LAPORAN RESMI TENSILE TEST
Disusun Oleh : 1. Fondra Luhur K
(6208030001)
2. Andri Andri Praset Prasetyo yo H
(62080 (62080300 30005) 05)
3. Albertus M.A.A.P
(6208030009)
4. Imam Agung E.
(6208030013)
PRODI BANGUNAN KAPAL JURUSAN TEKNIK BANGUNAN KAPAL POLITEKNIK PERKAPALAN NEGERI SURABAYA INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA 2010
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Tuj Tujuan uan 1.1.1
Tujuan Umum
Mahasi Mahasiswa swa dapat dapat melaku melakukan kan penguj pengujian ian tarik tarik (tensile tensile
test )
terhadap suatu
material.
1.1.2 .1.2
Tujua ujuan n Khusu usus
1. Mahasi Mahasisw swaa mampu mampu membua membuatt diagra diagram m tegang tegangan-r an-rega eganga ngan n teknik teknik dan sebenarnya berdasarkan diagram beban-pertambahan panjang yang di dapat dari hasil pengujian.
2. Mahasiswa Mahasiswa mampu menjelaskan, menjelaskan, menganalis menganalisaa sifat-sifat sifat-sifat mekanik mekanik material material yang terdiri dari kekuatan tarik maksimum, kekuatan tarik luluh, reduction of area, elongation dan modulus elastisitas. 1.2
Dasar Teori
Salah satu sifat mekanik yang sangat penting dan dominan dalam suatu perancangan konstruksi dan proses manufaktur adalah kekuatan tarik. Kekuatan tarik suatu bahan di dapat dari hasil uji tarik (tensile tensile
test )
yang dilaksanakan berdasarkan standar pengujian
yang telah baku seperti ASTM, JIS, DIN dan yang lainnya. Untuk melakukan pengujian tarik, di buat spesimen dari material yang akan di uji terlebi terlebih h dahulu dahulu sesuai sesuai standa standart rt yang yang di gunaka gunakan. n. Bentuk Bentuk spesim spesimen en sebaga sebagaima imana na di tunjukkan pada gambar 5.1 sedangkan gambar 5.2 menunjukkan pengambilan spesimen untuk pengujian hasil pengelasan. Pada pengujian tarik, spesimen di beri beban uji aksial yang semakin besar secara kontinyu. Sebagai akibat pembebanan aksial tersebut, spesimen mengalami perubahan panjang. Perubahan beban (P) dan perubahan panjang (
∆ )
akan tercatat pada mesin uji
tarik berupa grafik yang merupakan fungsi beban dan pertambahan atau lebih di kenal sebagai grafik P- ∆ (gambar 5.3).
Gambar 1.1 Pengambilan spesimen untuk pengujian hasil pengelasan
Gambar 1.2 grafik P- ∆ hasil pengujian tarik beberapa logam
Dari gambar 5.3 di atas tampak bahwa sampai titik p, perpanjangan sebanding dengan pertambahan beban. Pada daerah inilah berlaku hukum Hooke, sedangkan titik p merupakan batas berlakunya hukum tersebut. Oleh karena itu titik p disebut juga batas
proporsional. Sedikit di atas titik p terdapat titik e yang merupakan batas elastis di mana bila beban di hilangkan maka belum terjadi pertambahan panjang permanen dan spesimen kembali ke panjang semula. Daerah di bawah titik e di sebut daerah elastis. Sedangkan di atasnya di sebut daerah plastis. Di atas titik e terdapat titik y yang merupakan titik yield (luluh) yakni di mana logam mengalami pertambahan panjang tanpa pertambahan beban yang berar ti. Dengan kata lain titik yield merupakan keadaan di mana spesimen terdeformasi dengan beban minimum. Deformasi yang yang di mulai dari titik y ini bersifat permanen sehingga bila beban di hilangkan masih tersisa deformasi yang berupa pertambahan panjang yang di sebut deformasi plastis. Pada kenyataannya karena perbedaan antara ke tiga titik p, e dan y sangat kecil maka untuk perhitungan teknik seringkali keberadaan ke tiga titik tersebut cukup di wakili dengan titik y saja. Dalam kurva titik y ditunjukkan pada bagian kurva yang mendatar atau beban relatif tetap. Penampakan titik y ini tidak sama untuk semua logam. Pada material yang ulet seperti besi murni dan baja karbon rendah, titik y tampak sangat jelas. Namun pada umumnya penampakan titik y tidak tampak jelas. Untuk kasus seperti ini cara menentukan titik y dengan menggunakan metode offset. Metode offset di lakukan dengan cara menarik garis lurus yang sejajar dengan garis miring pada daerah proporsional dengan jarak 0,2% dari regangan maksimal. Titik y di dapat pada perpotongan garis tersebut dengan kurva P-
