INSTITUSI SOSIAL MAKALAH
Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Struktur Sosial Dosen : Engkos Koswara, M.Ag
Disusun Oleh : Trisna Nurdiaman
1138030215
Veramila Agustina
1138030113
Tita Nurmalasari Nurmalasari
1138030225
JURUSAN SOSIOLOGI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN GUNUNG DJATI BANDUNG 2014
MAKALAH INSTITUSI SOSIAL
A. Pengertian Institusi Sosial
Secara etimologi, istilah institusi sosial berasal dari bahasa Inggris yaitu “ social institution”. Belum ada kesepakatam mengenai istilah indonesia yang tepat untuk menterjemahkan istilah social institution. Soerjono Soekanto menyebut istilah institusi sosial dengan lembaga sosial atau lembaga kemasyarakatan. Ia mendefinisikan lembaga sosial atau lembaga kemasyarakatan sebagai himpunan norma-norma segala tingkatan yang berkisar pada suatu kebutuhan pokok di dalam masyarakat. 1 Sementara Koentjaraningrat menyebut institusi sosial dengan istilah pranata sosial. Pranata sosial adalah suatu sistem norma khusus menata suatu rangkaian tindakan berpola mantap guna memenuhi suatu keperluan khusus dari manusia dalam kehidupan masyarakat. 2 Menurut Leopold von Wiese dan Howard Becker lemabaga kemasyarakatan adalah proses hubungan antarmanusia dan antar kelompok manusia yang berfungsi untuk memelihara hubungan tersebut serta pola-polanya, sesuai dengan kepentingan-kepentingan manusia dan kelompoknya. Menurut Robert Maclver dan Charles H. Page mendefinisikan lembaga kemasyarakatan sebagai tata cara atau prosedur yang telah diciptakan untuk mengatur hubungan antar manusia yang berkelompok dalam suatu kelompok kemasyarakatan (asosiasi). Manurut Sumner, lembaga kemasyarakatan adalah perbuatan, cita-cita, sikap dan perlengkapan kebudayaan, bersifat kekal serta bertujuan untuk memenuhi kebutuhankebutuhan masyarakat. Berdasarkan definisi tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa institusi sosial adalah seperangakat norma yang sistemis dalam masyarakat mengenai aktivitas tertentu dalam rangka memenuhi kebutuhan pokok manusia.
B. Fungsi Institusi Sosial
Ada banyak pendapat para ahli sosiologi dan antropologi mengenai fungsi dari institusi sosial. Menurut Karl Marx fungsi dari institusi sosial adalah untuk mempertahankan kekuatan kelas dominan. Hal yang hapir senada juga dinyatakan oleh mazhab teori konflik yang
1
Soerjono Soekanto. Sosiologi Suatu Pengantar . Jakarta: Rajawali Pers, 2012, hlm. 172
2
Koentjaraningrat. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: Rineka Cipta, 2009, hlm. 133
1
menyatakan bahwa institusi sosial berfungsi untuk memperkuat ketidaksetaraan dan menjunjung tinggi kekuatan dominan. Menurut Soerjono Soekanto, 3 pada dasarnya institusi sosial berfungsi untuk memenuhi kebutuhan pokok manusia, yaitu: 1. Memberikan pedoman pada anggota masyarakat, bagaimana mereka harus bertingkah laku atau bersikap dalam menghadapi masalah-masalah dalam mas yarakat, terutama yang menyangkut kebutuhan-kebutuhan; 2. Menjaga keutuhan masyarakat; 3. Memberikan pegangan kepada masyarakat untuk mengadakan sistem pengendalian sosial ( social control ). Artinya, sistem pengawasan masyarakat terhadap tingkah laku anggota-anggotanya.
