TUGAS BAHASA INDONESIA
"HUKUM PERNIKAHAN SIRI"
Disusun oleh :
Mamlu Atul Munawaroh
Puspa Indah
Rio Suwandi
Taufan Maulana Fajri
Tri Wijayani
Jl. Minangkabau No. 60 – Manggarai
Jakarta Selatan
Telp (021) 835.4683, Fax (021) 829.6108
BAB
I
PENDAHULUAN
Latar Belakang masalah
Pernikahan merupakan suatu ibadah, sesuatu yang telah diteladani oleh Nabi Muhammad SAW. Namun meskipun demikian, tidak semua pernikahan bernilai ibadah, ada juga pernikahan yang tergolong makruh,bahkan haram (Bathil)
Untuk itu,dalam makalah ini kami mencoba sedikit mengulas tentang pernikahan,khususnya tentang "nikah siri"
Rumusan permasalahan
Terkait dengan uraian yang diatas,kami rumusankan beberapa masalah,yakni
Apa yang dimaksud dengan nikah siri
Bagaimana tata cara pernikahan siri dalam islam
Bagaimana hukum nikah siri dalam islam
Bagaimana hukum nikah siri dalam negara Indonesia
Bagaimana hukum anak dalam status nikah siri
Apa dampak negatif dalam nikah siri
Tujuan penulisan
Adapun tujuan kami menulis makalah ini adalah untuk menambah pengetahuan dan wawasan keberagamaan kita,khususnya dalam permasalahan pernikahan siri.
BAB II
PEMBAHASAN
Pengertian Nikah Siri
Nikah secara bahasa adalah berkumpul atau bercampur, sedangkan menurut syariat secara hakekat adalah akad (nikah) dan secara majaz adalah al- wath'u (Hubungan seksual). Kata siri berasal dari bahasa arab yaitu "sirrun" yang berarti rahasia, atau sesuatu yang disembunyikan. Melalui akar pengertian ini, nikah siri dapat diartikan sebagai pernikahan yang dirahasiakan, berbeda dengan pernikahan pada umumnya yang dilakukan secara terang-terangan.
Nikah siri secara agama dan atau adat istiadat sah, namun tidak diumumkan pada masyarakat umum dan juga tidak dicatatkan secara resmi pada lembaga pencatatan negara yaitu Kantor Urusan Agama (KUA) bagi yang beragama islam dan Kantor Catatan Sipil (KCS) bagi yang beragama non muslim.
Nikah siri terkadang diistilahkan dengan nikah "misyar". Ada ulama yang menyamakan pengertian kedua istilah ini, tetapi tidak sedikit pula yang membedakannya. Nikah siri kadang-kadang juga dapat diartikan sebagai nikah "urfi" , yaitu nikah yang didasarkan oleh adat istiadat seperti di Mesir. Namun nikah masyar dan urfi sangat jarang dipakai oleh masyarakat Indonesia. Persamaan istilah tersebut terletak pada kenyataan bahwa semuanya mengandung pengertian sebagai bentuk nikah yang tidak diumumkan (dirahasiakan) dan juga tidak dicatatkan pada lembaga yang berwenang secara resmi.
Nikah siri yang tidak dicatatkan secara resmi, di Indonesia juga bias disebut sebagai nikah dibawah tangan. Nikah dibawah tangan adalah nikah yang dilakukan tidak menurut hukum negara. Nikah yang dilakukan tidak menurut hukum negara dianggap sebagai nikah liar, sehingga tidak mempunyai akibat hukum, berupa pengakuan dan perlindungan hukum.
Faktor- faktor Seseorang melakukan nikah siri
Faktor biaya, tidak mampu untuk membiayai administrasi pencatatan;
Takut ketahuan melanggar aturan bahwa pegawai negeri tidak boleh menikah lebih dari satu (poligami) tanpa seizin pengadilan;
Karena pertimbangan tertentu, misalnya karena takut menerima stigma negatif dari masyarakat yang terlanjur menganggap tabu nikah siri, atau karena faktor lain yang akhirnya seseorang harus merahasiakannya.