∆
(gambar 5.4)
Gambar 1.3 Metode offset untuk menentukan titik yield
Kenaikan beban lebih lanjut akan menyebabkan deformasi yang akan semakin besar pada keseluruhan volume spesimen. Beban maksimum ditunjukkan dengan puncak kurva sampai pada beban maksimum ini, deformasi yang terjadi masih homogen sepanjang spesimen. Pada material yang ulet ( ductile ), setelahnya beban maksimum akan terjadi pengecilan penampang setempat (necking ) , selanjutnya beban turun dan akhirnya spesimen patah. Sedangkan pada material yang getas (brittle ), spesimen akan patah setelah tercapai beban maksimum.
1.2.1 Grafik Tegangan-Regangan Teknik ( σ − σ ) t
t
Hasil pengujian yang berupa grafik atau kurva P − ∆ tersebut sebenarnya belum menunjukkan kekuatan material, tetapi hanya menunjukkan kekuatan spesimen saja. Untuk mendapatkan kekuatan materialnya maka grafik P − ∆
tersebut harus
dikonversikan ke dalam tegangan-regangan teknik (grafik σ − ε ). Grafik σ − ε dibuat t
t
t
t
dengan asumsi luas penampang spesimen konstan selama pengujian. Oleh karena itu penggunaan grafik ini terbatas pada konstruksi yang mana deformasi permanen tidak di perbolehkan terjadi. Berdasarkan asumsi luas penampang konstan tersebut maka persamaan yang di gunakan adalah :
σ t
ε t
= P/Ao ………………………………………………………………………..(5.1)
= ( ∆ Ο ) × 1 0 0Ο
di mana
σ t
=
ο
…………………………………………………………….(5.2)
tegangan teknik (kg/mm 2)
P = tegangan teknik (kg) Ao = luas penampang awal spesimen (mm 2) = regangan teknik (%)
ε t
Ο= '
panjang awal spesimen (mm)
= panjang spesimen setelah patah (mm)
∆ =
pertambahan panjang (mm) '
=
− Ο
Adapun langkah-langkah untuk mengkonversikan kurva P − ∆ ke dalam grafik σ t
− ε adalah sebagai berikut: t
1. Ubahlah kurva P − ∆ menjadi grafik P − ∆ dengan cara menambahkan sumbu tegak sebagai P dan sumbu mendatar sebagai
. ∆
2. Tentukan skala beban (p) dan skala pertambahan panjang ( ∆) pada grafik P − ∆ . Untuk menentukan skala beban bagilah beban maksimal yang didapat dari mesin dengan tinggi kurva maksimal, atau bagilah beban yield (bila ada) dengan tinggi yield pada kurva. Sedangkan untuk menentukan skala pertambahan panjang, bagilah panjang setelah patah dengan panjang pertambahan plastis pada kurva. Panjang pertambahan
plastis
adalah
panjang
pertambahan
total
dikurangi
panjang
pertambahan elastis (pertambahan panjang sampai titik p atau titik y). Dari perhitungan tersebut akan didapatkan data: •
Skala beban (P)
1mm : ........... kN
•
Skala pertambahan panjang ( ∆)
1mm : ........... mm
3. Ambillah 3 titik di daerah elastis, 3 titik di sekitar yield ( termasuk y), 3 titik di sekitar beban maksimal (termasuk u) dan satu titik patah (f). Tentukan besar beban dan pertambahan panjang ke sepuluh titik tersebut berdasarkan skala yang telah dibuat di atas. Untuk membuat tampilan yang baik, terutama pada daerah elastis, tentukan terlebih dahulu kemiringan garis proporsional (α ) dengan memakai persamaan Hooke di bawah ini:
σ
= Ε ⋅ ε ....................................................................................................(5.3)
di mana
σ
= tegangan/ stress (kg/mm 2, MPA,Psi)
Ε =
modulus elastisitas (kg/mm 2,MPA,Psi)
ε = regangan/strain (mm/mm, in/in) Dari persamaan 5.3 di dapatkan : Ε =σ ε
= tg α ………………………………… ………………………..….(5.4) 4. Konversikan kesepuluh beban (P) tersebut ke tegangan teknik
σ t
dengan
menggunakan persamaan 5.1 dan konversikan pertambahan panjangnya ( ∆) ke regangan teknik (ε t ) dengan memakai persamaan 5.2.
