BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
Sekitar 40 - 50% obat-obatan yang beredar dipasaran berasal dari produk kimia bahan alam. Bahkan 10 dari 25 top penjualan produk farmasi berasal dari bahan alam. Sebagian kimia bahan alam yang telah dikonversi menjadi obat, diekstrak dari mikroorganisme, tumbuhan, dan makroorganisme laut. Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki wilayah laut yang sangat luas yaitu 5,8 juta km 2 yang merupakan tiga per empat dari keseluruhan wilayah Indonesia. Di dalam wilayah laut tersebut terdapat sekitar 17.508 pulau dan dikelilingi garis gar is pantai sepanjang 81.000 km, yang merupakan garis pantai terpanjang kedua setelah Kanada. Fakta fisik inilah yang membuat Indonesia dikenal sebagai negara kepulauan ( Archipelagic state) state) dan maritim terbesar di dunia. Karakteristik geografis Indonesia serta struktur dan tipologi ekosistemnya yang didominasi oleh lautan telah menjadikan Indonesia sebagai Mega-Biodiversity sebagai Mega-Biodiversity terbesar terbesar di dunia. Wilayah perairan Indonesia mempunyai potensi berbagai jenis organisme serta tumbuhan laut yang cukup besar. Sejak 30 tahun terakhir, organisme laut merupakan sumber penting bahan alam (natural ( natural product) untuk di jadikan sebagai novel sebagai novel substance untuk kemudian dibuat sintesisnya atau sebagai bahan baku obat utama pembuatan obat. Bahan alam yang di kandung oleh organisme tersebut adalah senyawa bioaktif yang memilki berbagai macam aktivitas
1
farmakologi. Selain itu, juga terdapat berbagai tumbuhan laut yang memilki senyawa bioktif yang dapat di ekstrak misalnya alge, lamun dan lain sebaginya. Bahan-bahan bioaktif ( Bioaktive substances) atau berbagai macam bahan kimia laut merupakan potensi yang sangat besar bagi penyediaan bahan baku industri farmasi, kosmetika, pangan dan industri bioteknologi lainnya. Sejauh ini, pemanfaatan potensi bahan-bahan kimia laut Indonesian untuk keperluan dalam bidang farmasi masih rendah. B. Rumusan Masalah
1. Apa itu bahan alam laut ? 2. Tumbuhan laut apa saja yang dapat digunakan dalam bidang farmasi? C. Tujuan
1. Untuk mengetahui bahan alam laut. 2. Untuk mengetahui tumbuhan laut yang dapat digunakan dalam bidang farmasi.
2
BAB II PEMBAHASAN
A. Bahan Alam Laut
Bahan alam laut merupakan hasil metabolisme suatu organisme yang hidup di laut (tumbuhan, hewan, sel) berupa metabolit primer maupun metabolit sekunder. Namun bahan alam yang memiliki struktur kimia yang unik terdapat pada senyawa kimia yang berkaitan dengan metabolit sekunder (Effendi. 2010). Senyawa metabolit primer dijabarkan sebagai senyawa kimia organik, biasanya terdapat dalam kuantitas yang relatif besar dan keberadaan senyawa ini berperan dalam proses metabolisme. Sebaliknya metabolit sekunder diartikan sebagai senyawa kimia organik yang terkandung dengan kuantitas yang sedikit atau malah renik (trace) dan tak terlibat langsung dalam proses metabolisme tapi sangat berperan dalam upaya mempertahankan kelangsungan hidup. Mempertahankan kelangsungan hidup di sini tidak semata-mata penghindaran dari gangguan predator, juga dalam rangka mengatasi fluktuasi lingkungan yang relatif ekstrim. Terpena, alkaloida, polypenol, dsb. adalah beberapa contoh kelompok metabolit sekunder. Senyawa metabolit sekunder dari laut inilah yang dua dekade belakangan ini diminati secara luar biasa ekstensif, sebagai sumber farmasi baru selain sumber terrestrial dan senyawa-
