STATUS PASIEN I. Identitas Pasien
Nama Umur Jenis Kelamin Agama Pekerjaan Pendidikan Terakhir Alamat Tanggal Masuk Jam Masuk Dokter
: SANGGUP SITEPU SITEPU : 58 tahun : laki-laki : kristen : petani : SD : Lau landin desan ujung teran kec salapain : 17 agustus 2017 : 21.00 WIB : dr. Idwan Harris, Sp.PD
II. Anamnesis Keluhan Umum Riwayat Penyakit Sekarang
: Sesak napas : keluhan dialami Os Os ± 6 jam sebelum masuk RS.
Telaah
: Os datang ke RSUD Dr RM Djoelham dengan keluhan sesak nafas yang dirasakan sejak ± 2 tahun belakangan ini. Keluhan memberat sekitar 6 jam yang lalu. Sesak nafas tidak membaik dengan beristirahat dan memburuk saat beraktivitas. Os juga mengeluhkan mengeluhkan terbangun dimalam hari karena sesaknya itu dan tidur harus diganjal dengan bantal yang tinggi. Os mengeluh mudah lelah saat beraktivitas. Perut dan kedua kaki os membesar sejak ± 2 minggu yang lalu tidak disertai nyeri tetapi membuat os sulit beraktivitas. Os juga mengeluhkan batuk (+) berdahak (+) sejak ± 1 minggu ini, tengkuk berat (+), tangan sebelah kiri kebas, mual (+), muntah (-) BAK (+) normal BAB BAB (+) (+) normal
Riwayat Penyakit Terdahulu Riwayat Pemakaian Obat Riwayat Alergi Riwayat Kebiasaan/ Prilaku
: Hipertensi, Diabetes Melitus, Stroke : Metformin, Candesartan : disangkal : dulu pasien seorang perokok aktif
III. Pemeriksaan Fisik Keadaan Umum : tampak sakit sedang Kesadaran : compos mentis Vital Sign : TD: 100/70 mmHg HR: 68 x/i RR: 18 x/i T : 36,5 Sikap Paksa : 1
BB : 84 kg TB : 170 cm
= 84 (1,7)2 = 29,06 (obesitas I)
2
Status Generalis 1. KEPALA Kepala : Normocepali Mata : Sklera Ikterik (- / - ), Reflek Pupil Isokor (+ /+ ), Conjungtiva Palpebra Anemis (- / - ) Hidung : Deviasi Septum Nasi (- /- ), Sekret (-/- ) Mulut : Mukosa Bibir Kering ( - ), Sianosis ( - ), Lidah Kotor ( - ) 2. LEHER
: Tekanan Vena Jugularis ( N ) Trakea di Medial Pembesaran KGB ( - )
3. THORAX (PULMO) DEPAN Inspeksi : simetris fusiformis Palpasi : - lapang atas : strem fremitus kanan = kiri, kesan normal - lapang tengah : strem fremitus kanan = kiri, kesan normal - lapang bawah : strem fremitus kanan = kiri, kesan normal Parkusi : - lapang atas : sonor - lapang tengah : sonor - lapang atas : sonor Auskultasi
: SP : Vesikuler ( +/+ ) ST : Ronkhi (Kering/Basah) ( -/- ), Wheezing (- / - ) Oedema pulmo (-/+) .
BELAKANG Inspeksi : simetris fusiformis Palpsi : - lapanga atas : strem fremitus kanan = kiri, kesan normal - lapang tengah : strem fremitus kanan = kiri, kesan normal - lapang bawah : strem fremitus kanan = kiri, kesan normal
Perkusi
: - lapang atas : sonor - lapang tengah : sonor - lapang atas : sonor
Auskultasi
: SP : Vesikuler ( +/+ ) ST : Ronkhi (Kering/Basah) (- /- ), Wheezing ( -/ - ), Oedema pulmo (-/+).
