LAPORAN PRAKTIKUM SEMI SOLID
"GEL METIL SALISILAT DAN MENTOL"
DOSEN PENGAMPU MATA KULIAH:
Hajar Sugihantoro, MPH, Apt
DISUSUN OLEH :
Kelompok 3 :
Mutholiatul Masyrifah (13670037)
Robihatul Awwaliyah (13670044)
Ubaidillah Abdel B (13670049)
Abdul Syakur Mustofa (13670060)
Tuon Nearimash (13670065)
Farmasi B
JURUSAN FARMASI
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG
2016
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Rematik, pegal linu, nyeri otot dan sendi, merupakan penyakit yang tidak asing dalam kehidupan kita sehari-hari. Penggunaan otot yang berlebihan pada bagian tubuh tertentu dapat menyebabkan cedera otot ringan seperti keletihan otot, dan otot tertarik. Otot tidak kehilangan kekuatannya tetapi terasa nyeri. Keluhan nyeri menyebabkan rasa tidak nyaman pada otot dan tubuh. Hal ini bisa mengganggu aktivitas sehari- hari, dan bisa membuat sulit bergerak (Estuningtyas dan Arif, 2009).
Salah satu cara untuk menghilangkan nyeri otot adalah dengan menggunakan obat nyeri otot topikal atau penghilang rasa sakit pada kulit, obat nyeri otot topikal dapat bereaksi dengan cepat dan dapat menghilangkan rasa sakit segera melalui rangsangannya pada ujung–ujung kulit. Zat aktif yang bisa digunakan untuk mengatasi nyeri otot topikal antara lain adalah metil salisilat dan mentol. Metil salisilat sebagai counter irritant, yaitu penghilang rasa sakit yang disebabkan nyeri visceral (nyeri di organ dalam yang menyebabkan sensasi nyeri di permukaan kulit). Mentol, selain sebagai counter irritant, juga sebagai rubifacient (penghangat). Zat aktif harus diberikan dalam bentuk sediaan, agar tercapai tujuan pengobatan secara aman, mudah, nyaman, dan dapat memberikan efek terapi yang optimal (Tjay dan Rahardja, 2007). Metil salisilat dan mentol dapat dibuat sediaan topikal dalam bentuk emulgel.
Emulgel merupakan salah satu sediaan yang banyak digunakan oleh masyarakat luas, selain karena harganya yang murah juga karena praktis dalam penggunaan yaitu dengan cara dioleskan pada kulit. Emulgel adalah gel dengan cairan berbentuk emulsi, biasanya untuk menghantarkan minyak yang merupakan zat aktif dalam sediaan tersebut, dan mengurangi kesan berminyak dalam aplikasinya (Voigt, 1994). Emulgel dibuat dengan mereaksikan pelarut tertentu dengan bahan pembentuk gel atau gelling agent. Jenis gelling agent biasanya merupakan bahan berbasis polisakarida atau protein (Sulaiman dan Kuswahyuning, 2008).
1.2 Tujuan
Adapun tujuan dari pelaksanaan praktikum ini adalah untuk mengetahui proses pembuatan sediaan gel dan mengetahui parameter uji untuk evaluasi sediaan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Pustaka
2.1.1 Emulgel
Emulgel adalah salah satu sediaan yang banyak digunakan oleh masyarakat luas, selain karena harganya yang murah juga karena praktis dalam penggunaan yaitu dengan cara dioleskan pada kulit. Emulgel merupakan sediaan emulsi yang fase airnya ditingkatkan viskositasnya dengan menambahkan gelling agent. Emulgel merupakan gel dengan cairan berbentuk emulsi, biasanya untuk menghantarkan minyak yang merupakan zat aktif dalam sediaan tersebut, dengan mengurangi kesan berminyak saat diaplikasikan pada kulit untuk tujuan penggunaan lokal (Voigt, 1994).
2.1.2 Emulsi
Emulsi merupakan sediaan yang mengandung dua zat yang tidak tercampur, terdiri dari fase air, dan minyak yang terdispersi menjadi butiran – butiran kecil dalam cairan yang lain. Emulglator merupakan komponen penting dalam pembuatan emulsi. Emulglator bekerja dengan cara membentuk film (lapisan) di sekeliling butir-butir tetesan yang terdispersi, yang berfungsi mencegah terjadinya koalesen dan terpisahnya cairan dispers sebagai fase terpisah (Anief, 2000).
2.1.3 Gel
Gel didefinisikan sebagai suatu sistem setengah padat yang terdiri dari suatu dispersi yang tersusun baik dari partikel anorganik yang kecil atau molekul organik yang besar dan saling diresapi cairan (Ansel, 2008). Berdasarkan jumlah fasenya gel dibedakan menjadi fase tunggal dan fase ganda. Gel fase tunggal dapat dibuat dari bahan pembentuk gel seperti tragakant, Na-Alginat, gelatin, metilselulosa, Na CMC, karbopol, polifinil, alcohol, metilhidroksietil selulosa, hidroksietil selulosa dan polioksietilen-polioksipropilen. Gel fase ganda dibuat dari interaksi garam aluminium yang larut, seperti suatu klorida atau sulfat, dengan larutan ammonia, Na-karbonat, atau bikarbonat (Sulaiman dan Kuswahyuning, 2008).
