KEBIJAKAN PENGENDALIAN TEMBAKAU
DI INDONESIA
by
Andrew Dagoe
Kebijakan Pengendalian Tembakau di Indonesia
A. Latar Belakang
Biaya ekonomi dan sosial yang ditimbulkan akibat konsumsi tembakau terus
meningkat dan beban peningkatan ini sebagian besar ditanggung oleh
masyarakat miskin. Angka kerugian akibat rokok setiap tahun mencapai 200
juta dolar Amerika, sedangkan angka kematian akibat penyakit yang
diakibatkan merokok terus meningkat. Di Indonesia, jumlah biaya konsumsi
tembakau tahun 2005 yang meliputi biaya langsung di tingkat rumah tangga
dan biaya tidak langsung karena hilangnya produktifitas akibat kematian
dini, sakit dan kecacatan adalah US $ 18,5 Milyar atau Rp 167,1 Triliun.[i]
Jumlah tersebut adalah sekitar 5 kali lipat lebih tinggi dari pemasukan
cukai sebesar Rp 32,6 Triliun atau US$ 3,62 Milyar tahun 2005 (1US$ = Rp
8.500,-)[ii]
Jumlah perokok di seluruh dunia kini mencapai 1,2 milyar orang dan 800 juta
diantaranya berada di negara berkembang. Indonesia merupakan negara ketiga
dengan jumlah perokok terbesar di dunia setelah Cina dan India.[iii]
Peningkatan konsumsi rokok berdampak pada makin tingginya beban penyakit
akibat rokok dan bertambahnya angka kematian akibat rokok. Rokok membunuh 1
dari 10 orang dewasa di seluruh dunia, dengan angka kematian dini mencapai
5,4 juta jiwa pada tahun 2005. Tahun 2030 diperkirakan angka kematian
perokok di dunia akan mencapai 10 juta jiwa, dan 70% diantaranya berasal
dari negara berkembang. Saat ini 50% kematian akibat rokok berada di negara
berkembang.[iv] Bila kecenderungan ini terus berlanjut, sekitar 650 juta
orang akan terbunuh oleh rokok,[v] yang setengahnya berusia produktif dan
akan kehilangan umur hidup (lost life) sebesar 20 sampai 25 tahun.[vi]
Hampir 80% perokok mulai merokok ketika usianya belum mencapai 19 tahun.
Pada usia yang rawan ini, remaja berhadapan dengan gencarnya iklan dan
citra yang dijual oleh industri tembakau, sementara kemampuan untuk menilai
dan mengambil keputusan dengan benar belum dimiliki. Umumnya orang mulai
merokok sejak muda dan tidak tahu resiko mengenai bahaya adiktif rokok.
Keputusan konsumen untuk membeli rokok tidak didasarkan pada informasi yang
cukup tentang risiko produk yang dibeli, efek ketagihan dan dampak
pembelian yang dibebankan pada orang lain. Pemerintah perlu membuat
peraturan yang melindungi anak dan remaja dari upaya agresif industri
tembakau yang menjaring mereka sebagai konsumen jangka panjangnya dan
merusak generasi sekarang maupun mendatang.
Merokok menimbulkan beban kesehatan, sosial, ekonomi dan lingkungan tidak
saja bagi perokok tetapi juga bagi orang lain. Perokok pasif terutama bayi
dan anak-anak perlu dilindungi haknya dari kerugian akibat paparan asap
rokok. Keluarga miskin yang tidak berdaya melawan adiksinya dan mengalihkan
belanja makanan keluarganya serta biaya sekolah dan pendidikan anak-anaknya
untuk membeli rokok perlu mendapatkan intervensi pemerintah. Belum lagi
beban keluarga perokok dan pemerintah untuk menanggung biaya sakit akibat
penyakit yang berhubungan dengan tembakau dan hilangnya produktifitas dan
sumber nafkah keluarga karena kematian dini. Kosen et al (2004) dalam
studinya tentang beban ekonomi akibat konsumsi tembakau di Indonesia
memperkirakan pada tahun 2001 terdapat sekitar 5.160.075 penderita penyakit
yang berhubungan dengan konsumsi tembakau.[vii] Total kerugian ekonomi yang
ditimbulkan rokok pada tahun 2010 mencapai Rp. 245,41 Trilliun. Jumlah
tersebut hampir 4 (empat) kali lebih besar daripada pendapatan negara dari
cukai rokok pada tahun 2010 (Rp. 63,2 Triliun)[viii].