Menurut para sarjana4 seperti J.L. Gilin dan J.P. Gilin (dalam buku cultural sociology) dan S.F. Nadel (dalam bukunya The foundation of Social Antropology ) fungsi dari institusi sosial adalah : 1. Domestic institutions, berfungsi untuk memenuhi keperluan kehidupan kekerabatan. Contohnya seperti perkawinan, tolong-menolong antar kerabat, sistem istilah kekerabatan dan sebagainya. 2. Economic instotutions, berfungsi untuk memenuhi keperluan manusia untuk mata pencaharian hidup, memproduksi, menimbun, menyimpan, mendistribusikan hasil produksi dan harta. Contohnya seperti pertanian, peternakan, pemburuan, feodalisme, industri, barter, koperasi penjualan, penggudangan, perbankan dan sebagainya. 3. Educational Institutions, berfungsi untuk memenuhi keperluan penerangan dan pendidikan manusia supaya menjadi anggota masyarakat yang berguna. Contohnya adalah pendidikan rakyat, pendidikan menengah, pendidikan tinggi, pemeberantasan buta huruf, pendidikan keamanan, pers, perpustakaan umum dan sebagainya. 4. Scientific Institutions, berfungsi untuk memenuhi kebutuhan ilmiah manusia, menyelami alam semesta sekelilingnya. Contoh: metodologi ilmiah, penelitian, pendidikan iliah dan sebagainya. 5. Aesthetic and recreational institutions,
berfungsi untuk memenuhi keperluan
manusia dalam mengahayati rasa keindahan dan untuk reksreasi. Contohnya : seni rupa, seni suara, seni gerak, seni drama, kesus asteraan, olah raga dan sebagainya. 3
4
Soerjono Soekanto, Op.Cit , hlm. 173 Koentjaraningrat, Op.cit.,hlm. 135-136
2
6. Religious institutions, berfungsi untuk memenuhi kebutuhan manusia untuk berhubungan dan berbakti kepada Tuhan atau alam gaib. Contohnya seperti agama, ilmu gaib dan lain-lain. 7. Political institutions, berfungsi untuk memenuhi kebutuhan manusia untuk mengatur dan mengolah keseimbangan kekuasaan dalam kehidupan masyarakat. Contohnya seperti pemerintahan, demokrasi, kepartaian dan lain-lain. 8. Somatic institution, berfungsi untuk memenuhi keperluan fisik dan kenyamanan hidup manusia.. Contohnya seperti kedokteran, pemelihara kesehatan dan lain-lain
C. Tipe-tipe Institusi sosial
Tipe-tipe lembaga kemasyarakatan dapat diklasifikasikan dari berbagai sudut pandang, seperti halnya menurut J.L. Gilin dan J.P. Gilin dalam bukunya cultural sociology yang mengklasifikasikan institusi sosial sebagai berikut: 1. Dari sudut perkembangannya, cresive institution dan enacted institution. Cresive institution merupakan lembaga sosial yang tumbuh secara tidak disengaja seperti lembaga perkawina dan lembaga sosial agama. Sementara enacted instituition adalah adalah lembaga kemasyarakatan yang dibentuk secara disengaja dengan tujuan tertentu misalnya seperti lembaga pendidikan dan keamanan. 2. Dari sudut sistem nilai yang diterima masyarakat, basic institution dan subsidiary institution. Basic institution adalah lembaga sosial yang dianggap penting untuk memelihara da mempertahankan tata tertib dalam masyarakat seperti keluarga, sekolah dan negara. Sementara subsidiary institution adalah lembaga kemasyarakatan diangap kurang penting dalam nasyarakat seperti rekreasi. 3. Dari sudut penerimaan masyarakat, social sanctioned institutions dan unsactioned institutions. Social sanctioned institutions adalah lembaga sosia yang diterima oleh masyarakat seperti sekolah. Sedangkan unsactioned institutions adalah lembaga sosial yang tidak diterima oleh masyarakat seperti kelompok penjahat. 4. Dari sudut faktor penyebarannya, general institution dan restricted institution. General institution adalah lembaga kemasyarakatan yang penyebarannya di seluruh dunia sementara restricted institution adalah lembaga kemasyarakatan yang penyebarannya hanya pada masyarakat terttentu saja. 5. Dari sudut fungsinya, Operative institutions dan regulative institutions. Operative institutionsi berfungsi sebagai lembaga yang menghimpun pola-pola atau tata cara yang diperlukan untuk mencapai tujuan lembaga yang bersangkutan misalnya seperti
3
industrialisasi. Sedangkan regulative institutions bertujuan untuk mengawasi adat istiadat tata kelakuan yang tidak menjadi bagian mutlak lembaga itu sendiri. Misalnya seperti lembaga hukum.
