Konsep Dasar Penyakit 1.
Pengertian a. Diare merupakan gejala yang terjadi karena kelainan yang melibatkan fungsi penyerapan dan sekresi. Gangguan diare dapat melibatkan lambung dan usus (gastroenteritis), usus halus (enteritis), kolon (kolitis), usus dan kolon (enterokolitis) (Dona L. Wong, Buku Ajar Keperawatan Pediatrik). b. Diare merupakan suatu keadaan pengeluaran tinja yang tidak normal, yang ditandai dengan peningkatan volume, keenceran, serta frekuensi lebih dari 3 kali sehari pada anak, dan lebih dari 4 kali sehari pada neonatus (Hidayat, 2006). c. Diare didefmisikan sebagai inflamasi pada membran mukosa lambung dan usus halus yang ditandai dengan diare, muntah-muntah yang berakibat kehilangan cairan dan elektrolit yang menimbulkan dehidrasi dan gangguan keseimbangan elektrolit (Betz,2009). d. Diare diartikan sebagai buang air besar yang tidak normal atau bentuk tinja yang encer dengan frekuensi lebih banyak dari biasanya. Neonatus dinyatakan diare bila frekuensi buang air besar sudah lebih dari 4 kali, sedangkan untuk bayi berumur lebih dari 1 bulan dan anak, frekuensinya lebih dari 3 kali (Simatupang, 2004). e. Diare merupakan penyakit yang terjadi ketika terdapat perubahan konsistensi feses dan frekuensi buang air besar. Seseorang dikatakan diare bila feses lebih berair dari biasanya, atau bila buang air besar tiga kali atau lebih, atau buang air besar berair tapi tidak berdarah dalam waktu 24 jam (Depkes, 2009).
2.
Epidemiologi Menurut WHO, diare membunuh 2 juta anak di dunia setiap tahun sedangkan di Indonesia menurut Surkesnas (2001) diare merupakan salah satu penyebab kematian kedua terbesar pada balita. Penyakit ini paling sering dijumpai pada anak balita, terutama pada 3 tahun pertama kehidupan, dimana seorang anak bisa mengalami 1-3 episode diare berat (Simatupang, 2004). Menurut Departemen Kesehatan RI (2003), insidensi diare di Indonesia pada tahun 2000 adalah 301 per 1000 penduduk untuk semua golongan umur dan 1,5 episode setiap tahunnya untuk golongan umur balita. Cause Specific Death Rate (CSDR) diare golongan umur balita adalah sekitar 4 per 1000 balita. Kejadian diare pada anak laki-laki hampir sama dengan anak perempuan. Penyakit ini ditularkan secara fecal-oral melalui makanan dan minuman yang tercemar. Di negara yang sedang berkembang, insiden yang tinggi dari penyakit diare merupakan kombinasi dari sumber air yang tercemar,
kekurangan protein dan kalori yang menyebabkan turunnya daya tahan tubuh (Suharyono, 2003). 3.
Etiologi Penyebab utama diare akut adalah bakteri, parasit, maupun virus. Penyebab lain yang dapat menimbulkan diare akut adalah cacing, toksin dan obat, nutrient enteral diikuti puasa yang berlangsung lama, kemoterapi, impaksi, fekal (overflow diarrhea) atau berbagai kondisi lain. Diare dapat juga disebabkan oleh intoleransi laktosa, alergi protein susu sapi namun tetap sebagian besar diare disebabkan oleh infeksi. Di Indonesia, penyebab utama diare adalah Shigella, Salmonella, Campylobacter, E. Coli, dan Entamoeba histolytica (Depkes RI, 2000). a. Bakteri penyebab diare ada 2, yaitu : 1.
Bakteri Noninvansif (Enterotoksigenik) Toksin yang diproduksi bakteri akan terikat pada mukosa usus halus, namun tidak merusak mukosa. Toksin menigkatkan kadar siklik AMP di dalam sel, menyebabkan sekresi aktif anion klorida ke dalam lumen usus yang diikuti air, ion karbonat, kation, natrium dan kalium. Bakteri ynag termasuk golongan ini adalah V. Cholera, Enterotoksigenik E. Coli (ETEC), C. Perfringers, S. Aureus, dan Vibriononglutinabel.
2.