B. Isue Strategis
Meluasnya kampanye anti tembakau yang disertai kesadaran masyarakat tentang
kesehatan, semakin memperkuat desakan agar pemerintah segera menandatangani
dan meratifikasi Konvensi Kerangka Pengendalian Tembakau yang digagas WHO
atau yang lebih populer dengan FCTC (Framework Convention on Tobacco
Control). Belum diratifikasinya kebijakan ini karena masih ada pro dan
kontra, misal kebijakan meratifikasi FCTC dikhawatirkan dapat mematikan
industri tembakau yang dipandang strategis bagi perekonomian negara,
terutama dari sisi penyerapan tenaga kerja. Di sisi lain merokok
menimbulkan beban biaya kesehatan yang tinggi. Ironisnya, merokok justru
sudah membudaya bagi masyarakat terutama pada kalangan miskin. Karena itu
pengendalian tembakau di samping dapat melindungi kesehatan masyarakat,
juga dapat mengurangi tingkat kemiskinan.
C. Pengendalian Tembakau dalam Framework Convention on Tobacco Control
Pada tahun 1999, WHO beserta negara anggota memprakarsai rancangan naskah
Konvensi Kerangka Kerja Pengendalian Tembakau (Framework Convention on
Tobacco Control / FCTC), yang selesai disusun oleh WHO pada Februari 2003.
Organisasi Kesehatan Sedunia (WHO) telah mengeluarkan Framework Convention
on Tobacco Control (FCTC) yang merupakan perjanjian internasional, efektif
berlaku sejak tanggal 27 Februari 2005. FCTC bertujuan untuk melindungi
generasi saat ini dan yang akan datang dari kehancuran kesehatan,
konsekuensi sosial, lingkungan dan ekonomi yang diakibatkan oleh rokok dan
paparan asapnya.[ix] Selain itu, guna menarik perhatian dunia akan masalah
epidemi tembakau, sejak tahun 1987 WHO menciptakan Hari Tanpa Tembakau
Sedunia yang diperingati setiap tanggal 31 Mei.
Pada tahun 1999, WHO beserta negara anggota memprakarsai rancangan naskah
Konvensi Kerangka Kerja Pengendalian Tembakau (Framework Convention on
Tobacco Control / FCTC), yang selesai disusun oleh WHO pada Februari 2003.
FCTC merupakan acuan bagi kerangka pengendalian tembakau di tingkat global
maupun nasional. Pokok-pokok kebijakan FCTC mencakup (1) Peningkatan cukai
rokok; (2) Pelarangan total iklan rokok; (3) Penerapan Kawasan Tanpa Rokok
yang komprehensif; (4) Pencantuman peringatan kesehatan berupa gambar pada
bungkus rokok; (5) Membantu orang yang ingin berhenti merokok; dan (6)
Pendidikan Masyarakat[x].
Berdasarkan FCTC, pemerintah mempunyai kewajiban dan wewenang untuk
melindungi masyarakat melalui:
1. Peningkatan cukai
Rokok adalah produk inelastis dan adiktif, ini berarti rokok akan terus
dibeli jika harganya terjangkau. Bila harganya tinggi, pendapatan cukai
akan naik dan penduduk miskin mengurangi konsumsi. Berkurangnya konsumsi
rokok tentu akan mengurangi pengeluaran negara dan rakyat untuk mengobati
penyakit akibat rokok. Pengendalian tembakau juga tidak merugikan
perekonomian negara, namun justru memberikan dampak positif. Peningkatan
cukai sebesar 100% meningkatkan output perekonomian sebesar Rp. 335
milyar, pendapatan masyarakat sebesar Rp. 492 milyar dan lapangan
pekerjaan sebanyak 281.135 pekerjaan baru[xi]. Menerapkan cukai maksimum
juga dapat melindungi antara 1,7 dan 4 juta kematian akibat rokok, dan
menghasilkan tambahan penerimaan 3,2 hingga 6,5 juta dollar AS, juga
menambah penyerapan tanaga kerja seperempat juta. Sementara setiap
kenaikan cukai sebesar 10% hanya akan mengurangi konsumsi sebesar 4% di
negara maju dan 8% di negara berkembang. Kenaikan harga rokok karena
naiknya cukai hanya akan berdampak besar pada orang miskin dan remaja
yang lebih sensitif terhadap kenaikan harga. Hal ini bisa mengurangi
jumlah orang miskin dan remaja yang merokok.