Berdasarkan bahan pembentuk gel, gel dibedakan menjadi gel anorganik dan gel organik. Gel anorganik biasanya berupa gel fase ganda, misal gel aluminium hidroksida dan bentonit magma. Gel organik biasanya berupa gel fase tunggal dan mengandung polimer sintetik maupun alami sebagai bahan pembentuk gel, seperti karbopol, tragakan dan Na CMC (Sulaiman dan Kuswahyuning, 2008).
2.1.4 Gelling agent
Gelling agent adalah bahan tambahan yang digunakan untuk mengentalkan dan menstabilkan berbagai macam sediaan obat, dan sediaan kosmetik. Beberapa bahan penstabil dan pengental juga termasuk dalam kelompok bahan pembentuk gel. Jenis-jenis bahan pembentuk gel biasanya merupakan bahan berbasis polisakarida atau protein. Contoh dari gelling agent antara lain Na CMC, metil selulosa, asam alginat, sodium alginat, kalium alginat, kalsium alginat, agar, karagenan, locust bean gum, pektin dan gelatin (Raton dkk., 1993). Gelling agent merupakan komponen polimer dengan bobot molekul tinggi yang merupakan gabungan molekul-molekul dan lilitan-lilitan dari molekul polimer yang akan memberikan sifat kental dan gel yang diinginkan. Molekul polimer berikatan melalui ikatan silang membentuk struktur jaringan tiga dimensi dengan molekul pelarut terperangkap dalam jaringan (Clegg, 1995).
Pemilihan gelling agent dalam sediaan farmasi dan kosmetik harus inert, aman, tidak bereaksi dengan komponen lain. Penambahan gelling agent dalam formula perlu dipertimbangkan yaitu tahan selama penyimpanan dan tekanan tube selama pemakaian topikal. Beberapa gel, terutama polisakarida alami peka terhadap penurunan derajat mikrobial. Penambahan bahan pengawet perlu untuk mencegah kontaminasi dan hilangnya karakter gel dalam kaitannya dengan mikrobial (Lieberman dkk., 1996).
2.1.5 Jenis - jenis gelling agent
Menurut Sulaiman dan Kuswahyuning (2008) gelling agent digolongkan menjadi beberapa golongan antara lain:
Golongan protein contohnya: kolagen dan gelatin,
Golongan polisakarida contohnya: alginat, karagen, asam hialuronat, pektin, amilum, tragakan, xantum gum, gellan gum dan guar gum,
Golongan polimer semi sintetik atau turunan selulosa contohnya: karboksimetil selulosa, metil selulosa dan Na CMC,
Golongan polimer sintetik contohnya: polaxomer, polyacrylamid, polyvinyl alkohol dan karbopol,
Golongan anorganik contohnya: aluminium hidroksida, smectite dan bentonit.
2.1.6 Surfaktan
Surfaktan merupakan molekul yang memiliki gugus polar yang suka air (hidrofilik) dan gugus non polar yang suka minyak (lipofilik) sekaligus, sehingga dapat mempersatukan campuran yang terdiri dari minyak dan air. Surfaktan adalah bahan aktif permukaan, yang bekerja menurunkan tegangan permukaan cairan, sifat aktif ini diperoleh dari sifat ganda molekulnya. Bagian polar molekulnya dapat bermuatan positif, negatif ataupun netral, bagian polar mempunyai gugus hidroksil sedangkan bagian non polar biasanya merupakan rantai alkil yang panjang. Surfaktan banyak ditemui di bahan deterjen, kosmetik, farmasi dan tekstil. Surfaktan mempunyai sifat untuk menurunkan tegangan permukaan, sehingga surfaktan dapat digunakan sebagai bahan pembasah (wetting agent), bahan pengemulsi (emulsion agent) dan sebagai bahan pelarut (solubilizing agent). Contoh surfaktan antara lain adalah garam alkil trimethil amonium, garam dialkil-dimethil amonium, garam alkil dimethil benzil amonium, ester gliserin, ester sorbitan, ester sukrosa, polietilena alkil amina, garam olefin, glukamina, dan alkil poliglukosida. Tween 80 merupakan ester sorbitan dengan asam lemak yang mengandung ikatan eter dan oksi etilen (Anief, 2000).
2.1.7 Analgetik
Nyeri adalah perasaan tidak menyenangkan, berkaitan dengan ancaman kerusakan jaringan. Nyeri merupakan suatu perasaan subjektif pribadi, dan ambang toleransi nyeri berbeda- beda bagi setiap orang. Batas nyeri untuk suhu adalah konstan, yaitu 44-450C. Rasa nyeri dalam kebanyakan hal hanya merupakan suatu gejala tentang adanya gangguan di jaringan, seperti peradangan, dan kejang otot. Nyeri yang disebabkan oleh rangsangan mekanis, kimiawi, atau fisis menimbulkan kerusakan pada jaringan, rangsangan tersebut memicu keluarnya mediator nyeri, seperti histamin, bradikin, leukotrien, dan prostaglandin. Semua mediator nyeri merangsang reseptor nyeri di ujung – ujung saraf bebas pada permukaan kulit, mukosa, serta jaringan lain, dan menimbulkan reaksi radang, serta kejang – kejang. Rasa nyeri dapat dihilangkan dengan menggunakan obat penghilang nyeri atau analgetika (Tjay dan Rahardja, 2007).