Bakteri Enteroinvansif Diare menyebabkan kerusakan dinding usus berupa nekrosis dan ulserasi dan bersifat sekretorik eksudatif. Cairan diare dapat bercampur lendir dan darah. Bakteri yang termasuk dalam golongan ini adalah Enteroinvansive E. Coli (EIEC), S. Paratyphi B. S. Typhimurium, S. Enteriditis, S. Choleraesuis, Shigela, Yersinia dan C. Perfringens tipe C.
b. Virus Merupakan penyebab diare akut terbanyak pada anak (70 – 80%). Diare dapat disebabkan oleh infeksi virus seperti Enterovirus (Virus ECHO, Coxsackie, Poliomyelitis), Adenovirus, Rotavirus, Astrovirus dan lain-lain; infeksi bakteri seperti Vibrio, E.Coli, Salmonella, Shigella, Campylobacter, Yersinia, Aeromonas dan sebagainya (Kliegman, 2006).
c. Helmint Infeksi
parasit
seperti
cacing
(Ascaris,
Trichiuris,
Strongyloides).
Strongyloides stercoralis, kelainan pada mucosa usus akibat cacing dewasa dan larva, menimbulkan diare. Schistosoma spp. Cacing darah ini menimbulkan kelainan pada berbagai organ termasuk intestinal dengan berbagai manifestasi, termasuk diare dan perdarahan usus. Capilaria philippinensis. Cacing ini ditemukan di usus halus, terutama jejunu, menyebabkan inflamasi dan atrofi vili dengan gejala klinis watery diarrhea dan nyeri abdomen (Kliegman, 2006). d. Protozoa Protozoa (Entamoeba histolytica, Giardia lamblia, Trichomonas hominis), jamur (Candida albicans). Giardia lamblia, parasit ini menginfeksi usus halus. Mekanisme patogensis masih belum jelas, tapi dipercayai mempengaruhi absorbsi dan metabolisme asam empedu. Transmisi melalui fecal-oral route. Interaksi hostparasite dipengaruhi oleh umur, status nutrisi, endemisitas, dan status imun. Didaerah dengan endemisitas yang tinggi, giardiasis dapat berupa asimtomatis, kronik, diare persisten dengan atau tanpa malabsorbsi. Di daerah dengan endemisitas rendah, dapat terjadi wabah dalam 5 – 8 hari setelah terpapar dengan manifestasi diare akut yang disertai mual, nyeri epigastrik dan anoreksia. Kadang-kadang dijumpai malabsorbsi dengan faty stools, nyeri perut dan kembung. Entamoeba histolytica. Prevalensi disentri amoeba ini bervariasi, namun penyebarannya di seluruh dunia. Insidennya meningkat dengan bertambahnya umur, dan ter pada lakilaki dewasa. Kira-kira 90% infeksi asimtomatik yang disebabkan oleh E.histolytica non patogenik (E.dispar). Amebiasis yang simtomatik dapat berupa diare yang ringan dan persisten sampai disentri yang fulminant. Cryptosporidium. Dinegara yang berkembang, cryptosporidiosis 5 – 15% dari kasus diare pada anak. Infeksi biasanya siomtomatik pada bayi dan asimtomatik pada anak yang lebih besar dan dewasa. Gejala klinis berupa diare akut dengan tipe watery diarrhea, ringan dan biasanya self-limited. Pada penderita dengan gangguan sistim kekebalan tubuh seperti pada penderita AIDS, cryptosporidiosis merupakan reemerging disease dengan diare yang lebih berat dan resisten terhadap beberapa jenis antibiotik. Microsporidium spp, Isospora belli, Cyclospora cayatanensis Penyebab utama diare dapat digolongkan ke dalam faktor infeksi dan noninfeksi, yaitu sebagai berikut (Suriadi dan yuliani, 2001).
a. Faktor infeksi: 1. Bakteri; enteropathogenic Escherichia coli, Salmonella, Shigella, Yersinia 2.
enterocolitica. Virus; enterovirus Echoviruses, Adenovirus, Human retrovirua seperti agent,
rotavisus 3. Jamur; Candida enteritis. 4. Parasit; Giardia clambia, Crytosporidium. 5. Protozoa. b. Faktor non-infeksi: 1. Alergi makanan; susu, protein. 2. Gangguan metabolik atau malabsorpsi; penyakit celiac, cystic fibrosis pada 3. 4. 5. 6. 7. 4.
pancreas. Iritasi langsung pada saluran pencernaan oleh makanan. Obat-obatan; antibiotik. Penyakit usus; colitis ulcerative, crohn disease, enterocolitis. Emosional atau stres. Obstruksi usus.
