LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN
BASALIOMA Untuk memenuhi tugas Profesi Ners Departemen Surgikal Ruang 20 RSSA Malang
Oleh : Nindia Setyaningrum NIM. 170070301111087
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
2017
HALAMAN PENGESAHAN
BASALIOMA DI RUANG 20 RSUD dr SAIFUL ANWAR MALANG
Untuk memenuhi tugas Profesi Ners Departemen Surgikal Ruang 20 RSSA Malang
Oleh : NINDIA SETYANINGRUM NIM. 170070301111087
Telah diperiksa dan disetujui pada : Hari
:
Tanggal :
Pembimbing Akademik
(
Pembimbing Lahan
)
(
)
1. KONSEP ANATOMI KULIT 1.1. ANATOMI KULIT Kulit terdiri atas dua lapisan dasar yaitu epidermis dan dermis. Epidermis merupakan bagian terluar yang mengandung empat tipe sel utama: keratinosit, melanosit, sel Langerhans, dan sel Merkel. Epidermis ini terbagi menjadi lima lapisan: stratum korneum, stratum lucidum, stratum granulosum, stratum spinosum, dan stratum basale. Dermis lebih tebal daripada epidermis dan kaya akan elemen nonseluler jaringan konektif berupa kolagen, elastin, dan substansi dasar lainnya. Saraf, pembuluh darah, limfatik, serat otot, pilosebaseus, dan unit apokrin dan ekrin terdapat pada dermis (Culliford & Hazen, 2007).
Penampang anatomi kulit (Djuanda A, Hamzah M, Aisah S, 1999)
2. KONSEP BASALIOMA 2.1. DEFINISI Basalioma adalah karsinoma sel basal merupakan kangker kulit yang timbul dari sel basal epidermis atau folikel rambut( Brunner & Suddarth,2001). Basalioma merupakan keganasan kulit yang paling sering ditemukan umumnya di daerah
wajah dan paling banyak timbul pada orang yang kulitnya miskin pelindung terhadap sinar ultraviolet dari cahaya matahari tumor ini berasal dari sel lapisan basal atau dari luar sel folikel rambut ( R Sjamsuhidayat, 2004) Basalioma adalah suatu tumor ganas kulit
(kanker) yang berasal dari
pertumbuhan neoplastik sel basal epidermis dan appendiks kulit (Graham,R, 2005). Pertumbuhan tumor ini lambat ,dengan beberapa macam pola pertumbuhan sehingga memberikan gambaran klinis yang bervariasi,bersifat invasif,serta jarang mengadakan metastasis (Nila, 2005) 2.2. EPIDEMIOLOGI Insidens basalioma bebanding lurus dengan umur dan berbanding terbalik dengan jumlah pigmen melanin pada epidermis. Sekitar 80 % dari basalioma terjadi pada daerah terbuka yang biasanya terpapar sinar matahari, seperti wajah, kepala, dan leher. Basalioma biasanya lambat berkembang dan jarang bermetastasis, tetapi dapat menyebabkan destruksi lokal yang signifikan secara klinis jika diabaikan atau diterapi secara tidak adekuat (Culliford & Hazen, 2007). Insiden basalioma diseluruh dunia sampai saat ini meningkat hingga 10% pertahun. Di Amerika Serikat, insidens tahunan adalah 900.000 kasus (550.000 pada laki-laki dan 350.000 pada perempuan). Insidens per 100.000 individu berkulit putih adalah 475 kasus pada laki-laki dan 250 kasus pada perempuan. Resiko terkena basalioma sepanjang hidup pada populasi kulit putih adalah 33-39 % pada laki-laki dan 23-28 % pada perempuan. Basalioma dapat terjadi pada umur berapa pun tetapi umumnya terjadi setelah umur 40 tahun. Insidens tertinggi terjadi pada orang dengan kulit cerah, jarang terjadi pada orang berkulit gelap. Rasio laki-laki dan perempuan untuk basalioma adalah 3 : 2 (Culliford & Hazen, 2007). 2.3. KLASIFIKASI Klasifikasi TNM digunakan sebagai sistem klasifikasi pada tumor ganas kulit non melanoma. Klasifikasi TNM Tumor Ganas Kulit ( kecuali Melanoma Maligna ) : T
: tumor primer
Tx
: tumor primer tidak dapat dievaluasi
T0
: tidak ditemukan tumor primer
Tis
: karsinoma insitu
T1
: tumor dengan ukuran terbesar tidak melebihi 2 cm.
T2
: tumor dengan ukuran terbesar antara 2-5 cm.
T3
: tumor dengan ukuran lebih dari 5 cm.