3
4. THORAX ( JANTUNG ) Inspeksi : Ictus Cordis tidak terlihat Palapsi : Ictus Cordis tidak teraba Perkusi : Batas jantung atas ICS II sinistra. Batas jantung kanan linea parasternalis dextra, ICS V. Batas jantung kiri linea midklavikularis sinistra, ICS V I. Auskultasi : HR : 86 x/i Desah : ( - ) A2 > A1, P2 > P1, T2 < T1, M1 > M2 5. ABDOMEN Inspeksi : perut tampak buncit Auskultasi : Peristaltik usus (+) Normal Palpasi : Soepel, Nyeri Tekan Abdomen (+) Pemeriksaan undulasi (+) Hepar : Tidak teraba Limpa : Tidak teraba Perkusi : Tympani
+ -
-
-
+
6. GENITELIA : Tidak dilakukan pemeriksaan 7. EKSTREMITAS : Superior : Oedem ( -/- ), akral dingin ( - /- ) Inferior : Oedem ( +/+ ), akral dingin ( -/- )
IV. Diagnosa Banding
: CHF (Chronic Heart Failure) ARDS (Acute Respiratory Distress Syndrome) COPD (Chronic Obstructive Pulmonary Disease) PJK (Penyakit Jantung Kronik) GGK (Gagal Ginjal Kronik)
V. Diagnosa Kerja
: CHF + hipoglikemia
VI. Terapi Bed rest IVFD RL 10 gtt/menit Diet DM 1400 kkal Inj. Ceftriaxon1amp/12 jam (skin test) Inj. Ranitidine 1 amp/12 jam Furosemid tab 40 mg 1x1 Bisoprolol tab 5 mg 1x1 KSR tab Nebul Ventolin /8 jam
Setelah cek KGDR: 63mg/dL berikan IFVD D5% 10 gtt/I setelah abis hitung KGDR lagi per 24 jam 4
VII. Anjuran Darah lengkap Urin lengkap Elektrolit Ureum/Creatinin Cholesterol KGDR : pantau gula darah hingga stabil EKG Foto Thorax PA
5
FOLLOW UP Hari, Tgl Follow
TTV
Jumat, 18 agust 2017
Sabtu, 19 agust 2017
Minggu, 20 agust 2017
Senin, 21 agust 2017
Selasa, 22 agust 2017
TD
100/60 mmHg
150/110 mmHg
120/70 mmHg
100/80 mmHg
130/80 mmHg
i
HR
63 x/i
60 x/i
65 x/i
63 x/i
90 x/i
P
RR
16 x/i
26 x/i
20 x/i
24 x/i
20 x/i
36,5
36,2
36,2
36,7
36
TD
100/60 mmHg
130/80 mmHg
140/70 mmHg
110/90 mmHg
130/70 mmHg
n
g
HR
56 x/i
68 x/i
72 x/i
75 x/i
76 x/i
S
RR
18 x/i
21 x/i
20 x/i
24 x/i
24 x/i
36,3
36,3
36
36,6
36,4
a
g
Kamis, 17 agust 2017
ai
T
T 100/70 mmHg
120/70 mmHg
110/60 mmHg
120/60 mmHg
120/80 mmHg
P
la
m
HR
68 x/menit
76 x/i
77 x/i
76 x/i
74 x/i
B
M
RR
18 x/menit
20 x/i
20 x/i
20 x/i
22 x/i
J
36,5
36,5
36
36,1
36,5
a
TD
T
6
Hasil lab tanggal 18 Agustus 2017 Darah lengkap : HB : 12 g/dL ( ↓ ) Eritrosit : 4,34 juta/uL Hematokrit : 35,2 % ( ↓ ) Lekosit : 8,62 ribu/mm3 Trombosit : 303,9 ribu/mm3 Index Eritrosit : MCV : 81,1 fL MCH : 27,6 pg MCHC : 34,1 % ( ↑) RDW-CV : 15,7 % MPV : 6,6 fL Hitung Jenis Lekosit Basofil : 0,52 % Neutrofil : 67,92 % Limfosit : 15,93 % ( ↓ ) Eosinofil : 5,62 % ( ↑ ) Monosit : 10,00 % ( ↑ ) KIMIA KLINIK Elektrolit Natrium (Na) Kalium (K) Klorida (Cl)
: 132 mmol/L ( ↓ ) : 4,10 mmol/L : 99 mmol/L Creatinin Clearance: (140-umur) x BB 72 x kreatinin (140-58)x84 72x1,17 81,76
Fungsi Ginjal Ureum : 94 mg/dL ( ↑ ) Kreatinin : 1,17 mg/dL Asam Urat : 16,4 mg/dL ( ↑ ) Karbohidrat KGDR : 63 mg/dL ( ↓ ) Cholesterol Lengkap Kolesterol Total : 130 mg/dL Trigliserida : 225 mg/dL ( ↑ ) HDL Kolesterol : 40 mg/dL
Kolesterol
: 45 mg/dL
Hasil lab tanggal 19 Agustus 2017 Urine Lengkap Makroskopis Urine; Warna urine : kuning Kejernihan urine : jernih 7
Kimia Urine Berat Jenis pH urine Glukosa urine Bilirubin urine Keton urine Protein urine Urobilinogen urine Nitrit urine Blood Leukosit urine
: 1,025 : 6,0 : negatif : negatif : negatif : negatif : negatif : negatif : negatif : negatif
Mikroskopis Urine Eritrosit Leukosit Sel epitel Cast Kristal Sel Ragi
: negatif : 0-1 plp : 0-1 plp : negatif : negatif : negatif
KIMIA KLINIK Karbohidrat KGDR KGD 2 jam PP
: 218 mg/dL ( ↑ ) : 124 mg/dL
Hasil lab tanggal 20 Agustus 2017 KIMIA KLINIK Karbohidrat KGDR : 117 mg/dL KGD 2 jam PP : 289 mg/dL ( ↑ )
Tanggal 18 Agustus 2017
KGDR 63 mg/dL ( ↓ )
GD 2 jam PP -
19 Agustus 2017
218 mg/dL ( ↑ )
124 mg/dL
20 Agustus 2017
117 mg/dL
289 mg/dL ( ↑ )
Foto Polos Thorax PA: Kesan : Cardiomegali
8
Elektro Kardio Grafik
9
Congestive Heart Failure (CHF) 1. Definisi