Nikah Siri menurut Islam
Hukum nikah siri dalam Islam adalah sah sepanjang hal- hal yang menjadi dan rukun nikah terpenuhi, dimana rukun nikah dalam agama Islam adalah sebagai berikut:
Adanya calon mempelai wanita dan pria;
Adanya wali dari calon mempelai wanita;
Adanya dua orang saksi dari kedua belah pihak;
Adanya ijab; yaitu ucapan penyerahan mempelai wanita oleh wali kepada mempelai pria untuk dinikahi;
Adanya Qobul; yaitu ucapan penerimaan pernikahan oleh mempelai pria (jawaban dari ijab)
Jika dalam pelaksanaan nikah siri rukun nikah yang tertera diatas terpenuhi, maka pernikahan seseorang dianggap sah secara syariat agama Islam, hanya saja tidak tercatat dalam buku catatan sipil. Dalam proses nikah siri lainnya yang tidak memenuhi rukun- rukun diatas maka pernikahan tersebut dianggap tidak sah menurut syariat agama Islam . dalam hadits disebutkan : "Tidak ada nikah kecuali dengan adanya wali dan dua saksi yang adil" (HR. Al-Khamsah kecuali An-Nasa'i, dishahihkan Al-Imam Al-Albani Rahimahullahu dalam Al-Irwa' No. 1839, 1858, 1860 dan Shahihul jami' no. 7556, 7557).
Nikah Siri menurut Hukum Negara Indonesia
Dalam undang- undang perkawinan No. 1 tahun 1974 pasal 2 ayat 2 disebutkan : "Tiap- tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang- undangan yang berlaku". Sedang dalam PP No. 9 tahun 1975 tentang pelaksanaan Udang-undang perkawinan pasal 3 disebutkan :
Setiap orang yang akan melangsungkan perkawinan memberitahukan kehendaknya kepada pegawai pencatat di tempat perkawinannya dilangsungkan.
Pemberitahuan tersebut dalam ayat (1) dilakukan sekurang- kurangnya 10 hari kerja sebelum perkawinan dilangsungkan.
Pengecualian dalam jangka waktu tersebut dalam ayat 2 disebabkan sesuatu alasan yang penting diberikan oleh camat (atas nama) Bupati kepala daerah.
Dalam pasal lain yaitu pasal 143 RUU yang hanya diperuntukkan bagi pemeluk Islam ini menggariskan; "setiap orang yang dengan sengaja melangsungkan perkawinan tidak di hadapan pejabat pencatat nikah dipidana dengan ancaman hukuman bervariasi, mulai dari enam bulan hingga tiga tahun dan denda mulai dari Rp 6 juta hingga Rp12 juta".
Dari uraian diatas dapat diambil kesimpulan bahwa negara dengan tegas melarang adanya nikah siri dan setiap upacara pernikahan harus memberitahukan kepada pegawai negara yang berwenang. Bahkan negara akan memberikan sanksi pidana kepada para pelaku nikah siri dengan alasan pernikahan siri telah menimbulkan banyak korban, yang mana anak yang lahir dari pernikahan siri akan sulit mendapatkan surat lahir, kartu tanda penduduk, hak-hak hukum seperti hak waris dan sebagainya.
Status Anak Dalam Pernikahan Siri
Seorang anak yang sah menurut undang-undang yaitu hasil dari perkawinan yang sah. Ini tercantum dalam UU No.1 tahun 1974 tentang Pernikahan, Pasal 42 Ayat 1: "Anak yang sah adalah anak-anak yang dilahirkan dalam atau sebagai akibat perkawinan yang sah". Hal ini merujuk bahwa status anak memiliki hubungan darah dengan kedua orangtuanya. Dalam beberapa kasus tentang hak anak hasil nikah siri terdapat kesusahan dalam pengurusan hak hukum seperti nafkah, warisan, maupun akta kelahiran.