3
senyawa sintetik yang merupakan produk dari kimia rekombinan (Effendi. 2010). Kuantitas senyawa baru yang diekstraksi dan diisolasi dari mikro-makro flora dan fauna laut memperlihatkan angka yang cukup fantastis. Dari relatif belum dieksplorasi sebelum tahun 1980, menjadi 6.500 senyawa berhasil diisolasi pada tahun 1995. Kemudian dalam kurun waktu 4 tahun, jumlahnya berlipat hampir dua kali menjadi 10.000 senyawa pada tahun 1999 (Whitehead, 1999). Pada senyawa metabolit sekunder dari laut, sering ditemukan struktur molekul baru yang belum pernah sama sekali ditemukan pada senyawa metabolit sekunder terrestrial. Kekhasan lain dari struktur senyawa metabolit sekunder laut adalah kandungan unsur halogen. Kekhasan struktur metabolit sekunder dari laut ini sangat dipengaruhi atau merupakan konsekuensi dari kondisi lingkungan laut yang sangat bervariasi diantaranya: 1. Faktor abiotik sebagai contoh: suhu air laut bervariasi dari – 1,5oC di wilayah Antartika, hingga mencapai 350oC pada hidrotermal. 2. Tekanan atmosfer air bervariasi dari 1 hingga 1000 atm. 3. Keberadaan nutrien (unsur hara) berkisar dari eutrofik (kaya hara) dan oligotrofik (miskin hara). 4. Intensitas cahaya juga sangat variatif dari zonase perairan yang mendapat cahaya cukup (zona fotik) hingga zonase afotik (tak ada cahaya). Kandungan hara laut secara umum relatif sedikit. Minimnya kandungan hara ini mendorong mikroorganisme untuk hidup berasosiasi (bersimbiose)
4
dengan flora dan fauna laut lainnya untuk saling bertukar nutrisi. Pada tataran mikroorganisme laut, simbiose ini sangat umum dijumpai, dan kompetisi untuk mendapatkan unsur hara atau sumber nutrisi lainnya sangatlah intensif. Intensifnya kompetisi ini mengakibatkan makhluk laut dituntut secara alamiah untuk dapat mensintesis metabolit sekunder yang dapat dipakai sebagai senjata pertahanan dan kompetisi. Senyawa metabolit sekunder bisa berupa toksik atau non-toksik, bisa pula berupa produk intra atau ekstra sellular. Senyawa metabolit sekunder ini lebih banyak dijumpai pada organisme bentik yang hidup menetap di dasar perairan pesisir wilayah tropik. Karena ketidakmampuannya menjauhkan diri dari predator, maka melalui produksi senyawa metabolit sekunderlah, organisme ini dapat mereduksi gangguan predator. Sponge, ascidian, karang lunak (soft coral), dan mikroorganisme seperti mikroalgae, jamur, dan bakteri adalah beberapa contoh dari organisme bentik (Effendi. 2010). B. Tumbuhan Laut Yang Dapat Digunakan Dalam Bidang Farmasi 1. Alga (Ganggang)
Alga adalah tumbuhan tingkat rendah yang tidak berpembuluh dan termasuk dalam kelompok Thallophyta atau dikenal dengan tumbuhan bertalus. Tidak memiliki akar batang dan daun sejati tetapi hanya menyerupai saja. Alga merupakan organisme eukariotik-fotosintetik yang hidup secara soliter ataupun dalam kolini.