Gagal jantung dapat didefinisikan sebagai abnormalitas dari fungsi struktural jantung atau sebagai kegagalan jantung dalam mendistribusikan oksigen sesuai dengan yang dibutuhkan pada metabolisme jaringan, meskipun tekanan pengisian normal atau adanya peningkatan tekanan pengisian (Mc Murray et al., 2012). Gagal jantung kongestif adalah sindrom klinis progresif yang disebabkan oleh ketidakmampuan jantung dalam memompa darah untuk memenuhi kebutuhan metabolisme tubuh (Dipiro et al., 2015). 2. Epidemiologi
Angka kejadian gagal jantung di Amerika Serikat mempunyai insidensi yang besar tetapi tetap stabil selama beberapa dekade terakhir yaitu >650.000 pada kasus baru setiap tahunnya. Meskipun angka bertahan hidup telah mengalami peningkatan, sekitar 50% pasien gagal jantung dalam waktu 5 tahun memiliki angka kematian yang mutlak (Yancy et al., 2013). 3. Faktor Resiko a) Faktor resiko mayor meliputi usia, jenis kelamin, hipertensi, LVH, infark miokard, obesitas, diabetes. b) Faktor resiko minor meliputi merokok, dislipidemia, gagal ginjal kronik, albuminuria, anemia, stress, lifestyle yang buruk. c) Sistem imun, yaitu adanya hipersensitifitas. d) Infeksi yang disebabkan oleh virus, parasit, bakteri. e) Toksik yang disebabkan karena pemberian agen kemoterapi (antrasiklin, siklofosfamid, 5 FU), terapi target kanker (transtuz umab, tyrosine kinase inhibitor), NSAID, kokain, alkohol. f) Faktor genetik seperti riwayat dari keluarga. (Ford et al., 2015) 4. Etiologi
Mekanisme fisiologis yang menjadi penyebab gagal jantung dapat berupa : a) Meningkatnya beban awal karena regurgitasi aorta dan adanya cacat septum ventrikel. b) Meningkatnya beban akhir karena stenosis aorta serta hipertensi sistemik. c) Penurunan kontraktibilitas miokardium karena infark miokard ataupun kardiomiopati. Gagal jantung dan adanya faktor eksaserbasi ataupun beberapa penyakit lainnya, mempunyai pengaruh yang sangat penting dalam penanganannya dan seharusnya dilakukan dengan penuh pertimbangan.
10
5. Patofisiologi
Patofisiologi dari gagal jantung dibagi menjadi beberapa bagian yaitu : a) Berdasarkan bagian jantung yang mengalami kegagalan ( failure) 1) Gagal jantung kiri ( Left-Sided Heart Failure) Bagian ventrikel kiri jantung kiri tidak dapatmemompa dengan baik sehingga keadaan tersebut dapat menurunkan aliran dari jantung sebelah kiri keseluruh tubuh. Akibatnya, darah akan mengalir balik ke dalam vaskulator pulmonal (Berkowitz, 2013). Pada saat terjadinya aliran balik darah kembali menuju ventrikular pulmonaris, tekanan kapiler paru akan meningkat (>10 mmHg) melebihi tekanan kapiler osmotik (>25 mmHg). Keadaan ini akan menyebabkan perpindahan cairan intravaskular ke dalam interstitium paru dan menginisiasi edema (Porth, 2007). 2) Gagal jantung kanan ( Right-Sided Heart Failure) Disfungsi ventrikel kanan dapat dikatakan saling berkaitan dengan disfungsi ventrikel kiri pada gagal jantung apabila dilihat dari kerusakan yang diderita oleh kedua sisi jantung, misalnya setelah terjadinya infark miokard atau tertundanya komplikasi yang ditimbulkan akibat adanya progresifitas pada bagian jantung sebelah kiri. Pada gagal jantung kanan dapat terjadi penumpukan cairan di hati dan seluruh tubuh terutama di ekstermitas bawah (Acton, 2013). b. Mekanisme neurohormonal Istilah neurohormon memiliki arti yang sangat luas,dimana neurohormon pada gagal jantung diproduksi dari banyak molekul yang diuraikan oleh neuroendokrin (Mann, 2012). Renin merupakan salah satu neurohormonal yang diproduksi atau dihasilkan sebagai respon dari penurunan curah jantung dan peningkatan aktivasi sistem syaraf simpatik. c. Aktivasi sistem Renin Angiotensin Aldosteron (RAAS) Pelepasan renin sebagai neurohormonal oleh ginjal akan mengaktivasi RAAS. Angiotensinogen yang diproduksi oleh hati dirubah menjadi angiotensin I dan angiotensinogen II.Angiotensin II berikatan dengan dinding pembuluh darah ventrikel dan menstimulasi pelepasan endotelin sebagai agen vasokontriktor. Selain itu, angiotensin II juga dapat menstimulasi kelenjar adrenal untuk mensekresi hormon aldosteron. Hormon inilah yang dapat meningkatkan retensi garam dan air di ginjal, akibatnya cairan didalam t ubuh ikut meningkat. Hal inilah yang mendasari timbulnya edema cairan pada gagal jantung kongestif (Mann, 2012). d. Cardiac remodeling Cardiac remodeling merupakan suatu perubahan yang nyata secara klinis sebagai perubahan pada ukuran, bentuk dan fungsi jantung setelah adanya
