BAB I PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang Masalah
Dalam keseluruhan proses pendidikan di sekolah, kegiatan belajar merupakan kegiatan yang paling penting. Hal ini berarti bahwa berhasil tidaknya pencapaian tujuan pembelajaran bergantung kepada bagaimana proses belajar yang dialami dial ami peserta didik. Belajar yang disadari atau tidak, sederhana atau kompleks, belajar sendiri atau dengan bantuan guru, belajar dari buku atau dari media elektronik, belajar di sekolah, rumah, lingkungan kerja atau masyarakat. Menurut pengertian secara psikologis, belajar merupakan suatu proses perubahan yaitu perubahan tingkah laku sebagai hasil dari interaksi dengan lingkungannya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Definisi lainnya yaitu, belajar ialah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya. Dari pengertian tersebut diketahui bahwa belajar memang selalu berkaitan dengan perubahan, baik yang meliputi keseluruhan tin gkah laku maupun yang hanya terjadi pada beberapa aspek dari kepribadian individu. Di dunia pendidikan guru memiliki peran penting dalam pencapaian tujuan pembelajaran. Guru memberikan pelayanan agar peserta didik belajar. Proses belajar mengajar yang dilaksanakan harus menciptakan suasana belajar yang menyenangkan dan menjadikan siswa lebih aktif dibandingkan guru ( student ( student dominated class). class). Akan tetapi, pada umumnya mayoritas guru masih menggunakan pembelajaran yang bersifat konvensional. Guru lebih berperan aktif dibandingkan dengan peserta didik ( teacher dominated class). class). Hal ini dapat menghambat perkembangan kognitif, afektif, dan psikomotorik peserta didik.Peserta didik tidak dibiasakan berpikir kritis, dan kreatif. Hal ini juga dapat dipandang bahwa belajar hanya merupakan proses transfer pengetahuan yang dimiliki guru ke peserta didik, bukan membantu untuk mengembangkan penalaran berpikir dan pemahaman konsep peserta peserta didik.
1
Menanggapi masalah tersebut diperlukan suatu teori belajar yang dapat mengembangkan potensi, penalaran berpikir, dan pemahaman konsep peserta didik, sehingga menjadikan peserta didik lebih aktif dibandingkan dengan guru. Berdasarkan
uraian
di
atas
penulis
memandang
perlunya
menanggapi
permasalahan tersebut. Oleh karena itu, pada makalah ini akan dibahas beberapa teori belajar, yaitu teori belajar Piaget, Bruner, dan Gestalt. Makalah ini menyajikan bagaimana proses pembelajaran menurut Piaget, Bruner, dan Gestalt, Gest alt, dan implikasinya pada pembelajaran yang tercantum dalam Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP).
1.2 Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah pada penulisan makalah ini adalah sebagai berikut: 1. Bagaimana teori pembelajaran menurut Piaget dan implikasinya pada pembelajaran yang tercantum dalam Rencana Pelaksanaan Pembelajaran? 2. Bagaimana teori pembelajaran menurut Bruner dan implikasinya pada pembelajaran yang tercantum dalam Rencana Pelaksanaan Pembelajaran? 3. Bagaimana teori pembelajaran menurut Gestalt dan implikasinya pada pembelajaran yang tercantum dalam Rencana Pelaksanaan Pembelajaran?
1.3 Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah sebagai berikut: 1. Untuk mengetahui teori pembelajaran menurut Piaget dan implikasinya pada pembelajaran yang tercantum dalam Rencana Pelaksanaan Pembelajaran. 2. Untuk mengetahui teori pembelajaran menurut Bruner dan implikasinya pada pembelajaran yang tercantum dalam Rencana Pelaksanaan Pembelajaran. 3. Untuk mengetahui teori pembelajaran menurut Gestalt dan implikasinya pada pembelajaran yang tercantum dalam Rencana Pelaksanaan Pembelajaran
1.4 Manfaat Makalah
Adapun manfaat makalah ini adalah sebagai berikut: 1. Menambah
wawasan
tentang
proses
pembelajaran Piaget, Bruner, dan Gestalt.
2
pembelajaran
berdasarkan
teori
Menanggapi masalah tersebut diperlukan suatu teori belajar yang dapat mengembangkan potensi, penalaran berpikir, dan pemahaman konsep peserta didik, sehingga menjadikan peserta didik lebih aktif dibandingkan dengan guru. Berdasarkan
uraian
di
atas
penulis
memandang
perlunya
menanggapi
permasalahan tersebut. Oleh karena itu, pada makalah ini akan dibahas beberapa teori belajar, yaitu teori belajar Piaget, Bruner, dan Gestalt. Makalah ini menyajikan bagaimana proses pembelajaran menurut Piaget, Bruner, dan Gestalt, Gest alt, dan implikasinya pada pembelajaran yang tercantum dalam Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP).
1.2 Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah pada penulisan makalah ini adalah sebagai berikut: 1. Bagaimana teori pembelajaran menurut Piaget dan implikasinya pada pembelajaran yang tercantum dalam Rencana Pelaksanaan Pembelajaran? 2. Bagaimana teori pembelajaran menurut Bruner dan implikasinya pada pembelajaran yang tercantum dalam Rencana Pelaksanaan Pembelajaran? 3. Bagaimana teori pembelajaran menurut Gestalt dan implikasinya pada pembelajaran yang tercantum dalam Rencana Pelaksanaan Pembelajaran?
1.3 Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah sebagai berikut: 1. Untuk mengetahui teori pembelajaran menurut Piaget dan implikasinya pada pembelajaran yang tercantum dalam Rencana Pelaksanaan Pembelajaran. 2. Untuk mengetahui teori pembelajaran menurut Bruner dan implikasinya pada pembelajaran yang tercantum dalam Rencana Pelaksanaan Pembelajaran. 3. Untuk mengetahui teori pembelajaran menurut Gestalt dan implikasinya pada pembelajaran yang tercantum dalam Rencana Pelaksanaan Pembelajaran
1.4 Manfaat Makalah
Adapun manfaat makalah ini adalah sebagai berikut: 1. Menambah
wawasan
tentang
proses
pembelajaran Piaget, Bruner, dan Gestalt.
2
pembelajaran
berdasarkan
teori
2. Dapat dijadikan sebagai masukan bagi pembaca untuk menerapkan proses pembelajaran Piaget, Bruner, dan Gestalt dalam proses belajar mengajar. 3. Panduan pembuatan RPP berdasarkan proses pembelajaran Piaget, Bruner, dan Gestalt.
BAB II PEMBAHASAN
2.1 TEORI BELAJAR PIAGET
3
2.1.1. Biografi Piaget
Jean Piaget (1896-1980) adalah pakar psikologi Swiss, mengatakan bahwa anak dapat membangun secara aktif dunia kognitif mereka sendiri. Piaget yakin bahwa anakanak menyesuaikan pemikiran mereka untuk menguasai gagasan-gagasan baru, karena informasi tambahan akan menambah pemahaman mereka terhadap dunia. Perkembangan kognitif sebagian besar ditentukan oleh manipulasi dan interaksi aktif anak dengan lingkungan. Pengetahuan datang dari tindakan. Piaget yakin bahwa pengalaman-pengalaman fisik dan manipulasi lingkungan penting bagi terjadinya perubahan perkembangan. Sementara itu bahwa interaksi sosial dengan teman sebaya, khususnya berargumetasi dan berdiskusi membantu memperjelas pemikiran yang pada akhirnya memuat pemikiran itu menjadi lebih logis. Teori perkembangan Piaget mewakili konstruktivisme, yang memandang perkembangan kognitif sebagai suatu proses di mana anak secara aktif membangun sistem makna dan pemahaman realitas melalui pengalaman-pengalaman dan interaksiinteraksi mereka.Untuk menunjukakan struktur kognitif yang mendasari pola-pola tingkah laku yang terorganisir, Piaget menggunakan istilah skema dan adaptasi. a) Skema (Struktur kognitif) adalah proses atau cara mengorganisir dan merespon berbagai pengalaman. Dengan kata lain skema adalah suatu pola sistematis s istematis dari tindakan, perilaku, pikiran, dan strategi dalam menghadapi berbagai tantangan dan jenis situasi. b) Adaptasi (struktur fungsional) adalah sebuah istila h yang digunakan piaget untuk menunjukkan pentingnya pola hubungan individu dengan lingkungannya dalam proses perkembangan kognitif. Menurut
Piaget adaptasi ini terdiri dari dua
proses yang saling melengkapi, yaitu asimilasi dan akomodasi. akomodasi. Asimilasi adalah proses kognitif dimana seseorang mengintegrasikan Asimilasi persepsi, konsep ataupun at aupun pengalaman baru ke dalam skema atau pola yang sudah ada dalam pikirannya. Asimilasi dipandang sebagai suatu proses kognitif
yang
menempatkan
dan
mengklasifikasikan
kejadian
atau
rangsangan baru dalam skema yang telah ada. Akomodasi dalam Akomodasi dalam menghadapi rangsangan atau pengalaman baru seseorang
tidak dapat mengasimilasikan pengalaman yang baru dengan skema yang telah dipunyai. Pengalaman yang baru itu bisa jadi sama sekali tidak cocok
4
dengan skema yang telah ada. Dalam keadaan demikian orang akan mengadakan akomodasi. Akomodasi tejadi untuk membentuk skema baru yang cocok dengan rangsangan yang baru atau memodifikasi skema yang telah ada sehingga cocok dengan rangsangan itu Piaget mengemukakan bahwa setiap organisme yang ingin mengadakan adaptasi dengan lingkungannya harus mencapai keseimbangan (ekuilibrium), yaitu antara aktivitas individu terhadap lingkungan(asimilasi) dan aktivitas lingkungan terhadap individu (akomodasi). Agar terjadi ekuilibrasi antara diri individu dengan lingkungan, maka peristiwa-peristiwa asimilasi dan akomodasi harus terjadi secara terpadu, bersama-sama dan komplementer. Organisasi kecenderungan individu untuk menyatukan berbagai skema menjadi satu sistem yang koheren (berkait dan menjadi kesatuan).
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Piaget ada empat tahap perkembangan kognitif dari setiap individu yang yang berkembang secara kronologis :
1. Tahap sensorik motorik (usia 0-2 tahun) Tahap pertama pengembangan yang diidentifikasi Piaget adalah tahap sensorik motorik. Ini umumnya terjadi antara kelahiran sampai dua tahun. Pada titik ini, anakanak belajar menggunakan panca indra mereka dan perlu pengalaman nyata untuk memahami konsep dan ide-ide. Tahap ini ditandai dengan perolehan progresif keabadian dalam objek anak menjadi mampu untuk menemukan benda setelah diganti, bahkan jika benda-benda telah dibawa keluar sudut pandangnya.Sebagai contoh, percobaan Piaget pada tahap ini yaitu menyembunyikan objek dibawah bantal untuk melihat apakah bayi dapat menemukan objek. Karakteristik tambahan anak-anak ini tahap adalah kemampuan mereka untuk menghubungkan nomor ke objek objek (misalnya,satu anjing, dua kucing, kucing, tiga kelinci, empat ayam). Untuk mengembangkan kemampuan matematika anak ditahap ini, kemampuan anak mungkin akan meningkat jika diberikan banyak kesempatan untuk bertindak terhadap lingkungan yang tidak terbatas (namun aman) sebagai cara untuk mulai membangun konsep. Bukti menunjukkan bahwa anak-anak pada tahap sensorik motorik memiliki beberapa pemahaman tentang konsep angka dan menghitung. Pendidik dalam
5
tahap pengembangan anak harus meletakkan pondasi matematika yang kuat dengan menyediakan kegiatan yang menggabungkan menghitung dan dengan demikian meningkatkan pengembangan konseptual anak-anak mengenai angka. Misalnya, guru dan orangtua dapat membantu anak-anak menghitung jari-jari mereka, mainan, dan permen. Kegiatan lain yang bisa meningkatkan perkembangan matematis anak-anak pada tahap ini yaitu menghubungkan matematika dan bahasa. Ada banyak buku anakanak yang berisi matematika karena anak-anak pada tahap ini dapat menghubungkan angka ke objek, didapat manfaat dari melihat gambar benda dan angka mereka masingmasing secara bersamaan.Seiring dengan manfaat matematika, buku anak-anak dapat berkontribusi untuk pengembangan keterampilan membaca dan pemahaman.