D. Proses Pertumbuhan Lembaga Sosial
Norma merupakan sekumpulan aturan dalam suatu masyarakat yang mengikat kepada setiap anggota kelompoknya agar hubungan antarmanusia di dalam masyarakat dapat terlaksana sesuai dengan harapan. Sehingga tercipta keselarasan dalam melakukan hubungan interaksi sosial. Pada awalnya norma terbentuk secara tidak sengaja dan tidak disadari, namun seiring dengan perkembangan zaman dan perbedaan keadaan, maka norma dibuat secara sadar dan disengaja. Norma-norma yang tumbuh di dalam masyarakat mempunyai kekuatan mengikat yang berbeda. Norma yang mempunyai kekuatan mengikat yang lemah akan lebih banyak dilanggar. Tetapi norma yang mempunyai kekuatan mengikat yang kuat akan lebih sedikit dilanggar. Dari segi daya mengikatnya, norma dibedakan menjadi 4, yaitu: 1. Cara (usage) Cara (usage) merupakan norma yang menunjuk pada perbuatan terutama dalam hubungan pergaulan antar individu. Cara (usage) merupakan norma yang mempunyai daya mengikat yang paling lemah di banding yang lainnya. Suatu penyimpangan terhadap norma tersebut tidak akan mengakibatkan hukuman berat, melainkan hanya sekedar celaan dari individu yang dihubunginya. Perbuatan yang melanggar norma tersebut tidak lebih hanya sekedar perbuatan yang tidak sopan. 2. Kebiasaan ( folkways) Kebiasaan ( folkways) merupakan suatu perbuatan yang diulang-ulang dalam bentuk sama di dalam pergaulan masyarakat. pengulangan perbuatan tersebut menandai bahwa kebiasaan tersebut disukai banyak orang. 3. Tata kelakuan (mores) Tatakelakuan (mores) merupakan suatu kebiasaan yang tidak semata-mata dianggap sebagai cara perilaku saja, tetapi telah diterima sebagai norma pengatur, kebiasaan tersebut menjadi tata kelakuan. Tata kelakuan mencerminkan sifat-sifat yang hidup dari kelompok manusia yang dilaksanakan sebagai alat pengawas secara sadar maupun tidak sadar oleh masyarakat terhadap anggota-anggotanya. 5 Di satu sisi, tata
5
Soerjono Soekanto, op.cit., hlm. 175
4
kelakuan memaksakan suatu perbuatan, namun di sisi yang lain tata kelakuan melarang suatu perbuatan. Dengan demikian, tata kelakuan merupakan alat agar anggota masyarakat menyesuaikan perbuatannya sesuai dengan nilai dan norma yang berlaku. Tata kelakuan dalam suatu masyarakat sangat penting sekali, karena : a) Tata kelakuan
memberikan batasan pada perilaku individu. Tata kelakuan
merupakan alat yang memerintahkan sekaligus melarang seorang anggota masyarakat melakukan perbuatan. b) Mengidentifikasi individu dengan kelompoknya. Tata kelakuan memaksa individu agar menyesuaikan dengan norma yang berlaku, di lain pihak mengusahakan agar masyarakat menerima seseorang agar masyarakat menerima seseorang karena kesanggupannya untuk menyesuaikan diri. Contohnya pada perilaku menyimpang, masyarakat akan menghukum orang tersebut mereka menyesuaikan tindakantindakannya. Sebaliknya di sisi yang lain, seseorang akan diberikan tanda terimakasih atas keteladanannya. c) Menjaga solidaritas antar anggota masyarakat . Tata kelakuan menjaga keutuhan dan kerja sama antar anggota masyarakat. Seperti halnya pola hubungan antara pria dan wanita yang diatur oleh tata kelakuan, yaitu pernikahan. Pada akhirnya, tata kelakuan yang kekal serta kuat integrasinyadengan pola perilaku masyarakat dapat meningkat kekuatan mengikatnya menjadi custom atau adat istiadat.6 4. Adat istiadat (custom) Adat Istiadat merupakan tata kelakuan yang berintegrasi secara kuat dengan pola pola perilaku masyarakat dapat meningkat menjadi adat istiadat. Anggota masyarakat yang melanggar adat istiadat akan dikenai sanksi tegas. Contohnya seperti hukum adat masyarakat Lampung melarang adanya perceraian antara suami dan isteri. Hal tersebut dilarang karena mencemarkan nama keluarga dan seluruh suku. Biasanya yang melanggar pelanggaran tersebut dikeluarkan dari masyarakat. Suatu perkawinan dinilai sebagai kehidupan bersama yang sifatnya abadi dan hanya dapat terputus apabila salah satu telah meninggal. Norma-norma masyarakat tersebut kemudian akan mengalami proses pelembagaan (institutionalization), yaitu suatu proses yang dilewatkan oleh suatun norma yang baru untuk menjadi bagian dari salah satu lembaga kemasyarakatan. Suatu norma tertentu dikatakan
6
Soerjono Soekanto, Op.Cit ., hlm. 176
5
telah melembaga apabila norma tersebut telah diketahui, dipahami, ditaati dan dihargai. Lembaga kemasyarakatan dianggap sebagai peraturan apabila norma tersebut membatasi serta mengatur perilaku orang-orang. Lembaga kemasyarakatan dianggap sunguh-sungguh apabila norma-normanya membatu pelaksanaan pola-pola kemasyarakatan. Setelah menagalami proses pelembagaan, maka tahap selanjutnya norma masyarakat tersebut akan menjadi Internalized , yaitu proses perkembangan dimana anggota masyarakat dengan sendirinya ingin berprilaku sejalan dengan norma ang berlaku. Proses ini sering juga disebut dengan proses mendarah daging.