11
stimulasi stress ataupun cedera yang melibatkan molekuler, seluler serta interstit ial (Kehat dan Molkentin, 2010). 6. Klasifikasi
Berdasarkan American Heart Association (Yancy et al., 2013), klasifikasi dari gagal jantung kongestif yaitu sebagai berikut : a. Stage A Stage A merupakan klasifikasi dimana pasien mempunyai resiko tinggi, tetapi belum ditemukannya kerusakanstruktural pada jantung serta tanpa adanya tanda dan gejala ( symptom) dari gagal jantung tersebut. Pasien yang didiagnosa gagal jantung stage A umumnya terjadi pada pasien dengan hipertensi, penyakit jantung koroner, diabetes melitus, ataupasien yang mengalami keracunan pada jantungnya (cardiotoxins). b. Stage B Pasien dikatakan mengalami gagal jantung stage B apabila ditemukan adanya kerusakan struktural pada jantung tetapi tanpa menunjukkan tanda dan gejala dari gagal jantung tersebut. Stage B pada umumnya ditemukan pada pasien dengan infark miokard, disfungsi sistolik pada ventrikel kiri ataupun penyakit valvular asimptomatik. c. Stage C Stage C menunjukkan bahwa telah terjadi kerusakan struktural pada jantung bersamaan dengan munculnya gejala sesaat ataupun setelah terjadi kerusakan. Gejala yang timbul dapat berupa nafas pendek, lemah, tidak dapat melakukan aktivitas berat. d. Stage D Pasien dengan stage D adalah pasien yang membutuhkan penanganan ataupun intervensi khusus dan gejala dapat timbul bahkan pada saat keadaan istirahat, serta pasien yang perlu dimonitoring secara ketat. The New York Heart Association (Yancy et al., 2013) mengklasifikasikan gagal jantung dalam empat kelas, meliputi : a. Kelas I Aktivitas fisik tidak dibatasi, melakukan aktivitas fisik secara normal tidak menyebabkan dyspnea, kelelahan, atau palpitasi. b. Kelas II Aktivitas fisik sedikit dibatasi, melakukan aktivitas fisik secara normal menyebabkan kelelahan, dyspnea, palpitasi, serta anginapektoris (mild CHF). c. Kelas III 12
Aktivitas fisik sangat dibatasi, melakukan aktivitas fisik sedikit saja mampu menimbulkan gejala yang berat (moderate CHF). d. Kelas IV Pasien dengan diagnosa kelas IV tidak dapat melakukan aktivitas fisik apapun, bahkan dalam keadaan istirahat mampu menimbulkan gejala yang berat ( severe CHF). Klasifikasi gagal jantung baik klasifikasi menurut AHA maupun NYHA memiliki perbedaan yang tidak signifikan. Klasifikasi menurut AHA berfokus pada faktor resiko dan abnormalitas struktural jantung, sedangkan klasifikasi menurut NYHA berfokus pada pembatasan aktivitas dan gejala yang ditimbulkan yang pada akhirnya kedua macam klasifikasi ini menentukan seberapa berat gagal jantung yang dialami oleh pasien. Klasifikasi Framingham : Penegakkan diagnosis CHF jika memenuhi kriteria 2 major atau 1 major 2 minor: a. Kriteria major
Paroxysmal nocturnal dyspnea
Distensi vena leher
Ronki paru
Kaardiomegali
Edema paru akut
Gallop s3
Peninggian tekanan vena jugularis
Refluks hepatojugular b. Kriteria minor :
Edema ekstremtitas
Batuk malam hari
Dispnea d’effort
Hepatomegali
Efusi pleura
Penurunan kapasitas vital 1/3 dari normal
Takikardi >120 kali/menit
7. Diagnosis
Anamnesis Fatigue, dyspnea, shortness of breath. Keluhan dapat berupa keluhan saluran pencernaan, anoreksia, nausea dan rasa penuh. Jika berat dapat terjadi konfusi, disorientasi, gangguan pola tidur dan mood.