2. Tahap Pra operasional (usia 2-7 tahun) Tahap kedua perkembangan kognitif diidentifikasi oleh Jean Piaget adalah tahap pra operasional, selama 2-7 tahun. Selama periode ini,anak-anak dapat melakukan satu langkah mengenai masalah logika, mengembangkan bahasa, operasi egosentris dan terbatas pada logika. Pengembangan anak-anak terus berlanjut, dan tahap ini menandai awal memecahkan masalah yang lebih matematis berdasarkan seperti penambahan dan pengurangan. Persepsi anak dalam tahap pengembangan umumnya terbatas pada satu aspek atau dimensi objek dengan mengorbankan aspek lain. Mengajar siswa dalam tahap pengembangan ini harus menggunakan kuisioner yang efektif tentang karakteristik objek. Misalnya, ketika siswa menyelidiki bentuk-bentuk geometris, guru bisa meminta siswa untuk berkelompok sesuai dengan bentuk dengan karakteristik yang sama. Terlibat dalam diskusi atau interaksi dengan anak-anak dapat menimbulkan penemuan anak-anak dari berbagai cara untuk kelompok suatu objek, sehingga membantu anakanak berpikir tentang kuantitas dalam cara baru.
3. Tahap Operasional Konkret (Usia 7-11 tahun) Tahap berikutnya pengembangan kognitif Piaget adalah tahap operasional konkret yaitu anak antara usia 7-11 tahun. Seorang anak akan mampu berpikir logis dan mulai mengelompokkan berdasarkan beberapa ciri dan karakteristik daripada hanya berfokus pada representasi visual. Secara matematis, tahap ini merupakan tahap pengembangan
6
baru yang luar biasa untuk anak. Karena anak sekarang dapat mengklasifikasikan berdasarkan beberapa fitur. Sementara anak-anak sebelumnya terbatas sudut pandang mereka sendiri, mereka sekarang dapat mempertimbangkan sudut pandang lain. Mereka juga dapat
mulai memahami
ide-ide
dan klasifikasi
lebih menyeluruh dan
mengembangkan cara menyajikan solusi dalam berbagai cara. Dalam rangka mengembangkan kemampuan anak pada menyajikan beberapa solusi, diskusi di kelas bisa sangat membantu. Tahap ketiga adalah ditandai dengan pengembangan kognitif yang luar biasa, yaitu ketika pengembangan dan penguasaan keterampilan dasar anak-anak mengenai bahasa mempercepat secara signifikan. Pengalaman dan berbagai cara dari solusi matematika dapat cara membina pengembangan tahap kognitif. Pentingnya kegiatan ini memberikan siswa jalan untuk membuat gagasan abstrak, yang memungkinkan mereka untuk memperoleh ide-ide matematika dan konsep sebagai alat yang berguna untuk memecahkan masalah.
4. Tahap Operasi Formal (Usia 11- dewasa) Tahap terakhir pengembangan kognitif Piaget adalah tahap operasional formal, yaitu anak-anak yang berusia antara 11-16 tahun dan terus sepanjang masa dewasa. Ini menandai perubahan yang berbeda pada proses berpikir anak, berpikir lebih logis dan abstrak. Anak pada tahap ini mampu membentuk hipotesis dan konsekuensi yang mungkin menyusun kesimpulan, memungkinkan anak untuk membangun matematika sendiri.Selain itu, biasanya mulai berkembang pola pikir abstrak dimana penalaran menggunakan simbol-simbol murni tanpa perlu gambaran data. Misalnya, peserta didik operasional formal dapat memecahkan x + 2x = 9 tanpa harus mengacu pada situasi konkret yang disajikan oleh guru, seperti, "Toni makan permen dengan jumlah tertentu. Kakaknya makan dua kali lebih banyak.Mereka makan bersama-sama sembilan permen. Berapa banyak permen yang dimakan Tony?" Keterampilan penalaran dalam tahap ini mengacu pada proses mental yang terlibat dalam generalisasi dan evaluasi argumen yang meliputi klarifikasi, inferensi, evaluasi, dan aplikasi. Klarifikasi mengharuskan siswa untuk mengidentifikasi dan menganalisis unsur-unsur masalah, yang memungkinkan mereka untuk menguraikan informasi yang dibutuhkan dalam memecahkan suatu masalah.Inferensia mengharuskan untuk membuat
7
kesimpulan induktif dan deduktif dalam matematika. Evaluasi mengharuskan kriteria menilai kecukupan solusi masalah. Aplikasi melibatkan siswa menghubungkan konsepkonsep matematika kekehidupan nyata.
2.1.2 Implikasi Teori Piaget
Implikasi teori perkembangan kognitif Piaget dalam pembelajaran adalah : a. Bahasa dan cara berfikir anak berbeda dengan orang dewasa. Oleh karena itu guru mengajar dengan menggunakan bahasa yang sesuai dengan cara berfikir anak. b. Anak-anak akan belajar lebih baik apabila dapat menghadapi lingkungan dengan baik. Guru harus membantu anak agar dapat berinteraksi dengan lingkungan sebaik-baiknya. c.
Bahan yang harus dipelajari anak hendaknya dirasakan baru tetapi tidak asing.
d. Berikan peluang agar anak belajar sesuai tahap perkembangannya. e. Di dalam kelas, anak-anak hendaknya diberi peluang untuk saling berbicara dan diskusi dengan teman-temanya.
2.1.3
Pemanfaatan Teori Piaget dalam Proses Pembelajaran
Pemanfaatan teori Piaget dalam proses pembelajaran dapat dilihat pada pernyataan dibawah ini : 1. Memusatkan pada proses berpikir atau proses mental dan bukan sekedar pada hasilnya. Disamping kebenaran siswa, guru harus memahami proses yang digunakan anak sehingga sampai pada jawaban itu. 2. Mengutamakan peran siswa dalam berinisiatif sendiri dan keterlibatan aktif dalam pembelajaran. Di dalam kelas, penyajian pengetahuan jadi (ready made) tidak mendapat penekanan, melainkan anak didorong menemukan sendiri pengetahuan itu melalui interaksi spontan dengan lingkungannya. 3. Memaklumi
akan
adanya
perbedaan
individual
dalam
hal
kemajuan
perkembangan teori Piaget mengasumsikan bahwa seluruh siswa tumbuh melewati
urutan
perkembangan
yang
berlangsung pada kecepatan yang berbeda.
8
sama,
namun
pertumbuhan
ini
Dari uraian diatas dapat disimpulkan
bahwa kegiatan pembelajaran itu
memusatkan perhatian pada berpikir atau proses mental anak, yang tidak hanya sekedar kepada hasilnya, mengutamakan peran siswa dalam kegiatan pembelajaran, dan memaklumi perbedaan individu dalam hal kemajuan perkembangannya. Bagi guru matematika teori Piaget jelas sangat relevan, karena dengan mengunakan teori itu kita akan bisa mengetahui adanya tahap – tahapan perkembangan tertentu pada kemampuan berpikir anak – anak di kelas atau di sekolahnya. Dengan demikian guru bisa memberikan perlakuan yang tepat bagi para siswanya, misalnya dalam memilih cara penyampaian materi bagi siswa, penyediaan alat – alat peraga, dan sebagainya. Sesuai dengan tahapan perkembangan kemampuan berfikir yang dimiliki oleh siswa masing – masing. Selain itu kita dapat mencermati apakah simbol – simbol matematika yang digunakan kita dalam mengajar cukup dan mudah dipahami siswa atau tidak, dengan mengingat tingkat kemampuan berpikir yang dimiliki oleh masing – masing siswa itu sendiri.
2.1.4
Contoh
Pembelajaran
berdasarkan
Teori
Piaget
sesuai
Tahap
Perkembangan Kognitif Anak Usia Sekolah
Pokok Bahasan
: Bangun Ruang
Sub Pokok bahasan: Kubus, Balok, Tabung, Prisma, Limas, Kerucut,Bola 1. Pembelajaran ditingkat Taman kanak-Kanak (TK) a. Anak-anak baru hanya diperkenalkan dengan bentuk b. Pembahasan hanya terbatas pada sub pokok bahasan yang terlihat kontekstual c. Materi kubus cukup pada bentuknya, contoh aplikasi sekitar, serta warna (jika ada) d. Demikian untuk balok, bola, dan yang lainnya dengan konsekuensi siswa mengetahui nama dan bentuknya saja. Penjelasan: Anak
usia
Taman
kanak-kanak
masuk
kategori
praoperasional
pada
perkembangan Teori Piaget. Jadi anak-anak hanya mampu melihat gambar dan tidak berbentuk penalaran atas pengalamannnya sendiri.
9
2. Pembelajaran di Tingkat Sekolah Dasar (SD) a. Anak sudah mulai diperkenalkan dengan pendalaman bentuk bangun yang dia ketahui tersebut. b. Pengelompokkan bangun juga mulai hanya diperkenalkan, bahwa kubus, balok, dan yang lainnya termasuk bangun ruang, c. Anak-anak juga berkontekstual dengan bangun-bangun tersebut, sehinggga ada pemahamannya tentang apa-apa saja yang terdapat pada bangun itu. Seperti balok, tentu memiliki panjang, lebar dan tinggi. d. Keterhubungan unsur yang dimiliki belum dijelaskan e. Melanjutkan pembelajaran dikelas-kelas berikutnya sampai pada operasioperasi sederhana yang terdapat pada bangun itu. Penjelasan: Sesuai kurikulum pembelajaran tematik bangun ruang ini, baru diperkenalkan di kelas II SD, itu artinya pembelajaran-pembelajaran sebelumnya tentu masi mengacu pada praoperasional dan pada pembelajaran selanjutnya di SD inisudah memiliki tahap operasi konkret sesuai dengan teori perkembangan teori Piaget.
3. Pembelajaran di tingkat Sekolah Menengah (SMP dan SMA) a. Anak diajarkan mengetahui bentuk, struktur, dan isi dari bangun-bangun ruang yang ada. b. Tiap-tiap bangun ruang itu, anak-anak diminta mengetahui cara menghitung luas sisi, volume, serta bentuk permukaan dengan mengetahui bukaan dari bangun tersebut. c. Aplikasi dengan dunia nyata juga penting dilakukan sebagai aplikasi materi yang diajarkan. d. Khusus di jenjang SMA hanya jika dalam dengan mengkaji unsur-unsur yang terdapat pada bangun ruang, di samping mengulangnya kembali pembelajaran itu. e. Pembelajaran di SMA sudah sampai pada tingkat penalaran oleh pengalaman sendiri.
10
Penjelasan: Materi bangun ruang di SMP diajarkan di kelas VII semester 2, itu artinya erat dengan keterstukturan materi sebelumnya yang menjadi pendukung dalam pembelajaran materi ini. Anak di usia ini sudah pada tingkat operasi formal, sesuai tingkat perkembangan kognitif Piaget.
4. Pembelajaran di tingkat Perguruan Tinggi Di perguruan tinggi bangun ruang sudah lebih didalami dalam suatu mata kuliah geometri Penjelasan: Materi ini, mahasiswa sudah mengandalkan tahap deduktif, induktif, hipotesis dan logis. Tetapi tahap perkembangannya tetap berada pada operasi formal sesuai tingkat kognitif Piaget.