E. Ciri-ciri Umum Institusi Sosial
Menurut J.L Gillin dan J.P. Gillin lembaga kemasyarakatan mempunyai ciri umum, yaitu: 1. Suatu lembaga kemasyarakatan adalah suatu organisasi pola-pola pemikiran dan pola perilaku yang terwujud melalui aktivitas-aktivitas kemasyarakatan dan hasil-hasilnya; 2. Memiliki suatu tingkat kekekalan tertentu; 3. Mempunyai tujuan tertentu; 4. Mempunyai alat perlengkapan tertentu dalam rangka untuk digunakan dalam proses pencapaian tujuan; 5. Memiliki lambang tertentu sebagai ciri khas; 6. Mempunyai suatu tradisi tertentu baik tertulis maupun tidak tertulis.
F. Institusi Sosial sebagai Sistem Pengendalian Sosial ( social
) contr ol
Di dalam kehidupan sehari-hari, sistem pengendalian social (social control) sering kali diartikan sebagai pengawasan oleh masyarakat terhadap jalannya pemerintahan, khususnya pemerintah beserta aparaturnya. Arti sesungguhnya pengendalian social jauh lebih luas, karena pada pengertian tersebut segala proses, baik yang direncanakan maupun tidak, yang bersifat mendidik, mengajak, bahkan memaksa warga-warga masyarakat mematuhi kaidah-kaidah dan nilai social yang berlaku.
7
1. Joseph S. Roucek : Lembaga pengendalian sosial adalah segala proses, baik yang direncanakan maupun tidak, yang bersifat mendidik, mengajak atau bahkan memaksa
7
Joseph S. Roucek Dan Associates, Social Control, (Toronto-New York-London:D. Van Nostrand Company, Inc., 1951) , Hlm. 3.
6
warga – warga masyarakat agar mematuhi kaidah – kaidah dan nilai – nilai sosial yang berlaku. 2.
Peter L. Berger : Lembaga pengendalian sosial adalah berbagai cara yang digunakan masyarakat untuk menertibkan anggota – anggotanya yang membangkang.