T4
: tumor menginvasi struktur ekstradermal dalam misalnya kartilago, otot
skelet atau tulang. N
: kelenjar getah bening
Nx
: kelenjar getah bening tidak dapat diperiksa
N0
: tidak ada metastasis ke kelenjar limfe regional
N1
: ada metastasis kelenjar limfe regional
M
: metastasis jauh
Mx
: tidak dapat diperiksa
M0
: tidak ada metastasis jauh
M1
: ada metastasis jauh Stadium tumor ganas kulit non melanoma menurut American Joint Committee
on Cancer tahun 2006 : Stadium
T
N
M
0
Tis
N0
M0
I
T1
N0
M0
T2
N0
M0
T3
N0
M0
T4
N0
M0
Tiap T
N1
M0
Tiap T
Tiap N
M1
II
III
IV
Stadium tumor ganas kulit non melanoma menurut AJCC tahun 2006.
2.4. ETIOLOGI DAN FAKTOR RESIKO Etiologinya mungkin multifaktorial, tetapi paparan terhadap cahaya matahari memegang peran penting. Menurut Marwali (2000), lebih dari 90 persen penyebab basalioma yaitu terpapar sinar matahari atau penyianaran ultraviolet lainnya.Sering muncul usia> 40 tahun. Faktor resiko antara lain: a. Faktor genetik (sering terjadi pada kulit terang ,mata biru atau hijau dan rambut pirang atau merah) b. paparan sinar X yang berlebihan c. Senyawa kimia arsen d. Trauma e. Ulkus kronis (Marwali,2000) Menurut Culliford & Hazen (2007), etiologi dan faktor resiko basalioma adalah:
a. Radiasi sinar ultraviolet Paparan kronik terhadap sinar matahari merupakan penyebab paling penting dan paling sering dari basalioma. Radiasi sinar UV gelombang pendek (290-320 nm) dipercaya mempunyai peran penting dalam pembentukan basalioma daripada radiasi sinar UV gelombang panjang (320-400 nm). b. Radiasi sinar x juga berhubungan dengan terjadinya basalioma. c. Terpapar arsen, bahan kimia yang bersifat karsinogenik baik dari makanan maupun dari pekerjaan berhubungan dengan perkembangan basalioma. d. Keadaan imunosupresi, berhubungan dengan peningkatan resiko basalioma. e. Xeroderma pigmentosum. Merupakan penyakit autosomal resesif, berawal dari perubahan pigmen kemudian berkembang menjadi basalioma, karsinoma sel squamous, dan melanoma maligna. f.
Sindrom BCC nevoid (sindrom Gorlin). Penyakit autosomal dominan yang terjadi pada
umur
muda
dengan
multipel
basalioma.
Odontogenik
keratocyst,
palmoplantar pitting, kalsifikasi intrakranial, dan anomali tulang iga dapat ditemui. g. Sindrom Bazex. Merupakan penyakit genetik kromosom x-linked dominan yang ditandai dengan atropoderma, multipel basalioma,
anhidrosis lokal, dan
kongenital hipotrikosis. h. Iritasi kronik atau ulserasi i.
Riwayat kanker kulit nonmelanoma sebelumnya meningkatkan resiko seseorang untuk terkena kanker kulit (Culliford & Hazen, 2007)..
2.5. MANIFESTASI KLINIS Predileksi basalioma adalah area yang sering terpapar sinar ultraviolet, terutama pada wajah (pipi, dahi, hidung, lipat nasolabial, periorbital) dan leher, kadang juga ditemukan dikulit kepala. Gambaran klasik basalioma memiliki tepi yang meninggi dan daerah tengah yang mengkilap seperi mutiara dengan telangiektasis. Dapat nampak bersisik dengan daerah atrofi atau parut akibat inflamasi kronik (Culliford & Hazen, 2007). Menurut Culliford & Hazen, (2007), basalioma diklasifikasikan menjadi subtipe yang menggambarkanapakah basalioma tersebut agresif atau tidak. a. Nodular Bentuk ini paling sering dijumpai. Lesi biasanya tampak sebagai lesi tunggal. Paling sering mengenai wajah, terutama pipi, lipat nasolabial, dahi, dan tepi kelopak mata. Pada awalnya tampak papul atau nodul kecil, transparan seperti mutiara, berdiameter kurang dari 2 cm dengan tepi meninggi. Permukaannya tampak mengkilat, sering dijumpai adanya telangiektasia dan kadang-kadang
dengan skuama yang halus atau krusta yang tipis. Lesi membesar secara perlahan dan suatu saat bagian tengah lesi menjadi cekung yang dapat berkembang menjadi ulkus rodens dengan destruksi jaringan di sekitarnya. Dengan trauma ringan atau bila krusta diangkat, mudah terjadi perdarahan (Wong & Strange, 2009)
Basalioma tipe nodular(Wong & Strange, 2009)
b. Berpigmen Gambaran klinisnya sama dengan yang tipe nodular. Bedanya, pada jenis ini berwarna coklat atau hitam berbintik-bintik atau homogen, yang secara klinis dapat menyerupai melanoma (Wong & Strange, 2009).