2.2 TEORI BELAJAR BRUNER 2.2.1 Biografi Bruner
Jerome Seymour Bruner, lahir di New York pada tanggal 1 Oktober 1915 dari pernikahan Heman dan Rose Bruner yang berimigrasi dari Polandia. Keluarganya menginkan Bruner menjadi ahli hukum, namun Bruner mempunyai cita-cita lain. Bruner masuk jurusan psikologi dan pada tahun 1937 menerima gelar sarjana di bidang psikologi dari Duke University. Di tahun yang sama, ia melanjutkan kuliah di Harvard University dan menerima gelar master di bidang psikologi pada tahun 1939. Tidak selang beberapa lama kemudian, pada tahun 1941 Bruner menerima gelar doctoral (Ph.D) dari universitas yang sama. Ketika pertama kali tiba di Harvad, Bruner tertarik pada penelitian mengenai persepsi hewan ( perception on animal).Pada tahun 1939, Bruner menerbitkan atikel psikologi pertama mengenai pengaruh ekstrak thymus pada perilaku seksual tikus betina. Selama perang dunia ke-2, Bruner tertarik pada penelitian mengenai psikologi sosial, dan sebagai tesis doktoralnya ia menulis mengenai teknik propaganda Nazi (techniques of Nazi propagandists). Selama perang, Bruner masuk tentara dan bekerja sebagai ahli psikologi perang ( psychological warefare) di headquarters in SHAEF.
11
General Eisenhower’s
Pada tahun 1945, Bruner kembali ke Harvard sebagai profesor psikologi yang terlibat dalam penelitian mengenai psikologi kognitif dan psikologi pendidikan. Pada tahun 1972, ia meninggalkan Harvard untuk mengajar di Universitas Oxford di Inggris. Pada tahun 1980, ia kembali ke Amerika Serikat untuk melanjutkan penelitian di bidang psikologi perkembangan. Pada tahun 1991, Bruner bergabung dengan salah satu fakultas di New York dan mengajar mahasiswa sampai hari ini. Bruner adalah salah satu pencetus utama psikologi kognitif dan konstruktivisme, serta juga berpengaruh pada teori pendidikan dan praktek. Bruner mengakui bahwa filosofi Bruner tentang psikologi telah dipengaruhi oleh Jean Piaget, Vygotsky LS, dan Benjamin Bloom.
2.2.2
Ide Bruner dalam Proses Pendidikan
Bruner mengungkapkan empat ide nya mengenai proses dari pendidikan, yaitu 1. Struktur Pengetahuan
Bruner berpendapat bahwa mengajarkan prinsip-prinsip dasar suatu subjek membuat transfer pengetahuan lebih mudah. Kurikulum hendaknya mementingkan struktur pengetahuan. Hal ini perlu, sebab dengan struktur pengetahuan kita dapat membantu peserta didik untuk melihat, bagaimana faktafakta yang kelihatannya tidak ada hubungan, dapat dihubungkan satu dengan yang lain, dan pada informasi yang telah mereka miliki.
2. Kesiapan untuk Belajar
Bruner menganggap bahwa anak-anak dari segala usia dapat belajar jika bahan pendukung disajikan dalambentuk yang tepat dan kurikulum harus meninjau kembali dan membangun ide-ide dasar berulang (Spiral Curriculum). Menurut Bruner, kesiapan terdiri atas penguasaan keterampilan-keterampilan yang lebih sederhana yang dapat memungkinkan seseorang untuk mencapai keterampilan-keterampilan yang lebih tinggi. Misalnya kesiapan untuk geometri euclidian, dapat diperoleh dengan memberikan kesempatan pada para siswa untuk membangun konstruksi-konstruksi yang makin kompleks dengan menggunakan poligon-poligon.
12
3. Nilai Intusi dalam Proses Pendidikan
Bruner prihatin untuk menemukan bagaimana sekolah bisa menciptakan kondisi untuk meningkatkan berpikir intuitif yang kemudian bisa diperiksa melalui analisis. Dengan intuisi, teknik-teknik intelektual untuk sampai pada formulasi-formulasi tanpa melalui langkah-langkah analitis untuk mengetahui apakah formulasi-formulasi itu merupakan kesimpulan-kesimpulan yang sahih atau tidak. Bruner mengungkapkan “educated guess” yang kerap kali digunakan oleh para Ilmuan dan dalam proses pendidikan diharapkan guru dan sekolah menciptakan kondisi dimana intuisi siswa dapat berkembang.
4. Motivasi atau Keinginan untuk Belajar
Bruner percaya ini harus berakar dalam proses belajar daripada tujuan eksternal sepertinilai. Pengalaman-pengalaman pendidikan yang merangsang motivasi ialah pengalaman-pengalaman dimana siswa berpartisipasi secara aktif dalam menghadapi alamnya. Menurut bruner, pengalaman belajar semacam ini, dapat dicontohkan oleh pengalaman belajar penemuan yang intuitif, dan implikasi dari asumsi ini akan dibahas dalam bagian-bagian yang akan datang.
2.2.3
Belajar sebagai Proses Kognitif
Bruner dikenal sebagai tokoh psikologi kognitif. Bruner menegaskan bahwa tujuan akhir dari pengajaran adalah untuk meningkatkan pemahaman umum tentang struktur materi pelajaran. Bruner
menekankan
pentingnya
pembentukan
konsep
global
dalam
pembelajaran dan membangun hubungan konsep secara umum. Bruner menghimbau guru untuk membantu menciptakan (membangun) kondisi di mana siswa dapat melihat struktur dari subyek tertentu. Ketika pembelajaran didasarkan pada struktur, materi yang dipelajari akan lebih tahan lama atau cenderung tidak mudah dilupakan. Kondisi yang demikian, dikenal dengan “teori pengajaran Bruner” bukan teori belajar Bruner. Menurut Bruner, teori belajar itu deskriptif, yaitu mendeskripsikan apa yang terjadi sesudah ada fakta. Sebaliknya, teori pengajaran bersifat menentukan (prescriptive), teori pengajaran ditentukan terlebih dahulu sebelum dilakukan praktek mengajar yang dianggap paling baik.
13
Jerome Bruner secara mendalam menulis mengenai pemikiran manusia atau lebih tepatnya proses berpikir siswa dalam pembelajaran. Tulisannya dalam pendidikan menunjukkan adanya kecenderungan dalam filsafat Piaget yang kaya akan ide, meskipun penekanan teori pada bukti eksperimental dari masing-masing ide agak kurang.
1. Tiga Proses Berpikir Bruner
Menurut Bruner, berpikir merupakan gabungan dari tiga proses, yaitu penerimaan (acquisition), transformasi (transformation), dan menguji ketepatan (testing of adequacy). Tiga langkah tersebut merupakan pengorganisasian aktif dari individu dalam memperoleh pengetahuan, yang merupakan ciri khas dari teori dasar kognitif. Penerimaan (acquisition) sama halnya dengan penerimaan sensorik dan sintesis. Penerimaan (acquisition) merupakan proses menerima persepsi dan pengetahuan yang diperoleh dari pengalaman. Dangan kata lain, adanya pengalaman baru akan menambahkan pengetahuan yang lama, memperluas dan memperdalam dan kemungkinan informasi yang baru bertentangan dengan informasi yang lama. Transformasi (transformation) merupakan perubahan persepsi baru dan pengetahuan ke dalam bentuk yang lebih bermakna. Menguji ketepatan (testing) merupakan tindakan yang dirancang untuk menilai kecukupan dan ketepatan pengetahuan yang ada dalam rangka menilai proses transformasi. Proses kedua dan ketiga menyerupai ide Piaget mengenai asimilasi dan akomodasi. Transformasi dan asimilasi keduanya mengarah pada proses mengubah informasi sesuai dengan pengetahuan yang sudah ada sebelumnya. Menguji ketepatan dan akomodasi keduanya merupakan proses penyesuaian pengetahuan lama ke dalam pengetahuan yang baru. Ketiga proses belajar tersebut berlangsung dalam waktu yang bersamaan. Anak
tidak
dapat
menerima
(acquire) pengetahuan
tanpa
melakukan
transformasi dan mengetes (menguji) pengetahuan tersebut dalam waktu yang hampir bersamaan. Dalam pembelajaran, guru bertanggung jawab untuk memberikan informasi dan keterampilan kepada anak serta memungkinkan anak untuk memproses informasi dan keterampilan tersebut.
14
2. Teori konstruktivisme
Konstruktivisme adalah epistemologi pembelajaran yang berdasarkan pada refleksi pengalaman saat membangun pemahaman. Konstruktivisme berkaitan
dengan
proses
kognitif
dimana
siswa
mengembangkan
pengetahuannya. Konstruktivisme juga merupakan kerangka konseptual yang sangat luas dengan perspektif banyak variasi. Jerome Bruner yang dianggap sebagai salah satu pendiri Konstruktivisme. Teori Bruner tentang Konstruktivisme dipengaruhi oleh teori penelitian sebelumnya yaitu Lev Vygotsky, dan Jean Piaget.Kerangka teoretisnya meyakinkan bahwa peserta didik membangun ide-ide atau konsep baru berdasarkan pengetahuan yang ada. Proses pembelajaran aktif dan melibatkan transformasi informasi, memaknai pengalaman, membentuk hipotesis, dan pengambilan keputusan. Melalui karyanya ia menyajikan gagasan bahwa anakanak bisa menjadi pemecah masalah yang aktif dan mampu mengeksplorasi pengetahuan yang lebih sulit. Teori Bruner tentang Konstruktivisme jatuh ke dalam domain kognitif. Siswa dianggap sebagai pencipta dan pemikir melalui inquiry dan peran pengalaman
dalam
belajar.
Proses
dimana
peserta
didik
membangun
pengetahuan. Peluang disediakan bagi peserta didik untuk membangun pengetahuan baru dan makna baru dari pengalaman otentik.
3. Tiga Tahap Pembelajaran
Dalam proses memperoleh pemahaman, seorang anak belajar memahami sesuatu melalui tiga tahap perkembangan berikut: 1. Tahap Enaktif Dalam tahap ini penyajian yang dilakukan melalui tindakan bahwa anak secara langsung terlibat dalam memanipulasi (mengotak-atik) objek. Pada tahap ini anak belajar suatu pengetahuan di mana pengetahuan itu dipelajari secara aktif, dengan menggunakan benda-benda konkret atau menggunakan situasi yang nyata, tanpa menggunakan imajinasinya atau kata-kata. Anak akan memahami sesuatu dengan berbuat atau melakukan sesuatu. Jadi pada tahap ini sebagian besar pengetahuan dalam bentuk respon motorik.