Analgetika adalah zat – zat yang mengurangi atau menghalau rasa nyeri tanpa menghilangkan kesadaran. Berdasarkan proses terjadinya rasa nyeri dapat dihilangkan dengan beberapa cara, antara lain adalah analgetik perifer, yang bekerja dengan cara merintangi terbentuknya rangsangan pada reseptor nyeri perifer. Analgetik perifer digolongkan menjadi beberapa golongan diantaranya adalah golongan salisilat. Metil salisilat merupakan salah satu golongan salisilat yang mampu meringankan atau menghilangkan rasa nyeri tanpa mempengaruhi sistem syaraf pusat, dan tidak menimbulkan ketagihan. Obat ini digunakan untuk mengatasi nyeri ringan sampai sedang (Tjay dan Rahardja, 2007).
2.1.8 Pembuatan sediaan semi padat
Menurut Sulaiman dan Kuswahyuning (2008) metode pembuatan sediaan semi padat dibedakan menjadi dua yaitu :
Metode pencampuran/incorporation
Bahan obat yang larut dalam air, maka dilarutkan dalam air, sedangkan bahan obat yang larut dalam minyak dilarutkan dalam minyak. Larutan tersebut ditambahkan (incorporated) ke dalam bahan pembawa (vehicle) bagian per bagian sambil diaduk sampai homogen. Bahan obat yang tidak larut (kelarutanya sangat rendah), maka partikel bahan obat harus di perkecil ukuran partikelnya, dan kemudian disuspensikan ke dalam bahan pembawa (vehicle). Tujuan pengecilan ukuran partikel adalah untuk memudahkan dalam mendispersikan dan untuk menjamin homogenitas dari produk yang dihasilkan. Penambahan bahan yang berupa cairan harus memperhatikan sifatsifat sediaannya. Contoh cairan yang bersifat hidrofilik akan sukar ditambahkan ke dalam basis berlemak, kecuali dalam jumlah kecil atau dibantu dengan menggunakan emulgator. Pembuatan sediaan gel harus memperhatikan jumlah bagian yang berupa cairan, sehingga dapat dihasilkan sediaan semipadat dengan konsistensi sesuai yang diharapkan.
Metode peleburan/fusion
Metode peleburan dilakukan dengan meleburkan/memanaskan semua atau beberapa komponen dari formula, kemudian basis atau komponen lain yang berbentuk cair dicampurkan ke dalam basis sambil didinginkan dan terus diaduk. Apabila terdapat komponen yang mudah menguap, tidak tahan
pemanasan dan komponen yang volatil, maka komponen tersebut ditambahkan pada saat campuran komponen yang dileburkan setelah mencapai suhu yang cukup rendah atau suhu kamar. Metode peleburan digunakan bila basis berupa material padat, yang untuk pencampurannya harus dilebur terlebih dahulu. Semua bahan dan obat yang tahan pemanasan dapat dilebur bersama, kemudian ditambahkan komponen lain yang tidak dilebur dan diaduk sampai homogen dan mencapai suhu kamar.
2.2 Monografi Bahan
a. Metil salisilat
Metil salisilat diperoleh secara sintetik atau dengan cara maserasi dan penyulingan uap daun Gautheria procumbens Linne, familia Ericaceae atau dari kulit Betula lenta Linne famili Betulaceae. Struktur molekul dari Metil salisilat dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Struktur Molekul Metil Salisilat (Rowe et al., 2009)
Metil salisilat berupa cairan, tidak berwarna atau kuning pucat, bau khas aromatik, rasa manis, panas dan aromatik. Metil salisilat sukar larut dalam air, larut dalam etanol 95% P, dan asam asetat glasial P. Khasiat dan kegunaan, sebagai counter irritan, zat tambahan (Anonim, 1979). Penggunaan metil salisilat sebagai counter irritant adalah 3-10% (Tjay dan Rahardja, 2007).
b. Mentol
Mentol adalah zat yang diperoleh dari minyak atsiri beberapa spesies Mentha atau dibuat secara sintetik. Struktur molekul dari mentol dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2. Struktur Molekul Mentol (Rowe et al., 2009)
Mentol berupa hablur berbentuk jarum atau prisma, tidak berwarna, bau tajam seperti minyak permen, rasa panas dan aromatik diikuti rasa dingin. Mentol sukar larut dalam air, sangat mudah larut dalam etanol 95% P, khloroform P, dan eter P, mudah larut dalam parafin cair P, dan minyak atsiri. Penggunaan mentol sebagai counter iritan dan rubifacient dengan konsentrasi sebesar 0,05-10% (Rowe et al.,1994).
c. Natrium karboksimetilselulosa (Na CMC)
Natrium CMC adalah garam natrium polikarboksimetil eter selulosa, mengandung tidak kurang dari 6,5 % dan tidak lebih dari 9,5% Na dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan. Menurut Farmakope Indonesia (1979) Kekentalan larutan 2 gram dalam 100 mL air, untuk zat yang mempunyai kekentalan 100 centipoise (cP) atau kurang, tidak kurang dari 80% dan tidak lebih dari 120% dari ketentuan yang tertera pada etiket, untuk zat yang mempunyai kekentalan lebih dari 100 cP, dan tidak kurang dari 75% dan tidak lebih dari 140% dari ketentuan yang tertera dietiket. Spesifikasi Na CMC, dapat dilihat pada Lampiran 1. Struktur molekul dari Na CMC dapat dilihat pada Gambar 3.
Gambar 3. Struktur Molekul Natrium Karboksimetilselulosa (Rowe et al., 2009)
Natrium CMC berupa serbuk atau butiran, putih atau putih gading, tidak berbau, higroskopik. Natrium CMC mudah mendispersi dalam air, membentuk suspensi koloidal, tidak larut dalam etanol 95% P, dalam eter P, dan pelarut organik lain. Khasiat dan kegunaan sebagai zat tambahan (Anonim, 1979). Penggunaan Na CMC sebagai gelling agent adalah 4-6% (Rowe et al., 2009).