2. Larangan iklan secara menyeluruh
Larangan iklan secara menyeluruh merupakan upaya untuk memberikan
perlindungan kepada masyarakat khususnya anak-anak dan remaja. Anak-anak
dan remaja merupakan sasaran utama produsen rokok. Diakui oleh industri
rokok bahwa anak-anak dan remaja merupakan aset bagi keberlangsungan
industri rokok. Untuk itu kebijakan larangan iklan rokok secara
menyeluruh harus diterapkan untuk melindungi anak dan remaja dari
pencitraan produk tembakau yang menyesatkan. Apalagi Pendapatan dari
pajak reklame produk rokok sangat kecil yaitu hanya sebesar 0,12%-1,01%
dari total Pendapatan Asli Daerah[xii]. Pelarangan iklan rokok menyeluruh
(total ban) mencakup iklan, promosi dan sponsorship yang meliputi
pelarangan (1) iklan, baik langsung maupun tidak langsung di semua media
massa; (2) promosi dalam berbagai bentuk, misalnya potongan harga,
hadiah, peningkatan citra perusahaan dengan menggunakan nama merek atau
perusahaan dan (3) sponsorship dalam bentuk pemberian beasiswa, pemberian
bantuan untuk bidang pendidikan, kebudayaan, olah raga, lingkungan hidup,
dll.
3. Penerapan kawasan tanpa rokok
Penerapan kawasan tanpa rokok melindungi hak bukan perokok untuk
menghirup udara yang bersih dan sehat, bebas dari asap rokok. Larangan
merokok perlu diterapkan di tempat-tempat umum, tempat kerja dan
transportasi umum. Penerapan Kawasan Tanpa Rokok tidak saja untuk
memenuhi hak bukan perokok untuk menghirup udara bersih dan sehat, namun
juga membantu perokok untuk dapat menahan / menunda kebiasaan merokoknya
dan sebagai langkah awal perokok untuk berhenti merokok. Penerapan
Kawasan Tanpa Rokok juga semakin menyadarkan banyak orang akan bahaya
adiktif rokok dan mengembalikan norma untuk tidak merokok di tempat umum,
utamanya diruangan tertutup. Kawasan Tanpa Rokok antara lain : (1)
Fasiitas Pelayanan Kesehatan; (2) Tempat Proses Belajar Mengajar; (3)
Tempat Anak Bermain; (4) Tempat Ibadah; (5) Angkutan Umum; (6) Tempat
Kerja; dan (7) Tempat Umum dan Tempat Lain yang Ditetapkan[xiii].
4. Peringatan kesehatan berbentuk gambar
Peringatan kesehatan berbentuk gambar pada bungkus rokok adalah sarana
informasi dan edukasi yang murah dan efektif. Murah karena pemerintah
tidak perlu mengeluarkan anggaran khusus untuk mendidik masyarakat akan
bahaya merokok, khususnya masyarakat yang buta huruf. Gambar yang
ditampilkan dapat mempengaruhi perilaku dan merubah sikap orang untuk
tidak merokok. Karena peringatan kesehatan berbentuk gambar itu
memberikan gambaran grafis tentang komplikasi penyakit akibat merokok.
Hal ini juga secara langsung maupun tidak langsung dapat menangkal iklan
rokok yang cenderung menyesatkan. Kebijakan Peringatan Kesehatan
berbentuk gambar menunjukkan keseriusan pemerintah dalam upaya
pengendalian tembakau.
5. Membantu orang yang ingin berhenti merokok
Hasil studi menunjukkan bahwa sekitar 70% perokok ingin berhenti merokok,
46% perokok berusaha berhenti merokok dan hanya 3% yang berhasil berhenti
merokok tanpa bantuan orang lain. Sebagian besar dari mereka berfikir
untuk berhenti merokok ketika sakit[xiv]. Klinik berhenti merokok dapat
ditempatkan di Puskesmas, klinik swasta, dan rumah sakit yang dapat
diakses dengan gratis.
6. Pendidikan Masyarakat
Pemberian informasi kesehatan yang benar dan pembentukan pendidik sebaya
di kalangan remaja mengingat mereka adalah sasaran pasar potensial dari
industri rokok sehingga perlu dibekali dengan informasi dan pemahaman
yang benar tentang bahaya merokok dan pembohongan serta eksploitasi.