15
2. Tahap Ikonik Tahap ikonik, yaitu suatu tahap pembelajaran sesuatu pengetahuan dimana pengetahuan itu direpresentasikan (diwujudkan) dalam bentuk bayangan
visual
(visual
imaginery),
gambar,
atau
diagram,
yang
menggambarkan kegiatan kongkret atau situasi kongkret. Pada tahap ini, pemahaman anak masih diperoleh dari benda nyata dalam wujud gambar bukan benda abstrak.Jadi pada tahap ini, pengetahuan sebagian besar lebih diwujudkan dalam citra visual 3. Tahap Simbolik Dalam tahap ini bahasa adalah pola dasar simbolik, anak memanipulasi simbol-simbol atau lambang-lambang objek tertentu.Anak tidak lagi terikat dengan objek-objek seperti pada tahap sebelumnya. Anak pada tahap ini sudah mampu menggunakan notasi tanpa ketergantungan terhadap objek riil. Pembelajaran
direpresentasikan
dalam
bentuk
simbol-simbol
abstrak
(abstract symbols), yaitu simbol-simbol arbiter yang dipakai berdasarkan kesepakatan orang-orang dalam bidang yang bersangkutan, baik symbolsimbol verbal (misalnya huruf-huruf, kata-kata, kalimat-kalimat), lambanglambang matematika, maupun lambang-lambang abstrak yang lain. Jadi, pada tahap ini pengetahuan sebagian besar dinyatakan dalam bentuk katakata, simbol matematika dan sistem simbol lainnya. Sebagai contoh, dalam mempelajari penjumlahan dua bilangan cacah, pembelajaran akan terjadi secara optimal jika mula-mula siswa mempelajari hal
itu
dengan
menggunakan
benda-benda
konkret
(misalnya
menggabungkan 3 kelereng dengan 2 kelereng, dan kemudian menghitung banyaknya kelereng semuanya ini merupakan tahap enaktif). Kemudian, kegiatan belajar dilanjutkan dengan menggunakan gambar atau diagram yang mewakili 3 kelereng dan 2 kelereng yang digabungkan tersebut (dan kemudian dihitung banyaknya kelereng semuanya, dengan menggunakan gambar atau diagram tersebut/ tahap yang kedua ikonik), siswa bisa melakukan penjumlahan itu dengan menggunakan pembayangan visual (visual imagenary) dari kelereng tersebut. Pada tahap berikutnya yaitu tahap
16
simbolis, siswa melakukan penjumlahan kedua bilangan itu dengan menggunakan lambang-lambang bialngan, yaitu : 3 + 2 = 5.
Bruner menyatakan bahwa peserta didik melewati berbagai tahap perkembangan tapi dia tidak menentukan usia pelajar di mana tahap ini akan berlangsung. Hal ini sangat mungkin bagi orang dewasa untuk beralih dari ikonik ke simbolis atau bahkan dari enaktif ke ikonik atau simbolis sebagai lawan dari operasional formal ke motor sensorik. Pengajaran akan menentukan manfaat tingkatan dari peserta didik ketika membangun interpretasi konsep.
4. Belajar Penemuan Bruner
Teori Konstruktivis Bruner ini telah diadopsi dan dimanfaatkan untuk berbagai situasi pengajaran. Ada teori lain banyak yang menggunakan aspek epistemologi konstruktivisme ketika merumuskan teori pembelajaran dan pengajaran. Bruner mengembangkan metode pengajaran yang disebut Belajar Penemuan dengan memanfaatkan teori Konstruktivisme. Belajar Penemuan adalah salah satu cara bahwa guru dapat memanfaatkan teori karena teori itu sendiri merupakan penyelidikan. Bruner menganggap bahwa belajar penemuan sesuai dengan pencarian pengetahuan secara aktif oleh manusia dan dengan sendirinya memberikan hasil yang paling baik. Berusaha sendiri untuk mencari pemecahan masalah serta pengetahuan yang menyertainya, menghasilkan pengetahuan yang benar-benar bermakna. Bruner menyarankan agar siswa-siswa hendaknya belajar melalui berpartisispasi secara aktif dengan konsep-konsep dan prinsip-prinsip agar mereka dianjurkan untuk memperoleh pengalaman, dan melakukan eksperimeneksperimen yang mengizinkan mereka untuk menemukan prinsip-prinsip itu sendiri. Pengetahuan yang diperoleh dengan belajar penemuan menunjukkan beberapa kelebihan: 1. Pengetahuan itu bertahan lama atau lama dapat diingat, atau lebih mudah diingat.
17
2. Hasil belajar penemuan mempunyai efek transfer yang lebih baik dengan kata lain konsep-konsep dan prinsip-prinsip pada kognitif seseorang dapat lebih mudah diterapkan pada situasi-situasi baru. 3. Secara menyeluruh belajar penemuan meningkatkan penalaran siswa dan kemampuan untuk berpikir secara bebas. 4. Secara khusus belajar penemuan melatih keterampilan-keterampilan kognitif siswa untuk menemukan dan memecahkan masalah tanpa pertolongan orang lain dan meminta siswa untuk menganalisis dan memanipulasi informasi tidak hanya menerima saja. 5. Membangkitkan keingintahuan siswa, memberikan motivasi untuk bekerja terus sampai menemukan jawaban
Bruner menyadari bahwa belajar penemuan yang murni memerlukan waktu, sehingga ia menyarankan agar dalam menerapkan belajar penemuan ini hanya diterapkan sampai batas-batas tertentu, misalnya pada bidang studi matematika, maka menggunakan belajar penemuan dengan mengarahkannya pada struktur matematika. struktur matematika diberikan oleh konsep-konsep dan prinsip-prinsip matematika itu sendiri. Bila seorang siswa telah menguasai struktur dasar, maka kurang sulit baginya untuk mempelajari konsep-konsep maupun prinsip-prinsip yang lain serta siswa akan lebih mudah mengingatnya. Hal ini disebabkan karena siswa telah memperoleh kerangka pengetahuan yang bermakna yang dapat digunakan uttuk melihat hubungan-hubungan yang esensial dalam matematika, dan demikian dapat memahami hal-hal yang mendetail. Menurut Bruner, mengerti struktur matematika ialah memahami matematika itu sedemikian rupa sehingga dapat menghubungkan hal-hal lain pada struktur itu secara bermakna.
2.2.4
Teorema atau Dalil Pengajaran Matematika
Selain
mengembangkan
teori
perkembangan
kognitif,
Bruner
mengemukakan teorema atau dalil-dalil berkaitan dengan pengajaran matematika. Berdasarkan hasil-hasil eksperimen dan observasi yang dilakukan oleh Bruner dan Kenney,
pada
tahun
1963
kedua
18
pakar
tersebut
mengemukakan
empat
teorema/dalil-dalil berkaitan dengan pengajaran matematika yang masing-masing mereka sebut sebagai ”teorema atau dalil”. Keempat dalil tersebut adalah: 1. Dalil Konstruksi / Penyusunan (Contruction Theorem) Di dalam teorema kontruksi dikatakan bahwa cara yang terbaik bagi seseorang siswa untuk mempelajari sesuatu atau prinsip dalam Matematika adalah dengan mengkontruksi atau melakukan penyusunan sebagai sebuah representasi dari konsep atau prinsip tersebut. Siswa yang lebih dewasa mungkin bisa memahami sesuatu konsep atau sesuatu prinsip dalam matematika hanya dengan menganalisis sebuah representasi yang disajikan oleh guru mereka; akan tetapi, untuk kebanyakan siswa, khususnya untuk siswa yang lebih muda, proses belajar akan lebih baik atau melekat jika para siswa mengkonstruksi sendiri representasi dari apa yang dipelajari tersebut. Alasannya, jika para siswa bisa mengkontuksi sendiri representasi tersebut mereka akan lebih mudah menemukan sendiri konsep atau prinsip yang terkandung dalam representasi tersebut, sehingga untuk selanjutnya mereka juga mudah untuk mengingat hal-hal tersebut dan dapat mengaplikasikan dalam situasi-situasi yang sesuai. Dalam proses perumusan dan mengkonstruks atau penyusunan ide-ide, apabila disertai dengan bantuan benda-benda konkret mereka lebih mudah mengingat ide-ide tersebut. Dengan demikian, anak lebih mudah menerapkan ide dalam situasi nyata secara tepat. Seperti yang diuraikan pada penjelasan tentang modus-modus representasi, akan lebih baik jika para siswa mula-mula menggunakan representasi kongkret yang memungkinkan siswa untuk aktif, tidak hanya aktif secara intelektual (mental) tetapi juga secara fisik. Contoh untuk memahami konsep penjumlahan misalnya 5 + 4 = 9, siswa bisa melakukan dua langkah berurutan, yaitu 5 kotak dan 4 kotak, cara lain dapat direpresentasikan dengan garis bilangan. Dengan mengulang hal yang sama untuk dua bilangan
yang lainnya anak-anak akan memahami konsep
penjumlahan dengan pengertian yang mendalam. Contoh lain, anak mempelajari konsep perkalian yang didasarkan pada prinsip penjumlahan berulang, akan lebih memahami konsep tersebut. Jika anak tersebut mencoba sendiri menggunakan garis bilangan untuk memperlihatkan
19
proses perkalian tersebut. Misalnya 3 x 5, ini berarti pada garis bilangan meloncat 3x dengan loncatan sejauh 5 satuan, hasil loncatan tersebut kita periksa ternyata hasilnya 15. Dengan mengulangi hasil percobaan seperti ini, anak akan benar-benar memahami dengan pengertian yang mendalam, bahwa perkalian pada dasarnya merupakan penjumlahan berulang.
2. Dalil Notasi ( Notation Theorem) Menurut apa yang dikatakan dalam teorema notasi, representasi dari sesuatu materi matematika akan lebih mudah dipahami oleh siswa apabila di dalam representasi itu digunakan notasi yang sesuai dengan tingkat perkembangan kognitif siswa. Sebagai contoh, untuk siswa sekolah dasar, yang pada umumnya masih berada pada tahap operasi kongkret, soal berbunyi; ”Tentukanlah sebuah bilangan yang jika ditambah 3 akan menjadi 8”, akan lebih sesuai jika direpresentasikan dalam diberikan bentuk .... + 3 = 8 atau a + 3 = 8. Notasi yang diberikan tahap demi tahap ini sifatnya berurutan dari yang paling sederhana sampai yang paling sulit. Penyajian seperti dalam matematika merupakan pendekatan spiral. Dalam pendekatan spiral setiap ide-ide matematika disajikan secara sistimatis dengan menggunakan notasi-notasi yang bertingkat.Pada tahap awal notasi ini sederhana, diikuti dengan notasi berikutnya yang lebih kompleks.
3. Dalil Kekontrasan dan Variasi (Contrast and Variation Theorem) Di dalam teorema kekontrasan dan variasi dikemukakan bahwa sesuatu konsep Matematika akan lebih mudah dipahami oleh siswa apabila konsep itu dikontraskan dengan konsep-konsep yang lain, sehingga perbedaan antara konsep itu dengan konsep-konsep yang lain menjadi jelas. Sebagai contoh, pemahaman siswa tentang konsep bilangan prima akan menjadi lebih baik bila bilangan prima dibandingkan dengan bilangan yang bukan prima, menjadi jelas. Demikian pula, pemahaman siswa tentang konsep persegi dalam geometri akan menjadi lebih baik jika konsep persegi dibandingkan dengan konsep-konsep geometri yang lain, misalnya persegi panjang, jajaran genjang, belah ketupat,
20
dan lain-lain. Dengan membandingkan konsep yang satu dengan konsep yang lain, perbedaan dan hubungan (jika ada) antara konsep yang satu dengan konsep yang lain menjadi jelas. Sebagai contoh, dengan membandingkan konsep persegi dengan konsep persegipanjang akan menjadi jelas bahwa persegi merupakan kejadian khusus (a special case) dari perseg ipanjang, artinya: setiap persegi tentu merupakan persegi panjang, sedangkan suatu persegi panjang belum tentu merupakan persegi. Selain itu di dalam teorema ini juga disebutkan bahwa pemahaman siswa tentang sesuatu konsep matematika juga akan menjadi lebih baik apabil a konsep itu dijelaskan dengan menggunakan berbagai contoh yang bervariasi. Misalnya, dalam pembelajaran konsep persegi panjang, persegi panjang sebaiknya ditampilkan dengan berbagai contoh yang bervariasi. Misalnya ada persegi panjang yang posisinya bervariasi (ada yang dua sisinya behadapan terletak horisontal dan dua sisi yang lain vertikal, ada yang posisinya miring, dan sebagainya), ada persegi panjang yang perbedaan panjang dan lebarnya begitu mencolok, dan ada perseg ipanjang yang panjang dan lebarnya hampir sama, bahkan ada persegi panjang yang panjang dan lebarnya sama. Dengan digunakannya contoh-contoh yang bervariasi tersebut, sifat-sifat atau ciri-ciri dari persegi panjang akan dapat dipahami dengan baik. Dari berbagai contoh tersebut
siswa
akan
bisa
memahami
bahwa
sesuatu
konsep
bisa
direpresentasikan dengan bebagai contoh yang spesifik. Sekalipun contohcontoh yang spesifik tersebut mengandung perbedaan yang satu dengan yang lain, semua contoh (semua kasus) tersebut memiliki c iri-ciri umum yang sama.