Patofisiologi terjadinya penyakit Mekanisme dasar yang menyebabkan diare ialah yang pertama gangguan osmotik, akibat terdapatnya makanan atau zat yang tidak dapat diserap yang menyebabkan tekanan osmotik dalam rongga usus meninggi, sehingga terjadi pergeseran air dan elektrolit kedalam rongga usus, isi rongga usus yang berlebihan ini akan merangsang usus untuk mengeluarkannya sehingga timbul diare. Kedua akibat rangsangan tertentu (misalnya toksin) pada dinding usus akan terjadi peningkatan air dan elektrolit ke dalam rongga usus dan selanjutnya diare timbul karena terdapat peningkatan isi rongga usus. Ketiga gangguan motilitas usus, terjadinya hiperperistaltik akan mengakibatkan berkurangnya kesempatan usus untuk menyerap makanan sehingga timbul diare sebaliknya bila peristaltik usus menurun akan mengakibatkan bakteri timbul berlebihan yang selanjutnya dapat menimbulkan diare pula. Selain itu diare juga dapat terjadi, akibat masuknya mikroorganisme hidup ke dalam usus setelah berhasil melewati rintangan asam lambung, mikroorganisme tersebut berkembang biak, kemudian mengeluarkan toksin dan akibat toksin tersebut terjadi hipersekresi yang selanjutnya akan menimbulkan diare (Hidayat, 2008.). (Pathway Terlampir)
5.
Klasifikasi Menurut Simadibrata (2006), diare dapat diklasifikasikan berdasarkann :
a. Diare akut Diare akut yaitu buang air besar dengan frekuensi yang meningkat dan konsistensi tinja yang lembek atau cair dan bersifat mendadak datangnya dan berlangsung dalam waktu kurang dari 2 minggu. Menurut Depkes (2002), diare akut yaitu diare yang berlangsung kurang dari 14 hari tanpa diselang-seling berhenti lebih dari 2 hari. Berdasarkan banyaknya cairan yang hilang dari tubuh penderita, gradasi penyakit diare akut dapat dibedakan dalam empat kategori, yaitu: (1) Diare tanpa dehidrasi, (2) Diare dengan dehidrasi ringan, apabila cairan yang hilang 2-5% dari berat badan, (3) Diare dengan dehidrasi sedang, apabila cairan yang hilang berkisar 5-8% dari berat badan, (4) Diare dengan dehidrasi berat, apabila cairan yang hilang lebih dari 8-10%. b. Diare kronis Diare kronis adalah diare hilang-timbul, atau berlangsung lama dengan penyebab non-infeksi, seperti penyakit sensitif terhadap gluten atau gangguan metabolisme yang menurun. Lama diare kronik lebih dari 30 hari. Menurut (Suharyono, 2008), diare kronik adalah diare yang bersifat menahun atau persisten dan berlangsung 2 minggu lebih. c. Diare Kronis Nonspesifik Dikenal dengan istilah kolon iritabel atau diare toddler, merupakan penyebab diare kronis yang sering dijumpai pada anak-anak yang berusia 6-54 minggu. Anakanak ini memperlihatkan feses yang lembek yang sering disertai partikel yang tidak dicerna, dan lamanya melebihi 2 minggu. Ana-anak penderita diare ini tidak memperlihatkan gejala malnutrisi, tidak ada darah dalam feses dan tidak tampak infeksi enterik. Menurut pedoman dari Laboratorium/UPF Ilmu Kesehatan Anak, Universitas Airlangga (1994), diare dapat dikelompokkan menjadi: 1. 2. 3.
Diare akut, yaitu diare yang terjadi mendadak dan berlangsung paling lama 3-5 hari Diare berkepanjangan, bila diare berlangsung lebih dari 7 hari Diare kronik, bila diare berlangsung lebih dari 14 hari.
Sedangkan menurut pedoman MTBS (2014), diare dapat dikelompokkan menjadi : 1.
Diare akut, terbagi atas: diare dengan dehidrasi berat, diare dengan dehidrasi ringan/sedang, dan diare tanpa dehidrasi.
6.
2.
Diare persisten bila diare berlangsung 14 hari atau lebih, terbagi atas: diare
3.
persisten dengan dehidrasi dan diare persisten tanpa dehidrasi. Disentri bila diare berlangsung disertai dengan darah.