Basalioma tipe berpigmen(Wong & Strange, 2009) c. Morfea / Fibrosing / sklerosing Merupakan tipe basalioma agresif dan biasanya terjadi pada kepala dan leher. Lesi tampak sebagai plak sklerotik yang cekung, berwarna putih kekuningan dengan batas tidak jelas(Wong & Strange, 2009)
Basalioma tipe morfea(Wong & Strange, 2009) d. Superfisial Lesi biasanya multipel, mengenai badan, dan sedikit kemungkinan untuk invasif. Secara klinis tampak sebagai plak transparan, eritematosa sampai berpigmen terang, berbentuk oval sampai ireguler dengan tepi berbatas tegas, sedikit meninggi (Wong & Strange, 2009)
Basalioma tipe superfisial(Wong & Strange, 2009) Gambaran klinis yang jarang ditemukan adalah tumor metastase ke jaringan sekitar, ke kelenjar limfe regional dan destruksi terhadap tulang. Destruksi tulang sering ditemukan pada basalioma wajah dan kepala Disamping itu terdapat pula 3 sindroma klinis, dimana epitelioma sel basal berperan penting, yaitu: a. Sindroma Epitelioma Sel Basalnevoid, dikenal pula sebagai sindroma GorlinGoltz. Merupakan kelainan autosomal dominan dengan penetrasi yang bervariasi, ditandai oleh 5 gejala mayor yaitu :
Karsinoma sel basal multipel yang terjadi pada usia muda.
Cekungan-cekungan pada telapak tangan dan telapak kaki.
Kelainan pada tulang, terutama tulang rusuk.
Kista pada tulang rahang.
Kalsifikasi ektopik dari falks serebri dan struktur lainnya.
Disamping gejala mayor ini, dijumpai banyak kelainan sistem organ multipel yang berhubungan dengan sindroma ini. b.
Nevus sel basal unilateral linier, merupakan jenis yang sangat jarang dijumpai. Lesi berupa nodul dan komedo, dengan daerah atrofi bentuk striae, distribusi zosteriformis atau linier, unilateral. Lesi biasa dijumpai sejak lahir dan lesi ini tidak meluas dengan meningkatnya usia.
c.
Sindroma bazex, sindroma ini digambarkan pertama kalinya oleh Bazex, diturunkan secara dominan, dengan cirri khas sebagai berikut :
Atrofoderma folikuler, yang ditandai oleh folikuler yang terbuka lebar, seperti ice-pick marks, terutama pada ekstremitas.
Epitelioma sel basal kecil, multipel pada wajah, biasanya timbul pertama kali pada saat remaja atau awal dewasa. Namun kadang-kadang dapat juga timbul pada akhir masa anak-anak. Disamping itu dapat pula dijumpai anhidrosis lokal atau hipohidrosis generalisata, hipotrikosis kongenital pada kulit kepala dan daerah lainnya.
2.6 PATOFISIOLOGI Basalioma merupakan kanker kulit yang paling sering ditemukan. Basalioma berasal dari sel epidermis sepanjang lamina basalis. Kanker sel basal terjadi pada daerah terbuka yang biasanya terpapar sinar matahari, seperti wajah, kepala, dan leher. Untungnya tumor ini jarang sekali bermetastasis. Pasien dengan kanker sel basal tunggal lebih mudah mendapat kanker kulit. Spektrum sinar matahari yang bersifat karsinogen adalah sinar yang panjang gelombangnya, bekisar antara 280 samapi 320 mm. Spektrum inilah yang membakar dan membuat kulit menjadi cacat. Selain itu, pasien yang memiliki riwayat kanker sel basal harus menggunakan tabir surya atau pakaian pelindung untuk menghindari sinar karsinogen yang terdapat di dalam sinar matahari. Penyebab lain basalioma adalah riwayat pengobatan, radiologi, sebelumnya untuk menyembuhkan penyakit kulit lain. Sinar ultraviolet panjang (UVA) yang dipancarkan oleh alat untuk membuat kulit kecoklatan seperti terbakar sinar matahari juga merusak epidermis dan di anggap sebagai karsinogen. Dianggap berasal dari sel-sel pluripotensial (sel yang dapat berubah menjadi sel-sel lain) yang ada pada stratum basalis epidermis atau lapisan folikular. Sel basal diproduksi sepanjang hidup kita dan membentuk kelenjar sebasea dan kelenjar apokrin. Tumor tumbuh dari epidermis dan muncul di bagian luar selubung akar rambut, khususnya dan stem sel folikel rambut, tepat di bawah duktus glandula sebasea. Sinar UV menginduksi mutasi pada gen supresor tumor p53, yang terletak pada kromosom 17p. Sebagai tambahan, mutasi gen supresor tumor pada pita 9q22
yang meyebabkan sindrom nevoid basalioma, suatu keadaan autosomal dominan ditandai dengan timbulnya basalioma secara dini (Culliford, A. and Alexes Hazen, 2007) Awalnya terjadi pada lapisan epidermis kulit, kemudian tumbuh pelan- pelan tanpa rasa sakit. Dengan pertumbuhan kulit baru yang mudah berdarah atau tidak dapat sembuh, maka diagnosa
basalioma sudah dapat ditegakkan. Basalioma
hampir tidak pernah menyebar. Tetapi, jika tidak diterapi, kemungkinan menyebar ke tulang ataupun jaringan terdekat (Berman, 2008) 2.7 PATHWAY (Terlampir) 2.8 PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK Pemeriksaan
penunjang
yang
dapat
dilakukan
untuk
membantu
menegakkan diagnosis basalioma yaitu pemeriksaan histopatologis. Biopsi kulit sering diperlukan untuk memperkuat diagnosis dan menentukan gambaran histopatologi. Dari pemeriksaan ini dapat ditemukan :
Karsinoma sel basal tipe nodular : nukleus oval besar, hiperkromatik, dan sitoplasma sedikit. Bentuk sel seragam dan bila ada gambaran mitotik biasanya sedikit. Bentuk padat biasanya bergabung dengan pola berbentuk palisade di daerah perifer dan membentuk sarang-sarang. Biasanya ada peningkatan produksi musin di sekitar stroma dermis. Pembelahan sel, yang dikenal sebagai artefak retraksi biasanya muncul diantara sarang-sarang basalioma dan stroma, yang berkurang selama fiksasi dan pewarnaan.
