ILMU PERUNDANG - UNDANG
DISUSUN OLEH:
NAMA
: RAHMAT GINTING
NPM
: 16.021.111.106 16.021.111.106
ILMU HUKUM FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS DARMA AGUNG
NORMA HUKUM DALAM NEGARA A.
HIERARKI NORMA HUKUM
Dalam
kajiannya
dengan
Hierarki
Norma
Hukum,Hans
Kalsen
mengemukakan teorinya mengenai jenjang noma hukum(stufentheorie),dimana Ia berpendapat bahwa norma-norma Hukum itu berjenjang-jenjang dan belapis-lapis b elapis-lapis dalam suau hierarki taat susunan,dimana suau Norma yang lebih rendah berlaku,bersumber,dan berdasar pada norma yang lebih tinggi lagi,demikian seterusnya sampai pada suatu norma yang tidak dapat ditelusuri lebih lanjut dan bersifat Hipotesis dan Fiktif,yaitu norma Dasar (Grundnorm). Teori Jenjang Norma hukum Hans Kelsen ini di ilhami oleh seorang muridnya bernama Adolf Merkl yang mengemukakan bahwa suatu norma hukum iu mempunyai dua wajah(das Doppelte Rechtsantlizt).Menurut Adolf Mekl,suatu norma hukum iu keatas ia bersumber dan menjadi sumber bagi norma dibawahnya sehingga suatu norma hukum itu mempunyai masa berlaku yang relatif oleh karena masa berlakunya suatu norma hukum itu tergantung pada norma hukum yang berada diatasnya sehingga apabila norma hukum yang berada diatasnya dicabut atau dihapus,maka norma-norma hukum yang berada dibawahnya tercabut atau terhapus pula. Norma dasar yang merupakan norma tertinggi dalam suatu sistem tetapi norma dasar itu ditetapkan terlebih dahulu oleh masyarakat sebagai norma dasar yang merupakan gantungan bagi norma norma yang berada dibawahnya , sehingga suatu norma dasar itu dikatakan presupposed. B.
STRUKTUR NORMA DAN STRUKTUR LEMBAGA
Dalam teorinya didalam buku yang berjudul Law, State, and International Legal Order, Benyamin Akzin mengemukakan bahwa pembentukan Normanorma Hukum publik itu berbeda dengan pembentukan norma-norma hukum privat karena apabila kita lihat pada struktur norma, maka hukum publik itu berada diatas hukum privat, sedangkan apabila dilihat dari struktur lembaga, maka Public Authorities terletak diatas population. Pembentukannya, norma hukum publik itu dibentuk oleh Lembaga-lembaga negara (Penguasa Ne gara,Wakil-wakil
Rakyat) atau disebut juga Supra struktur sehingga dalam hal ini terlihat jelas norma hukum yang diciptakan oleh lembaga ngara ini mempunyai kedudukan yang lebih tinggi daripada norma yang dibentuk oleh masyarakat atau disebut juga infrastruktur. Sebagai sutu norma yang dibentuk oleh Lembaga Negara sebenarnya pembentukannya harus dilakukan berhati-hati,sebab norma-norma hukum publik ini harus dapat memenuhi kehendak serta keinginan masayrakat,jadi berbeda dengan pmbentukan norma-norma hukum Privat. Norma-norma Hukum Privat biasanya sesuai dengan keinginan/kehendak mas yarakat oleh karena hukum pivat ini dibentuk oleh masyarakat yang bersangkutan dengan perjanjian-perjanjian atau transaksi yang bersifat perdata sehingga masyarakat dapat merasakan sendiri apakah norma-norma hukum itu sesuai dengan kehendak/keinginan masyarakat.. C.