Pendidik sebaya berfungsi sebagai teman yang akan memberikan pemahaman
tentang bahaya merokok bagi mereka yang tidak merokok dan memberikan tips
untuk berhenti merokok untuk remaja yang sudah merokok. Iklan layanan
masyarakat tentang bahaya merokok perlu lebih intensif disamping larangan
iklan rokok, sehingga masyarakat khsususnya dari kalangan miskin dan
pendidikan rendah dapat menerima informasi yang benar tentang bahaya dan
risiko merokok.
D. Perbandingan Pokok – pokok isi FCTC dan Kebijakan Tembakau Indonesia
Saat Ini
"WHO FRAMEWORK CONVENTION ON TOBACCO CONTROL (WHO FCTC) "
"STATUS INDONESIA SAAT INI "
"Pasal dalam "Ringkasan Pasal "Status Indonesia Saat Ini "
"FCTC " " "
"5.3 "Para Pihak harus "Pengaruh industri tembakau: "
"Perlindungan"melindungi kebijakan "Tidak ada regulasi / peraturan "
"kebijakan "pengendalian tembakau "pemerintah untuk melindungi "
"pengendalian"dari tujuan komersil dan"pengendalian tembakau dari "
"tembakau "kepentingan lain industri"pengaruh industri tembakau. "
"dari "tembakau sesuai UU. "Industri tembakau telah menyusun "
"pengaruh " "peta masa depan industri tembakau "
"industri " "di Indonesia, yang juga "
"tembakau " "mencantumkan komponen kesehatan. "
"WHO FRAMEWORK CONVENTION ON TOBACCO CONTROL (WHO FCTC) "
"STATUS INDONESIA SAAT INI "
"Pasal dalam "Ringkasan Pasal "Status Indonesia Saat Ini "
"FCTC " " "
"6. Harga dan"Para pihak harus "Rata-rata cukai rokok saat ini "
"Cukai untuk "mempertimbangkan tujuan "adalah 37% dari harga jual eceran."
"mengurangi "Kesehatan nasional dalam"Pajak pertambahan nilai (PPN) "
"permintaan "menetapkan kebijakan "adalah 8,4% dari harga jual "
"terhadap "pajak dan harga produk "eceran. "
"tembakau "tembakau, termasuk "Peraturan Menteri Keuangan No. "
" "penjualan bebas pajak dan"203/PMK.011/2008 yang berlaku "
" "cukai, serta melaporkan "efektif 1 Februari 2009 memasukkan"
" "tingkat pajak dan "tarif cukai yang berkisar antara "
" "kecenderungan konsumsi "Rp.80 – Rp.290 perbatang/gram "
" "dalam pertemuan berkala "untuk rokok kretek dan rokok putih"
" " "serta Rp.40 – Rp.200 untuk kretek "
" "Tarif cukai seharusnya "linting dengan HJE terendah Rp.217"
" "mencapai 2/3 dari harga "perbatang/gram dan HJE tertinggi "
" "jual eceran. "lebih dari Rp.660 perbatang/gram "
" " "untuk rokok kretek dan rokok "
" " "putih. Sedangkan HJE terendah "
" " "Rp.234 perbatang/gram dan HJE "
" " "tertinggi lebih dari Rp.590 "
" " "perbatang/gram untuk kretek "
" " "linting. Batasan jumlah produksi "
" " "pabrik lebih dari 2 milyar batang "
" " "(gol.I); tidak lebih dari 2 milyar"
" " "batang (gol.II) untuk rokok "
" " "kretek, rokok putih dan kretek "
" " "linting serta tidak lebih dari 500"
" " "juta batang (gol.III) kretek "
" " "linting. "
"8. "Para pihak harus "Menurut PP 19/2003: ruang publik, "
"Perlindungan"memberlakukan dan "tempat pelayanan kesehatan, "
"terhadap "menerapkan peraturan "perkantoran, tempat pendidikan, "
"paparan asap"Kawasan Tanpa Asap Rokok "ruang bermain anak, tempat ibadah "
"rokok "di wilayah hukum "serta transportasi umum dinyatakan"
" "masing-masing dan "sebagai daerah bebas asap "
" "menyebar luaskan "rokok.Tetapi, peraturan ini tidak "
" "peraturan ini ke wilayah "diterapkan secara efektif. "
" "hukum lainnya di "Pengelola ruang publik "
" "perkantoran, "(tempat-tempat umum) dan "
" "tempat-tempat umum "perkantoran yang menyediakan ruang"
" "tertutup, dan "khusus merokok diwajibkan memasang"
" "transportasi umum. "ventilasi udara untuk menghindari "
" " "gangguan kesehatan pada non "
" " "perokok, walaupun sebenarnya "
" " "ventilasi ini tidak efektif. "
" " "Transportasi umum bisa menyediakan"