Tween 80 ( Polysorbatum 80)
Tween 80 adalah hasil kondensasi oleat dari sorbitol dan anhidratnya dengan etilenoksida. Tiap molekul sorbitol dan anhidratnya berkondensasi dengan lebih kurang 20 molekul etilenoksida (Anonim, 1979). Struktur molekul tween 80 dapat dilihat pada Gambar 4.
Gambar 4. Struktur molekul Tween 80 (Rowe et al., 2009)
Tween 80 berupa cairan kental seperti minyak, jernih, berwarna kuning, bau asam lemak khas. Tween 80 mudah larut dalam air, etanol 95% P, etil asetat P, dan menthol P, sukar larut dalam paraffin cair P, dan minyak biji kapas P. (Anonim, 1979). Penggunaan tween 80 sebagai surfaktan adalah 1-15% (Rowe et all., 2009).
Nipagin (Methyl Paraben)
Nipagin atau Metil paraben atau Metagin atau Metil parapet atau aseptoform atau metyl cemosept. Struktur molekul Nipagin dapat dilihat pada Gambar 6.
Gambar 6. Struktur Molekul Nipagin (HPE edisi 6 Hal 442)
Nipagin berupa Hablur kecil, tidak berwana, atau serbuk hablur putih, tidak berbau atau berbau khas lemah, mempunyai sedikit rasa terbakar. Sukar larut dalam air, dalam benzena, dan dalam karbon tetraklorida, mudah larut dalam etanol dan eter. Nipagin mempunyai titik Lebur 125 C - 128 C. Inkompatibel dengan bentonit, magnesium trisilikat, talk, tragacant, sodium alginate, minyak esensial, sorbitol, dan atropine. Pada ph 3-6 larutan nipagin cair dapat disterilkan dengan autoklaf pada suhu 120 C selama 20 menit. Stabil pada pH 3-6 pada suhu ruangan (Handbook of Pharmaceutical Excipient Edisi 6 Hal 442, FI IV Hal 551).
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam praktikum ini meliputi: neraca digital, beaker glass, kompor, gelas pengaduk, pipet tetes, mortir dan stamper, pot, penangas air, cawan porselin, gelas ukur, object glass, alat uji daya lekat, indikator pH, stop watch, alat uji daya sebar, kertas saring dan neraca digital.
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah metil salisilat, mentol, Na CMC, aquadest, nipagin, dan tween 80.
Cara kerja
3.2.1 Pembuatan sediaan emulgel
Metode pembuatan sediaan emulgel yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode pencampuran atau incorporation. Na CMC yang digunakan sebagai gelling agent dilarutkan dalam air panas hingga mengembang. Nipagin dilarutkan dalam air, larutan yang terbentuk dimasukkan dalam Na CMC yang sudah mengembang, diaduk hingga homogen. Tween 80 dimasukkan sedikit demi sedikit, dan diaduk hingga homogen, kemudian campuran metil salisilat dan mentol dimasukan secara perlahan sedikit demi sedikit, diaduk hingga homogen dan terbentuk emulgel yang baik. Formula sediaan emulgel analgetik dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Formula sediaan emulgel Metil salisilat dan Mentol
Bahan
Kadar
Rentang (HPE, 2009)
Pengambilan Bahan
Fungsi
Metil salisilat
5 %
0,55 g
Bahan aktif
Mentol
1 %
-
0,11 g
Bahan aktif
Na CMC
4 %
3-6%
0,44 g
Gelling agent
Tween 80
10 %
1-15%
1,1 g
Surfaktan
Nipagin
0,2 %
0,02-0,3%
0,022 g
Pengawet
Aquadest hingga
100 %
Ad 10 g
Pelarut
Keterangan :
Setiap bahan dalam tabel dinyatakan menggunakan satuan %
Satu formula dibuat sediaan emulgel sebanyak 10 g + 10% = 11 g.
3.2.2 Evaluasi
Pengujian karakteristik fisik gel yang telah terbentuk meliputi:
Organoleptis
Pengujian organoleptis dilakukan dengan mengamati sediaan emulgel yang meliputi konsistensi/tekstur sediaan, warna, bau, dan rasa sediaan pada kulit.
Alat: secara visual menggunakan panca indra
Homogenitas
Pengujian homogenitas dilakukan dengan menimbang sediaan sebanyak 0,5 g diletakkan diatas object glass kemudian diratakan, diamati dengan kaca pembesar, dan dilakukan pencatatan data hasil uji homogenitas.