HIERARKI NORMA HUKUM NEGARA
Hans nawiasky , salah seorang murid hans kelsen mengembangkan teori gurunya tentang teori jenjang norma dalam kaitannya dengan suatu negara. Hans nawiasky dalam bukunya yang berjudul ‘ allgemeine rechtslehre ‘ mengemukakan bahwa sesuai dengan teori hans kelsen, maka suatu norma hukum dari negara manapun selalu berlapis lapis dan berjenjang-jenjang. Norma yang dibawah berlaku, bersumber dan berdasar pada norma yang lebih tinggl, ti nggl, norma yang lebih tinggi berlaku, bersumber dan berdasar pada norma yang lebih tinggi lagi, sampai pada suatu norma yang tertinggi yang yang disebut norma dasar. Hans nawiasky juga berpendapat bahwa selain norma itu berlapis kelompok kelompok , dan pengelompokan norma hukum dalam suatu negara itu terdiri atas empat kelompok. Kelompok I
: staats fundamentalnorm ( norma fundamental negara )
Kelompok II
: staatsgrundgestz ( aturan dasar negara/aturan pokok negara )
Kelompok III
: formel gesetz gesetz ( undang undang formal )
Kelompok IV
: verordnung & autonome autonome stazung ( aturan pelaksana dan aturan
otonom )
Kelompok kelompok norma hukum tersebut hampir selalu ada dalam tata usunan norma hukum setiap negara walaupun mempunyai istilah yang berbeda beda ataupun adanya jumlah norma hukum yang berbeda dalam tiap kelompoknya. ) NORMA FUNDAMENTAL NEGARA ( Staatsfundamentalnorm Staatsfundamentalnorm )
D.
Norma hukum yang tertinggi dan merupakan kelompok pertama dalam hierarki norma hukum negara adalah ‘ staatsfundamentalnorm ‘ istilah staatsfundamentalnorm ini diterjemahkan oleh notonagaro dalam pidatonya pada dies natalis universitas airlangga yang pertama ( 10 november 1995 ) dengan pokok kaidah fundamental negara kemudian joeniarto , dalam bukunya yang berjudul sejarah ketatanegaraan republik indonesia menyebutnya dengan istilah norma pertama , sedangkan A. Hamid S. Attamimi menyebutkan istilah staatsfundamentalnorm ini dngan norma fundamental negara Norma fundmental negara yang merupakan norma tertinggi dalam suatu negara ini merupakan norma yang tidak dibentuk oleh suatu norma yang lebih tinggi , tetapi bersifat pre supposed atau ditetapkan terlebih dahulu oleh masyarakat dalam suatu engara dan merupakan norma yang menjadi tempat bergantungnya norma norma hukum dibawahnya . norma yang tertinggi ini tidak dibentuk oleh norma yang lebih tinggi lagi, oleh karena jika norma yang tertinggi itu dibentuk oleh norma yang lebih tinggi lagi maka ia bukan merupakan norma yang tertinggi pada urutan norma tersebut. Menurut hans nawiasky , isi staatsfundamentalnorm ialah norma yang merupakan dasar bagi pembentukan konstitusi atau undang undang dasar dari suatu negara ( staatsverfassung) termasuk norma pengubahannya. Hakikat hukum suatu staatsfundamentalnorm ialah syarat bagi berlakunya suatu kosntitusi atau undang undang dasar. Ia ada terlebih dulu sebelum adanya konstitusi atau undang undang
dasar.
Didalam
suatu
negara
norma
dasar
ini
disebut
juga
staatsfundamentalnorm. Staatsfundamentalnorm suatu Staatsfundamentalnorm
negara
merupakan
landasan
dasar
filosofisnya yang mengandung kaidah kaidah dasar bagi pengatutan negara lebih
lanjut. Berdasarkan uraian tersebut, terlihat adanya persamaan dan perbedaan antara teori jenjang norma ( stufentheorie stufentheorie ) dai hans kelsen dan teori jenajng norma hukum ( die theorie vom stufenordnung der rechtsnormen rechtsnormen ) dari hans nawiasky. Persamaannya adalah bahwa keduanya menyebutkan bahwa norma itu berjenjang jenjang dan berlapis lapis , dalam arti suatu norma itu berlaku, bersumber dan berdasar pada norma yang diatasnya , norma yang diatasnya berlaku, bersumber dan berdasar pada norma yang diatasnya lagi, demikian seterusnya sampai pada suatu norma yang tertinggi dan tidak dapat ditelusuri lagi sumber dan asalnya , tetapi bersifat pre suppposed dan axiomatis. Adapun perbedaannya antara kedua pendapat itu yakni, Hans kelsen tidak mengelompokan norma norma itu, sedangkan Hans nawiasky membagi norma norma itu kedalam empat kelompok yang berlainan E.