" " "tempat khusus untuk perokok yang "
" " "secara fisik terpisah serta "
" " "dilengkapi dengan ventilasi udara "
" " "yang sesuai dengan persyaratan "
" " "dari Departemen Perhubungan. "
"WHO FRAMEWORK CONVENTION ON TOBACCO CONTROL (WHO FCTC) "
"STATUS INDONESIA SAAT INI "
"Pasal dalam "Ringkasan Pasal "Status Indonesia Saat Ini "
"FCTC " " "
"11. Kemasan "Para pihak harus "Peringatan kesehatan dalam bentuk "
"dan label "menerapkan peraturan "kalimat harus dicantumkan pada "
"produk "termasuk persyaratan "kemasan: "Merokok dapat "
"tembakau "penempatan label "menyebabkan kanker, serangan "
" "peringatan kesehatan "jantung, impotensi, dan "
" "(health warnings) secara "membahayakan kehamilan serta "
" "bergantian serta "perkembangan janin." "
" "pesan-pesan lainnya yang "Peringatan kesehatan dalam bentuk "
" "sesuai pada kemasan "kalimat dicetak di bagian belakang"
" "produk tembakau. "kemasan rokok dengan pinggiran "
" "Peringatan kesehatan "selebar 1mm dalam warna yang "
" "meliputi sedikitnya 30% "kontras antara huruf dan warna "
" "(secara ideal adalah 50% "dasar, dengan ukuran minimal 3 mm."
" "atau lebih) dari luas "Tidak ada peraturan mengenai "
" "tampilan utama dan "istilah-istilah yang menyesatkan "
" "mencantumkan gambar atau "seperti low tar, light, ultra "
" "piktogram, serta mencegah"light, mild. "
" "kemasan dan label yang " "
" "salah, menyesatkan atau " "
" "menipu. " "
"13. Iklan, "Para pihak harus "Iklan, sponsorship dan promosi "
"promosi dan "menerapkan pelarangan "rokok diperbolehkan di media "
"sponsorship "yang komprehensif "elektronik, cetak dan luar ruang. "
"dari "terhadap seluruh iklan, "Semua bentuk iklan harus "
"industri "promosi dan sponsorship "mencantumkan peringatan kesehatan "
"rokok "dari produk tembakau. "(health warnings). "
" " "Iklan di media elektronik dilarang"
" " "dari pukul 05.00 – 21.30. "
" " "Iklan tidak boleh memperlihatkan "
" " "kemasan rokok, orang merokok, "
" " "gambar atau kalimat yang terkait "
" " "dengan anak-anak, remaja dan "
" " "wanita hamil serta menampilkan "
" " "merek produk. "
" " "Pemberian produk gratis (free "
" " "sample) atau hadiah dalam bentuk "
" " "rokok atau produk lain yang "
" " "menampilkan merek dagang dilarang."
E. Dampak Kebijakan Pengendalian Tembakau pada Industri Tembakau
Dampak pengendalian tembakau melalui FCTC terhadap industri tembakau
diharapkan tidak memberikan dampak negatif dengan beberapa alasan :
1. Kurang dari 2 persen petani Indonesia terlibat dalam pertanian tembakau,
dan sebagian besar petani tembakau dan petani cengkeh terkonsentrasi di
daerah geografis tertentu. Baik petani tembakau maupun petani cengkeh
telah melakukan diversifikasi tanaman dan telah terlibat di sektor
pertanian lain yang bukan tembakau atau pada kegiatan nonpertanian
sebagai bagian dari upaya meningkatkan pendapatan[xv].
2. Industri tembakau bukanlah penyerap tenaga kerja terbesar di tingkat
nasional. Menurut BPS, industri ini hanya menduduki peringkat ke-48 dari
66 sektor yang berkontribusi pada penyerapan tenaga kerja. Kontribusi
industri rokok terhadap total tenaga kerja sektor industri terus menurun
secara tajam dari 28 persen pada era 1970-an menjadi kurang dari 6 persen
saat ini, dan kontribusi pada total tenaga kerja tetap berada di bawah 1
persen sejak tahun 1970-an.
3. Petani tembakau merupakan pihak yang belum menikmati kesejahteraan yang
setara dengan melonjaknya indsutri rokok. Posisi tawar petani juga sangat
lemah karena harga kualitas dan harga ditentukan pembeli. Ketidakpastian
usaha tembakau telah menyebabkan 2 dari 3 buruh tani tembakau ingin
beralih ke usaha lain [xvi].