5. Buatlah grafik dengan sumbu mendatar
ε t
dan sumbu tegak
σ t
berdasarkan ke
sepuluh titik acuan tersebut. Grafik yang terjadi (gambar 2.4) akan mirip dengan kurva P − ∆ , karena pada dasarnya grafik σ − ε dengan kurva P − ∆ identik, t
t
hanya besaran sumbu-sumbunya yang berbeda.
Gambar 1.4 Grafik σ − ε hasil konversi dari grafik P − ∆ t
t
1.2.2 Grafik Tegangan-Regangan sebenarnya
Grafik tegangan-regangan sebenarnya
( σ − ε ) s
s
( σ − ε ) s
s
dibuat dengan kondisi luas
penampang yang terjadi selama pengujian. Penggunaan grafik ini khususnya pada manufaktur dimana deformasi plastis yang terjadi menjadi perhatian untuk proses pembentukkan. Perbedaan paling menyolok grafik ini dengan dengan grafik σ − ε t
t
terletak pada keadaan kurva setelah titik u (beban ultimate). Pada grafik σ − ε setelah t
t
titik u, kurva akan turun sampai patah di titik f (frakture), sedangkan pada grafik σ − ε s
s
kurva akan terus naik sampai patah di titik f. Kenaikkan tersebut disebabkan tegangan yang terjadi diperhitungkan untuk luas penampang sebenarnya sehingga meskipun beban
turun namun karena tingkat pengecilan penampang lebih besar, maka tegangan yang terjadi juga lebih besar. Adapun langkah-langkah untuk mengkonversikan garfik σ s
σ t
− ε ke dalam grafik t
− ε adalah sebagai berikut: s
1. Ambil kembali kesepuluh titik pada grafik σ − ε yang merupakan konversi dari t
t
grafik P − ∆ . Karena pertambahan luas penampang baru di mulai setelah puncak kurva, maka nilai tegangan dan regangan sebenarnya dari ke delapan titik (titik 1-8) tersebut sama dengan nilai tegangan dan regangan teknik. Sedangkan nilai ke dua titik lainnya (titik 9 dan titik 10) yang berada setelah puncak kurva akan mengalami perubahan. 2. Konversikan nilai tegangan dan regangan teknik ke dua titik tersebut menjadi tegangan dan regangan sebenarnya dengan menggunakan persamaan berikut: σ s
= P
A s ....................................................................................................(5.5)
di mana AS = Luas penampang sebenarnya. Untuk titik ke-10, A 10 adalah luas penampang setelah patah, sedangkan untuk titik ke-9, A9 nilainya antara A0 dengan A10. 3. Buatlah grafik dengan sumbu mendatar ε s dan sumbu tegak σ s berdasarkan ke sepuluh titik acuan tersebut.