5
Alga adalah tanaman laut yang di kelompokkan dalam 2 kelompok besar makro alga dan mikro alga, mikro alga (berukuran kecil) tidak dapat dilihat secara kasat mata tetapi hanya boleh dilihat dengan menggunakan alat bantu yaitu mikroskop. Sebaliknya alga makro atau alga yang berukuran besar dapat dilihat langsung (Anonim, 2011). Berdasarkan pigmen dominan yang dikandungnya, makro alga dibagi dibedakan menjadi: a) Chlorophyta mengandung pigmen klorofil (hijau) b) Chrysophyta mengandung pigmen karoten (emas) c) Phaeophyta mengandung pigmen fikosantin (coklat) d) Rhodophyta mengandung pingmen fikoeritrin (merah)
Gambar 1. Alga
6
Untuk dapat tumbuh bagi alga yang berukuran besar (makro alga) memerlukan substrat untuk tempat menempel/hidup. Makro alga umumnya epifit memiliki bagian talus yang khusus untuk menempel pada subsrat bagian yang menyerupai akar, ini di sebut holdfast. Alga epifit pada benda benda lain seperti, batu, batu berpasir, tanah berpasir, kayu, cangkang moluska dan epifit pada tumbuhan lain atau alga jenis yang lain. Alga yang berukuran kecil (mikro), hidup melayang di perairan disebut phytoplankton. Bentuknya bervariasi, satu sel atau koloni (diatom, dinoflagelata dan lainlain). Keanekaragaman mikroalga sangatlah tinggi, diperkirakan terdapat 200.000-800.000 spesies mikroalga yang ada di Bumi dan baru sekitar 35.000
spesies
saja
yang
telah
terindentifikasi
seperti
Spirulina,
Nannochloropsis sp, Botryococcus braunii, Chlorella sp, dan Tetraselmis suecia dan lain-lain. Untuk tumbuh dan berkembang alga ini membutuhkan cahaya untuk melakukan proses fotosintesis dimana alga ini bersifat autotrof dan mensitesa sendiri makanannya dengan bantuan sinar matahari. Dalam penyerapan sinar matahari alga memiliki pigmen fotosintesis yaitu klorofil a yang terdapat pada semua jenis alga. Untuk proses fotosintesis klorofil dibantu dengan pigmen lainnya. Jenis-jenis pigmen yang dikandung oleh alga adalah pigmen klorofil yaitu klorofil A, klorofil B, klorofil C1, C 2 dan klorofil D. Pigmen caroten yaitu ß-caroten, fucoxanthin, siphonaxanthin dan peridinin. Pigmen phycobilin yaitu phycoerythrobilin dan phycocyanobilin.
7
Beberapa Alga yang dapat digunakan dalam bidang farmasi yaitu: a) Menurut Bachtiar. dkk (2012), Sargassum sp. menghambat pertumbuhan bakteri E. coli. Sargassum sp. memiliki kandungan Mg, Na, Fe, tanin, iodin dan fenol yang berpotensi sebagai bahan antimikroba terhadap beberapa jenis bakteri pathogen (Sastry dan Rao, 1994). Sedangkan menurut Kadi (2008), alga cokelat (Sargassum sp.) mengandung kandungan bahan kimia utama sebagai sumber alginat dan mengandung protein, vitamin C, mineral seperti Ca, K, Mg, Na, Fe, Cu, Zn, S, P, dan Mn, tanin, iodin, auxin dan fenol. Bakteri
Gram
negatif
mengandung
sejumlah
besar
lipoprotein,
lipopolisakarida dan lemak. Adanya lapisan dinding sel pada bakteri tersebut mempengaruhi aktivitas kerja dari zat antibakteri. Pertumbuhan sel bakteri dapat terganggu oleh komponen fenol dari ekstrak Sargassum sp. Fenol memiliki kemampuan untuk mendenaturasikan protein dan merusak membran sel (Rahayu dan Winiati, 2000). b) Alga coklat Turbinari ornata merupakan salah satu sumber daya yang dapat ditemukan terdistribusi di perairan Indonesia dan termasuk dalam golongan Thalophyta yang memiliki kandungan kimia sebagai produk bahan hayati laut antara lain untuk kepentingan farmasitika laut. Potensi farmasitika spesies ini dapat dijadikan biota uji aktivitas antikoagulasi pada darah manusia. Menurut Lessy (2012), ekstrak alga coklat T. ornata mengandung pigmen flavonoid yang memiliki aktivitas antikoagulasi
8
c) Fraksi protein dari alga merah Gelidium amansii yang diperoleh melalui fraksinasi mempunyai kemampuan untuk menghambat pertumbuhan bakteri uji Salmonella typhi dan Staphylococcus aureus. Ini disebabkan oleh adanya akumulasi
berbagai senyawa yang bersifat polar dan