4. Dalam perdagangan internasional, komoditas tembakau dan rokok lebih
banyak menguras daripada menghasilkan devisa negara. Dalam perekonomian
nasional, peranan agribisnis tembakau dan industri rokok dalam penciptaan
nilai output, nilai tambah, dan penyerapan tenaga kerja kurang
signifikan, walaupun kedua sektor tersebut mempunyai angka pengganda
(multiplier effect) output yang cukup besar, terutama tembakau[xvii].
5. Pengeluaran rumah tangga untuk tembakau cukup besar. Bila pengeluaran
tersebut dialihkan ke sektor ekonomi yang lebih produktif, hal ini akan
mengakibatkan peningkatan pertumbuhan ekonomi.
F. Rekomendasi
Epidemi tembakau merupakan masalah global sehingga perlu ditangani secara
bersama oleh masyarakat dunia secara serentak. Indonesia belum menjadi
bagian FCTC sementara 176 negara (mewakili 88% populasi dunia) telah
menjadi bagian dari FCTC[xviii]. Faktanya saat ini kebijakan pengendalian
tembakau di Indonesia masih jauh dengan apa yang diatur dalam FCTC sehingga
makin memperburuk dampak sosial ekonomi akibat asap rokok. Apabila
Indonesia tidak segera meratifikasi FCTC, maka epidemi tembakau dunia bisa
terkonsentrasi di Indonesia dan hal ini akan membawa bangsa Indonesia
kepada keterpurukan karena beban ekonomi yang tinggi dari produk tembakau
dan berbagai penyakit yang ditimbulkannya.
DAFTAR PUSTAKA
-----------------------
[i] Kosen, S (2007). Penghitungan Beban Ekonomi Tembakau Berdasarkan Data
Penyakit dan Biaya RS 2005. Dipresentasikan pada KONAS IAKMI 2007.
[ii] TCSC-IAKMI, Profil Tembakau Indonesia 2007
[iii] WHO, Report on Global Tobacco Epidemic, 2008
[iv] WHO. The Tobacco Atlas (2002) in FCA. Tobacco Facts. Fact Sheet.
[v] WHO. World Health Report: Shaping the Future (2003) in FCA. Tobacco
Facts. Fact Sheet.
[vi] World Bank. Curbing The Epidemic: Government and the economics of
Tobacco Control (1999) in FCA. Tobacco Fact. Fact Sheet.
[vii] Survei Kesehatan Nasional 2001 dalam S. Kosen: Health and Economic
Impact of Tobacco Use in Indonesia, 2004.
[viii] Kosen, S. (2012), Current Burden and Economic Costs of Major Tobacco
Attributed Diseases in Indonesia.
[ix] WHO Framework Convention on Tobacco Control, Fifty-Sixth World Health
Assembly, 21 May 2003.
[x] World Health Organization, (2003). WHO Framework Convention on Tobacco
Control
[xi] Abdillah Ahsan SE. MSE, Nurhadi Wiyono Ir. MSi, Dampak Peningkatan
Cukai Tembakau
terhadap Perekonomian dan Ketenagakerjaan, 2007
[xii] Center for Health Administration and Policy Studies (CHAMPS), (2011),
Studi Tentang Pendapatan Daerah dari Advertensi Tembakau di Semarang,
Surabaya dan Pontianak.
[xiii] Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 109 Tahun 2012 Tentang
Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau
Bagi Kesehatan
[xiv] Benowitz NL & Brunetta PG. (2005). Smoking hazards and cessation. In:
Mason RJ, Murray JF, Broaddus VC, Nadel JA, editors. Murray and
Nadel's Textbook of Respiratory Medicine. 4th ed. Philadelphia:
Elsevier Saunders
[xv] Barber et. al., (2008), Ekonomi Tembakau di Indonesia. Paris:
International Union Against Tuberculosis and Lung Disease.
[xvi] TCSC-IAKMI, Fact sheet Petani Tembakau di Indonesia 2009
[xvii] Sudaryanto et. al., (2011), Analisis Prospek Ekonomi Tembakau Di
Pasar Dunia Dan Refleksinya Di Indonesia Tahun 2010, Pusat Analisis
Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian, Departemen Pertanian
[xviii] World Health Organization. (2013). Parties to the WHO Framework
Convention on Tobacco Control.