3. John J. Macionis : Lembaga pengendalian sosial adalah berbagai sarana untuk mendorong warga masyarakat agar bersedia mematuhi norma – norma yang berlaku. 4. Craig Calhoun, Donald Light, dan Suzanne Keller : Lembaga pengendalian sosial adalah segala usaha dari kelompok atau masyarakat untuk mengatur perilaku anggotanya agar sesuai dengan norma – norma yang berlaku. Jadi pengendalian social dapat dilakukan oleh individu terhadap individu lainnya, atau mungkin dilakukan oleh individu terhadap suatu kelompok social. Itu semuanya merupakan proses pengendalian social yang dapat terjadi dalam kehidupan sehari-hari, walau seringkali manusia tidak menyadari. 8 dari sudut sifatnya dapatlah dikatakan bahwa pengendalian social dapat bersifat preventif atau represif,9atau bahkan kedua-duanya. Pengendalian sisoal dapat di fahami dalam berbagai dimensi antara lain :
Berdasarkan caranya
a. Cara Persuasif Cara persuasif merupakan upaya pengendalian sosial yang dilakukan dengan menekankan pada tindakan yang sifatnya mengajak atau membimbing warga masyarakat agar bersedia bertindak sesuai dengan norma yang berlaku. Cara persuasif cenderung menekankan pada upaya penyadaran msyarakat. Contoh, sejumlah artis membagikan bunga sebagai ajakan untuk mewujudkan perdamaian ; seorang guru Bimbingan dan Penyuluhan (BP) menegur dan menasihati seorang siswa yang tertangkap basah merokok di sekolah. b. Cara Koersif Cara koersif merupakan upaya pengendalian sosial yang dilakuan dengan menekankan pada tindakan yang sifatnya memaksa warga masyarakat agar bersedia ber tindak sesuai dengan norma yang berlaku. Cara koersif cenderung menekankan pada berbagai upaya pemaksaan masyarakat. Upaya ini semestinya digunakan seminimal mungkin, yaitu bila upaya persuasif tidak memberikan hasil. Contoh, petugas ketertiban kota memerintahkan dengan pengeras suara agar semua PKL tidak berdagang di tempat yang dilarang ( tekanan), namun kemudian petugas ketetiban kota mengangkut lapak yang digunakan para pedagang
8 9
Soerjono soekanto, pengantar sosiologi hukum, (Jakarta:bharata, 1973), hlm. 138. Ibid, hlm. 319.
7
kaki lima yang berdagang di tempat – tempat terlarang. Hal itu dilakukan karena peringatan yang telah diberikan beberapa kali tidak di indahkan.
Berdasarkan sifatnya
a. Upaya preventif Upaya ini merupakan suatu usaha pencegahan terhadap terjadinya gangguangangguan pada keserasian antara kepastian dengan keadilan. Sementara itu usaha preventif bertujuan untuk mengembalikan keserasian yang pernah mengalami gangguan. Upaya yang sebaiknya diterapkan tersebut paling tidak juga tergantung pada factor terhadap siapa pengendalian social tadi hendak diberlakukan dan dalam keadaan yang bagaimana. Betapa tenteram dan tenangnya suatu masyarakat pasti akan dapat dijumpai warga-warga yang melakukan tindakan-tindakan menyimpang. Terhadap mereka itu kadang-kadang diperlukan paksaan agar tidak terjadi kegoncangan-kegoncangan pada ketenteraman yang telah ada.
10
b. Upaya represif Upaya represif adalah berbagai upaya pengendalian sosial yang dilakukan untuk mengembalikan kedamaian dan ketertiban masyarakat yang pernah terganggu. Upaya – upaya represif dilakukan dalam bentuk pemberian sanksi kepada warga masyarakat yang menyimpang atau melanggar norma yang berlaku.Contoh: penjatuhan pidana penjara kepada pelaku korupsi.
Berdasarkan pelaku dan sasaran (subjek dan objek) Sedangkan, bila dilihat berdasarkan jumlah pelaku dan sasaran yang dituju, upaya
pengendalian sosial terdiri atas beberapa hal berikut ini. 1. Pengendalian sosial yang dilakukan oleh individu terhadap individu lainnya. Contoh, seorang guru memperingatkan seorang siswa yang kedapatan membolos. 2. Pengendalian sosial yang dilakukan oleh individu terhadap kelompok. Contoh, seorang polisi memperingatkansekolompok remaja yang tidak menggunakan helm ketika mengendarai sepeda motor di jalan raya. 3. Pengendalian sosial yang dilakukan oleh kelompok terhadap individu. Contoh, beberapa orang polisi yang memperingatkan seorang sopir agar tidak menjalankan kendaraannya melebihi batas kecepatan yang diperkenankan.