senyawa protein pada ekstrak kasar (Dali. dkk, 2011). d) Alga emas Nitzschia sp. memiliki senyawa antijamur Candica albicans yaitu polisakarida (Fadillah dkk, 2014). Mekanisme kerja penghambatan polisakarida terhadap pertumbuhan jamur uji Candida albicans diduga dengan merusak dinding sel jamur sehingga menyebabkan dinding sel lisis. Zat antijamur berikatan kuat dengan sterol yang terdapat pada membran sel jamur. Ikatan ini mengakibatkan kebocoran membran sel, sehingga terjadi kehilangan beberapa bahan intrasel dan menyebabkan kerusakan yang tetap pada sel jamur. Selain sebagai antijamur Nitzschia sp juga bersifat antioksidan, Nitzschia sp mengandung alkaloid, fenol hidrokuinon yang berperan sebagai antioksidan. e) Alga hijau Caulerpa sertularioides memiliki zat anastetik ringan yang bernilai klinis (Chapman. 1980). Zat anastetik tersebut adalah ceulerpicin dan caulerpin. Keracunan
ceulerpicin dan caulerpin ditandai dengan
gejala mati rasa dilidah dan bibir. f) Alga Rhodycemia sp mempunyai zat antitumor terhadap sel kanker serviks. Uji fitokimia menunjukkan ekstrak Rhodycemia sp mengandung triterpenoid dan steroid (Wikanta et al).
9
g) Mikroalga Chaetoceros gracilis dapat berfungsi sebagai antioksidan, antikanker, anti-obesitas dan antidiabetes. Chaetoceros gracilis memiliki kandungan senyawa bioaktif yaitu terpenoid (Peng et al . 2011). h) Mikroalga Dunaliella sp. penghasil antioksidan yaitu betakaroten. i) Mikroalga Tharaustochytrids penghasil Asamdokosaheksanoat (DHA). Asamdokosaheksanoat (DHA) merupakan omega-3 esensial yang berperan penting terhadap kerja otak, jaringan saraf serta retina (Puspaananda. 2012). 2. Lamun
Lamun ( seagrass) merupakan satu-satunya tumbuhan berbunga ( Angiospermae) yang memiliki rhizoma, daun, dan akar sejati yang hidup terendam di dalam laut serta beradaptasi secara penuh di perairan yang salinitasnya cukup tinggi atau hidup terbenam di dalam air. Beberapa ahli juga mendefinisikan lamun (Seagrass) sebagai tumbuhan air berbunga, hidup di dalam air laut, berpembuluh, berdaun, berimpang, berakar dan berbiak dengan biji dan tunas (Den Hartog, 1970). Menurut Kiswara (2004), kerapatan jenis lamun dipengaruhi oleh faktor tempat tumbuh dari lamun tersebut. Beberapa faktor yang mempengaruhi kerapatan jenis lamun diantaranya adalah kedalaman, kecerahan, arus, air dan tipe substrat. Selain itu, morfologi lamun juga berpengaruh terhadap kerapatan jenis lamun. Lamun mempunyai peranan memberikan tempat perlindungan dan tempat menempel berbagai hewan dan tumbuh-tumbuhan (algae). Di
10
samping itu, padang lamun (seagrass beds) dapat j uga padang pengembalaan dan makanan dari berbagai jenis ikan herbivora dan ikan-ikan karang. Daun lamun yang lebat akan memperlambat air yang disebabkan oleh arus dan ombak, sehingga perairan di sekitarnya menjadi tenang. Di samping itu, rimpang dan akar lamun dapat menahan dan mengikat sedimen, sehingga dapat menguatkan dan menstabilkan dasar permukaan. Jadi padang lamun yang berfungsi sebagai penjebak sedimen dapat mencegah erosi (Nontji, 1993). Diseluruh dunia diperkirakan terdapat 52 jenis lamun. Dimana di Indonesia ditemukan sekitar 15 jenis yang termasuk dalam 2 famili yaitu Hidrocharitaceae dan potamogetonaceae. Lamun pada umumnya memiliki kandungan senyawa aktif yang berbeda, tergantung dari morfologi setiap jenis lamun dan kandungan senyawa yang dimilikinya. Berikut ini adalah jenis lamun beserta kandungan senyawa aktif yang
bersifat sebagai
antibakteri : a) Enhalus acoroides Enhalus acoroide mempunyai daun rimpang yang tebal, panjang dan lebar sehingga cenderung memiliki kandungan senyawa aktif yang bersifat sebagai antibakteri. Kandungan senyawa yang bersifat sebagai antibakteri yaitu flavonoid, fenol, tannin, steroid dan saponin yang terdapat pada semua bagian lamun (Ali et al., 2012). Ekstrak Enhalus acoroide bersifat
antibakteri
11
terhadap
bakteri
Vibrio
harveyii,
Pseudomonas aeruginosa, Bacillus subtilis, Staphylococcus aureus, Aeromonas hydrophila ( Arlyza. 2008).