Pemeriksaan fisik 13
Tekanan darah dapat normal atau meningkat pada tahap awal, selanjutn ya akan menurun karena disfungsi ventrikel kiri. Penilaian perfusi perifer, suhu kulit, peninggian tekanan pengisian vena, adanya murmur sistolik, murmur diastolik dan irama gallop perlu dideteksi dalam auskultasi jantung. Kongesti paru ditandai dengan ronki basah pada kedua basal paru. Penilaian vena jugular dapat normal saat istirahat tetapi dapat meningkat dengan adanya tekanan pada abdomen (abdominojugular reflux positif). Pada abdomen adanya hepatomegali merupakan tanda penting pada gagal jantung,asites, ikterus kar ena fungsi hepar yang terganggu. Edema esktremitas umumnya simetris.
Pemeriksaan penunjang Pemeriksaan laboratorium pada pasien gagal jantung harus mencakup evaluasi awal pada jumlah darah lengkap, urinalisis,elektrolit serum (ter masuk pemeriksaan kalsium, magnesium), blood urea nitrogen (BUN), kreatinin serum, glukosa, profil lipid puasa, tes fungsi ginjal dan hati, x-ray dada, elektrokardiogram (EKG) dan thyroid-stimulating hormone (Yancy et al., 2013). Pasien yang dicurigai mengalami gagal jantung, dapat pula dilakukan pemeriksaan kadar serum natrium peptida (NICE, 2010).
8. Penatalaksaan a. Tujuan Terapi
Tujuan terapi pada pasien gagal jantung kongestif (CHF) berdasarkan American Heart Association (Yancy et al., 2013) antara lain sebagai berikut : 1) 2) 3) 4)
Mencegah terjadinya CHF pada orang yang telah mempunyai faktor resiko. Deteksi dini asimptomatik disfungsi LV. Meringankan gejala dan memperbaiki kualitas hidup. Progresifitas penyakit berjalan dengan lambat.
b. AlgoritmaTerapi Penggolongan obat sangat erat kaitannya dengan algoritma pada terapi gagal jantung kongestif. Berdasarkan Pharmacoterapy Handbook edisi 9tahun 2015 (Dipiro et al., 2015), penggolongan obat pada terapi gagal jantung kongestif (CHF) adalah sebagai berikut : 1) Angiotensin converting enzyme Inhibitor (ACE I) Obat-obat yang termasuk ACE I mempunyai mekanisme kerja menurunkan sekresi angiotensin II dan aldosteron dengan cara menghambat enzim yang dapat mengubah angiotensin I menjadi angiotensin II. Termasuk juga dapat mengurangi kejadian remodeling jantung serta rete nsi air dan garam. 2) Beta bloker 14
Berdasarkan guideline dari ACC/AHA direkomendasikan menggunakan β-blocker pada semua pasien gagal jantung kongestif yang masih stabil dan untuk mengurangi fraksi ejeksi jantung kiri tanpa kontraindikasi ataupun adanya riwayat intoleran pada β- blockers. Mekanisme kerja dari β- blocker sendiri yaitu dengan menghambat adrenoseptor beta (beta-bloker) di jantung, pembuluh darah perifer sehingga efek vasodilatasi tercapai. Beta bloker dapat memperlambat konduksi dari sel jantung dan juga mampu meningkatkan periode refractory. 3) Angiotensin II receptor type 1 Inhibitor (ARB) Mekanisme ARB yaitu menghambat reseptor angiotensin II pada subtipe AT1. Penggunaan obat golongan ARB direkomendasikan hanya untuk pasien gagal jantung denganstage A, B, C yang intoleran pada penggunaan ACE I. Food andDrug Approval (FDA) menyetujui penggunaan candesartan dan valsartan baik secara tunggal maupun kombinasi dengan ACE I sebagai pilihan terapi pada pasien gagal jantung kongestif. 4) Diuretik Mekanisme kompensasi pada gagal jantung kongestif yaitu dengan meningkatkan retensi air dan garam yang dapat menimbulkan edema baik sistemik maupun paru. Penggunaan diuretik pada terapi gagal jantung kongestif ditujukan untuk meringankan gejala dyspnea serta mengurangi retensi air dan garam (Figueroa dan Peters, 2006). Diuretik yang banyak digunakan yaitu dari golongan diuretik tiazid sepertihidroklorotiazid (HCT) dan golongan diuretik lengkungan yang bekerja pada lengkung henle di ginjal seperti furosemid. 5) Antagonis aldosteron Antagonis aldosteron mempunyai mekanisme kerja menghambat reabsorpsi Na dan eksresi K. Spironolakton merupakan obat golongan antagonis aldosteron dengan dosis inisiasi 12,5 mg perhari dan 25 mg perhari pada kasus klinikyang bersifat mayor . 6) Digoksin Digoxin merupakan golongan glikosida jantung yang mempunyai sifat inotropik positif yang dapat membantu mengembalikan kontraktilitas dan meningkatkan dari kerja jantung. Digoxin memiliki indeks terapi sempit yang berarti dalam penggunaan dosis rendah sudah memberikan efek terapi. Oleh karena itu, diperlukan kehati-hatian pada penggunaan digoxin dan diperlukan monitoring ketat bila dikhawatirkan terjadi toksik.