Penentuan pH
Alat: indikator pH
Cara kerja:
Ditimbang 5 gram sediaan, ditambahkan aquadest ad 25 ml, aduk ad homogen
Direplikasi sebanyak 3 kali
Diukur pH menggunakan indikator pH, dengan cara indikator pH dicelupkan pada sediaan
Diamati perubahan warna indikator pH
Dilakukan pencatatan data hasil uji pH
Uji aseptabilitas sediaan
Langkah-langkah yang harus dilakukan dalam uji aseptabilitas sediaan yaitu:
Menentukan kriteria aseptabilitas yang akan diuji, diantaranya:
Kemudahan dioleskan
Kelembutan sediaan
Sensasi yang timbul/kesan saat pemakaian sediaan
Kemudahan pencucian
Kelengketan
Bau
Lakukan scoring angka pada masing-masing kriteria
Gunakan subjek dengan kriteria tertentu
Responden harus mengisi/menandatangani persyaratan kesediaan menjadi subjek (form informed consent)
Jelaskan hal-hal yang harus dilakukan subjek supaya hasil tidak bias
Lakukan perhitungan data hasil uji untuk setiap kriteria, kalikan dengan skor masing-masing
Data ditampilkan dalam bentuk grafik/gambar.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Sediaan Gel
Gel didefinisikan sebagai suatu sistem setengah padat yang terdiri dari suatu dispersi yang tersusun baik dari partikel anorganik yang kecil atau molekul organik yang besar dan saling diresapi cairan (Ansel, 2008). Pada praktikum kali ini, sediaan gel dipilih Karena memiliki beberapa keuntungan yakni memiliki kemampuan penyebaran yang baik pada kulit, mempunyai sensasi dingin yang dijelaskan melalui penguapan lambat dari kulit, tidak ada penghambatan fungsi rambut secara fisiologis, kemudahan pencucian dengan air yang baik, dan pelepasan obatnya baik. Di sisi lain, gel merupakan sediaan semisolid yang mempunyai kandungan air sebanyak 60%. Hal ini dapat mempengaruhi stabilitas sediaan dimana gel dapat ditumbuhi mikroba dengan mudah karena kandungan air dalam sediaan dapat menjadi salah satu tempat tumbuh mikroba. Oleh karena itu, penambahan zat antimikroba sangat dianjurkan dalam pembuatan sediaan gel ini.
Formulasi sediaan semisolid gel pada praktikum ini mengacu pada jurnal penelitian formulasi sediaan gel metil salisilat yang diteliti oleh Ningrum (2012) dengan persentase formula yang dimodifikasi oleh praktikan. Adapun formulasi yang dibuat dipaparkan pada tabel berikut.
Bahan
Kadar
Rentang (HPE, 2009)
Pengambilan Bahan
Fungsi
Metil salisilat
5 %
0,55 g
Bahan aktif
Mentol
1 %
-
0,11 g
Bahan aktif
Na CMC
4 %
3-6%
0,44 g
Gelling agent
Tween 80
10 %
1-15%
1,1 g
Surfaktan
Nipagin
0,2 %
0,02-0,3%
0,022 g
Pengawet
Aquadest hingga
100 %
Ad 10 g
Pelarut
Sediaan gel pada praktikum kali ini dilakukan pada dua zat aktif yakni Asam salisilat dan Mentol. Dalam kehidupan sehari-hari, obat sediaan gel yang beredar di pasaran dengan kandungan asam salisilat dan mentol masing-masing zat aktif mempunyai kelebihan dan efek terapi yang saling berkesinambungan. Metil salisilat merupakan golongan analgesic dan antiinflamasi topical. Memiliki mekanisme memberikan efek analgesic sehingga dapat menyembuhkan kekakuan dan nyeri otot. Menthol merupakan bahan aktif pula yang sekaligus sebagai corigen dalam krim ini. Secara farmakologi, obat ini memiliki aktivitas sebagai analgesic, rematik akut. Cara pemberiannya, dioleskan pada daerah yang sakit 3 – 4 kali sehari sambil diurut lemah sehingga terserap ke dalam kulit.
Formulasi sediaan semisolid gel pada praktikum kali ini menggunakan gelling agent CMC-Na yang mempunyai sifat pembentuk gel yang sangat bagus. Na-CMC akan terdispersi dalam air, kemudian butir-butir Na-CMC yang bersifat hidrofilik akan menyerap air dan terjadi pembengkakan. Mekanisme bahan pengental dari Na-CMC mengikuti bentuk konformasi extended atau streched Ribbon (tipe pita). Tipe tersebut terbentuk dari 1,4 –D glukopiranosil yaitu dari rantai selulosa. Bentuk konformasi pita tersebut karena bergabungnya ikatan geometri zig-zag monomer dengan jembatan hydrogen dengan 1,4 -Dglukopiranosil lain, sehingga menyebabkan susunannya menjadi stabil. Na-CMC yang merupakan derivat dari selulosa memberikan kestabilan pada produk dengan memerangkap air dengan membentuk jembatan hydrogen dengan molekul Na-CMC yang lain (Belitz and Grosch, 1986).
Tween 80 dapat menurunkan tegangan antarmuka antara obat dan medium. Surfaktan mempunyai sifat untuk menurunkan tegangan permukaan, sehingga surfaktan dapat digunakan sebagai bahan pembasah (wetting agent), bahan pengemulsi (emulsion agent) dan sebagai bahan pelarut (solubilizing agent). Tween 80 merupakan surfaktan nonionik. Menurut Voight, pada pembuatan emulgel metil salisilat dengan basis polimer akan timbul kekeruhan, penambahan surfaktan nonionik dapat membuat tampilan emulgel lebih jernih. Tween 80 adalah salah satu jenis pelarut atau kosolven yang dapat digunakan untuk meningkatkan kelarutan suatu obat dalam formulasi sediaan cair, semi padat dan sediaan transdermal. Dalam sediaan semi padat dapat berupa gel yang penggunaanya secara topikal. Dengan penambahan kosolven dalam sediaan gel dapat meningkatkan permeabilitas suatu obat untuk melewati membran.