Gambar 1.5 Grafik Tegangan dan Regangan sebenarnya
( σ − ε ) s
s
1.2.3. Sifat Mekanik yang di dapat dari uji tarik
1. Tegangan Tarik Yield σ y
= P y
σ y
AΟ ………………….………………………………………………...(5.6)
di mana
σ y
= tegangan yield (kg/mm2)
Py = beban yield (kg) 2. Tegangan Tarik Maksimum/ Ultimate σ u
= P u
(σ ) u
AΟ ………………….………………………………………………...(5.7)
di mana
σ u
= tegangan ultimate (kg/mm2)
pu = beban ultimate (kg) 3. Regangan (ε ) ε
= ( ∆ Ο ) × 1 0 00 0
di mana
ε
.........................................................................................(5,8)
= regangan (%).
∆
= pertambahan panjang (mm)
Ο
= panjang awal spesimen (mm)
Regangan tertinggi menunjukkan nilai keuletan suatu material.
4. Modulus Elastisitas (E) Kalau regangan menunjukkan keuletan, maka modulus elastisitas menunjukkan kekakuan suatu material. Semakin besar nilai E, menandakan semakin kakunya suatu material. Harga E ini di turunkan dari persamaan hukum Hooke sebagaimana telah di uraikan pada persamaan 5.3 dan 5.4. Dari persamaan tersebut juga nampak bahwa kekakuan suatu material relatif terhadap yang lain dapat di amati dari sudut kemiringan (α ) pada garis proporsional. Semakin besar α , semakin kaku material tersebut. 5. Reduksi Penampang/Reduction of Area (R A ) R A=[(A0-A’)/A0]
×
100%
di mana A’ = luas penampang setelah patah (mm 2) Reduksi penampang dapat juga di gunakan untuk menetukan keuletan material. Semakin tinggi nilai R A, semakin ulet material tersebut.
BAB II METODOLOGI II.1. Alat dan Bahan II.1.1Alat
Peralatan-peralatan yang digunakan dalam pengujian ini adalah : a. Mesin uji tarik. b. Kikir. c. Jangka sorong. d. Ragum. e. Penitik. f.
Palu.
II.1.2Bahan
a. Spesimen uji tarik plat. b. Spesimen uji tarik round bar 1. c. Spesimen uji tarik round bar 2. d. Kertas milimeter
II.1.3 LANGKAH-LANGKAH KERJA
1. Menyiapkan Spesimen Ambil spesimen dan jepit pada ragum. • Ambil kikir, dan kikir bekas machining pada spesimen yang memungkinkan menyebabkan salah ukur. • Ulangi langkah di atas untuk seluruh spesimen.. •
2. Pembuatan gauge length •
•
Ambil penitik dan tandai spesimen dengan dua titikan sejuh 50 mm. Posisikan gauge lenght tepat di tengah-tengah spesimen. Ulangi langkah di atas untuk seluruh spesimen.
3. Pengukuran dimensi •
Ambil spesimen dan ukur dimensinya.
•
Catat jenis spesimen dan data pengukurannya pada lembar kerja.
•
Ulangi langkah di atas untuk seluruh spesimen.
4. Pengujian pada mesin uji tarik •
Catat data mesin pada lembar kerja.
•
Ambil kertas milimeter dan pasang pada tempatnya.
•
Ambil spesimen dan letakkan pada tempatnya secara tepat.
•
Setting beban dan pencatat grafik pada mesin tarik.
•
Berikan beban secara kontinyu sampai spesimen patah.
•
Amati dan catat besarnya beban pada saat yield, ultimate dan patah
sebagaimana yang tampak pada monitor beban. •
Setelah patah, ambil spesimen dan ukur panjang dan luasan penampang yang
patah •
Ulangi langkah di atas untuk seluruh spesimen.
BAB III ANALISA DAN KESIMPULAN III.1. Data yang Diperoleh
III.1 Analisis hasil pengujian III Spesimen 1 ( Plat ).