Karsinoma tipe berpigmen : mengandung melanosit yang terdiri dari sitoplasma granula melanin dan dendrit.
Karsinoma sel basal tipe morfea : pola sarang pertumbuhannya tidak melingkar tapi membentuk untaian.
Karsinoma sel basal tipe superfisial : penampakannya seperti semak-semak sel basaloid yang berlekatan dengan epidermis. Sarang-sarang berbagai ukuran sering terlihat di dermis(Wong & Strange, 2009)
(a) Gambaran histopatologi kulit normal(a). Basalioma (b). (Berman, 2008)
(b)
Untuk basalioma yang metastasis atau yang berpenetrasi ke tulang dapat dilakukan pemeriksaan radiologi. Salah satunya adalah dengan MRI (Magnetic Resonance Imaging). Pemeriksaan ini memiliki sensitivitas yang tinggi untuk mendeteksi terjadinya destruksi tulang pada basalioma.
a
b
(Berman, 2008) (a) Ulserasi supefisial dari tumor yang berpenetrasi ke lapisan superfisial pada regio temporalis. (potongan axial) (b) MRI potongan coronal. Gambaran destruksi tulang zygoma (panah), tetapi tidak dapat dipastikan berasal dari tumor yang mengalami penetrasi,
sehingga
dibutuhkan
konfirmasi
dengan
pemeriksaan
hystopatologi. 2.9
PENATALAKSANAAN Penatalaksanaan basalioma tergantung dari jenis, lokasi, ukuran, dan pilihan atau keahlian operator yang akan melakukan pengobatan. Terapi yang dapat dilakukan adalah dengan nonbedah maupun pembedahan. A. Penatalaksanaan non-bedah Penatalaksanaan nonbedah meliputi radioterapi, terapi fotodinamik, dan
immunomodulator
topikal. Kemoterapi topikal dengan bahan
immunomodulasi berguna pada beberapa kasus basalioma. Basalioma kecil dan superfisial mungkin berespon baik dengan terapi topikal. Sebagai tambahan, terapi topikal dapat digunakan sebagai profilaksis atau pemeliharaan pada pasien dengan multipel basalioma seperti sindroma basal sel nevus(Wong & Strange, 2009). 1. Radioterapi Prosedur ini perlu untuk kasus inoperabel atau post operasi mikro atau makroskopis, lebih penting lagi pada kasus rekuren dan residif. Teknik radiasi yang digunakan yaitu pengobatan standar terdiri dari sinar-x.