15
7) Nitrat dan hidralazin Nitrat dan hidralazin mempunyai efek hemodinamik yang saling melengkapi. Hidralazin sebagai vasodilator pembuluh darah arteri yang dapat mengurangi resisten pembuluh darah sistemik serta meningkatkan stroke volum dan cardiac output . Hidralazin memiliki mekanisme yaitu dengan menghambat inositoltrifosfat (IP3) pada retikulum sarkoplasma yang berfungsi untuk melepaskan ion kalsium intraseluler danterjadi penurunan ion kalsium intraseluler. Nitrat sebagaivenodilator utama (dilatasi pembuluh darah) dan menurunkan preload (menurunkan beban awal jantung) dengan mekanisme aktivasi cGMP (cyclic Guanosine Monophosphate) sehingga menurunkan kadar ion kalsium intraseluler. Yancy et al. (2013) juga memaparkan mengenai algoritma terapi dari penggolongan obat-obat CHF berdasarkan klasifikasi AHA (Tabel 2) dan NYHA (Gambar 3). Algoritma dari kedua klasifikasi tersebut dapat disesuaikan dengan keluhan dan perburukan penyakit yang dialami oleh pasien CHF. Terapi CHF klasifikasi AHA (Yancy et al ., 2013) Stage A
ACE Inhibitor atau ARB
Stage B
ACE Inhibitor, Beta Blocker
Stage C
ACE Inhibitor, Beta Blocker Diuretik, Digoksin Alternatif lain : ARB, Spironolakton, Nitrat+Hidralazin
Stage D
Terapi stage A, B, C dengan tambahan infus iv inotropik (digoksin) untuk terapi faliatif
16
Terapi CHF klasifikasi NYHA (Yancy et al., 2013)
NYHA
ACEI atau ARB dan atau Beta blocker
Kelas I
NYHA Kelas II
NYHA Kelas III
(+) Hidrat-Nitrat (+) Diuretik loop
NYHA Kelas IV
(+) Antagonis aldosteron
c. Pharmaceutical Care Pharmaceutical care atau asuhan kefarmasian dapat didefinisikan sebagai gabungan dari berbagai kegiatan, dimana seorang farmasis dapat berinteraksi langsung dengan pasien. Pharmaceutical caredapat digunakan untuk menyusun formularium atau daftar obat, mengembangkan dan mengawasi kebijakan farmasi, mengembangkan dan mengelola jaringan apotek, mempersiapkan dan menganalisis laporan pemanfaatan obat atau biaya, serta melakukan tinjauan pemanfaatan obat (WHO, 2006). Dapat dikatakan bahwa Pharmaceutical care mempunyai unsur-unsur utama yaitu pelayanan langsung kepada pasien yang berkaitan dengan penggunaan obat, kualitas hidup pasien yang berkaitan dengan keberhasilan terapi (outcome yang diinginkan), dan untuk memenuhi tanggung jawab sebagai seorang farmasis. d. Drug Related Problems (DRPs) Drug related problems (DRPs) merupakan suatu peristiwa atau keadaan yang melibatkan terapi obat baik secara aktual maupun potensial yang dapat mengganggu serta mempengaruhi pada hasil terapi yang diinginkan (PCNE, 2006). DRPs dapat terjadi secara aktual maupun potensial. Aktual sebagai problem yang sedang terjadi berkaitan dengan terapi obat yang sedang diberikan pada pasien. Potensial sebagai problem yang diperkirakan akan terjadi yang berkaitan dengan terapi obat yang sedang diberikan pada pasien
17
9. Komplikasi
a. Syok kardiogenik b. Infeksi paru c. Gangguan keseimbangan elektrolit 10. Prognosis
Angka kematian dalam 1 tahun setelah terdiagnosis mencapai 30-40%, sedangkan angka dalam 5 tahun 60-70%. Kematian disebabkan karena perburuhkan klinis mendadak yang kemunngkinan disebabkan karena aritmia ventrikel. Berdasarkan klasifikasi NYHA kelas IV mempunyai angka kematian 30-70% NYHA kelas 2 5-10%.