4. Dalil Konektivitas atau Pengaitan (Connectivity Theorem) Di dalam teorema konektivitas disebutkan bahwa setiap konsep, setiap prinsip, dan setiap ketrampilan dalam matematika berhubungan dengan konsepkonsep, prinsip-prinsip, dan ketrampilan-ketrampilan yang lain. Adanya hubungan
antara
konsep-konsep,
prinsip-prinsip,
dan
keterampilan-
keterampilan itu menyebabkan struktur dari setiap cabang matematika menjadi jelas.
21
Adanya hubungan-hubungan itu juga membantu guru dan pihak-pihak lain (misalnya penyusun kurikulum, penulis buku, dan lain-lain) dalam upaya untuk menyusun program pembelajaran bagi siswa. Dalam pembelajaran matematika, tugas guru bukan hanya membantu siswa dalam memahami konsep-konsep dan prinsip-prinsip serta memiliki ketrampilan-ketrampilan tertentu, tetapi juga membantu siswa dalam memahami hubungan antara konsep-konsep, prinsip-prinsip, dan ketrampilan-ketrampilan tersebut. Dengan memahami hubungan antara bagian yang satu dengan bagian yang lain dari matematika, pemahaman siswa terhadap struktur dan isi matematika menjadi lebih utuh.
Perlu dijelaskan bahwa keempat dalil tersebut di atas tidak dimaksudkan untuk diterapkan satu per satu seperti di atas. Dalam penerapan (implementasi), dua dalil atau lebih dapat diterapkan secara bersama dalam proses pembelajaran materi matematika tertentu. Hal tersebut bergantung pada karakteristik dari materi atau topik matematika yang dipelajari dan karakteristik dari siswa yang belajar.Misalnya konsep Dalil Pythagoras diperlukan untuk menentukan Tripel Pythagoras. Guru perlu menjelaskan bagaimana hubungan antara sesuatu yang sedang dijelaskan dengan objek atau rumus lain. Apakah hubungan itu dalam kesamaan rumus yang digunakan, sama-sama dapat digunakan dalam bidang aplikasi atau dalam hal-hal lainnya
2.2.5
Implikasi dan Aplikasi Teori Bruner
1. Implikasi Teori Bruner dalam Pendidikan
Teori pengajaran Bruner menjelaskan kapan dan bagaimana pembelajar dapat memproses informasi secara lebih efektif dalam tiga tahap pemahaman anak. Menurut Bruner, beberapa teori dalam pengajaran seharusnya memuat beberapa hal berikut: a. Memberkan informasi mengenai bagaimana menciptakan niat dan tujuan positif di antara siswa. Adanya pandangan bahwa setiap siswa mempunyai tujuan (cita-cita), namun terkadang tujuan tersebut belum tentu terarah. Dalam pembelajaran,
22
guru mempunyai tugas untuk mengarahkan siswa sehingga mempunyai tujuan yang positif yaitu dengan cara belajar. Misalnya, seorang anak yang mempunyai cita-cita menjadi dokter.Sebelum menjadi dokter, anak tersebut harus belajar mengenai banyak hal, khususnya mengenai struktur tubuh manusia dalam pelajaran biologi. b. Mengorganisasikan pengetahuan untuk membantu pembelajaran Guru sebagai edukator harus mentransformasikan materi yang mereka ajarkan menjadi bentuk yang bermanfaat bagi siswa dengan cara menghubungkan materi tersebut dengan pengalaman siswa dalam kehiduan sehari-hari. Siswa akan lebih mudah memahami suatu pengetahuan, ketika pengetahuan tersebut mempunyai hubungan dengan pengetahuan yang sudah ada sebelumnya. c. Mengurutkan pengetahuan untuk membantu pembalajaran Beberapa ide atau permasalahan dalam pengetahuan dapat diubah menjadi bentuk yang sederhana sehingga siswa dapat memahami pengetahuan tersebut.Misalnya, aljabar lanjut tidak dapat dipahami oleh anak TK/ SD. Karena tingkat keabstrakannya materi tersebut diberikan pada siswa SMA atau mahasiswa.Namun, lambang-lambang aljabar dasar dapat dipelajari jika dikonvert dari bentuk simbolik menjadi bentuk-bentuk yang sederhana dalam tahap enaktif maupun ikonik sehingga dapat dipelajari oleh siswa pada tingkat dasar.Siswa dapat kembali pada konsep dalam bentuk baru dan konteks baru.
Bruner memperkenalkan kurikulum spiral yaitu
program pembelajaran yang returns secara berkala untuk topik yang sama dalam bentuk direvisi atau lebih lanjut. Konsep dan topik yang sama dapat dimunculkan kembali kepada siswa namun dalam tingkatan framework yang lebih kompleks untuk setiap waktunya. Misalnya, aljabar dapat mulai diajarkan
pada
anak-anak
di
Taman
Kanak-Kanak
dengan
cara
menghubungkan konsep numeric sebagai benda-benda nyata dalam ruang; aljabar dapat kembali diajarkan pada anak usia SD sebagai aturan dan prosedur untuk visualisasi hubungan numerical tertentu (misalnya dalam operasi penjumlahan, pengurangan, perkalian, pembagian); dan dapat
23
kembali dipelajari oleh siswa tingkat lanjut dalam bentuk yang lebih abstrak. d. Memberikan informasi mengenai keberhasilan dan kegagalan dengan cara memberikan penguatan dan hukuman Dalam situasi yang kompleks termasuk juga dalam kelas, Bruner percaya bahwa penguatan dan hukuman berfungsi sebagai pemberi informasi mengenai keberhasilan dan kegagalan. e. Pembelajaran yang memotivasi siswa dalam seting kelas Dalam
rangka
memberikan
motivasi
kepada
siswa
dalam
pembelajaran, Bruner menerapkan pembelajaran yang bersifat penemuan (discovery learning). Dalam pembelajaran ini, siswa diberi kebebasan untuk menggunakan ide dan konsepnya sendiri dalam kegiatan menginvestigasi pengetahuan.Dalam discovery learning, guru harus merangsang siswa untuk menginvestigasi materi pembelajaran dan informasi secara mandiri dalam bentuk ide dan konsep siswa sendiri. Ide dan konsep siswa diperoleh dengan cara berinteraksi dengan lingkungan melalui eksplorasi dan manipulasi obyek. Aplikasi dari teori discovery learning menyatakan bahwa cara terbaik bagi siswa untuk memulai belajar adalah dengan mengkonstruksi sendiri prinsip dan konsep yang sedang dipelajari. Dengan adanya ide discovery learning di mana siswa mengkonstruksi sendiri pengetahuan yang mereka pelajari, maka selain dikenal sebagai tokoh psikologi kognitif Bruner juga dikenal sebagai tokoh konstruktivisme.
2. Aplikasi TigaMode dalam Pembelajaran Matematika menurut Bruner
Teori Bruner menguraikan bahwa siswa dapat merepresentasikan pengetahuan dan merekomendasikan untuk meninjau kembali pembelajaran melalui kurikulum spiral.Sebuah aplikasi yang baik adalah di bidang matematika.Sebelum siswa dapat memahami suatu notasi matematika abstrak, guru harus memastikan bahwa siswa memahami konsep secara enaktif dan ikonik. Berikut ini disajikan contoh penerapan teori belajar Bruner dalam pembelajaran matematika di sekolah dasar.
24
Guru akan mengajarkan konsep perkalian, objek digunakan misalnya sapi. Tahap enaktif, anak kita bawa ke kandang sapi, dengan mengamati dan mengotak-atik dari 3 ekor sapi, jika kita perhatikan adalah:
banyaknya kepala .................... ada 3
banyaknya ekor ........................ ada 3
banyaknya telinga ..................... ada 6
banyaknya kaki ......................... ada 12 Tahap Ikonik, anak dapat diberikan 3 ekor gambar sapi sebagai berikut:
banyaknya kepala .................... ada 3
banyaknya ekor ........................ ada 3
banyaknya telinga ..................... ada 6
banyaknya kaki ......................... ada 12 Tahap simbolis dapat ditulis kalimat perkalian yang sesuai untuk ketiga
sapi tersebut bila tinjauannya berdasarkan pada:
kepalanya, maka banyak kepala = 3 x 1
ekornya, maka banyaknya ekor = 3 x 1
telinganya, maka banyak telinga = 3 x 2
kakinya, maka banyaknya kaki = 3 x 4 Dari fakta dan kalimat perkalian yang bersesuaian tersebut disimpulkan
bahwa: 3 x 1 = 3, 3 x 2 = 6 dan 3 x 4 = 12. Untuk lebih jelas simbolis dipandang adalah kakinya, maka untuk:
banyaknya kaki pada 1 sapi = 4
banyaknya kaki 2 sapi = 8 ( karena kaki sapi 1 + kaki sapi 2 ) = 4 + 4
banyaknya kaki 3 sapi = 12 ( kaki sapi 1 + kaki sapi 2 + kaki sapi 3) = 4 + 4+4
25
Dengan konstruksi berpikir semacam ini maka banyaknya kaki untuk 1 sapi = 1 x 4 = 4 2 sapi = 2 x 4 = 4 + 4 = 8 3 sapi = 3 x 4 = 4 + 4 + 4 = 12 Melanjutkan perkalian tersebut, tanpa menunjukkan gambar sapi, anak dapat menyelesaikan, 4 x 4 = 4 + 4 + 4 + 4 = 16 5 x 4 = 4 + 4 + 4 + 4 + 4 = 20 6 x 4 = 4 + 4 + 4 + 4 + 4 + 4 = 24 dan seterusnya. Dengan cara yang sama dapat dilanjutkan dengan perkalian fakta dasar lainnya.
3. Aplikasi Di scover y L earn in g dalam Pembelajaran
Dalam belajar penemuan, metode dan tujuan tidak sepenuhnya seiring.Tujuan belajar bukan hanya untuk memperoleh pengetahuan saja. Tujuan belajar sebenarnya adalah untuk memperoleh pengetahuan dengan suatu cara yang dapat melatih kemampuan-kemampuan intelektual siswa, dan merangsang keingintahuan mereka serta memotivasi mereka. Inilah yang dimaksud dengan memperoleh pengetahuan melalui belajar penemuan. Bruner (1996 : 72) mengungkapkan “ we teach a subject not to produce little living libraries on that subject, but rather to get a student to think mathematically for himself, to consider matters as an historian does to take part in the process of knowledge getting. Knowing is a process, not a product ”. Jadi, jika kita mengajarkan matematika misalnya, kita bukan akan menghasilkan perpustakaan-perpustakaan kecil tentang matematika melainkan ingin membuat siswa kita berpikir secara matematis bagi dirinya sendiri, berperan serta dalam proses perolehan pengetahuan sehingga tahu itu adalah suatu proses bukan sebuah hasil. Implikasinya yaitu tujuan-tujuan mengajar hanya dapat diuraikan secara garis besar, dan dapat dicapai dengan cara-cara yang tidak perlu sama oleh para siswa yang mengikuti pelajaran yang sama itu. Dalam belajar penemuan siswa mendapat kebebasan sampai batas-batas tertentu untuk menyelidiki, secara perorangan atau dalam suatu tanya jawab
26
dengan guru, atau oleh guru dan atau siswa lain, untuk memecahkan masalah yang diberikan oleh guru, atau oleh guru dan siswa secara bersama-sama. Sehingga dalam belajar penemuan ini guru tidak begitu mengendalikan proses belajar mengajar. Dalam belajar penemuan, peranan guru dapat dirangkum sebagai berikut: 1. Merencanakan pelajaran sehingga pelajaran itu terpusat pada masalahmasalah yang tepat untuk diselidiki oleh para siswa. 2. Menyajikan materi pelajaran yang diperlukan sebagai dasar bagi para siswa untuk memecahkan masalah. Sudah seharusnya materi pelajaran itu dapat mengarah pada pemecahan masalah. Sudah seharusnya materi pelajaran itu dapat mengarah pada pemecahan masalah yang aktif dan belajar penemuan, misalnya
dengan
menggunakan
fakta-fakta
yang
berlawanan.