Area radiasi adalah tumor yang kelihatan dan safety margin dengan range 0,5-1,5 cm, tergantung dari ukuran t umor. Jaringan di sekitarnya seperti mata termasuk palpebra dan glandula lakrimalis harus dilindungi. Dosis ditentukan oleh ukuran, lokasi, jaringan sekitar, dan tingkat radiosensitivitasnya. Dosis tunggal antara 1,8-5 Gy. Total maksimum dosis 50-74 Gy (Culliford & Hazen, 2007). 2. Terapi fotodinamik untuk basalioma telah digunakan lebih dari 20 tahun. Terapi ini efektif untuk basalioma superfisial. Tehnik ini menggunakan asam aminolaevulinic yang dibuat dalam emulsi 20 %, dan diberikan topikal pada lesi. Jaringan tumor menyerap metabolit porfirin ini dan menjadi fotosensitif terhadap konversinya yaitu protoporfirin IX yang menjadi fotodestruktif ketika dipaparkan pada sinar dengan panjang gelombang 620-670 nm. 85% basalioma superfisial yang diberikan terapi fotodinamik sembuh dengan hasil kosmetik yang sangat baik (Wong & Strange, 2009). 3. Immunomodulator topikal berupa Imiquimod 5% krim. Imiquimod bekerja
dengan
menginduksi
respon
imun
seluler
sehingga
menyebabkan sekresi interferon gamma (IFN-g), interleukin 12, dan sitokin lainnya. Masuknya IFN ke dalam tumor akan menyebabkan perlekatan limfosit dengan CD 4+ serta membunuh sel tumor dengan regresi tumor. Basalioma superfisial yang diterapi dengan imiquimod sembuh hingga 85%. 5-Fluorourasil, sitostatik, diberikan secara topikal setiap hari selama 4-6 minggu (1-5% dalam bentuk krim atau salep). Sitostatik
ini
bekerja
selektif
terhadap
tumor
epidermal
yang
hiperproliferasi. Namun juga dapat mengiritasi kulit yang sehat sehingga harus diawasi penggunaannya (Wong & Strange, 2009). B. Penatalaksanaan Bedah Tujuan
penatalaksanaan
bedah
pada
basalioma
adalah untuk
mengangkat tumor sehingga tidak ada jaringan tumor yang dapat berkembang lebih lanjut. Beberapa hal yang perlu dipertimbangkan dalam memilih terapi adalah jenis subtipe basalioma, lokasi dan ukuran tumor, umur pasien, kemampuan pasien untuk menoleransi pembedahan, serta biaya. Metode bedah yang banyak digunakan adalah kuretase dan elektrodesikasi, eksisi dengan pemeriksaan tepi tumor atau bedah mikrografik Mohs. Krioterapi kadang digunakan. Namun dari penelitian ditemukan bahwa pengobatan basalioma pada wajah adalah pembedahan metode mikrografik Mohs lebih baik dibanding metode pengobatan lain,
dimana angka kekambuhan sangat minimal, tetapi kekurangannya biaya operasi lebih mahal dan waktu operasinya lebih lama (Wong & Strange, 2009). 1. Kuretase dan elektrodesikasi Merupakan pilihan terapi yang umumnya digunakan pada lesi dengan batas tidak tegas. Dapat digunakan sebagai penatalaksanaan basalioma nodular dengan ukuran kurang dari 2 cm dan basalioma superfisial dengan berbagai ukuran. Walaupun dilaporkan tingkat kesembuhan dengan metode ini lebih dari 90 %, tetapi rekurensi dilaporkan pada 30 % lesi dengan diameter lebih dari 3 cm. Karena tingkat rekurensi yang tinggi, luaran kosmetik yang kurang baik, dan kurangnya kontrol histologis, metode ini tidak diterima sebagai terapi utama pada basalioma (Culliford & Hazen, 2007). 2. Biopsi eksisi Metode ini menghasilkan tingkat kesembuhan
lebih dari 90 %. Pada
metode ini tumor diangkat seluruhnya hingga jaringan lemak subkutan dengan dikelilingi oleh jaringan normal. Literatur merekomendasikan batas 3 mm untuk basalioma kecil (<10 mm) dan 5 mm untuk basalioma yang lebih besar (10-20 mm) pada wajah. Untuk lesi yang ditemukan pada lokasi lain, direkomendasikan batas 5 mm. Tepi tumor harus dikonfirmasi ”negatif”
dengan
pemeriksaan
histologis.
Teknik
ini
memerlukan
penutupan lesi bekas eksisi berupa flap atau graft. Metode ini baik digunakan untuk basalioma tipe noduler, morfea dan basalioma yang telah berinfiltrasi (Culliford & Hazen, 2007). 3. Bedah mikrografik Mohs Merupakan teknik bedah yang mengkombinasikan ekstirpasi tumor dan pemeriksaan mikroskopik tepi jaringan. Eksisi miring dan pemetaan yang teliti dari tepi perifer dan batas dalam dari horizontal frozen section memungkinkan pemeriksaan yang komprehensif dari semua tepi jaringan yang dieksisi dan menjamin tingkat kesembuhan yang sangat baik melebihi 98% untuk sebagian besar kanker kulit. Indikasi bedah mikrografik Mohs : basalioma yang terletak pada daerah H (telinga, periaurikuler, daerah temporal, periokular, hidung, bibir), basalioma yang rekuren, basalioma yang besar (>2 cm), basalioma dengan batas yang tidak jelas, basalioma subtipe agresif, pasien dengan imunosupresi, sindroma basal sel nevus, dan xeroderma pigmentosum. Teknik operasinya adalah dengan menginsisi daerah tumor, dan langsung
diperiksa histopatologi dibawah mikroskop dengan pewarnaan hematoxilin dan Eosin atau pewarnaan lainnya. Insisi lapis demi lapis, dan masingmasing diperiksa secara mikroskopik. Insisi sejauh 5-8 sentimeter dari batas jaringan yang histopatologinya masih tampak basalioma. Jika benarbenar jaringan basalioma sudah hilang dengan pemeriksaan mikroskopik, maka dilakukan bedah rekonstruksi untuk menutupi defek akibat insisi yang dilakukan.