Selo soemardjan, peran ilmu-ilmu social di dalam pembangunan, pidato ilmiah pada dies natalis universitas Indonesia yang ke XXII, J akarta, 1972. 10
8
4. Pengendalian sosial yang dilakukan oleh kelompok terhadap kelompok lain. Contoh, penyuluhan yang dilakukan oleh sejumlah rerlawan kepada para siswa agar menghindarkan diri dari pengendaraan dan pemakaian narkoba. a) Conformity dan deviation Conformity berarti proses penyesuaian diri dengan
masyarakat dengan cara
mengindahkan kaidah-kaidah dan nilai-nilai masyarakat. Sebaliknya, deviation adalah penyimpangan terhadap kaidah dan nilai-nilai dalam masyarakat. Diadakannya kaidah-kaidah serta lain-lain peraturan di dalam masyarakat adalah dengan maksud supaya ada conformity warga masyarakat terhadap nilai-nilai yang berlaku di dalam masyarakatyang bersangkutan. Dalam masyarakat yang homogeny dan tradisional, comformity warga masyarakat cenderung kuat. Misalnya di desa-desa terpencil, dimana tradisi dipelihara dan dipertahankan dengan kuat, warga masyarakat desa tersebut tidak mempunyai pilihan lain kecuali mengadakan comformity terhadap kaidah-kaidah serta nilai yang berlaku. Penyimpangan sedikit saja akan mengakibatkan celaan-celaan yang cepat menjalar kemana-mana.
11
Untuk mengkaji deviation, telah banyak teori yang dikembangkan oleh ahli-ahli ilmu social. Dari sekian banyak teori, hanya akan dikemukakan suatu teori yang dikembangkan oleh Robert K. merton. Sosiolog ini meninjau penyimpangan (deviasi) dari sudut struktur social dan budaya.
12
menurut merton, diantara segenap unsure social dan budaya, terdapat
dua unsure terpenting yaitu, kerangka aspirasi dan unsure-unsur yang mengatur segala kegiatan untuk mencapai aspirasi tersebut. dengan akata lain ada nilai-nilai social budaya yang merupakan rangkaian konsepi-konsepsi abstrak yang hidup di dalam pikiran bagian terbesar warga masyarakat tentang apa yang dianggap baik dan apa yang dianggap buruk. Nilai-nilai social budaya tadi berfungsi sebagai pedoman dan pendorong perilaku manusia di dalam hidupnya. 13 Apabila terjadi ketidak serasian antara aspirasi dengan saluransaluran yang tujuannya untuk mencapai cita-cita tersebut, maka terjadilah perilaku menyimpang atau deviation behavior. Pudarnya pegangan paa kaidah-kaidah menimbulkan keadaan yang tidak stabil dan keadaan tanpa akidah yang oleh emile Durkheim dinamakan anomie. 14 b) Jenis – Jenis Lembaga Pengendalian sosial 11
Margaret Mead Dengan Bukunya Yang Berjudul Sex An Temperament In Three Primitive Societies. Robert K. Merton, Social Theory And Social Structure, (New York: The Free Press, 1967), Hlm. 131 Dan Seterusnya 13 Koentjara Ningrat, Rintangan-Rintangan Mental Dalam Pembangunan Ekonomi Di Indonesia, Terbitan Tak Berkala Seri No:1/2 Lembaga Research Kebuayaan National, Jakarta, 1969, Hlm. 19 Dan Seterusnya 14 Robert K. Merton, Op, Cit, Hlm.135. 12
9
Ada berbagai jenis lembaga pengendalian sosial yang berfungsi untuk mencegah dan mengatasi perilaku menyimpang. Lembaga pendidikan sosial tersebut meliputi gosip, teguran, hukuman, pendidikan, dan agama. Berikut keteranga ringkas mengenai keenam jenis lembaga pengendalian sosial tersebut. 1. Gossip Gossip juga sering disebut dengan desas-desus. Gossip biasanya menyebar tanpa diketahui benar atau tidaknya kabar tersebut. Biasanya gossip menyebar dengan sangat cepat lewat mulut ke mulut, namun berita dari gossip biasanya masih diragukan kebenarannya karena tidak jelas sumbernya. Pada umumnya, orang tidak senang bila menjadi sasaran gosip. Sebab, gosip menyebabkan perubahan sikap masyarakat terhadap orang yang menjadi sasaran gosip. Oleh karena itu, orang akan berusaha agar tidak menjadi sasaran gosip. Gosip menjadikan seorang menyadari kesalahannya, lalu berusaha bertindak sesuai norma yang berlaku. Dengan demikian, gosip bisa menjadi salah satu cara pengendalian sosial. 