Gel merupakan sediaan semisolid yang mempunyai kandungan air sebanyak 60%. Hal ini dapat mempengaruhi stabilitas sediaan dimana gel dapat ditumbuhi mikroba dengan mudah karena kandungan air dalam sediaan dapat menjadi salah satu tempat tumbuh mikroba, sehingga tingkat kerentanan akan pertumbuhan mikroba sangatlah tinggi. Oleh karena itu, perlu adanya penambahan zat pengawet untuk sediaan ini. Pada praktikum kali ini pengawet yang ditambahkan adalah nipagin atau metil paraben. Beberapa penelitian menyebutkan bahwa turunan paraben mempunyai efektivitas antimikroba yang sangat luas. Metil paraben meningkatkan aktivitas antimikroba dengan panjangnya rantai alkil, namun dapat menurunkan kelarutan terhadap air. (Rowe., dkk, 2005).
4.2 Metode Pembuatan
Penggunaan sediaan emulgel lebih diminati bila dibandingkan dengan sediaan emulsi atau gel saja. Gel mempunyai kelebihan berupa kandungan air yang cukup tinggi sehingga memberikan kelembaban. yang bersifat mendinginkan dan memberikan rasa nyaman pada kulit (Mitsui, 1997). Sedangkan emulsi mempunyai keuntungan dapat membentuk sedian yang saling tidak bercampur menjadi dapat bersatu membentuk sediaan yang homogen dan stabil (Magdy, 2004). Pada sistem emulsi terdapat fase minyak yang berfungsi sebagai emolien atau occlusive yang akan mencegah penguapan sehingga kandungan air di dalam kulit dapat dipertahankan. Peningkatan oklusivitas dari fase minyak pada sistem emulsi akan meningkatkan hidrasi pada stratum corneum dan hal ini berhubungan dengan berkurangnya hambatan difusi bagi zat terlarut. Oleh karena itu adanya sistem emulsi dalam bentuk sediaan emulgel akan memberikan penetrasi tinggi dikulit (Block, 1996).
Metode yang dilakukan dalam pembuatan emulgel adalah metode pencampuran/incorporation yaitu dimana bahan obat yang larut dalam air, maka dilarutkan dalam air, sedangkan bahan obat yang larut dalam minyak dilarutkan dalam minyak. Larutan tersebut ditambahkan (incorporated) ke dalam bahan pembawa (vehicle) bagian per bagian sambil diaduk sampai homogen. Bahan obat yang tidak larut (kelarutanya sangat rendah), maka partikel bahan obat harus di perkecil ukuran partikelnya, dan kemudian disuspensikan ke dalam bahan pembawa (vehicle). Tujuan pengecilan ukuran partikel adalah untuk memudahkan dalam mendispersikan dan untuk menjamin homogenitas dari produk yang dihasilkan. Penambahan bahan yang berupa cairan harus memperhatikan sifat sifat sediaannya. Contoh cairan yang bersifat hidrofilik akan sukar ditambahkan ke dalam basis berlemak, kecuali dalam jumlah kecil atau dibantu dengan menggunakan emulgator. Pembuatan sediaan gel harus memperhatikan jumlah bagian yang berupa cairan, sehingga dapat dihasilkan sediaan semipadat dengan konsistensi sesuai yang diharapkan.
Metode pembuatan sediaan emulgel yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode pencampuran atau incorporation. Na CMC yang digunakan sebagai gelling agent dilarutkan dalam air panas hingga mengembang. Mulanya, CMC-Na dimasukkan dalam mortar, kemudian dibasahi dengan aquades panas. Pembasahan dilakukan sampai merata agar tidak terjadi gumpalan. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa CMC-Na mempunyai kemampuan untuk mengikat air sehingga menyebabakan pembengkakan pada basis gel. Penambahan aquades panas disesuaikan dengan jumlah CMC-Na yang digunakan dengan perbandingan 10 kali lipat. Setelah CMC-Na terbasahi semua dan tidak terlihat gumpalan putih, basis tersebut didiamkan kurang lebih elama 30 menit agar CMC-Na dapat mengembang dengan sempurna sehingga didapatkan basis gel yang bagus. Dengan adanya Na-CMC maka partikel-partikel yang tersuspensi akan terperangkap dalam sistem tersebut atau tetap tinggal ditempatnya dan tidak mengendap oleh pengaruh gaya gravitasi (Potter, 1986). Sambil menunggu pengembangan basis CMC-Na. Nipagin dilarutkan dalam air, selanjutnya larutan yang terbentuk dimasukkan dalam Na CMC yang sudah mengembang, diaduk hingga homogen. Tween 80 dimasukkan sedikit demi sedikit, dan diaduk hingga homogen, kemudian campuran metil salisilat dan mentol dimasukan secara perlahan sedikit demi sedikit, diaduk hingga homogen dan terbentuk emulgel yang baik.
4.3 Hasil dan Evaluasi sediaan
Kualitas dari sediaan emulgel dapat diketahui dengan melakukan pengujian terhadap karakteristik fisik sediaan emulgel, yang meliputi pemeriksaan organoleptis, pH, dan uji aseptabilitas. Hasil uji karakteristik fisik sediaan emulgel adalah sebagai berikut:
Uji Organoleptis Emulgel
Uji organoleptis merupakan cara pengujian dengan menggunakan indera manusia sebagai alat utama untuk pengukuran daya penerimaan terhadap produk. Pengujian organoleptis mempunyai peranan penting dalam penerapan mutu sediaan. Hasil uji organoleptis dari sediaan emulgel dapat dilihat pada Tabel II.