Operasi ini membutuhkan keahlian tersendiri dan
membutuhkan waktu yang lebih lama dibanding eksisi biasa dan biaya yang dibutuhkan lebih mahal (Culliford & Hazen, 2007). 4. Krioterapi Merupakan teknik yang dapat digunakan pada lesi primer dengan ukuran < 2 cm dan subtipe nonagresif. Tingkat kesembuhan >95 % tetapi berhubungan dengan hipopigmentasi dan jaringan parut. Tidak ada kontrol histologis dengan metode ini, dan jaringan biasanya awalnya menjadi sangat edema. Tingkat rekurensi dilaporkan 3,7 – 7,5%. Lesi yang sangat besar mungkin membutuhkan flap atau skin graft untuk memperbaiki defek pada kulit setelah eksisi. Luas defek harus diperkirakan sebaik-baiknya, terutama jika defek berada di area yang sulit, agar hasil operasi sesuai dengan yang diinginkan (Berman, 2008) 2.10 KOMPLIKASI Adapun komplikasi yang dapat di timbulkan dari penyakit kanker kulit ini yaitu: 1. Akibat pembedahan dan terapi radiasi: i. Jaringan yang di buat tergores/ terluka. ii. Perubahan warna kulit. iii. Timbulnya perubahan pada kulit dari alat-alat kosmetik. iv. Luka kulit yang kronis. v. Keterbatasan anggota badan jika pengobatan luas. 2. Akibat kemoterapi dan bioterapi: i. mual dan muntah. ii. syndrome flulike. iii. mielosupresi. iv. paresthesia v. fibrosis pulmonary. vi. hipersensivitas. vii. alopesia. viii. reaksi alergi
3.
Umum: i. Timbulnya perubahan pada kulit dari alat-alat kosmetik dan citra tubuh. ii. Kehilangan fungsi pada ekstremitas. iii. Perlukaan dan perubahan warna kulit. iv. Proses hasil metastase penyakit pada paengobatan invasif dan potensial kematian terakhir.
2.11
PENCEGAHAN Cara terbaik untuk mencegah basalioma adalah dengan mengurangi paparan sinar ultraviolet, dengan memakai topi, payung, atau menggunakan tabir surya (Sun-block), sinar UVA dan UVB dengan SPF (faktor perlindungan matahari) ukuran maksimum 15. Mencegah kemungkinan radiasi sinar x atau paparan arsen dengan memakai pelindung, untuk pekerja yang harus kontak langsung dengan bahan tersebut. Berkonsultasi secara dini kepada dokter ahli jika terjadi perubahan pada kulit (Berman, 2008).
3. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN 3.1. PENGKAJIAN Menurut Barbara Engram (1998), dalam memberikan asuhan keperawatan pada klien pre dan post operasi umum, data yang perlu dikaji adalah : a. Data dasar 1. Identitas Kajian ini meliputi nama, inisial, umur, jenis kelamin, agama, suku, pendidikan, pekerjaan dan tempat tinggal klien. Selain itu perlu juga dikaji nama dan alamat penanggung jawab serta hubungannya dengan klien. 2. Riwayat penyakit dahulu : Berupa penyakit dahulu yang pernah diderita yang berhubungan dengan keluhan sekarang. 3. Riwayat penyakit sekarang : Meliputi alasan masuk rumah sakit, kaji keluhan klien, kapan mulai tanda dan gejala. Faktor yang mempengaruhi, apakah ada upaya-upaya yang dilakukan. 4. Riwayat kesehatan keluarga : Terdapat anggota keluarga yang menderita penyakit basalioma atau kanker (Engram, 1998). 5. Data biologis i. Pola nutrisi : klien mengalami anoreksia, dan ketidakmampuan untuk makan (Mayer’s, et, al, 1995). ii. Pola minum ; Masukan cairan klien adekuat, pasca operasi, klien puasa total 24 jam (Doenges, et, al, 2002). iii. Pola eliminasi ; Terjadi konstipasi dan berkemih tergantung masukan cairan (Brunner & Suddarth, 2002).