18
HIPOGLIKEMIA A. Definisi Hipoglikemia adalah keadaan dengan kadar glukosa darah <70 mg/dL atau kadar glukosa darah < 80 mg/dL dengan gejala klinis. B. Faktor predisposisi hipoglikemia : 1. Kadar insulin berlebihan - Dosis berlebihan : kesalahan dokter, farmasi, pasien ; ketidak sesuain dengan kebutuhan pasien atau gaya hidup, deloberate overdose (factitious hipoglikemia) - Peningkatan biovailibilitas insulin : absdorbsi yang lebih cepat (aktivitas jasmani, suntik di perut, perubhana ke human insulin ; antibodi insulin, gagal ginjal (clearance insulin berkurang) ; honeymoon period) 2. Peningkatan sensitivitas berlebihan - Defisiensi hormon counter-regulatory : penyakit addison ; hipopituitarisme - Penurunan berat badan - Latihan jasmani, postpartum; variasi siklus menstruasi 3. Asupan karbohidrat kurang - Makan tertunda atau lupa, porsi makan kurang - Diet slimming, anorexia nervosa - Muntah, gastroparesis - menyusui 4. Lain-lain - Absorbsi yang cepat, pemulihan glikogen otot - Alcohol, obat (salisilat, sulfonamide meningkatkan kerja sulfonylurea, B-blocker non selektif, pentamidin ) - Kebutuhan insulin menurun pada gagal ginjal kronik, pasca persalinan C. Etiologi Hipoglikemia dapat terjadi pada penderita Diabetes dan Non diabetes dengan etiologi sebagai berikut : 1. Pada Diabetes a. Overdose Insulin b. Asupan Makanan berkurang c. Aktivitas Berlebihan d. Gagal Ginjal e. Hipotiroid 2. Pada Non Diabetes a. Peningkatan Produksi Insulin b. Paska Aktifitas c. Konsumsi Makanan rendah Kalori d. Konsumsi Alkohol
19
e. Post Melahirkan f. Post Gastroctomy g. Penggunaan Obat-obatan D. Gejala dan Tanda
Gejala klinis hipoglikemia: a. Stadium parasimpatik : lapar, mual, tekanan darah menurun b. Stadium gangguan otak ringan : lemah, lesu, sulit bicara, kesulitan menghitung sementara c. Stadium simpatik : keringat dingin pada wajah, bibir atau tangan gemetar d. Stadium gangguan otak berat : tidak sadar, dengan atau tanpa kejang Pada hipoglikemia akut menunjukkan gejala dan tanda hipoglikemia ditandai dengan Triad Whipple, yaitu : a. Gejala yang konsisten dengan hipoglikemia b. Kadar glukosa darah yang rendah c. Gejala mereda setelah kadar glukosa plasma meningkat Jenis Hipoglikemia Ringan
Sign dan Simptom
Sedang
Berat
Dapat diatasi sendiri dan tidak mengganggu aktivitas sehari-hari Penurunan glukosa (stressor) merangsang saraf simpatis : perpirasi, tremor, takikardia, palpitasi, gelisah Penurunan glukosa merangsang saraf parasimpatis : lapar, mual, tekanan darah menurun Dapat diatasi sendiri, aktivitas sehari-hari
mengganggu
Timbul gangguan pada SSP : headache, vertigo, penurunan daya ingat, perubahan emosi, pelaku irasional, penurunan fungsi rasa, double vision. Membutuhkan orang lain dan terapi glukosa Disorientasi, kesadaran
kejang,
penurunan
Hipoglikemia juga terbagi menjadi hipoglikemia akut, subakut dan kronik. a. Hipoglikemia akut adalah penurunan cepat glukosa plasma sehingga mencapai kadar rendah. Hipoglikemia akut dapat terjadi pada penderita diabetes ataupun tidak. Pada penderita diabetes hipoglikemia disebabkan penyerapan insulin 20
eksogen berlebihan. Sedangkan pada non diabetes hipoglikemia disebabkan hipersekresi insulin reaktif. Gejalanya adalah perasaan cemas, gemetar, palpitasi, takikardi, berkeringat, dan perasaan lapar. b. Hipoglikemia subakut dan kronik adalah penurunan glukosa plasma secara relati f lambat. Hipoglikemia ini merupakan akibat dari hiperinsulinemia ataupun gangguan metabolik fungsi hati. Gejalanya yaitu perasaan kacau progresif, tingkah laku tidak wajar, rasa lelah, dan mengantuk. Dapat timbul kejang dan koma bila pasien tidak makan. Keluhan dan Gejala Hipoglikemia Akut yang Sering Dijumpai pada Pasien DM Otonomik Berkeringat Tremor Lapar
Neuroglikopenik Bingung (confusion) Mengantuk Sulit bicara Inkoordinasi Perilaku yang berbeda Gangguan visual Parasentesi
Malaise Mual Sakit kepala