Tabel II. Hasil Uji Organoleptis Sediaan Emulgel Metil salisilat dan
Mentol
Konsitensi
Warna
Bau
Rasa pada kulit
Lunak
Putih
Bau khas Metil salisilat
Hangat
Berdasarkan Tabel II. dapat diketahui bahwa organoleptis sediaan emulgel berwarna putih, berbau khas metil salisilat, serta memiliki konsistensi yang lunak, sehingga lebih mudah dan nyaman dalam penggunaannya pada kulit. Menurut Voigt (1994) hasil uji organoleptis sediaan emulgel memenuhi persyaratan sediaan emulgel yaitu memiliki konsistensi yang lunak, mudah digunakan, dan tidak berwarna jernih.
Uji Homogenitas Emulgel
Homogenitas merupakan parameter yang menunjukkan kualitas sediaan karena akan mempengaruhi efek terapi dari sediaan tersebut.Menurut Sulaiman, dan Kuswahyuning (2008) sediaan emulgel yang tidak homogen dapat mengakibatkan proses absorbsi obat tidak sempurna, sehingga efek terapi dari sediaan yang diharapkan tidak tercapai. Hasil uji homogenitas dapat dilihat pada
Tabel III.
Tabel III. Hasil Uji Homogenitas Sediaan Emulgel Metil salisilat dan
Mentol
Homogenitas
Hari ke -2
Hari ke -4
Hari ke -6
Homogen
Homogen
Homogen
Berdasarkan Tabel III. dapat diketahui bahwa sediaan emulgel homogen, antara basis gel dengan zat aktif tercampur merata. Hasil uji homogenitas menunjukkan bahwa sediaan emulgel yang dihasilkan memenuhi persyaratan emulgel yang baik menurut Sulaiman dan Kuswahyuning (2008) yaitu homogen. Sediaan yang homogen saat diaplikasikan pada kulit, akan memberikan absorbsi yang baik dan merata, sehingga efek terapi yang diharapkan dapat tercapai.
Uji pH sediaan Emulgel
Nilai pH adalah derajat keasaman yang digunakan untuk menyatakan tingkat keasaman atau kebasaan yang dimiliki oleh suatu sediaan. Pengukuran pH dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan indikator pH, hasil pengukuran pH sediaan emulgel analgetika dapat dilihat pada Gambar 7.
Gambar 7. Hasil Pengukuran pH emulgel Metil salisilat dan Mentol
Berdasarkan Gambar 7. menunjukkan bahwa sediaan emulgel memiliki pH 6, sedangkan menurut Wathoni (2009) pH kulit manusia adalah antara 5 — 10, pada pH 6 sediaan emulgel yang dihasilkan memenuhi persyaratan pH sediaan semi padat sehingga sediaan emulgel yang dihasilkan aman digunakan serta tidak mengiritasi kulit karena sesuai dengan pH kulit manusia.
Uji Aseptabilitas
Uji selanjutnya adalah uji aseptabilitas sediaan. Kriteria uji aseptabilitas yang akan diuji adalah kemudahan dioleskan, kelembutan sediaan, sensasi yang timbul atau kesan saat pemakaian sediaan, setelah itu kemudahan pencucian, kelengketan dan bau. Setelah itu dilakukan scoring angka pada masing-masing kriteria. Kemudian dari data yang didapat dilakukan skoring untuk masing-masing kriteria. Skoring dibagi menjadi 5 skor yakni 1 (sangat jelek), 2 (jelek), 3 (kurang baik), 4 (baik) dan 5 (sangat baik). Kemudian skor dari masing-masing kriteria ditambah dan nilai dengan ketentuan sangat jelek dengan rentang 1-20, jelek dengan rentang 21-40, kurang baik dengan rentang 41-60, baik dengan rentang 61-80, dan sangat baik dengan rentang 81-100. Angket yang digunakan pada uji aseptabilitas adalah sebagai berikut:
ANGKET SEMI SOLID UNTUK SEDIAAN EMULGEL
PENGANTAR
Angket ini bukan merupakan suatu tes dan tidak berpengaruh terhadap aktivitas akademik anda. Istilah angket ini tanpa ada perasaan khawatir, serta tidak ada jawaban yang benar dan salah. Anda diharapkan menjawab dengan jujur dan teliti sesuai dengan keadaan anda yang sebenarn ya pada saat ini. Jawaban anda bersifat pribadi dan dijaga kerahasiaannya. Oleh karena itu, kerjakanlah angket ini secara jujur dan sungguh-sungguh dengan petunjuk pengerjaan dibawah ini.
PETUNJUK PENGISIAN ANGKET
Bacalah pernyataan-pernyataan dalam angket dibawah ini secara teliti dan cermat.
Pilihlah jawaban yang paling sesuai dengan keadaan Anda yang sebenarnya, dengan cara memberi tanda cek ( ) pada kolom pilihan
Jawablah sesuai dengan kenyataan yang ada, sehingga kesimpulan yang diambil dari data ini bisa benar.