Guru
hendaknya mulai dengan sesuatu yang sudah dikenal oleh siswa-siswa. Kemudian guru mengemukakan sesuatu yang berlawanan. Dengan demikian terjadi konflik dengan pengalaman siswa, akibatnya timbulah masalah. Dalam keadaan yang ideal, hal yang berlawanan itu menimbulkan suatu keasingan yang merangsang para siswa untuk menyelidiki masalah itu, menyusun hipotesis-hipotesis, dan mencoba menemukan konsep-konsep atau prinsip-prinsip yang mendasari masalah itu. 3. Selain hal-hal yang tersebut diatas, guru juga harus memperhatikan tiga cara penyajian yang telah dibahas terdahulu. Cara penyajian itu ialah cara enaktif, ikonik, dan simbolik. Untuk menjamin keberhasilan belajar, guru hendaknya mengikuti aturan penyajian dari enkatif, ikonik lalu simbolik . 4. Bila siswa memecahkan masalah di laboratorium atau secara teoritis, guru hendaknya berperan sebagai seorang pembimbing atau tutor. Guru hendaknya jangan mengungkapkan terlebih dahulu prinsip atau aturan yang akan dipelajari, tetapi ia hendaknya memberikan saran-saran bilamana diperlukan. Sebagai tutor, guru sebaiknya memberikan umpan balik pada waktu yang tepat. Umpan balik sebagai perbaikan hendaknya diberikan dengan cara siswa tidak tergantung pada bantuan guru. Dan akhirnya siswa harus melakukan sendiri fungsi tutor itu.
27
5. Menilai hasil belajar merupakan suatu masalah dalam belajar penemuan. Seperti yang kita ketahui, tujuan-tujuan tidak dapat dirumuskan secara detail, dan tujuan-tujuan tidak diminta sama. Lagi pula tujuan dan proses tidak selalu seiring. Secara garis besar, tujuan belajar penemuan ialah mempelajari generalisasi-generalisasi dengan menemukan generalisasi-generalisasi itu. Di kelas, penilaian hasil belajar penemuan meliputi pemahaman tentang prinsip prinsip dasar mengenai suatu bidang studi, dan kemampuan siswa untuk menerapkan prinsip-prinsip itu pada situasi baru.
2.2.6
Contoh Pelaksanaan Pembelajaran berdasarkan Teori Belajar Bruner
RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN I (Pembelajaran dengan Menerapkan Teori Bruner)
Satuan pendidikan
: SMA
Mata Pelajaran
: Matematika
Kelas/ Semester
: X/ I
Pokok Bahasan
: Sistem Persamaan Linear
Sub pokok bahasan
: Persamaan Linear Dua Variabel
Alokasi Waktu
: 3 x 45 menit
Pertemuan Ke-
:I
A. Standar Kompetensi
Memecahkan masalah yang berkaitan dengan sistem persamaan linear B. Kompetensi Dasar
Menyelesaikan masalah tentang sistem persamaan linear C. Indikator
Indikator ketercapaian kompetensi dasar di atas adalah siswa dapat : 1. Memahami bentuk umum sistem persamaan linear dua variabel. 2. Menentukan himpunan penyelesaian dari sistem persamaan linear dua variabel.
28
D. Materi pokok Sistem Persamaan Linear Dua Variabel
Persamaan linear dengan dua pengubah adalah suatu persamaan yang mengandung dua pengubah pangkat satu (misalnya x dan y) dan tidak mengandung perkalian antara kedua peubah tersebut (tidak mengandung suku xy). Bentuk umum persamaan linear dengan dua peubah adalah a dengan a, b, dan c adalah konstanta pada bilangan real.
,
Sedangkan gabungan dari beberapa persamaan linear disebut sistem persamaan linear.
{ { Bentuk umum SPLDV : atau
dengan
dan r atau
,
,
,
,
, merupakan bilangan real.
Penyelesaian atau himpunan penyelesaian suatu SPLDV dengan dua peubah
dapat ditentukan dengan beberapa cara, diantaranya adalah dengan menggunakan : i.
Metode subtitusi Subtitusi artinya menggantikan.Jadi menyelesaikan sistem persamaan linear dua
variabel dengan metode subtitusi artinya menggantikan suatu variabel dengan metode pada SPLDV sehingga sistem persamaan dapat diselesaikan. ii.
Metode eliminasi Eliminasi artinya menghilangkan.Jadi, menyelesaikan SPLDV dengan metode
eliminasi artinya menghilangkan satu variabel pada SPLDV tersebut, sehingga diperoleh satu persamaan linear dengan satu peubah.
E. Materi prasyarat
a. Operasi hitung pada bentuk aljabar b. Persamaan linear
F. Kelengkapan
a. Rencana pelaksanaan pembelajaran b. Buku pegangan guru c. Buku siswa
29
G. Model, Strategi, dan Pendekatan Pembelajaran 1. Model Pembelajaran
Model
pembelajaran
yang
digunakan
adalah
model
pembelajaran
kontruktivisme 2. Strategi pembelajaran
Strategi pembelajaran yang digunakan adalah strategi discovery (penemuan) 3. Pendekatan pembelajaran
Pendekatan pembelajaran yang digunakan adalah pendekatan deduktif dengan beberapa metode pembelajaran antara lain : metode penemuan dan tanya jawab
H. Skenario Pembelajaran
KEGIATAN AWAL Tahap
Kegiatan Guru
Kegiatan Siswa
Waktu
Pembelajaran Komunikasi
Mengucapkan
salam
guru
Menanyakan
Menanyakan siswa
pertanyaan guru
Mencoba
tentang
materi
menjawab
prasyarat
Sistem
pertanyaan yang
Persamaan Linear. Memberi motivasi
kepada
siswa
diberikan guru Mendengarkan
motivasi
dari
dengan
guru
dan
memberikan
mencoba
informasi tentang
membangun
kegunaan SPLDV
persepsi
30
15 menit
Menjawab
kehadiran siswa
Apersepsi
Menjawab salam
yang
dalam
kehidupan
sehari-hari,
positif
untuk
mempelajari
misalnya
dalam
Sistem
bidang:
Persamaan
-
Geometri,
Linear
menentukan
Variabel
ukuran
Dua
sebuah
persegi panjang jika
luas
dan
hubungan p, l, dan t diketahui
-
Ekonomi Menghitung harga dua buah benda
jika
terdapat hubungan antara
kedua
benda
Penyampaian
Menyampaikan
Memperhatikan
Kompetensi
secara
lisan
dan mencermati
Dasar
kompetensi
dasar
kompetensi
Indikator
dan
dan indikator yang
dasar
akan dicapai siswa
indikator
melalui
disampaikan
pembelajaran
oleh guru.
materi
Sistem
Persamaan Linear Dua Variabel
31
dan yang
KEGIATAN INTI Tahap Pembelajaran Enaktif
Kegiatan Guru
Kegiatan Siswa
Memberikan
ilustrasi
Membentuk
tentang
110
kelompok
kegiatan jual beli
penjual
barang di sebuah
pembeli
menit dan
pasar Memberikan
masalah
Mencermati
tentang
masalah tersebut
dua
dengan mencoba
penjualan
mengilustrasikan
jenis benda.
di dalam kelas
Ikonik
Membimbing
siswa
untuk
Menerima
dan
memahami
menggambarkan
bimbingan guru
masalah
serta
tersebut
ke dalam simbol-
menggambarkan
simbol agar mudah
masalah tersebut
dipahami
Membimbing
siswa
untuk
Menerima
dan
memahami
membentuk
bimbingan guru
masalah
serta membentuk
tersebut
ke dalam SPLDV
masalah tersebut ke dalam bentuk umum SPLDV
32
Waktu
Simbolik
Membimbing
siswa
Mencermati
mencari
saran dari guru
solusi dari bentuk
dalam
umum SPLDV
menentukan solusi
SPLDV
tersebut.
Konstruksi
Memberikan LKS
kepada
tiap
kelompok berkaitan
Menerima
dan
mencermati soal
yang
yang
dengan
guru.
diberikan
SPLDV
Membimbing
siswa
Notasi
Kontrast dan
Variasi
Menanyakan
untuk
hal-hal
yang
menyelesaikan
kurang dipahami
soal tersebut
siswa.
Meminta beberapa
Siswa
yang
siswa menyajikan
diminta
hasil kerjanya ke
guru menyajikan
depan kelas.
hasil kerjanya.
Memberikan
oleh
Siswa yang lain
kesempatan
memperlihatkan
kepada siswa yang
kembali
hasil
lain
kerjanya
dan
untuk
menanggapi hasil
membandingkan
kerja siswa yang
dengan
menyajikan
kerja temannya.
hasil
kerjanya.
33
hasil
Menotasikan
bentuk
Memperhatikan
umum
penjelasan guru
Sistem Persamaan Linear
Dua
Variabel
Konektivitas
Memberikan
Mencoba
penguatan kepada
menjawab
siswa
pertanyaan atau
dengan
memberikan pertanyaan
atau
soal
untuk
mengetahui pemahaman siswa akan
konsep
Sistem Persamaan Linear
Dua
Variabel. Misalnya: -
Menjelaskan pengertian Sistem Persamaan Linear
Dua
Variabel Menguji
sebuah
persamaan apakah persamaan tersebut merupakan persamaan linear, dan
berikan
alasannya.
34
soal
yang
diberikan
oleh
guru.
KEGIATAN AKHIR Kegiatan Guru
Kegiatan Siswa
Memberikan tugas
Waktu
Mencatat
tugas
10
rumah
yang
menit
diberikan
oleh
rumah
guru Mengucapkan
Menjawab salam
salam
guru
I. Penilaian
1. Teknik
: Test
2. Bentuk
: Essay Test
3. Instrumen
:
1. Ubahlah ke dalam bentuk umum SPLDV
{
2. Tentukan HP berikut dengan metode subtitusi dari SPLDV
J. Sumber Bacaan
Kanginan, M., (2007), Matematika untuk Kelas X
jilid 1A SMA, Bandung:
Grafindo. Kurnianingsih, S., dkk, (2004), Matematika SMA untuk Kelas X , Jakarta: Esis. Yuniarto, Y., dan Wardiyana, B.D., (2009), Matematika untuk SMA dan MA Kelas X , Bandung: Prisma.