Skala beban = Beban maksimum dari mesin uji tarik Tinggi kurva Maksimum = 58.82 kN 117 mm 1 mm = 0.502 kN/mm Skala Δl
= Panjang setelah patah spesimen Pertambahan panjang plastis pada kurva
= 18.9 mm / 80.1 mm 1 mm = 0.24 mm/mm Tabel 5.1 Hasil Pengujian Tarik Spesimen Plat 1
No
x
y
skal aX
Skal aY
0
0
0
0.24
0.50
1
3
9
0.24
0.50
2
7
20
0.24
0.50
3
11
45
0.24
0.50
4
13
65
0.24
0.50
5
16
81
0.24
0.50
6
24
100
0.24
0.50
7
30
110
0.24
0.50
8
47
118
0.24
0.50
9
62
105
0.24
0.50
10
66
85
0.24
0.50
A0
L0
P
Δl
A1
(mm2)
(mm)
(kN)
(mm)
(mm)
114. 68 114. 68 114. 68 114. 68 114. 68 114. 68 114. 68 114. 68 114. 68 114. 68 114. 68
61.2 0 61.2 0 61.2 0 61.2 0 61.2 0 61.2 0 61.2 0 61.2 0 61.2 0 61.2 0 61.2 0
0.00
0.00
4.49
0.71
9.97
1.65
22.4 3 32.4 0 40.3 8 49.8 5 54.8 3 58.8 2 52.3 4 42.3 7
2.60 3.07 3.78 5.66 7.08 11.0 9 14.6 3 15.5 7
114. 68 113. 37 111. 67 110. 01 109. 21 108. 02 104. 97 102. 79 97.0 9 80.8 2 55.8 0
σ 0.00 0.04 0.09 0.20 0.28 0.35 0.43 0.48 0.51 0.46 0.37
ε 0.00 % 1.16 % 2.70 % 4.24 % 5.01 % 6.17 % 9.25 % 11.57 % 18.12 % 23.90 % 25.45 %
σs
εs
0.00
0.00
0.04
0.01
0.09
0.03
0.20
0.04
0.30
0.05
0.37
0.06
0.47
0.09
0.53
0.11
0.61
0.17
0.65
0.35
0.76
0.72
PLAT (I) 0.80
) 2 0.70 m m 0.60 / N 0.50 K ( N 0.40 A G 0.30 N A 0.20 G E T 0.10 0.00 0.00%
20.00%
40.00%
σt-εt
60.00%
80.00%
σs-εs
REGANGAN(mm/mm)
Gambar 5.7 Grafik Tegangan Dan Regangan Plat1
Beberapa sifat mekanik yang di dapat dari pengujian tarik pada spesimen uji tarik roud bar 1 adalah sebagai berikut : Tegangan tarik yield σ y
= Py/A0
= 42.60 k N/ 114.68 mm2 = 0,371 kN/mm2 = 371 MPa Tegangan tarik maksimum σ u
= Pu/A0
= 58.82 kN / 114.68 mm2 = 0,512 kN / mm2 = 512 MPa
Regangan maksimum ε
= ( ∆L / Lo ) x100% = (18.90 mm/ 61.20 mm) x 100% = 30.88 % mm / mm
Reduksi penampang R A = (A0 – A’)/A0 x 100% = (114.68 – 101.20) mm / 114.68 mm x 100%
= 11.75 % mm / mm Modulus elastisitas titik ke-3 E = σ /ε = 0.2 kN/mm 2 / 0.04 mm/mm = 5 kN / mm 2 5.5.2. Spesimen 2 ( Round Bar 2). Skala beban = Beban maksimum dari mesin uji tarik Tinggi kurva Maksimum =
66.77 kN 133 mm
= 0.50 kN / mm 1mm = 0.50 kN
skala Δl
= Panjang setelah patah spesimen Pertambahan panjang plastis = 16.55 mm/ 67.2 mm
1 mm = 0.25 mm / mm
Tabel 5.2. Spesimen Round Bar 2 No
x
y
0
0
0
1
3
11
2
16
40
3
21
60
4
25
75
5
29
92
6
47
7
70
8 9 10
10 0 12 6 13 7
11 0 12 9 13 3 12 0 98
