirkan sebuah teknologi yang dalam penerapannya diatur atau dibatasi oleh etika. Meskipun manusia memiliki ilmu kealaman yang tinggi, bukan berarti manusia berhak melakukan eksploitasi secara habis-hbaisan terhadap sumber daya alam. Ilmu kealaman memiliki cita-cita kemanusiaan yaitu mewujudkan kehidupan manusia yang sejahtera.
B. Saran 1. Sebagai manusia yang bermoral atau b eretika, seharusnya kita memiliki kesadaran yang tinggi tentang pentingnya menjaga lingkungan dan melakukan eksploitasi SDA secara bijaksana. Menjaga lingkungan berarti menjaga kehidupan kita sendiri.
Filsafat dan Bioetika
14
2. Pembaca yang ingin menyusun makalah terkait materi peranan etika lingkungan dalam pendidikan ilmu alam sebaiknya menggunakan rujukan yang lebih banyak agar pembaca dapat memperoleh informasi yang lebih luas.
DAFTAR RUJUKAN
Aminatun T. Tanpa Tahun. Ilmu Lingkungan, Etika Lingkungan. (Online) (http://staffnew.uny.ac.id/upload/132206555/pendidikan/ILMU+LINGKUNGAN_ETIKA +LINGKUNGAN.pdf ), diakses pada 25 September 2017. Antonius A.G & Antonina P.Y.W. 2005. Relasi dengan Dunia. Jakarta: PT Elex Media Komputindo. Brennan, A. 2002. Ethnic Environment . (Online), (https://plato.stanford.edu/entries/ethicsenvironmental/). Diakses pada 20 September 2017. Sonny K. 2010. Etika Lingkungan Hidup. Jakarta: PT Kompas Media Nusantara. Sutomo H. 2009. Filsafat Ilmu Kealaman dan Etika Lingkungan. Malang: Penerbit Universitas Negeri Malang (UM PRESS).
Filsafat dan Bioetika
15