iv. Pola istirahat dan tidur : Tidak dapat tidur dalam posisi baring rata pasca operasi (Doenges, et, al, 1999). v. Pola kebersihan : Penurunan kemampuan melakukan aktivitas seharihari disebabkan pasca operasi (Tucker, et, al, 1998). vi. Pola aktivitas : Keletihan melakukan aktivitas sehari-hari (Brunner and Suddarth, 2000). 6. Data psikologis i. Status emosi : Klien dapat merasa terganggu dan malu dengan kondisi yang dialaminya atau tidak (Brunner and Suddarth, 2002). ii. Gaya komunikasi ; kesulitan berbicara dalam kalimat panjang/perkataan yang lebih dari 4 atau 5 sekaligus (Doenges, et, al, 1999). iii. Pola interaksi ; tidak ada sistem pendukung, pasangan, keluarga, orang terdekat. Keterbatasn hubunan dengan orang lain, keluarga atau tidak (Doenges, et, al, 1999). iv. Pola koping : Klien marah, cemas, menarik diri atau menyangkal. 7. Data sosial i. Pendidikan dan pekerjaan : tingkat pengetahuan tentang operasi minim (Soeparman, et, al, 1998). ii. Hubungan sosial : kurang harmonisnya hubunan sosial merupakan stressor emosional pernafasan tidak teratur (Brunner & Suddarth, 2002). iii. Gaya hidup : kebiasan merokok, minum minuman berakohol, sering bergadang (Brunner & Suddarth, 2002). 8. Data spiritual : keterbatasan melakukan kegiatan spiritual (Brunner & Suddarth, 2002). b. Pemeriksaan fisik 1. Keadaan umum lemah 2. Kesadaran composmentis sampai koma, tergantung tingkat efek pembedahan dan anestesi. 3. Tanda-tanda vital meningkat disebabkan adanya infeksi. 4. Kepala, leher, axilla : ekspresi wajah meringis, takut. 5. Hidung : pernafasan cuping hidung 6. Dada : berpengaruh apabila tingkatan infeksi tinggi akan mempengaruhi pernafasan cepat sampai retraksi. 7. Ekstremitas : ekstremitas berkeringat (Brunner & Suddarth, 2002).
3.2. DIAGNOSA KEPERAWATAN Berdasarkan teori diagnosa keperawatan yang mungkin timbul pada klien dengan pre dan post operatif Basalioma menurut Doenges, et al (2000), adalah sebagai berikut : Diagnosa Keperawatan Pre-Operatif 1. Ansietas berhubungan dengan perubahan pada status kesehatan. 2. Gangguan rasa nyaman b/d gejala terkait penyakit 3. Kurang pengetahuan tentang kondisi dan prognosis berhubungan dengan kurang informasi. Diagnosa Keperawatan Post-Operatif 1.
Bersihan jalan napas berhubungan dengan peningkatan ekspansi paru, energi menurun/kelemahan, nyeri.
2.
Kekurangan cairan berhbungan dengan hilangnya cairan tubuh.
3.
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual/muntah dan kurang nafsu makan.
4.
Nyeri akut berhubungan dengan eksisi pembedahan.
5.
Kerusakan integritas kulit/jaringan berhubungan dengan eksisi pembedahan.
6.
Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan luka post operasi.
3.3. RENCANA KEPERAWATAN Gangguan rasa nyaman b/d gejala terkait penyakit Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam, diharapkan klien merasa nyaman Kriteria Hasil : Didapatkan skor NOC sesuai target NOC : Comfort Status No.
Indikator
1
1.
Kenyemanan fisik
2.
Kenyamanan psikis
3.
Support dari keluarga
2
3
4
5
Keterangan Penilaian : Kenyamanan fisik 1.
Melaporkan
Kenyamanan psikis rasa
Melaporkan
Support dari keluarga rasa
ketidaknyamanan, gelisah,
ketidaknyamanan, gelisah,
gangguan
gangguan
pola
tidur,
pola
tidur,
Tidak
mendapat
dukungan keluarga
menangis 2.
3.
4.
5.
menangis
Melaporkan
rasa
Melaporkan
rasa
ketidaknyamanan, gelisah,
ketidaknyamanan, gelisah,
gangguan pola tidur
gangguan pola tidur
Melaporkan
rasa
Melaporkan
rasa
Dukungan perhatian
Dukungan
ketidaknyamanan, gelisah
ketidaknyamanan, gelisah
sentuhan
Melaporkan
Melaporkan
Dukungan
rasa
rasa
berupa
berupa
berupa
ketidaknyamanan
ketidaknyamanan
sentuhan, perhatian
Klien merasa nyaman
Klien merasa nyaman
Dukungan
berupa
sentuhan, perhatian, dan motivasi Intervensi NIC : Relaxation therapy
Ciptakan lingkungan yang nyaman dan tenang bagi klien
Posisikan klien dalam posisi yang nyaman
Instruksikan klien untuk melakukan hal yang menimbulkan kenyamanan (misalnya, membayangkan hal yang menenangkan) Demontrasikan teknik relaksasi pada klien (teknik relaksasi dengan musik,
masase, teknik relaksasi lima jari, dll) Monitor kekakuan otot, tekanan darah, dan nadi
Ansietas b/d perubahan status kesehatan dan tindakan operatif d/d melaporkan kecemasan secara verbal Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam, ansietas berkurang Kriteria Hasil : Didapatkan skor NOC sesuai target NOC : Anxiety Level No.
Indikator
1
1.
Melaporkan kecemasan
2.
Ekspresi wajah gelisah
Keterangan Penilaian : Melaporkan Kecemasan 1.