Klasifikasi Klinis Hipoglikemia Akut: 1. Ringan : simptomatis, dapat diatasi sendiri, tidak gangguan aktivitas sehari-hari yang nyata. 2. Sedang : simptomatis, dapat diatasi sendiri, menimbulkan gangguan aktivitas sehari-hari yang nyata. 3. Berat : kadang asimptomatis karena ganguan kognitif pasien tidak mampu mengatasi sendiri a. Membutuhkan pihak ketiga tetapi tidak memerlukan terapi parenteral b. Membutuhkan terapi parentral (glukagon intramuscular atau glukosa intravena) c. Disertai dengan koma atau kejang E. Terapi Hipoglikemia a. Glukosa oral Sesudah diagnosis hipoglikemia ditegakkan dengan pemeriksaan glukosa darah kapiler, 10-20 gr glukosa oral harus segera diberikan. Idealnya dalam bentuk tablet, jelly, atau 150-200 ml minuman mengandung jus buah segar dan nondiet cola. Jangan berikan coklat karena lemak dalam coklat menghambat absorbs glukosa. b. Glukagon intramuscular Glukagon 1 mg im dapat diberikan dan hasilnya akan tampak setelah 10 menit. Kecepetan kerja glucagon sama dengan pemberian glukosa intravena. Bila pasien sudah sadar dapat diberikan oral 20 gram, dan dilanjutkan pemberian 40 gr karbohidrat dalam bentuk tepung untunk pemulihan. Apabila hipoglikemia 21
diinduksi oleh alcohol pemberian glucagon mungkin tidak efektif. Efektivitasn ya tergantung dari stimulasi glikogenolisis. c. Glukosa intravena Pemberian glukosa dengan konsentrasi 50% terlalu toksik untuk jaringan dan 75-100 ml glukosa 20% atau 150-200 ml glukosa 10% dianggap lebih aman. Ekstravasasi glukosa 50% dapat menimbulkan nekrosis yang memerlukan amputasi. Tata laksana hipoglikemia meliputi pemberian glukosa oral, glukosa intravena, dan monitoring kadar gula darah. Terapi berbeda pada pasien sadar dan tidak sadar. Pada stadium permulaan (pasien sadar) berikan gula murni 30 gram (2 sendok makan) atau sirup/permen atau gula murni (bukan pemanis pengganti gula atau gula diet), atau bisa juga memberikan makanan yang mengandung karbohidrat. Pantau gukosa sewaktu tiap 1-2 jam. Pada stadium lanjut (pasien tidak sadar), berikan larutan dextrose 40% sebanyak 2 flakon bolus intra vena, dan berikan infuse dextrose 10 %, dan pantau gula darah sewaktu. Kadar Glukosa (mg/dl)
Terapi Hipoglikemia
< 30 mg/dl 30-60 mg/dl 60-100 mg/dl
Injeksi IV Dex 40 % (25 cc) bolus 3 flacon Injeksi IV Dex 40 % (25 cc) bolus 2 flacon Injeksi IV Dex 40 % (25 cc) bolus 1 flacon
Follow Up : 1. Periksa kadar gula darah lagi, 30 menit setelah inj eksi 2. Sesudah bolus, setelah 30 menit dapat diberikan 1 flakon lagi sampai 2-3 kali untuk mencapai kadar kurang lebih 120 mg/dl F. Komplikasi Kerusakan otak, koma, kematian G. Prognosis Hipoglikemia meningkatkan angka mortalitas pada pasien dalam kondisi kritis. Pada 22% pasien mengalami episode hipoglikemia lebih dari 1 kali. Angka mortalitas meningkat sesuai dengan parahnya derajat hipoglikemia.
22
DAFTAR PUSTAKA
Mansjoer Arif …[et al.]. 2000. Kapita Selekta Kedokteran . Editor, — Ed.3,cet.1. — Jakarta: Media Aescupulapius Patofisiologi:Konsep klinis proses-proses penyakit .Sylvia Anderson Price, Lorraine McCarty Wilson;alih bahasa, Brahm U.Pendit…[et.al.];editor edisi bahasa Indonesia,Huriawati Hartanto…[et al.].-Ed.6-Jakarta:EGC,2005 Alwi, I. 2016. Penatalaksanaan Di Bidang Ilmu Penyakit Dalam. Panduan Praktik Klinis. Jakarta : Interna Publishing Cryer P. 2008 . Glucose homeostasis and hypoglycemia. In: Kronenberg H, Melmed S, Polonsky K, Larsen P , eds.Williams textbook of endocrinology, 11th ed. Philadelphia:Saunders, an imprint of Elsevier, Inc.; 1503 – 1533 Guettier JM, Gorden P . 2006. Hypoglycemia. Endocrinol Metab Clin North Am 35:753 – 766 Cryer PE .2007. Hypoglycemia, functional brain failure, and brain death . J Clin Invest 117:868 – 870 Park-Wyllie LY, Juurlink DN, Kopp A, Shah BR, Stukel TA, Stumpo C, Dresser L, Low DE, Mamdani MM .2006. Outpatient gatifloxacin therapy and dysglycemia in older adults. N Engl J Med 354:1352 – 1361 Service GJ, Thompson GB, Service FJ, Andrews JC, Collazo-Clavell ML, Lloyd RV.2005. Hyperinsulinemic hypoglycemia with nesidioblastosis after gastric-bypass surgery. N Engl J Med 353:249 – 254
23