skal aX 0.2 5 0.2 5 0.2 5 0.2 5 0.2 5 0.2 5 0.2 5 0.2 5 0.2 5 0.2 5 0.2 5
Ska la Y 0.5 0 0.5 0 0.5 0 0.5 0 0.5 0 0.5 0 0.5 0 0.5 0 0.5 0 0.5 0 0.5 0
A0
L0
P
Δl
A1
(mm )
(mm)
(kN)
(mm)
(mm)
σ
ε
σs
εs
116. 84 116. 84 116. 84 116. 84 116. 84 116. 84 116. 84 116. 84 116. 84 116. 84 116. 84
50.6 5 50.6 5 50.6 5 50.6 5 50.6 5 50.6 5 50.6 5 50.6 5 50.6 5 50.6 5 50.6 5
0.00
0.00
5.52
0.74
116. 84 115. 16 108. 41 106. 01 104. 18 102. 40 95.1 0 87.1 7 78.6 1 70.1 4 55.8 0
0.0 0 0.0 5 0.1 7 0.2 6 0.3 2 0.4 0 0.4 7 0.5 5 0.5 7 0.5 2 0.4 2
0.00 % 1.46 % 7.78 % 10.21 % 12.16 % 14.10 % 22.85 % 34.04 % 48.62 % 61.27 % 66.61 %
0.0 0 0.0 5 0.1 9 0.2 8 0.3 6 0.4 5 0.5 8 0.7 4 0.8 5 0.8 6 0.8 8
0.0 0 0.0 1 0.0 7 0.1 0 0.1 1 0.1 3 0.2 1 0.2 9 0.4 0 0.5 1 0.7 4
2
20.0 8 30.1 2 37.6 5 46.1 9 55.2 2 64.7 6 66.7 7 60.2 4 49.2 0
3.94 5.17 6.16 7.14 11.5 8 17.2 4 24.6 3 31.0 3 33.7 4
Gambar 5.8
ROUNDEDBAR (II) 1.00
) 2 m 0.80 m / N 0.60 K ( N A 0.40 G N A G 0.20 E T 0.00 0.00%
20.00%
40.00% σt-εt
60.00%
80.00%
σs-εs
REGANGAN(mm/ mm)
Grafik Tegangan dan Regangan Spesimen Round Bar 2
Beberapa sifat mekanik dari hasil pengujian specimen uji tarik Round bar 2 adalah sebagai berikut:
Tegangan yield σ y
= Py/A0
= 45.20 kN/ 116.83 mm2 = 0,386 kN/mm 2 = 386 MPa Tegangan maksimum σ u
= Pu/A0
= 66.77 kN / 116.83 mm 2 = 0,571 kN/mm 2 = 571 MPa Regangan maksimum ε
max
= ( ΔL / Lo ) x100%
= (16.55 mm / 50.65 mm) x 100%
= 32.67 % mm/mm
Reduksi penampang R A= (A0 – A’)/A0 x 100% =(116.84 – 103.81 ) mm / 116.84 mm x 100 % = 11.15 % mm / mm
Modulus elastisitas titik ke-3 E = σ /ε = 0.28 kN / 0.10 mm 2 = 2.80 kN/mm 2 5.5.3. Spesimen 3 ( silinder/betoneser ) Skala beban
= Beban maksimum patah dari mesin uji tarik Tinggi kurva maksimum = 59.42 kN 126 mm = 0,47 kN/mm
1 mm = 0,47 kN skala Δl
=
Panjang setelah patah spesimen Pertambahan panjang plastis pada kurva
= 15.5mm / 77.5 mm 1 mm = 0,20 mm/mm
Tabel 5.3 Spesimen 3 ( silinder/betoneser ) skal Skal A0 No x y (mm2) aX aY 109. 0 0 0 0.20 0.47 71 109. 1 1 8 0.20 0.47 71 109. 2 8 29 0.20 0.47 71 109. 3 12 49 0.20 0.47 71 109. 4 15 69 0.20 0.47 71 109. 5 21 82 0.20 0.47 71 109. 6 36 104 0.20 0.47 71
L0
P
Δl
A1
(mm)
(kN)
(mm)
(mm)
0.00
0.00
3.77
0.20
62.0 0 62.0 0 62.0 0 62.0 0 62.0 0 62.0 0 62.0 0
13.6 8 23.1 1 32.5 4 38.6 7 49.0 5
1.60 2.40 3.00 4.20 7.20
109. 71 109. 36 106. 95 105. 62 104. 65 102. 75 98.3 0
σ 0.00 0.03 0.12 0.21 0.30 0.35 0.45