ATURAN
DASAR
NEGARA/ATURAN
POKOK
NEGARA
(
Staatsgrundgezet ) ) Aturan dasar negara/aturan pokok negara merupakan kelompok norma hukum dibawah norma fundamental negara. Norma norma dari aturan dasar negara/ aturan pokok negara ini merupakan aturan atuarn yang masih bersifat pokok dan merupakan aturan umumyang amsih bersifat garis besar, sehingga masih merupakan norma hukum tunggal. Menurut hans nawiasky, suatu aturan dasar negara/aturan pokok negara dapat dituangkan di dalam suatu dokumen negara yang disebut staatsverfassung , atau dapat juga dituangkan dalam beberapa dokumen
negara
yang
tersebar
sebar
yang
disebut
dengan
istrilah
staatsgrundgesetz . Didalam setiap aturan dasar negara biasanya diatur hal hal mengenai pembagian kekuasaan negara dipuncak pemerintahan , dan selain itu mengatur juga hubungan antar lembaga lembaga negara , serta mengatur hubungan antara negara dengan warganegaranya. Dinegara Repubik Indonesia aturan dasar negara ini tertuang dalam batang tubuh UD 1945 dan ketetapan MPR, serta didalam hukum dasar tidak tertulis yang sering disebutkan dengan konvensi ketatanegaraan. Aturan dasar negara merupakan landasan bagi pembentukan undang undang dan peraturan lain yang lebih rendah, maka telah
cukup jikalau undang undang dasar hanya memuat aturan aturan pokok . hanya memuat garis garis besar sebagai instruksi kepada pemerintah pusat dan lain lain penyelenggara
negara
untuk
menyelenggarakan
kehidupan
negara
dan
kesejahteraan sosial. Terutama bagi negara baru dan negara muda, lebih baik hukum dasar yang tertulis itu hanya memuat aturan atuaran pokok. Sedangkan aturan aturan yang menyelenggarakan atuara pokok itu diserahkan kepada undang undang yang lebih mudah caranya membaut, mengubah dan mencabut . Dengan demikian jelaslah bahwa aturan dasar negara merupakan sumber dan dasar bagi terbentuknya suatu undang undang yang merupakan peraturan perundang undangan yaitu peraturan yang dapat mengikat secara langsung semua orang. Aturan dasar negara yang lainnya adala h aturan aturan yang tertuang dalam ketetapan ketetapan MPR yang merupakan garis garis besar haluan negara. Ketetapan MPR ini juga masih merupakan aturan aturan yang bersifat pokok dan merupakan aturan aturan umum yang bersifat garis besar. Sehingga masih merupakan norma tunggal serta belum disertai norma sanksi. Ketetapan MPR in berisi pedoman pedoman dalam pembentukan perundang undangan walaupun hanya secara material. Sebelum perubahan UUD 1945 , ketetapan ketetapan MPR ini yang dapat dibentuk setiap lima tahun sekali dalam sidnag majelis permusyawaratan rakyat r akyat bersidang setiap tahun, sidang si dang majelis permusyawaratan rakyat
yang
diselenggarakan
setiap
tahun
tersebut
dilakukan
unutk
mempersiapkan perubahan UUD 1945. Konvensi ketatanegaraan adalah hukum dasar tidak tertulis yang tumbuh dan terpelihara di dalam masyarakat . diakuinya hukum tidak tertulis di negara indonesia dapat dilihat dalam penjelasan umum angka I UUD 1945. Undang undang dasar suatu negara ialah sebagian dari hukumnya dasar negara itu. Undang undang dasar ialah hukum dasar tertulis, sedangkan disampingnya undang undang dasar itu berlaku juga hukum dasar yang tidak tertulis , ialah aturan aturan dasar yang timbul dan terpelihara dalam praktek penyelenggaraan negara meskipun tidak tertulis.
F.