Gambar 2. Enhalus acoroide
b) Halophila ovalis Halophila ovalis mempunyai daun kecil yang memiliki banyak urat daun (cross veins). Selain dari bentuk morfologi lamun Halophila ovalis juga mempunyai kandungan senyawa yang bersifat sebagai antibakteri yaitu alkaloid, flavonoid, saponin, steroid, phenol dan tanin yang terdapat pada semua bagian lamun (Ravikumar et.al., 2008).
Gambar 3. Halophila ovalis
12
c) Cymodocea rotundata Cymodocea rotundata mempunyai akar rimpang, berwarna coklat muda dan putih pada bagian tunasnya, berbuku-buku. Daun berbentuk pita, tepi daun rata dan ujungnya tumpul. Cymodocea rotundata mempunyai senyawa yang bersifat sebagai antibakteri yaitu alkaloid, flavonoid, phenol, steroid dan tannin (Anwariyah, 2011).
Gambar 4. Cymodocea rotundata
d) Halodule uninervis Halodule uninervis mempunyai akar yang serabut dengan rizhoma yang memiliki potensi yang mengandung senyawa steroid yang mampu bersifat sebagai antibakteri (Wisespongpand et al., 2005).
Gambar 5. Halodule uninervis
13
e) Thalassia hemprichii Thalassia hemprichii mengandung empat komponen aktif yaitu triterpenoid, flavonoid
dan fenol hidrokoinon yang bersifat sebagai
antibakteri selain itu pada jenis Thalassia hemprichii juga ditemukan senyawa steroid yang bersifat sebagai antioksidan (Ravikumar et al., 2008).
Gambar 6. Thalassia hemprichii
14
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Bahan alam laut merupakan hasil metabolisme suatu organisme yang hidup di laut berupa metabolit primer maupun metabolit sekunder. 2. Tumbuhan laut yang dapat digunakan pada bidang farmasi adalah alga dan lamun. B. Saran
Diharapkan potensi bahan alam yang ada di laut terus dikaji dan dikembangkan melalui penelitian khususnya dalam bidang farmasi.
