Pengaruh Olahraga Terhadap Sistem Respirasi Oleh Jolly Gara Sirait (201470018) Pendahuluan Jika seseorang melakukan olahraga, ia akan menggeser sistem tubuh dari keadaan istirahat menjadi keadaan aktif. Pergeseran dari keadaan istirahat menjadi aktif ini akan disertai oleh perubahan fisiologis sebagai respon tubuh terhadap keadaan yang berubah ini. Salah satu sistem tubuh yang mengalami perubahan fisiologis ini adalah sistem respirasi. Pada LTM ini akan dijelaskan mengenai pengaruh olahraga terhadap sistem respirasi. Tinjauan Pustaka Olahraga akan mempengaruhi konsumsi oksigen dan produksi karbon dioksida. Pada permulaan aktivitas fisik ini, akan segera terjadi peningkatan kecepatan ventilasi. Ventilasi alveolar akan meningkat hingga 20 kali untuk mengimbangi peningkatan kebutuhan O2 dan pembuangan CO2. Walaupun terjadi peningkatan kebutuhan dan pemakaian O2 selama olahraga, tetapi P O2 arteri tidak mengalami penurunan, melainkan tetap normal atau dapat juga sedikit meningkat. Keadaan ini disebabkan oleh peningkatan ventilasi alveolus yang dapat mengimbangi atau sedikit melebihi kecepatan konsumsi O2. Begitu juga dengan PCO2 arteri, meskipun mengalami peningkatan produksi CO2 yang nyata selama olahraga, tetapi PCO2 arteri tidak mengalami peningkatan, bahkan tetap normal atau sedikit menurun. Keadaan ini disebabkan oleh peningkatan ventilasi yang dapat mengimbangi atau sedikit melebihi kecepatan produksi CO2. 1,2 Proses ventilasi dapat mengimbangi peningkatan konsumsi O2 dan produksi CO2 ini dipengaruhi oleh beberapa faktor tetapi mekanismenya masih belum jelas. Faktor-faktor yang mempengaruhi ventilasi yaitu : 1. Refleks yang berasal dari bergeraknya tubuh. Tubuh yang bergerak berarti terjadi pergerakan otot dan sendi juga. Pada sendi dan otot, terdapat reseptor yang akan tereksitasi saat terjadi pergerakan. Terangsangnya reseptor ini kemudian akan mengirimkan stimulus ke pusat respirasi, dan akan mengakibatkan peningkatan ventilasi secara mendadak. 1,2 2. Peningkatan suhu tubuh. Selain menghasilkan kerja mekanis, kontraksi otot juga akan menghasilkan panas. Pada saat olahraga, sebenarnya terjadi proses pengeluaran panas yaitu melalui keringat. Tetapi pengeluaran panas oleh keringat ini tidak dapat mengimbangi produksi panas yang menyertai aktivitas fisik. Hal ini menyebabkan suhu tubuh cenderung meningkat selama olahraga. Karena peningkatan suhu tubuh merupakan rangsangan untuk peningkatan ventilasi, maka produksi panas terkait olahraga ini jelas berperan dalam meningkatnya ventilasi saat olahraga. 1,2 3. Pelepasan epinefrin. Pada saat berolahraga, sistem saraf simpatis akan aktif. Aktifnya sistem saraf simpatis ini akan meningkatkan hormon medula adrenal epinefrin. Peningkatan epinefrin akan merangsang pusat respirasi untuk meningkatkan ventilasi. 1,2
4. Impuls dari korteks serebri. Pada saat memulai olahraga, daerah motorik korteks serebri akan merangsang neuron-neuron pernapasan pada medulla oblongata dan neuron – neuron motorik otot. Pada saat yang sama, akan terjadi penyesuaian kardiovaskular yang dimulai oleh korteks serebri. Dengan cara ini, regio motorik otak dapat mengaktifkan respons ventilasi dan sirkulasi untuk menunjang aktivitas fisik yang akan dilakukan oleh tubuh. Penyesuaian antisipatorik ini merupakan mekanisme regulasi feedforward. Mekanisme regulasi ini akan menyebabkan penyesuaian terjadi sebelum faktor – faktor homeostatik tubuh berubah. 1,2 Olahraga yang dilakukan rutin dan teratur juga dapat memberikan membuat sistem respirasi beradaptasi. Adaptasi tersebut berupa peningkatan volume tidal dan peningkatan laju difusi pulmonal. Peningkatan laju difusi pulmonal disebabkan oleh peningkatan aliran darah paru, terutama pada regio paru bagian atas. Meningkatnya volume tidal dan peningkatan aliran darah paru ini akan mengakibatkan peningkatan O2 yang masuk ke dalam tubuh dan CO 2 yang dikeluarkan dari dalam tubuh. Meningkatnya O 2 yang masuk ini mengakibatkan ketika berolahraga, kebutuhan otot yang bekerja terhadap O2 lebih mudah terpenuhi. Adaptasi ini akan mengakibatkan, seseorang yang sering berolahraga cenderung memiliki ketahanan fisik yang lebih baik daripada orang yang jarang berolahraga. 2 Kesimpulan Laki-laki berusia 19 tahun tersebut sudah terengah – engah saat baru main 10 menit, sedangkan teman-temannya dapat bermain hingga lebih dari setengah jam disebabkan oleh Laki – laki tersebut jarang berolahraga, sedangkan teman – temannya kemungkinan sering berolahraga. Daftar Pustaka 1. Sherwood L. Human physiology from cells to system, 7 th ed. Belmont. Brooks/Cole Cengange Learning. 2011. p. 504-5 2. Physiologic responses and long-term adaptations to exercise [cited 2016 Aug 18]. Available from: https://www.cdc.gov/nccdphp/sgr/pdf/chap3.pdf