Melaporkan kecemasan
Ekspresi wajah
2
3
4
5
berulang –ulang (>5kali) 2.
Melaporkan kecemasan 4-5
3.
Melaporkan kecemasan 2-3
4.
Melaporkan kecemasan 1 kali
5. Tidak
ada
kecemasan Intervensi NIC : Anxiety Reduction
Gunakan teknik relaksasi yang menenangkan
Berikan penjelasan terkait prosedur penatalaksanaan yang akan dilakukan
Kaji tingkat kecemasan klien dari laporan verbal dan tingkat ketakutan
Identifikasi adanya perubahan tingkat ansietas
Instruksikan klien untuk melakukan teknik relaksasi (nafas dalam)
Instruksikan keluarga untuk mendampingi klien
Nyeri akut b/d agen cedera fisik (tindakan operatif) Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam, diharapkan nyeri dapat terkontrol Kriteria Hasil : Didapatkan skor NOC sesuai target NOC : Pain Level No.
Indikator 1.
Melaporkan nyeri
2.
Ekspresi wajah saat nyeri
3.
RR
1
Keterangan Penilaian : Melaporkan
Ekspresi wajah
nyeri
saat nyeri
VAS 9-10
RR
>24
2
3
4
5
2. VAS 7-8
23-24
3. VAS 5-6
21-22
4. VAS 3-4
19-20
5. VAS 1-2
16-18
Intervensi NIC : Pain Management ; Analgesic administration
Monitor dan kaji karakteristik dan lokasi nyeri.
Monitor tanda-tanda vital (tekanan darah, nadi, respirasi, kesadaran).
Anjurkan pada pasien agar segera melaporkan bila terjadi nyeri.
Ciptakan suasana lingkungan yang tenang dan nyaman.
Ajarkan dan anjurkan pada pasien untuk melakukan tehnik relaksasi.
Berikan analgesik atau kombinasi analgesik sesuai yang telah diresepkan
Kerusakan integritas jaringan b/d faktor mekanik (tindakan operatif) Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam, dirapatkan tidak ada resiko infeksi ada perbaikan integritas jaringan post operasi Kriteria Hasil : Didapatkan skor NOC sesuai target NOC : Wound Healing : Primary Intention No.
Indikator
1
1.
Rembesan purulent
2.
Rembesan serous
3.
Rembesan serousanguineous
4.
Drainase serousanguineous
5.
Kemerahan di kulit sekitar luka
2
3
Keterangan Penilaian : Rembesan
Drainase
Kemerahan
4
5
Banyak rembesan (>5
Drainase >200cc/24 jam
cm) 2. Rembesan sedang (45 cm) 3. Rembesan sedang (23 cm) 4. Rembesan minimal (12cm) 5. Tidak ada rembesan
Kemerahan, bengkak, suhu sekitar luka meningkat, ada rembesan
Drainase sedang (100-
Kemerahan,
200cc/24 jam)
meningkat, ada rembesan
Drainase
sedang
(50-
Kemerahan,
100cc/24 jam)
meningkat
Drainase minimal (>50
Kemerahan
suhu
suhu
sekitar
sekitar
cc/24 jam) Tidak ada drainase
Tidak ada tanda tanda infeksi
Intervensi NIC : Wound care ; Wound Care : Closed Drainage ; Infection Control
Monitor karakteristik luka, dan kondisi balutan termasuk drainase, warna balutan dan bau
Berikan dressing yang sesuai saat perawatan luka
Pertahankan teknik steril dalam perawatan luka untuk mencegah infeksi
Inspeksi kondisi luka setiap ganti balutan
Ganti balutan secara rutin atau jika eksudat sudah jenuh
Monitor area insersi drainase Monitor adanya tanda-tanda infeksi
luka
luka
DAFTAR PUSTAKA
Culliford, A. and Alexes Hazen. 2007. Dermatology for plastic surgeons. In: Grabb and Smith’s plastic surgery. 6th edition. p.111-2 Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins Brunner & Suddarth. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta :EGC Corwin , Elizabeth J . 2000 . Buku : Saku Patofisiologi . EGC . Jakarta Graham ,R. 2005 .Lecture Note on Dermatologi. Ed. 8 .Jakarta :Erlangga Harahap, Marwali. 2000. Ilmu Penyakit Kulit . Jakarta :Erlangga Sjamsudidayat ,R. 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 2. Jakarta: EGC Djuanda A, Hamzah M, Aisah S. 1999. Ilmu penyakit kulit dan kelamin. Edisi 3. Jakarta: FK UI Wong CS, Strange RC, Lear JT. Basal cell carcinoma [Online]. 2009. Available from: URL:http://bmj.bmjjournals.com/cgi/contaent/full/327/7418/794. Diakses tanggal 18 September 2017 20:45 Berman, K. MD, PhD, Associate. 2008. Basal cell carcinoma [Online] Available from:URL: /das/journal/view/0/N/15119303?issn=&source=MI. September 2017 20:45
Diakses
tanggal
18