Status anak nikah siri karena tidak dicatat oleh negara maka status anak dikatakan di luar nikah. Secara agama, status anak dari hasil nikah siri mendapat hak sama dengan anak hasil perkawinan sah berdasarkan agama yang tidak selaras dengan hukum yang berlaku di Indonesia. Hal ini bertentangan dengan perundang-undangan yang dinyatakan dalam UU No.1 Tahun 1974 Pasal 43 Ayat 1: Anak yang dilahirkan di luar perkawinan hanya mempunyai hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya. Sehingga risiko akibat ketidaktahuan perempuan terhadap hukum yang berlaku di Indonesia menyebabkannya termasuk golongan yang merugi akibat dari kebodohannya sendiri.
Dampak melakukan Nikah Siri
Mereka yang melakukan nikah siri terkadang tidak memikirkan bagaimana nasib dan masa depan anak-anak mereka kelak, anak suatu hari nanti akan membutuhkan akta kelahiran, entah untuk administrasi pendidikan atau hal yang lainnya. Sedangkan untuk membuat akta kelahiran anak , orang tua harus menunjukkan surat nikahnya. Jika pasangan menikah siri, maka anak tersebut tidak dapat membuat akta kelahiran.
Pihak wanita nantinya bisa kehilangan atau tidak mendapat hak- haknya secara penuh. Hak-hak yang seharusnya didapatkan istri yang sah secara hukum, tidak akan didapat oleh istri yang nikah siri. Misalnya seperti hak mendapat nafkah lahir dan batin, hak nafkah serta hak penghidupan untuk anak anda kelak. Dan sulit sekali untuk menuntut hal ini di mata hukum.
Apabila nantinya terjadi perceraian, pihak wanita tidak mempunyai hak atas tunjangan nafkah sebagai seorang mantan istri dan juga harta gono fini.
Pihak wanita juga bisa dikenakan pidana pidana jika istri yang sah dari suami siri melaporkan pihak wanita dan juga suaminya (suami sirinya) telah melakukan sesuatu tindak pidana kejahatan dalam pernikahan (sebagaimana dalam pasal 279 (1) KUHP) ataupun tindak pidana perzinaan (sebagaimana dalam pasal 284 ayat (1) KUHP).
Istri dan anak dari hasil pernikahan siri tidak berhak atas mendapat nafkah dan warisan dari suaminya, jika suaminya tersebut meninggal dunia.
Status anak yang nantinya tidak jelasdi mata hukum.
Itulah sebagian dampak negatif nikah siri. Banyak sekali kerugian-kerugian yang akan diterima oleh istri dan juga anak hasil pernikahan siri. Nikah siri memang sah jika hanya dipandang pada sudut agama, tapi tidak demikian secara sudut hukum negara, hal tersebut dapat memberikan kebebasan kepada pria untuk seenaknya menikah lagi (poligami) dan sang istri juga tidak berhak untuk melarang suaminya jika ingin menikah lagi. Istri siri juga tidak mempunyai hak untuk melakukan menuntut jika terjadi pelanggaran- pelanggaran yang dilakukan oleh suami sirinya.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Nikah secara bahasa adalah berkumpul atau bercampur, sedangkan menurut syariat secara hakekat adalah akad (nikah) dan secara majaz adalah al- wath'u (Hubungan seksual). Kata siri berasal dari bahasa arab yaitu "sirrun" yang berarti rahasia, atau sesuatu yang disembunyikan. Melalui akar pengertian ini, nikah siri dapat diartikan sebagai pernikahan yang dirahasiakan.
Undang- undang perkawinan No. 1 tahun 1974 pasal 2 (2) dan pasal 3 PP No. 9 tahun 1975 tentang pelaksanaan UU perkawinan, pemerintah melarang pernikahan siri. Namun, islam sebagai agama yang di anut mayoritas rakyat Indonesia membolehkannya sepanjang memenuhi persyaratan menurut syariat islam.
Namun, dalam pernikahan siri tidak ada hukum yang kuat, terutama status anak pelaku nikah siri yang tidak dapat mebuat akta kelahiran,dan lain sebgainya yang memerlukan surat nikah dari kedua orang tua, dan jika pelaku nikah siri tersebut bercerai tidak dapat menuntut hak harta gono gini secara hukum negara.
SARAN
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, untuk itu kami menyarankan kepada teman- teman yang ingin lebih memahami tentang Nikah Siri untuk mencari referensi tambahan melalui buku- buku ataupun di internet yang mudah di dapat.