MAKALAH MASYARAKAT MADANI DAN KESEJAHTERAAN UMAT
Dibuat Untuk Memenuhi Tugas Matakuliah Pendidikan Agama Islam
Disusun oleh :
1. Gufateh Finashuda 4315100069
2. Ardi Ardiansyah 4315100081
3. Topan Ade Sukma Adjie 4315100091
JURUSAN TEKNIK KELAUTAN
FAKULTAS TEKNOLOGI KELAUTAN
INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER
2015
KATA PENGANTAR
Assalamu'alaikum Wr.Wb
Puji syukur kehadirat Allah SWT berkat rahmat dan hidayah-Nya, shalawat serta salam selalu kita ucapkan kepada junjungan Nabi Muhammad SAW, yang telah menjadi suri tauladan bagi semua orang, sehingga pada kesempatan ini penyusun dapat menyeleaikan tugas Makalah Pendidikan Agama Islam ini dengan baik.
Makalah ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memenuhi tugas mata kuliah Pendidika Agama Islam dan untuk melatih mahasiswa dalam mengerjakan serta menerapkan ilmu ini sebagai acuan atau pegangan dalam dunia kerja, khusus dalam hal ini berkaitan dengan Pendidikan Agama dan Akidah.
Penyusun menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangan dan kesalahan serta masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penyusun harapkan.
Penyusun berharap lapran ini dapat bermanfaat dan berguna bagi tim penyusun lain dan orang lain khususnya bagi mahasiswa pada umumnya.
Wassalamu'alaikum Wr.Wb
Surabaya, 19 September 2015
Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Semua orang mendambakan kehidupan yang aman, damai dan sejahtera sebagaimana yang dicita-citakan masyarakat Indonesia, yaitu adil dan makmur bagi seluruh lapisan masyarakat. Untuk mencapainya berbagai sistem kenegaraan muncul, seperti demokrasi. Cita-cita suatu masyarakat tidak mungkin dicapai tanpa mengoptimalkan kualitas sumber daya manusia. Namun masih banyak permasalahan bagi bangsa Indonesia, permasalahan yang timbul tersebut mengakibatkan banyaknya konflik ataupun kekacauan yang terjadi dimasyarakat. Permaalahan ini tidak bisa dibiarkan lebih lanjut karena akan sangat berakibat buruk bagi kelangsungan hidup berbangsa dan bernegara. Masih adanya budaya KKN dan budaya malas mungkin menjadi masalah yang utama di negeri ini.
Bangsa Indonesia belum terlambat mewujudkan masyarakat madani asalkan semua potensi sumber daya manusia mendapat kesempatan berkembang dan dikembangkan. Mewujudkan masyarakat madani banyak tantangan yang harus dilalui. Untuk itu perlu adanya strategi peningkatan peran dan fungsi masyarakat dalam mengangkat martabat manusia menuju masyarakat madani itu sendiri.
BAB II
PERMASALAHAN
Permasalahan sosial merupakan sebuah gejala atau fenomena yang muncul dalam realitas kehidupan bermasyarakat. Dalam mengidentifikasi permasalahan sosial yang ada di masyarakat berbeda-beda antara tokoh satu dengan lainnya. Dalam kehdiupan sehari – hari kita selalu disuguhkan dengan permasalahan – permasalahan di lingkungan masyarakat antara lain seperti pencurian, bentrok antar warga dan lain – lain, hal hal tersebut tidak akan terjadi apabila masyarakat memiliki adab dan toleransi antar satu dengan yang lainnya, dan masalah yang dibahas pada makalah ini antara lain :
1. Apa pengertian Masyarakat Madani menurut Istilah dan Bahasa?
2. Bagaimana karakteristik Masyarakat Madani?
3. Bagaimanakah peran umat islam dalam mewujudkan masyarakat madani?
4. Apa yang dimaksud dengan sistem ekonomi islam?
5. Bagaimana konsep islam tentang kesejahteraan umat?
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Pengertian Masyarakat Madani
Madani, merupakan istilah dari bahasa arab "mudun",atau "madaniyah", yang mengandung arti peradaban. Dalam bahasa inggris istilah tersebut mempunyai padanan makna dengan kata civilization. Secara terminologis masyarakat madani menurut An-Naquib Al-Attas adalah "mujtama' madani" atau masyarakat kota. Secara etimologi mempunyai dua arti, Pertama, 'masyarakat kota karena madani berasal dari kata bahasa arab madinah yang berarti kota, dan kedua "masyarakat berperadaban" karena madani berasal dari kata arab tamaddun atau madinah yang berarti peradaban, dengan demikian masyrakat madani mengacu pada masyarakat yang beradab. Istilah masyarakat madani selain mengacu pada konsep civil society juga berdasarkan pada konsep negara mzadinah yang dibangun Nabi Muhammad saw pada tahun 622M.