2. Teguran Teguran merupakan suatu peringatan yang diberikan oleh seorang pihak ke pihak lain, teguran bisa berbentuk lisan maupun tulisan. Tujuan dari teguran adalah menyadarkan pihak yang melakukan perilaku menyimpang. Sehingga dengan demikian, diharapkan pihak tersebut tidak akan mengulangi tindakannya. Dalam hubungan – hubungan yang bersifat informal, biasanya teguran dilakukan secara informal pula. Artinya, teguran tersebut tidak mengikuti tata cara atau prosedur tertentu. Akan tetapi, dalam hubungan – hubungan yang bersifat formal, teguran biasanya dilakukan dengan prosedur tertentu. Misalnya, dilakukan teguran secara lisan diindahkan, maka bisa dilanjutkan dengan pemberian sanksi tertentu. 3. Hukuman / Sanksi Hukuman atau sanksi biasanya diberikan kepada seseorang yang jika sudah diberikan teguran tapi masih saja melakukan hal-hal yang dilarang atau melanggar peraturan yang telah dibuat. Hukuman semestinya diberikan sebanding dengan perilaku penyimpangan yang dilakukan. Pemberian hukuman tidak bisa dilakukan oleh sembarang orang. Biasanya, pemberian hukum dilakukan oleh pihak – pihak yang berwenang. Misalnya, dalam konteks kehiupan dikantor, maka pihak berwenang adalah atasan. Dalam konteks kehidupan sosial, pihak yang berwenang memberikan hukuman misalnya polisi atau pengadilan. 4. Pendidikan Pendidikan merupakan lembaga pengendalian social yang sangat penting, karena melalui lembaga pendidikan seseorang dapat mengerti, memahami, bahkan bersedia mematuhi norma-norma yang ada pada masyarakat. Pendidikan tidak hanya berlangsung
10
disekolah. Pendidikan juga berlangsung dalam keluarga dan masyaraka. Demikianlah, keluarga, sekolah, dan masyarakat merupakan agen pendidikan yang penting. Fungsi pendidikan sebagai lembaga pengendalian sosial agar berjalan dengan baik mana kala ada sinergi antara pendidikan yang berlangsung dalam keluarga, sekolah, dan masyarakat. Sebagai contoh, dalam keluarga dan disekolah seorang anak dididik untuk mengasihi sesamanya dan berperilaku santun. Namun demikian, begitu banyak media massa cetak maupun elektronik ( sebagai salah satu agen pendidikan masyarakat) justru menyajikan secara vulgar dan eksesif berbagai bentuk kekerasan dan perilaku seronok. Sehingga, sang anak ataupun orang yang menerima sosialisasi dapat merasa bingung karena dihadapkan dengan dua hal yang bertentangan. Internalisasi yang membingungkan ini bisa membuat orang memilih nilai yang sebenarnya tidak disukai masyarakat. Akibatnya, pengendalian sosial menjadi tidak berfungsi sebagaimana mestinya. Inilah salah satu masalah serius pendidikan dalam kaitannya dengan salah satu fungsinya sebagai lembaga pengendalian sosial. 5. Agama bagi umat yang beragama, agama bukan hanya sebagai lembaga pengendalian sosial yang sangat penting, tapi juga merupakan sebuah pedoman hidup. Agama mengajarkan apa yang baik, yang harus dilakukan. Demikian pula, agama menunjukkan apa yang jahat, yang harus dijauhi. Agama memberikan perintah untuk berbuat baik dan larangan untuk berbuat jahat. Orang yang bersedia mematuhi perintah agama disebut sebagai orang yang bertakwa. 6. Keluarga Keluarga adalah unit satuan masyarakat yang terkecil dan sekaligus merupakan suatu kelompok kecil dalam masyarakat. Tidak dapat dipungkiri bahwa sebenarnya keluarga mempunyai fungsi yang tidak hanya sebatas selaku penerus keturunan saja. 15 Banyak hal-hal mengenai kepribadian yang dapat dituntut dari keluarga, yang pada saat-saat sekarang ini sering dilupakan orang. Keluarga sebagai kelompok pertama yang dikenali individu sangat berpengaruh secara langsung terhadap perkembangan individu sebelum maupun sesudah terjun langsung secara individual di mayarakat.
11
DAFTAR PUSTAKA
Soerjono Soekanto. Sosiologi Suatu Pengantar . Jakarta: Rajawali Pers, 2012 Koentjaraningrat. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: Rineka Cipta, 2009 Henslin, James. Sosiologi dengan Pendekatan Membumi, Jakarta: Erlangga, 2006 Ahmadi, Abu. Ilmu Sosial Dasar, Jakarta: Rineka cipta, 2009
12