15
DAFTAR PUSTAKA
Ali M.S, Ravikumar, S., and Beula. J.M, 2012. Bioactivity of seagrass against the dengue fever mosquito Aedes aegypti larvae . Asian Pacific Journal of Tropical Biomedicine (2012)1-5. Anonim. 2011. Bioteknologi Makro Alga Laut, Budidaya dan Pemanfaatannya . (Online), Diakses tanggal 14 April 2015. Anwariah, S., 2011. Kandungan Fenol, Komponen Fitokimia dan Aktivitas Antioksidan Lamun Cymodocea rotundata. Skripsi. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor. Arlyza, I.S., 2008. Ekstrak Lamun Sebagai Sumber Alternatif Antibakteri Penghambat Bakteri Pembentuk Biofilm. Oseanologi dan Limnologi di Indonesia (2008) 34 (2):223 – 241. Bachtiar, Subchan Tusuf., Wahju Tjahjaningsih dan Nanik Sia nita. 2012. Pengaruh Ekstrak Alga Coklat (Sargassum sp.) Terhadap Pertumbuhan Bakteri Eschechia coli. Journal of Marine and Coastal Science, 1(1): 53 – 60. Chapman, V.J., D J Chapman. 1980. Seaweeds and Their Uses. Chapman and Hall. New York. Dahuri, R, Rais, J. Ginting Putra. S., And Sitepu. MJ., 2003. Pengelolaan Sumber Daya Wilayah Pesisir dan Lautan Secara Terpadu. PT Pradya Paramita. Jakarta. Dali, Seniwati., Hasnah Natsir, Hanapi Usman Dan Ahyar Ahmad. 2011. Bioaktivitas Antibakteri Fraksi Protein Alga Merah Gelidium Amansii Dari Perairan Cikoang Kabupaten Takalar Sulawesi Selatan. Program Studi Kimia Fak. Mipa Universitas Hasanuddin, Makassar. Den Hartog, C., 1970. Seagrass of the world. North-Holland Publ.Co., Amsterdam Effendi, Hefni. 2010. Menguak Potensi Kimia Bahan Alam dari Laut. (Online), http://www.antaranews.com/berita/228845/menguak-potensi-kimia-bahanalam-dari-laut. Diakses tanggal 13 April 2015.
16
Fadillah, Sakinah Nur., Abdul Rauf Patong, Ahyar Ahmad. 2014. Isolasi Senyawa Polisakarida Dan Ekstrak Intraseluler Dari Alga Emas Nitzschia Sp. Sebagai Antijamur Dan Antioksidan. Jurusan Kimia Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Hasanuddin Makassar. Kadi. 2008. Beberapa Catatan Kehadiran Marga Sargassum Di Perairan Indonesia.(Online), www.rumputlaut.org. Diakses tanggal 13 April 2015. Lessy, Armianty., Darus S. Paransa dan Grevo Gerung. 2013. Uji Aktivitas Antikoagulan Pada Sel Darah Manusia dari Ekstrak Alga Coklat Turbinaria Ornata . Jurnal Pesisir Dan Laut Tropis Volume 2 Nomor . Nontji, 1993. Laut Nusantara. Penerbit Djambatan. Jakarta. Peng JY, Jian PW, Chou F, Wang JH. 2011. Fukoxanthin, a Marine Carotenoid Present in Brown Seweeds and Diatoms : Metabolism and Bioactivities Relevant to Human Health. Mar. Drugs, 9, 1806-1828. Puspaananda, Hannie. 2012. Isolasi Mikroalga Tharaustochytrids Penghasil Asamdokosaheksanoat (DHA). Skripsi Farmasi Universitas Indonesia. Rahayu, P dan Winiati. 2000. Aktivitas Mikroba. Bumbu Masakan Tradisional Hasil Olahan Industri Terhadap Bakteri Patogen dan Perusak . Vol 11(2). Buletin Teknologi dan Industri Pangan. Bandung. Ravikumar, S., Thajuddin, N, P. Suganthi, S. Jacob Inbaneson and Vinodkumar. 2008. Bioactive potential of seagrass bacterial against human bacteripathogens. Journal of Environmental Biology 31 387-389. Sastry and Rao. 1994. Antibacterial Substance From Marine Algae. Successive Extraction Using Benzene, Chloroform and Methanol . Department of Biochemistry, Institute of Medical Science, Banaras Hindu University. India. Wisesspongpand, P., Srisimbat, T., Patarajinda, S., Ar yuttaka, C., 2005. Screening of seagrass extracts for antimicrobial activities. Proceedings of 43rd Kasetsart University Annual Confrence, Thailand. Wikanta T, Bui Khoing, dan Tamat SR. Isolasi dan Identifikasi Senyawa Sitotoksik dari Alga Merah Rhodymenia palmate (Linnaeus) Greville. JPPBKP.
17