Istilah masyarakat madani sering diartikan sebagai terjemahan dari civil society, tetapi jika dilacak secara empirik istilah civil society adalah terjemahan dari istilah latin, civilis societas, yang mula-mula dipakai oleh Cicero (seorang orator dan pujangga dari Roma), pengertiannya mengacu kepada gejala budaya perorangan dan masyarakat. Masyarakat sipil disebutnya sebagai sebuah masyarakat politik (Political Society) yang memiliki kode hukum sebagai dasar hidup.
3.2 Karakteristik Masyarakat Madani
وَالْمُؤْمِنُونَ وَالْمُؤْمِنَاتُ بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاءُ بَعْضٍ يَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَيُقِيمُونَ الصَّلَاةَ وَيُؤْتُونَ الزَّكَاةَ وَيُطِيعُونَ اللَّهَ وَرَسُولَهُ أُولَئِكَ سَيَرْحَمُهُمُ اللَّهُ إِنَّ اللَّهَ عَزِيزٌ حَكِيمٌ [التوبة: 71]
"Dan orang-orang yang beriman, laki-laki dan perempuan, sebagian mereka menjadi penolong bagi sebagian yang lain. Mereka menyuruh (berbuat) yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar, melaksanakan shalat, menunaikan zakat, dan taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Mereka akan diberi rahmat oleh Allah. Sungguh, Allah Mahaperkasa lagi Mahabijaksana." (at-Taubah: 71) Masyarakat modern mendambakan sebuah sistem kehidupan dimana elemen-eleman dalam masyarakat mempunyai peranan yang dominan dalam menata kehidupan yang mereka inginkan. Masyarakat yang demikian kerap disebut masyarakat sipil (Civil Society), namun beberapa cendikiawan Muslim di Asia Tenggara lebih suka menggunakan istilah masyarakat madani sebagai gantinya. Dan ada beberapa karakteristik mengenai masyarakat madani yaitu :
Masyarakat egaliter, masyarakat egaliter atau masyarakat yang mengemban nilai egalitarianisme yaitu masyarakat yang mengakui adanya kesetaraan dalam posisi di masyarakat dari sisi hak dan kewajiban tanpa memandang suku, keturunan, ras, agama, dan sebagainya.
Penghargaan, bahwa dalam masyarakat madani adanya penghargaan kepada orang berdasarkan prestise, bukan kesukuan, keturunan, ras, dan sebagainya.
Keterbukaan (partisipasi seluru anggota masyarakat aktif), sebagai ciri masyarakat madani adalah kerendahan hati untuk tidak merasa selalu benar, kemudian kesediaan untuk mendengarkan pendapat orang lain untuk diambil dan diikuti mana yang terbaik.
Penegakkan hukum dan keadilan, hukum ditegakkan pada siapapun dan kapanpun, walupun terhadap keluarga sendiri, karena manusia sama didepan hukum.
Toleransi dan pluralisme, tak lain adalah wujud civility yaitu sikap kewajiban pribadi dan sosial yang bersedia melihat diri sendiri tidak selalu benar, karena pluralism dan toleransi merupakan wujud dari "ikatan keadaban' ( Bond of civility), dalam arti masing-masing pribadi dan kelompok dalam lingkunga yang lebih luas, memandang yang lain dengan penghargaaN, betapapun perbedaan yang ada tanpa saling memaksakan kehendak, pendapat atau pandangan sendiri.
Musyawarah dan demokrasi, merupakan unsur asasi pembentukan masyarakat madani. Nur cholis madjid menyatakan, maasyarakat madani merupakan masyarakat demokratis yang terbangun dengan menegakkan musyawarah, karena musywarah merupakan interpretasi positif berbagai individu dalam masyarakat yang saling memberikan hak untuk menyatakan pendapat, dan mengakui adanya kewajiban mendengar pendapat orang lain.