35
2.3 TEORI BELAJAR GESTALT
Teori gestalt berkembang di jerman dengan pendiri utamanya adalah Max Wertherimer. Tokoh-tokoh lainnya yang juga terkenal adalah Wofgang Kolher, kurt Koffa dan Kurt Lewin. Perkataan Gestalt dalam bahasa Jerman berarti suatu konfigurasi, pola, kesatuan, atau keseluruhan. Prinsip utama Gestalt menekankan keseluruhan lebih dari jumlah bagian-bagian. Suatu keseluruhan membentuk suatu yang bermakna. Menurut teori Gestalt belajar harus dimulai dari keseluruhan, kemudian kepada bagian-bagian yang mempunyai hubungan sama lain. Dalam belajar siswa harus mampu menangkap makna dari hubungan antara bagian yang satu dengan bagian yang lainnya
2.3.1. Pokok-pokok Teori Belajar Gestalt.
Psikologi Gestalt bermula pada lapangan pengamatan (persepsi) dan mencapai sukses yang terbesar juga dalam lapangan ini. Demonstrasinya mengenai peranan latar belakang dan organisasinya terhadap proses-proses yang diamati secara fenomenal demikian meyakinkan sehingga boleh dikatakan tidak dapat di bantah. Ketika para ahli Psikologi Gestalt beralih dari masalah pengamatan ke masalah belajar, maka hasil-hasil yang telah kuat / sukses dalam penelitian
mengenai
pengamatan itu dibawanya dalam studi mengenai belajar. Karena asumsi bahwa hukum – hukum atau prinsip-prinsip yang berlaku pada proses pengamatan dapat ditransfer kepada hal belajar, maka untuk memahami proses belajar orang perlu
memahami
hukum-hukum yang menguasai proses pengamatan itu. Pada pengamatan itu menekankan perhatian pada bentuk yang terorganisasi (organized form) dan pola
persepsi manusia. Pemahaman
dan persepsi tentang
hubungan-hubungan dalam kebulatan (entities) adalah sangat esensial dalam belajar. Psikologi Gestalt ini terkenal juga sebagai teori medan (field) atau lazim disebut cognitive field theory. Kelompok pemikiran ini sependapat pada suatu hal yakni suatu prinsip dasar bahwa pengalaman manusia memiliki kekayaan medan yang memuat fenomena keseluruhan lebih daripada bagian- bagiannya. Keseluruhan ini memberikan beberapa prinsip belajar yang penting, antara lain : 1. Manusia bereaksi dengan lingkunganya secara keseluruhan, tidak hanya secara intelektual, tetapi juga secara fisik, emosional,sosial dan sebagainya .
36
2. Belajar adalah penyesuaian diri dengan lingkungan. 3. Manusia berkembang sebagai keseluruhan sejak dari kecil sampai dewasa, lengkap dengan segala aspek-aspeknya. 4. Belajar adalah perkembangan kearah diferensiasi ynag lebih luas. 5. Belajar hanya berhasil, apabila tercapai kematangan untuk memperoleh insight. 6. Tidak mungkin ada belajar tanpa ada kemauan untuk belajar, motivasi membei dorongan yang mengerakan seluruh organisme. 7. Belajar akan berhasil kalau ada tujuan. 8. Belajar merupakan suatu proses bila seseorang itu aktif, bukan ibarat suatu bejana yang diisi. 9. Belajar sangat menguntungkan untuk kegiatan memecahakan masalah. Hal ini nampaknya juga relevan dengan konsep teori belajar yang diawali dengan suatu pengamatan. Belajar memecahkan masalah diperlukan suatu pengamatan secara cermat dan lengkap. Kemudian bagaimana seseorang itu dapat memecahknan masalah mrnurut J. Dewey ada lima upaya pemecahannya yakni: 1. Realisasi adanya masalah. Jadi harus memahami apa masalahnya dan juga harus dapat merumuskan. 2. Mengajukan hipotesa, sebagai suatu jalan yang mungkin memberi arah pemecahan masalah. 3. Mengumpulkan data atau informasi, dengan bacaan atau sumber-sumber lain. 4. Menilai dan mencobakan usah pembuktian hipotesa dengan keterangan-keterangan yang diperoleh. 5. Mengambil kesimpulan, membuat laporan atau membuat sesuatu dengan hasil pemecahan soal itu.
Teori medan ini mengibaratkan pengalaman manusia sebagai lagu atau melodi yang lebih daripada kumpulan not, demikian pula pengalaman manusia tidak dapat dipersepsi sebagai sesuatu yang terisolasi dari lingkungannya. Dengan kata lain berbeda dengan teori asosiasi maka toeri medan ini melihat makna dari suatu fenomena yang relatif terhadap lingkungannya. Sesuatu dipersepsi sebagai pendek jika objek lain lebih panjang. Warna abu-abu akan terlihat lebih cerah pada bidang berlaatr belakang hitam pekat. Warna abu-abu akan terliaht biru pada latar berwarna kuning.
37
Belajar melibatkan proses mengorganisasikan pengalaman-pengalaman ke dalam pola-pola yang sistematis dan bermakna. Belajar bukan merupakan penjumalahan (aditif), sebaliknya belajar mulai dengan mempersepsi keseluruhan, lambat laun terjadi proses diferensiasi, yakni menangkap bagian-bagian dan detail suatu objek pengalaman. Dengan memahami bagian/ detail, maka persepsi awal akan keseluruhan objek yang semula masih agak kabur menjadi semakin jelas. Belajar menurut paham ini merupakan bagian dari masalah yang lebih besar yakni mengorganisasikan persepsi kedalam suatu struktur yang lebih kompleks yang makin menambah pemahaman akan medan. Medan diartikan sebagai keseluruhan dunia yang
bersifat psikologis. Seseorang beraksi
terhadap lingkungan sesuai dengan persepsinya terhadap lingkungan pada saat tersebut. Manusia mempersepsi lingkungan secara selektif, tidak semua objek masuk kedalam fokus persepsi individu, sebagian berfungsi hanya sebagai latar. Tekanan kedua pada psikologi medan ini adalah sifat bertujuan dari perilaku manusia. Individu menetapkan tujuan berdasarkan tilikan (insight) terhadap situasi yang dihadapinya. Perilakunya akan dinilai cerdas atau dungu tergantung kepada memadai atau tidaknya pemahamanya akan situasi.
2.3.2. Hukum-Hukum Belajar Gestalt
Dalam hukum-hukum belajar Gestalt ini ada satu hukum pokok , yaitu hukum Pragnaz, dan tiga hukum tambahan (subsider) yang tunduk kepada hukum yang pokok itu,yaitu hukum – hukum keterdekatan, ketertutupan, kesamaan, dan kontinuitas.
1. Hukum Pragnaz. Hukum Pragnaz ini menunjukkan tentang berarahnya segala kejadian , yaitu berarah kepada Pragnaz itu, yaitu suatu keadaan yang seimbang, suatu Gestalt yang baik. Gestalt yang baik, keadaan yang seimbang ini mencakup sifat-sifat keturunan, kesederhanaan, kestabilan, simetri dan sebagainya. Medan pengamatan, jadi juga setiap hal yang dihadapi oleh individu, mempunyai sifat dinamis, yaitu cendrung untuk menuju keadaan Pragnaz itu, keadaan seimbang. Keadaan yang problematis adalah keadaan yang tidak Pragnaz, tidak teratur, tidak sederhana, tidak stabil, tidak simetri , dan sebagainya dan pemecahan masalah itu
38
ialah mengadakan perubahan kedalam struktur medan atau hal itu dengan memasukkan hal-hal yang dapat membawa hal problematis ke sifat Pra gnaz.
2. Hukum-hukum tambahan
Ahli-ahli psikologi Gestalt telah mengadakan penelitian secara luas dalam bidang penglihatan dan akhirnya mereka menemukan bahwa objek-objek penglihatan itu membentuk diri menjadi Gestalt-gestalt menurut prinsip-prinsip tertentu. Adapun prisip-prinsip tersebut dapat dilihat pada hukum-hukum yaitu : 1. Hukum keterdekatan Dalam kita mengamati, obyek-obyek yang berdekatan satu sama lain akan nampak sebagai satu unit persepsi. Dengan demikian hal-hal yang saling berdekatan dalam waktu atau tempat cenderung dianggap sebagai suatu totalitas. 2. Hukum ketertutupan Menyatakan bahwa kita mempunyai tendensi untuk melengkapi atau mengisi pengalaman-pengalaman yang tidak lengkap, agar menjadi lebih berarti. Atau halhal yang cenderung menutup akan membentuk kesan totalitas tersendiri. 3. Hukum kesamaan Dalam kita melakukan pengamatan, maka obyek-obyek yang mempunyai kemiripan (similarity) satu sama lain akan diorganisir ke dalam satu persepsi. Dengan kata lain hal-hal yang mirip satu sama lain, cenderung kita persepsikan sebagai suatu kelompok atau suatu totalitas. Selain dari hukum-hukum tambahan tersebut menurut aliran teori belajar gestalt ini bahwa seseorang dikatan belajar jika mendapatkan insight. Insight ini diperoleh kalau seseorang melihat hubungan tertentu antara berbagai unsur dalan situasi tertentu. Dengan adanya insight maka didapatlah pemecahan problem, dimengertinya persoalan ; inilah inti belajar. Jadi yang penting bukanlah mengulang- ulang hal yang harus dipelajari, tetapi mengertinya, mendapatkan insight. Adapun timbulnya insight itu tergantung pada: a. Kesangupan Maksudnya kesanguapan atau kemampuan intelegensi individu.
39
b. Pengalaman Karena belajar, berati akan mendapatkan pengalaman dan pengalaman itu mempermudah munculnya insght. c. Taraf kompleksitas dari suatu situasi. Dimana semakin komplek situasinya semakin sulit masalah yang dihadapi. d. Latihan Dengan banyaknya latihan akan dapat mempertinggi kesangupan memperoleh insght, dalam situasi-situasi yang bersamaan yang telah dilatih . e. Trial and eror Sering seseorang itu tidak dapat memecahkan suatu masalah. Baru setelah mengadakan percobaan-percobaan, sesorang itu dapat menemukan hubungan berbagai unsur dalam problem itu, sehingga akhirnya menemukan i nsight.
Menurut Hilgard(1948 : 190-195) memberikan enam macam sifat khas belajar dengan insight : 1. Insight termasuk pada kemampuan dasar Kemampuan dasar berbeda-beda dari individu yang satu ke individu yang lain. Pada umumnya anak yang masih sangat muda sukar untuk belajar dengan insight ini. 2. Insight itu tergantung pengalaman masa lampau yang relevan. 3. Insight tergantung kepada pengaturan secara eksperimental 4. Insight itu didahului oleh suatu periode coba-coba 5. Belajar dengan insight itu dapat diulangi 6. Insight yang telah sekali didapatkan dapat dipergunakan untuk menghadapi situasi-situasi yang baru
2.3.3. Penerapan Teori BelajarGestalt dalam Proses Pembelajaran
Sebelum membahas teori Gestalt dalam proses belajar ada baiknya membahas prinsip-prinsip belajar menurut teori ini yaitu: a. Belajar berdasarkan keseluruhan Orang berusaha menghubungkan suatu pelajaran dengan pelajaran lainnya sebanyak mungkin mata pelajaran yang dibuat lebih mudah dari pada bagian-bagiannya.
40
b. Belajar adalah suatu proses perkembangan Seseorang baru dapat mempelajari dan merencanakan bila dia telah matang untuk menerima bahan pelajaran itu sebagai suatu organisme yang berkembang, kesedian mempelajari sesuatu tidak hanya ditentukan oleh kematangan jiwa batiniah,tetapi juga perkembangan karena lingkungan dan pengalaman. c.
Siswa sebagai organisme keseluruhan Siswa belajar tidak hanya intelektualnya saja, tetapi juga emosional dan jasmaniahnya.
d. Terjadi transfer Belajar pada pokoknya yang terpenting pada penyesuaian pertama yaitu memperoleh respon yang tepat. Mudah atau sukarnya problem itu terutama adalah masalah pengamatan, bila dalam suatu kemampuan telah dikuasai betul-betul maka dapat dipindahkan pada kemampuan lainya. e. Belajar adalah reorganisasi pengalaman Belajar itu baru timbul bila seseorang menemui situasi/soal baru. Dalam menghadapi f.
itu ia akan mengunakan pengalaman yang telah dimiliki.