( Formell Gezets ) Gezets ) UNDANG-UNDANG FORMAL ( Formell Kelompok norma-norma hukum yang berada di bawah aturan dasar
Negara/aturan pokok negara ( staatsgrundgesetz ) adalah formell adalah formell Gesetz atau atau secara harfiah diterjemahkan dengan Undang-Undang Undang- Undang ‘formal’. Norma dasar Negara yaitu norma-norma dalam suatu Undang-Undang sudah merupakan norma hukum yang lebih konkrit dan rinci, serta sudah dapat lansung berlaku didalam masyarakat. Norma-norma hukum dalam Undang-Undang ini tidak saja norma hukum yang bersifat tunggal, tetapi norma-norma hukum itu dapat merupakan norma hukum yang berpasangan, sehingga terdapat norma hukum sekunder disamping norma hukum primernya, dengan demikian dalam suatu UndangUndang sudah dapat dicantumkan norma-norma yang bersifat sanksi, bai itu sanksi pidana maupun sanksi pemaksa. Selain itu undang-undang (wet/gesetz/act) ini berbeda dengan peraturan-peraturan lainnya, oleh karena itu suatu undangundang merupakan norma hukum yang selalu dibentuk oleh suatu lembaga legislatif. Di Indonesia istilah formell Gesetz atau formell atau formell wetten ini wetten ini sayogjanya diartikan
dengan
undang-undang
saja
tanpa
menambah
kata
formal
dibelakangnya. Oleh karena itu apabila formell gesetz diartikan Undang-Undang formal, hal itu tidak sesuai dengan penyebutan jenis-jenis peraturan perundangundangan di Indonesia. Undang-Undang dapat diartikan secara arti luas maupun arti sempit, dalam arti luas Undang-Undang berarti keputusan pemerintah yang berdasarkan materinya mengikat langsung setiap penduduk pada suatu daerah. Dengan demikian yang dimaksud dengan UU dalam arti luas adalah semua peraturan perundang-undangan perundang-undangan dari tingkat yang tinggi sampai tingkat yang rendah yang isinya mengikat setiap penduduk, sedangkan Undang-Undang dalam arti sempit berarti legislatif act atau akta hukum yang dibentuk oleh lembaga legislatif dengan persetujuan bersama dengan lembaga eksekutif. Naskah hukum tertulis tersebut disebut dengan legislative act bukan executive act, karena dalam proses pembentukan legislative act itu, peranan lembaga legislatif sagat menentukan keabsahan materiel peraturan yang dimaksud.
G.
PERATURAN PELAKSANNAAN PELAKSANNAAN DAN PERATURAN OTONOM
(Verordnung & Autonome Satzung ) Satzung ) Kelompok norma hukum yang terakhir adalah peraturan pelaksanaan (Verordnung ) dan peraturan otonom ( Autonome ( Autonome Satzung ) yang merupakan peraturan
yang
terletak
dibawah
undang-undang
yang
berfungsi
menyelenggarakan ketentuan dalam undang-undang. Peraturan pelaksanaan bersumber dari kewenangan delegasi sedang peraturan otonom bersumber dari kewenangan atribusi. Atribusi kewenangan dalam pembentukan perundang-undangan ialah pemberian diberikan
kewenangan
membentuk
peraturan
oleh grondwet oleh grondwet (Undang-Undang (Undang-Undang
dasar)
perundang-undangan
yang
atau wet (Undang-Undang) (Undang-Undang)
kepada suatu lembaga pemerintahan/Negara. Kewenangan tersebut melekat terus menerus dan dapat dilaksanakan atas prakarsa sendiri setiap waktu diperlukan, sesuai dengan batas-batas yang diberikan. Contohnya : Undang-Undang Dasar 1945 dalam pasal 22 ayat (1) memberi kewenangan kepada presiden untuk membentuk peraturan pemerintah pengganti Undang-Undang Undang-Undang jika terjadi “hal ihwal kegentingan yang memaksa”. Delegasi kewenangan dalam pembentukan perundang-undangan ialah pelimpahan kewenangan membentuk peraturan perundang-undangan yang dilakukan oleh peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi kepada peraturan perunang-undangan yang lebih rendah., baik pelimpahan dilakukan dengan tegas atau tindakan. Berlainan dengan kewenangan atribusi , pada kewenangan delegasi kewenagan tersebut tidak diberikan, melainkan diwakilkan. Dan selain itu kewenagan delegasi ini bersifat sementara dalam arti kewenangan ini dapat di selenggarakan sepanjang pelimpahan tersebut masih ada. Contohnya : Pasal 5 ayat (2) UUD 1945 yang merumuskan, “Presiden menetapkan Peraturan Pemerintah untuk menjalankan Undang-Undang Undang- Undang sebagaiman mestinya.”