3.3 Peran Umat Islam Dalam Mewujudkan Masyarakat Madani
Dalam sejarah Islam, realisasi keunggulan normatif atau potensial umat Islam terjadi pada masa Abbassiyah. Pada masa itu umat Islam menunjukkan kemajuan di bidang kehidupan seperti ilmu pengetahuan dan teknologi, militer, ekonomi, politik dan kemajuan bidang-bidang lainnya. Umat Islam menjadi kelompok umat terdepan dan terunggul. Nama-nama ilmuwan besar dunia lahir pada masa itu, seperti Ibnu Sina, Imam al-Ghazali, al-Farabi, dan yang lain.
1. Kualitas SDM Umat Islam
Firman Allah SWT dalam QS. Ali Imran ayat 110 yang artinya: "Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. sekiranya ahli kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang yang fasik."
Dari ayat di atas sudah jelas bahwa Allah menyatakan bahwa umat Islam adalah umat yang terbaik dari semua kelompok manusia yang Allah ciptakan. Di antara aspek kebaikan umat Islam itu adalah keunggulan kualitas SDM-nya dibanding umat non Islam. Keunggulan kualitas umat Islam yang dimaksud dalam Al-Qur'an itu sifatnya normatif, potensial, bukan riil.
2. Posisi Umat Islam
SDM umat Islam saat ini belum mampu menunjukkan kualitas yang unggul. Karena itu dalam percaturan global, baik dalam bidang politik, ekonomi, militer, dan ilmu pengetahuan dan teknologi, belum mampu menunjukkan perannya yang signifikan. Di Indonesia jumlah umat Islam ±85% tetapi karena kualitas SDM-nya masih rendah, juga belum mampu memberikan peran yang proporsional. Hukum positif yang berlaku di negeri ini bukan hukum Islam. Sistem sosial politik dan ekonomi juga belum dijiwai oleh nilai-nilai Islam, bahkan tokoh-tokoh Islam belum mencerminkan akhlak Islam.
3.4 Sistem Ekonomi Islam
Menurut ajaran Islam, semua kegiatan manusia termasuk kegiatan sosial dan ekonomi haruslah berlandaskan tauhid (keesaan Allah). Dengan demikian realitas dari adanya hak milik mutlak tidak dapat diterima dalam Islam melainkan hanya milik Allah saja, sedangkan manusia hanyalah memiliki hak milik nisbi atau relatif. Pernyataan dan batas-batas hak milik dalam Islam sesuai dengan sistem keadilan hak-hak semua pihak yang terlibat di dalamnya.
Islam mempunyai dua prinsip utama, yakni pertama, tidak seorangpun yang berhak mengeksploitasi orang lain; dan kedua, tidak ada sekelompok orangpun boleh memisahkan diri dari orang lain dengan tujuan untuk membatasi kegiatan sosial ekonomi di kalangan mereka saja. Sebagaimana dalam QS. al-Syu'ara ayat 183, artinya: "Janganlah kamu merugikan manusia pada hak-haknya dan janganlah kamu merajalela di muka bumi dengan membuat kerusakan."
Dalam komitmen Islam yang khas dan mendalam terhadap persaudaraan, keadilan ekonomi dan sosial. Akan tetapi, konsep Islam dalam distribusi pendapatan dan kekayaan serta konsepsinya tentang keadilan sosial tidaklah menuntut bahwa semua orang harus mendapat upah yang sama tanpa memandang kontribusinya kepada masyarakat. Islam mentoleransi ketidaksamaan pendapatan sampai tingkat tertentu, karena setiap orang tidaklah sama sifat, kemampuan, dan pelayanannya dalam masyarakat. Dalam Q.S. An-Nahl ayat 71 disebutkan, yang artinya: "Dan Allah melebihkan sebahagian kamu dari sebagian yang lain dalam hal rezki, tetapi orang-orang yang dilebihkan (rezkinya itu) tidak mau memberikan rezki mereka kepada budak-budak yang mereka miliki, agar mereka sama (merasakan) rezki itu. Maka Mengapa mereka mengingkari nikmat Allah."
Dalam ukuran tauhid, seseorang boleh menikmati penghasilannya sesuai dengan kebutuhannya. Kelebihan penghasilan atau kekayaannya harus dibelanjakan sebagai sedekah karena Alah. Sebagaimana Firman Allah dalam QS. An-nisa ayat 114, yang artinya: "Tidak ada kebaikan pada kebanyakan bisikan-bisikan mereka, kecuali bisikan-bisikan dari orang yang menyuruh (manusia) memberi sedekah, atau berbuat ma'ruf, atau mengadakan perdamaian di antara manusia. dan barangsiapa yang berbuat demikian Karena mencari keredhaan Allah, Maka kelak kami memberi kepadanya pahala yang besar."