ε 0.00 % 0.32 % 2.58 % 3.87 % 4.84 % 6.77 % 11.61 %
σs
εs
0.00
0.00
0.03
0.00
0.13
0.03
0.22
0.04
0.31
0.05
0.38
0.07
0.50
0.11
7
55
125
0.20
0.47
8
70
126
0.20
0.47
9
76
124
0.20
0.47
10
78
103
0.20
0.47
109. 71 109. 71 109. 71 109. 71
62.0 0 62.0 0 62.0 0 62.0 0
58.9 5 59.4 2 58.4 8 48.5 7
11.0 0 14.0 0 15.2 0 15.6 0
93.1 8 89.5 0 87.6 2 67.8 9
0.54 0.54 0.53 0.44
17.74 % 22.58 % 24.52 % 25.16 %
BETONNESER(III) 0.80
) 0.70 2 m 0.60 m / N 0.50 K ( 0.40 N A G 0.30 N A 0.20 G E T 0.10 0.00 0.00% 10.00% 20.00% 30.00% 40.00% 50.00% 60.00% σt-εt
σs-εs
REGANGAN(mm/mm)
Gambar 5.9 Grafik Tegangan dan Regangan Spesimen Betoneser 1
Beberapa sifat mekanik yang didapat dari pengujian tarik pada specimen Betoneser 1 adalah sebagai berikut :
Tegangan yield σ y
= Py/A0
= 40.04 kN / 109.71 mm 2 = 0,364 kN/mm 2 = 364 MPa
Tegangan maksimum σ u
= Pu/A0
0.63
0.16
0.66
0.20
0.67
0.22
0.72
0.48
= 59.42 kN / 109.71 mm 2 = 0,541 kN/mm 2 = 541 MPa Regangan maksimum ε
max
= ( ΔL / Lo ) x100%
= (15.50 mm / 62 mm) x 100% = 25 % mm/mm
Reduksi penampang R A= (A0 – A’)/A0 x 100% =(109.71 – 96.68 ) mm / 109.71 mm x 100 % = 11.87 % mm / mm
Modulus elastisitas titik ke-3 E = σ /ε = 0.22 kN / 0.04 mm 2 = 5.5 kN/mm 2
5.6 Kesimpulan Dari hasil penghitungan diatas, maka diperoleh data sebagai berikut : Tabel 5.4 Sifat mekanik No Spesimen 1 Plat 1 2 Round Bar 2 3 Silinder
σy(MPa)
σu(MPa)
371
512
386 364
571 541
E(kN/mm2) 5 2.80 5.50
(%)ε (mm/mm) 30.88 32.67 25
(%)R A(mm/mm) 11.75 11.15 11.87
Dari data yang diperoleh di atas dapat disimpulkan bahwa spesimen 2 (Round Bar 2) mempunyai
keuletan paling besar, karena mempunyai regangan
paling besar.
Spesimen yang mempunyai kekakuan paling tinggi adalah spesimen 1 ( Plat 1 ), karena mempunyai nilai Modulus Elastisitas paling tinggi. Sedangkan pada spesimen 3 ( Silinder ) mempunyai nilai getas yang sangat besar karena nilai Reduksi Penampangnya paling tinggi.
5.7 Daftar pustaka 1. Dosen Metallurgi, (1986), Petunjuk Praktikum Logam, Jurusan Teknik Mesin FTI, ITS 2. Haryono, Dr, Ir & T. Okumura, Dr,(1991) Tecnólogi Pengelasan Logam, PT Pradya Paramita, Jakarta 3. M.M. Munir, (2000), Modul Praktek Uji Bahan, Vol 1, Jurusan Teknik Bangunan Kapal, PPNS 4. Prasojo, Budi, ST (2002), Buku Petunjuk Praktek, Jurusan Teknik Permesinan Kapal, PPNS 5. Wachid Superman, Ir,(1987), Diktat Pengetahuan Bahan, Jurusan Teknik Mesin FTI, ITS