Menurut Bagir Manan, suatu peraturan perundang-undangan perundang-undangan yang baik setidaknya didasari pada 3 (tiga) hal, yakni: a. Dasar Yuridis (juridishe gelding) Pertama ,
keharusan
adanya kewenangan
dari
pembuat
peraturan
perundang-undangan. perundang-undangan. Setiap peraturan perundang-undangan harus dibuat oleh badan atau pejabat yang berwenang. Kalau tidak, peraturan perundang-undangan itu batal demi hukum (van rechtswegenietig). rechtsw egenietig). Dianggap Di anggap tidak pernah ada dan segala akibatnya batal secara hukum. Misalny, undang-undang dalam arti formal (wet in formelezin) dibuat oleh Presiden dengan persetujuan DPR. Setiap undang-undang yang tidak merupakan produk besama antara Presiden dan DPR adalah batal demi hukum. Begitu pula Keputusan Menteri, Peraturan Dasar dan sebagainya harus pula menunjukkan kewenangan pembuatnya. Kedua, keharusan adanya
kesesuaian bentuk atau jenis
peraturan
perundang-undangan perundang-undangan dengan materi yang diatur, terutama kalau diperintahkan oleh peraturan perundang-undangan tingkat lebih tinggi atau sederajat. Ketidak sesuaian bentuk ini dapat menjadi alasan untuk membatalkan peraturan perundang-undangan perundang-undangan tersebut. Misalnya kalau UUD 1945 atau undang-undang terdahulu
menyatakan
bahwa
sesuatu
diatur
dengan
undang-undang,
maka hanya dalam bentuk undang-undan ha itu diatur. Kalau diatur dalam bentuk lain misalnya Keputusan Presiden, maka Keputusan Presiden tersebut dapat dibatalkan (vernietigbaar). Ketiga , keharusan mengikuti tata cara tertentu. Apabila tata cara tersebut
tidak diikuti, peraturan perundang-undangan mungkin batal demi hukum atau tidak/belum mempunyai kekuatan hukum mengikat. Peraturan Daerah dibuat oleh Kepala Daerah dengan persetujuan DPRD. Kalau ada Peraturan Daerah tanpa (mencantumkan) persetujuan DPRD maka batal demi hukum. Dalam undangundang tentang pengundangan (pengumuman) bahwa setiap undang-undang harus diundangkan
dalam
Lembaran
Negara
sebagai
satu-satunya
cara
untuk
mempunyai kekuatan mengikat. Selama pengundangan belum dilakukan, maka undang-undang tersebut belum mengikat.
Keempat, keharusan tidak bertentangan dengan peraturan perundang-
undangan yang lebih tinggi tingkatannya. Suatu undang-undang tidak boleh mengandung kaidah yang bertentangan dengan UUD. Demikian pula seterusnya sampai pada peraturan perndang-undangan tingkat lebih bawah.
b. Dasar Sosiologis ( sociologische gelding ) Yakni mencerminkan kenyataan yang hidup dalam masyarakat. mas yarakat. Dalam satu masyarakat industri, hukumnya (baca: peraturan perundang-undangannya) harus sesuai dengan kenyataan-kenyataan yang ada dalam masyarakat industri tersebut. Kenyataan itu dapat berupa kebutuhan atau tuntutan atau masalahmasalah yang dihadapi seperti masalah perburuhan, hubungan majikan-buruh, dan lain sebagainya. c. Dasar Filosofis, Bahwa
setiap
masyarakat
selalu
mempunyai
ciata
hukum
(rechtsidee) yaitu apa yang mereka harapkan dari hukum (baca: peraturan perundang-undangan), perundang-undangan),
misalnya
untuk
menjamin
keadilan,
ketertiban,
kesejahteraan dan sebagainya. Rechtidee tersebut tumbuh dari sistem nilai mereka mengenai baik dan buruk, pandangan mereka mengenai hubungan individual dan kemasyarakatan, tentang kebendaan, tentang kedudukan wanita, tentang dunia gaib dan lain sebagainya Semuanya ini bersifat bersif at filosofis, artinya menyangkut pandangan mengenai inti atau hakekat sesuatu. Hukum diharapkan mencerminkan sistem nilai tersebut baik sebagai sarana yan melindungi nilai-nilai maupun sebagai sarana mewujudkannya dalam tingkah laku masyarakat. Nilai-nilai ini ada yang dibiarkan dalam masyarakat, sehingga setiap pembentukan hukum atau peraturan perundang-undangan harus dapat menangkapnya setiap kali akan membentuk hukum atau peraturan perundang-undangan. perundang-undangan. Tetapi ada kalanya sistem nilai tersebut telah terangkum secara sistematik dalam satu rangkuman baik berupa teori-teori filsafat maupun dalam doktrin-doktrin filsafat resmi seperti Pancasila. Dengan demikian, setiap
pembentukan hukum atau peraturan perundang-undangan perundang-undangan sudah semestinya memperhatikan sungguh-sungguh rechtsidee yang terkandung dalam Pancasila.