Periksa kembali nomor pernyataan, jangan sampai ada yang terlewatkan
No
Kriteria Aseptabilitas
1
2
3
4
5
1
Kemudahan dioleskan
2
Kelembutan sediaan
3
Sensasi yang timbul
4
Kemudahan pencucian
5
Kelengketan
6
Bau
Keterangan:
= Sangat jelek
= Jelek
= Kurang baik
= Baik
= Sangat baik
Hasil uji aseptabilitas adalah sebagai berikut:
Data diatas menunjukkan hasil dari kemudahan dioleskan, dari 20 responden 3 orang responden memberi nilai 4 (kurang baik) dan 17 orang responden memberi nilai 4 (baik). Jika dijumlah skor yang didapat untuk kriteria kemudahan dioleskan 80. Jadi kemudahan dioleskan sediaan emulgel adalah baik. Uji kelembutan sediaan, dari 20 responden. 4 responden menyatakan memberi nilai 3 (kurang baik), 11 orang responden memberi nilai 4 (baik) dan 5 responden memberi nilai 5 (sangat baik). Dari hasil tersebut jika ditotal kelembutan sediaan mendapat nilai 81 yang berarti sangat baik. Dari hasil uji sensasi yang timbul 20 responden. 5 responden menyatakan bahwa sensai yang timbul kurang baik. 14 responden menyatakan bahwa sensasi yang timbul baik dan 1 responden menyatakan bahwa sensasi yang timbul sangat baik. Jadi total nilai yang didapat sebanyak 76. Hal itu menunjukkan bahwa sensasi yang ditimbulkan baik. Dari hasi uji kemudahan pencucian, dari 20 responden 3 orang responden menyatakan kurang baik, dan 13 orang responden menyatakan hasil baik. Dari hasil tersebut ditotal skoring sebesar 73 menyatakan kemudahan pencucian baik. Uji kelengketan dari 20 responden 8 orang menganggap bahwa kelengketan kurang baik. 10 orang responden menyatakan baik, dan 2 orang responden menyatakan hasil baik. Sehingga total nilai yang didapat sebesar 74 menyatakan kelengketan baik. Uji bau, dari 20 responden 4 orang responden menyatakan bau kurang baik, 10 orang responden menyatakan baik, dan 2 orang responden menyatakan sangat baik . jadi total nilai yang didapat sebesar 78 menyatakan bau baik
.
BAB V
PENUTUP
5.1 Simpulan
Emulgel metil salisilat dapat diformulasikan seperti pada formula yang disusun diatas, akan tetapi emulgel yang dihasilkan kurang sempurna. Emulgel yang terbentuk konsistensinya kurang. Untuk meningkatkan konsistensinya dapat dilakukan modifikasi prosedur pembuatan, mengganti atau meningkatkan kadar basis emulgelling agent, dan menambahkan stiffening agent. Basis emulgel yang digunakan hendaknya memiliki berat molekul yang besar sehingga dapat meningkatkan konsistensi sediaan dan hendaknya kemampuannya mengikat air tinggi sehingga bentuk emulgel lebih baik.
Saran
Diharapkan kepada praktikan agar lebih disiplin dan mengerti akan sediaan yang dibuat.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 1979, Farmakope Indonesia Edisi III, Departemen Kesehatan Republik Indonesia,
Jakarta.
Anonim, 1995, Farmakope Indonesia Edisi IV, Departemen Kesehatan Republik Indonesia,
Jakarta.
Ansel, H. 2008, Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi, Universitas Indonesia Press, Jakarta.
Clegg, 1995, dalam http://simonbwidjanarko.files.wordpress.com/2008/06/bahan-pembentukgel-2.pdf di akses pada tanggal 24 maret 2012
Estuningtyas, A. dan Arif A.,2009, Farmakologi dan Terapi Obat Lokal Edisi V, Departemen Farmakologi dan Terapeutik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta.
Garg, A., Aggarwal, D., Garg, S., and Sigla, A.K., 2002, Spreading of Semisolid Formulation An Update, Pharmaceutical Tecnology, September 2002, 84-102 www.pharmtech.com
Rowe C R, Sheskey J P, and Quinn E Maria, 2009, Handbook of pharmaceutical Excipients Sixth edition, Pharmaceutical Press and American Pharmacist Association, Washington London.
Raton, F.L Boca and C.K Smoley, 1993, Everything Added to Food in the United States. http://en.wikipedia.org/wiki/Gellingagent. di akses pada tanggal 24 maret 2012
Sulaiman, T.N.S. dan Kuswahyuning R., 2008, Tekhnologi & Formulasi Sediaan semipadat. Laboratorium Tekhnologi Farmasi Fakultas Farmasi Universitas Gajah Mada, Yogyakarta.
Tjay , H.T., dan Rahardja K., 2007, Obat – Obat Penting Edisi VI, Elex Media Kompetindo Klompok Kompas Gramedia, Jakarta.
Voigt, R., 1994, Buku Pelajaran Tekhnologi Farmasi Edisi V, diterjemahkan oleh Rer. Nat. Soedani Nurono Suwandi, disunting oleh Samhudi R., Universitas Gajah Mada Press, Yogyakarta.
Wade,A. and Weller, P.J., 1994, handbook of Pharmaceutical Excipient, Edisi II, The Parmaceutical Society of great Britain, Lambeth High Street,London, SE17JN,England.
Wathoni, dkk, 2009. Formulasi Gel Antioksidan Ekstrak Rimpang Lengkuas (Alpinia galangal L. Willd) dengan Menggunakam Basis Aquapec 505Hv. Skripsi Universitas Padjajaran, Jatinengon. Diambil dari http://putaka.unpad.ac.id/wp content/uploads/2012/06/formulasi antioksidan ekstrak rimpang lengkuas.doc di akses pada tanggal 24 maret 2012
Zats, J.I., dan Gregory P.K., 1996, Gel in Liebermen, H.A., Rienger, M.M., Banker, G.S., Pharmaceutical Dosage Forms: Disperse Systems, Vol 2, hlm 401-403, 413-414, Marcel
9
2
pH sediaan emulgel