Dalam ajaran Islam ada dua dimensi utama hubungan yang harus dipelihara, yaitu hubungan manusia dengan Allah dan hubungan manusia dengan manusia dalam masyarakat. Dengan melaksanakan kedua hubungan itu dengan baik, maka hidup manusia akan sejahtrera baik di dunia maupun di akhirat kelak.
3.5 Konsep Islam Tentang Kesejahteraan Umat
Pada intinya, kesejahteraan sosial menuntut terpenuhinya kebutuhan manusia yang meliputi kebutuhan primer (primary needs), sekunder (secondary needs) dan kebutuhan tersier. Kebutuhan primer meliputi: pangan (makanan) sandang (pakaian), papan (tempat tinggal), kesehatan dan keamanan yang layak. Kebutuhan sekunder seperti: pengadaan sarana transportasi (sepeda, sepeda motor, mobil, dsb.), informasi dan telekomunikasi (radio, televisi, telepon, HP, internet, dan lain sebagainya). Kebutuhan tersier seperti sarana rekereasi, hiburan. Kategori kebutuhan di atas bersifat materil sehingga kesejahteraan yang tercipta pun bersifat materil.
Kesejahteraan sosial yang didambakan al-Quran menurut Qurasih Shihab tercermin di Surga yang dihuni oleh Adam dan isterinya sesaat sebelum mereka turun melaksanakan tugas kekhalifahan di bumi. Seperti diketahui, sebelum Adam dan isterinya diperintahkan turun ke bumi, mereka terlebih dahulu ditempatkan di Surga. Surga diharapkan menjadi arah pengabdian Adam dan Hawa, sehingga bayang-bayang surga itu bisa diwujudkan di bumi dan kelak dihuni secara hakiki di akhirat. Masyarakat yang mewujudkan bayang-bayang surga itu adalah masyarakat yang berkesejahteraan. Kesejahteraan surgawi ini dilukiskan antara lain dalam QS. Thâhâ/20:117-119, yang berbunyi : "Hai adam, sesungguhnya ini (Iblis ) adalah musuh bagimu dan bagi isterimu, maka sekali-kali jangan sampai ia mengeluarkan kamu berdua dari Surga, yang akibatnya engkau akan bersusah payah. Sesungguhnya engkau tidak akan kelaparan di sini (surga), tidak pula akan telanjang, dan sesungguhnya engkau tidak akan merasakan dahaga maupun kepanasan". Dari ayat menurut ini jelas bahwa pangan, sandang, dan papan yang diistilahkan dengan tidak lapar, dahaga, telanjang, dan kepanasan semuanya telah terpenuhi di sana. Terpenuhinya kebutuhan ini merupakan unsur pertama dan utama kesejahteraan sosial. Lebih lanjut dalam Undang-undang Kesejahteraan Sosial, kriteria masalah sosial yang perlu diatasi meliputi kemiskinan, ketelantaran, kecacatan, keterpencilan, ketunaan sosial dan penyimpangan perilaku, korban bencana, korban tindak kekerasan, eksploitasi dan diskriminasi.
Dalam islam dijelaskan bagaimana cara agar terbentuk suatu masyarakat yang madani dan tumbuh toleransi antara satu dengan yang lainnya agar kehidupan bermasyarakat dapat berjalan dengan baik dan tidak ada masalah antara satu individu dengan individu lain atau suatu kelompok dengan kelompok lain. Masih banyak disekitar kita tauran pelajar, tauran antar komplek, tauran antar desa dan perang terselubung antar agama, hal ini dikarenakan lemahnya iman masyarakat da kurangnya pemahaman mengenai masyarakat madani dan belum mengerti bagaimana pandangan islam mengenai kehidupan bermasyarakat agar tetap rukun dan damai.
DAFTAR PUSTAKA
1. Al – Quran : QS. Thâhâ/20:117-119, An-nisa ayat 114, Q.S. An-Nahl ayat 71, QS. al-Syu'ara ayat 183, QS. Ali Imran ayat 110, at-Taubah: 71
2. https://moehs.wordpress.com/2013/11/08/konsep-kesejahteraan-dalam-islam-tafsir-tahlily/
3. Buku