Belajar dengan insight Insight suatu saat dalam prosews belajar dimana seseoranng melihat pengertian mengenai sangkut paut dan hubungan-hubungan tertentu dalam unsur yang mengandung suatu problem.
g. Belajar lebih berhasil bila berhubungan dengan minat, keinginan dan tujuan siswa Hal ini terjadi bila banyak berhubungan dengan apa yang diperlukan siswa dalam kehidupan sehari-hari. Di sekolah progresif, siswa diajak membicarakan tentang proyek / unit agar tahu tujuan yang akan dicapai dan yakin akan manfaatnya. h. Berlajar berlangsung terus-menerus Siswa memperoleh pengetahuan tidak hanya disekolah tetapi juga diluar sekolah, dalam pergaulan, memperoleh pengalaman-pengalaman tersendiri, karna itu sekolah haru bekerjasama dengan orang tua dan masyarakat, agar semua turut serta membantu perkembangan siswa secara harmonis.
41
2.3.4. Contoh Pelaksanaan Pembelajaran berdasarkan Teori Belajar Gestalt
RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN BERDASARKAN TEORI GESTALT
Satuan Pendidikan
: Sekolah Menengah Atas
Mata Pelajaran
: Matematika
Kelas / Semester
: X / Ganjil
Alokasi Waktu
: 45 menit
I.
Standar Kompetensi
: 1. Memecahkan masalah yang berkaitan dengan bentuk pangkat, akar, dan logaritma.
II. Kompetensi Dasar
: 1.1 Menggunakan aturan pangkat, akar, dan logaritma.
III. Indikator:
1. Menyederhanakan bentuk suatu bilangan berpangkat 2. Mengubah bentuk pangkat negatif dari suatu bilangan ke bentuk pangkat pisitif dan sebaliknya
IV. Tujuan Pembelajaran
Setelah pembelajaran, siswa diharapkan mampu : a. Siswa dapat menyederhanakan bentuk suatu bilangan berpangkat b. Siswa dapat Mengubah bentuk pangkat negatif dari suatu bilangan ke bentuk pangkat pisitif dan sebaliknya V. Materi Pembelajaran
Bentuk pangkat, akar dan logaritma
VI. Model / Metode Pembelajaran
a. Model :Model Pembelajaran berdasarkan teori psikologi gestalt b. Strategi :Siswa Belajar Aktif c. Metode :Ceramah , diskusi, presentasi, dan tanya jawab
42
V. Kegiatan Pembelajaran
Kegiatan Pembelajaran
Tahap Pembelajaran
Kegiatan Guru
Kegiatan Siswa
Metode
Alokasi
Pembelajaran
Waktu
KEGIATAN PENDAHULUAN
Fase I: Menyiapkan
Apersepsi:
Siswa
Guru
5 Menit Siswa
menyampaikan
mendengarkan
materi pelajaran
penjelasan guru
Ceramah
yang akan dipelajari hari ini Guru
Siswa
menyampaikan
Mendengarkan
tujuan
penjelasan guru
Ceramah
pembelajaran yang dicapai siswa setelah kegiatan pembelajaran berakhir.
Ceramah
Guru Memotivasi
peserta didik
Siswa mendengar
motivasi guru
dengan memberi penjelasan tentang pentingnya mempelajari materi bentuk pangkat. KEGIATAN INTI
FaseII: Sajian Informasi
Guru memberikan
Siswa mengerjakan
soal kepada siswa
soal yang diberikan
terkait tentang
oleh guru sesuai
materi bentuk
dengan batas waktu
pangkat untuk
yang diberikan
43
Penugasan
10 menit
dikerjakan secara individu Guru membahas
soal yang diberikan
memperhatikan
kepada siswa serta
penjelasan dari guru
menjelaskan sesuai
dan bertanya pada
dengan materi
guru jika belum
bentuk pangkat
paham.
Guru memberikan
contoh soal Fase III: Latihan Terbimbing
Siswa
kelompok kecil di
Masalah
Siswa mengerjakan
contoh soal
Guru membentuk
Pemecahan
Siswa membentuk
Ceramah Tanya Jawab
20 menit
kelompok kecil
kelas secara heterogen. Setiap kelompok
beranggota 4 – 5 siswa Setiap kelompok
Siswa bekerja sama
diberi soal untuk
mengerjakan soal
dikerjakan bersama
yang diberikan guru
Diskusi
kelompoknya sesuai dengan waktu yang telah Siswa
ditentukan Setiap kelompok
Diskusi
mempresentasikan
diminta untuk
hasil diskusi
mempresentasikan
mereka
jawabannya sesuai dengan nomor tugas yang diminta guru Kegiatan Penutup
Fase IV:
Guru memberikan
Siswa mengerjakan
44
Penugasan
5 menit
Latihan Mandiri
post test,5 soal
soal yang diberikan
kepada siswa untuk
guru secara mandiri
dikerjakan dalam waktu 10 menit Guru bersama siswa
Fase V: Evaluasi
Siswa
menyimpulkan
menyimpulkan
materi yang sudah
materi yang
dipelajari hari ini.
dipelajari
Fase VI:
Guru memberikan
Siswa
Refleksi
refleksi kepada
mendengarkan
siswa.
penjelasan guru
Ceramah
3 menit
Ceramah
2 menit
Guru
menyampaikan pesan moral
VI. Sumber & Media Pembelajaran a. Sumber Pembelajaran :
Marwanta dkk. Matematika SMA kelas X. yudistira
b. Media Pembelajaran :
Buku paket
LKS
VII. Penilaian
a. Prosedur
:
- Penilaian proses - Penilaian akhir
b. Jenis Penilaian
:
- Tes - Non tes
c. Bentuk Instrumen
:
- Soal uraian - Pedoman sikap
d. Tindak Lanjut
:
- Remidi (diberikan pada siswa yang nilainya
45
di bawah KKM) - Pengayaan (diberikan pada siswa yang nilainya di atas KKM
BAB III PENUTUP
3.1. Kesimpulan
1. Teori belajar menurut Piaget mewakili konstruktivisme, yang memandang perkembangan kognitif sebagai suatu proses di mana anak secara aktif membangun sistem makna dan pemahaman realitas melalui pengalaman pengalaman dan interaksi-interaksi mereka.
46
2. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Piaget ada empat tahap perkembangan kognitif dari setiap individu yang berkembang secara kronologis : a. Tahap sensorimotor(usia 0-2 tahun) b. Tahap praoperasional(usia 2-7 tahun), c. Tahap operasional konkrit (usia 7-11 tahun) d. Tahap operasional formal(usia 11-dewasa) 3. Penerapan teori Piaget dalam proses pembelajaran dapat dilihat pada pernyataan dibawah ini : a. Memusatkan pada proses berpikir atau proses mental. dan bukan sekedar pada hasilnya. b. Mengutamakan peran siswa dalam berinisiatif sendiri dan keterlibatan aktif dalam pembelajaran. c. Memaklumiakan
adanya
perbedaan
individual
dalam
hal
kemajuan
perkembangan teori Piaget mengasumsikan bahwa seluruh siswa tumbuh melewati urutan perkembangan yang sama, namun pertumbuhan ini berlangsung pada kecepatan yang berbeda. 4. Teori Belajar menurut Bruner adalah belajar sebagai proses kognitif dimana Bruner
menekankan
pentingnya
pembentukan
konsep
global
dalam
pembelajaran dan membangun hubungan konsep secara umum. 5. Dalam proses memperoleh pemahaman, seorang anak belajar memahami sesuatu melalui tiga tahap perkembangan berikut: a. Tahap Enaktik b. Tahap Ikonik c. Tahap Simbolik 6. Bruner mengembangkan metode pengajaran belajar penemuan dimana siswa belajar sesuai dengan pencarian pengetahuan secara aktif oleh manusia dan dengan sendirinya memberikan hasil yang paling baik. Berusaha sendiri untuk mencari
pemecahan
masalah
serta
pengetahuan
yang
menyertainya,
menghasilkan pengetahuan yang benar-benar bermakna. 7. Bruner mengemukakan teorema atau dalil-dalil berkaitan dengan pengajaran matematika yaitu:
47
a. Dalil Konstruksi / Penyusunan (Contruction Theorem) b. Dalil Notasi ( Notation Theorem) c. Dalil Kekontrasan dan Variasi (Contrast and Variation Theorem) d. Dalil Konektivitas atau Pengaitan (Connectivity Theorem) 8. Implikasi teori belajar Bruner dalam pembelajaran adalah sebagai berikut: f. Memberkan informasi mengenai bagaimana menciptakan niat dan tujuan positif di antara siswa. g. Mengorganisasikan pengetahuan untuk membantu pembelajaran h. Mengurutkan pengetahuan untuk membantu pembalajaran i.
Memberikan informasi mengenai keberhasilan dan kegagalan dengan cara memberikan penguatan dan hukuman
j.
Pembelajaran yang memotivasi siswa dalam seting kelas
9. Menurut teori Gestalt belajar harus dimulai dari keseluruhan, kemudian kepada bagian-bagian yang mempunyai hubungan sama lain. Dalam belajar siswa harus mampu menangkap makna dari hubungan antara bagian yang satu dengan bagian yang lainnya 10. Hukum-hukum belajar menurut Gestalt adalah sebagai berikut: a. Hukum Pragnaz b. Hukum keterdekatan c. Hukum ketertutupan d. Hukum kesamaan 11. Penerapan teori belajar Gestalt dalam proses pembelajaran adalah sebagai berikut: a. Belajar berdasarkan keseluruhan b. Belajar adalah suatu proses perkembangan c. Siswa sebagai organisme keseluruhan d. Adanya transfer e. Belajar adalah reorganisasi pengalaman f. Belajar dengan insight g. Belajar lebih berhasil bila berhubungan dengan minat, keinginan dan tujuan siswa h. Berlajar berlangsung terus-menerus
48
3.2. Saran 1.
Bagi guru matematika teori Piaget sangat relevan dalam kegiatan pembelajaran, karena dengan mengunakan teori ini, guru dapat mengetahui adanya tahap – tahapan perkembangan tertentu pada kemampuan berpikir anak – anak di kelas atau di sekolahnya. Dengan demikian guru bisa memberikan perlakuan yang tepat bagi para siswanya, misalnya dalam memilih cara penyampaian materi bagi siswa, penyediaan alat – alat peraga, dan sebagainya
2.
Teori belajar Bruner dapat digunakan oleh guru dalam kegiatan pembelajaran agar siswa-siswa belajar melalui berpartisispasi secara aktif dengan konsepkonsep dan prinsip-prinsip agar mereka dianjurkan untuk memperoleh pengalaman, dan melakukan eksperimen-eksperimen yang mengizinkan mereka untuk menemukan prinsip-prinsip itu sendiri sehingga pengetahuan itu dapat bertahan lebih lama.
3. Teori belajar Gestalt dapat digunakan oleh guru dalam kegiatan pembelajaran sehingga siswa diharapkan mampu menangkap makna dari hubungan antara bagian yang satu dengan bagian yang lainnya.
DAFTAR PUSTAKA
Ansari, Bansu. 2001. Komunikasi Matematik . Jakarta: PENA. Bruner, Jerome. 1960. The Process of Education. Cambridge : Harvard. Educational
Review.
[Online].
Tersedia
dihttp:judzrunchildren.googlecode.com Dahar, Ratna Wilis. 1988. Teori-Teori Belajar . Jakarta: P2LPTK. Desmita, 2007, Psikologi Perkembangan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Panem, Paulina. 2002. Belajar dan Pembelajaran 1. Jakarta: Universitas Terbuka. Sagala, Syaiful. 2003. Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung: Alfabeta
49