Gejala klinis Gejala klinis umum dari diare, yaitu (Suraatmaja, 2007). : a. Haus b.Lidah kering c. Turgor kulit menurun d.Suara serak e. Nadi meningkat f. Keringat dingin g.Fontanela cekung h.Muka pucat i. Mual, muntah j. Demam k.Nyeri perut/kejang perut l. Mata cowong Tanda dan gejala yang muncul dibedakan berdasarkan klasifikasi diare, yaitu: Klasifikasi Diare dengan dehidrasi berat
Tanda dan Gejala Terdapat dua atau lebih tanda-tanda berikut: 1. Letargi/tidak sadar 2. Mata cekung 3. Tidak bisa minum/malas minum 4. Cubitan kulit perut kembalinya
Diare dengan dehidrasi ringan/sedang
sangat lambat Terdapat dua atau lebih tanda-tanda berikut: 1. Gelisah, rewel, atau mudah marah 2. Mata cekung 3. Haus, minum dengan lahap 4. Cubitan kulit perut kembalinya
Diare tanpa dehidrasi
lambat Tidak cukup
tanda-tanda
untuk
diklasifikasikan sebagai dehidrasi berat
Diare persisten berat
atau ringan/sedang Diare selama 14 hari atau lebih disertai
Diare persisten
dengan dehidrasi Diare selama 14 hari atau lebih tanpa
Disentri
disertai tanda dehidrasi Terdapat darah dalam tinja (berak campur darah)
7.
Pemeriksaan fisik a. Keadaan umum: 1. Baik, sadar (tanpa dehidrasi) 2. Gelisah, rewel (dehidrasi ringan/sedang) 3. Lesu, lunglai, atau tidak sadar (dehidrasi berat) b.
Berat badan. Menurut S. Partono (1999), anak yang diare dengan dehidrasi biasanya mengalami penurunan berat badan, sebagai berikut: Tingkat dehidrasi Dehidrasi ringan Dehidrasi sedang Dehidrasi berat
c.
% Kehilangan berat badan Bayi Anak besar 5 % (50 ml/kg) 3% (30 ml/kg) 5-10% (50-100 ml/kg) 6% (60 ml/kg) 10-15% (100-150 ml/kg) 9% (90 ml/kg)
Kulit Dilakukan pemeriksaan turgor untuk mengetahui elastisitas kulit, yaitu dengan cara mencubit daerah perut menggunakan kedua ujung jari (bukan kedua kuku). Apabila turgor kulit kembali dengan cepat (< 2 detik), berarti diare tanpa dehidrasi. Apabila turgor kembali dengan lambat (cubitan kembali dalam waktu 2 detik), ini berarti diare dengan dehidrasi ringan/sedang. Apabila turgor kembali sangat lambat (cubitan kembali > 2 detik), ini termasuk diare dengan dehidrasi berat.
d.
Kepala Anak berusia di bawah 2 tahun yang mengalami dehidrasi, ubun-ubunnya biasanya cekung.
e.
Mata Anak yang diare tanpa dehidrasi, bentuk kelopak matanya normal. Apabila mengalami dehidrasi ringan/sedang, kelopak matanya cekung (cowong). Sedangkan apabila mengalami dehidrasi berat, kelopak matanya sangat cekung.
f.
Mulut dan lidah 1. Mulut dan lidah basah (tanpa dehidrasi) 2. Mulut dan lidah kering (dehidras ringan/sedang) 3. Mulut dan lidah sangat kering (dehidrasi berat)
g.
Abdomen kemungkinan mengalami distensi, kram, bising usus yang meningkat.
h.
Anus dan sekitarnya kemungkinan lecet karena seringnya defekasi dan tinja yang asam.
1.
Inspeksi : a. Muka pucat b. Lidah kering c. Nafas cepat d. Mata cowong e. Sianosis pada ujung extremitas f. Fontanela cekung
2.
Palpasi : a. Turgor kulit menurun b. Denyut nadi meningkat c. Keringat dingin d. Demam
3.
Auskultasi : a. Suara bising usus meningkat atau menurun b. Tekanan darah menurun c. Suara serak d. Gerakan peristaltik meningkat
4.
Perkusi : Suara perut timpani
8.
Pemeriksaan diagnostik 1.
Pemeriksaan darah tepi lengkap
2.
Pemeriksaan ureum, kreatinin, dan berat jenis plasma
3.
Pemeriksaan urine lengkap
4.
Pemeriksaan tinja lengkap dan biakan tinja dari colok dubur
5.
Pemeriksaan biakan empedu bila demam tinggi dan dicurigai infeksi sistemik
6.
Pemeriksaan sediaan darah malaria serta serologi helicobacter jejuni sangat dianjurkan
7.
Duodenal intubation untuk mengetahui kuman penyebab secara kuantitatif dan kualitatif pada diare kronik.
8.
Pemeriksaan darah 5 darah perifer lengkap, analisis gas darah (gda) & elektrolit (na, k, ca, dan p serum pada diare disertai yang kejang)
(Suraatmaja, 2007) 9.
Diagnosis a. Pernapasan Kusmaul (pernapasan lebih cepat) b. Aritmia jantung c. Anuria d. Nekrosis tubular akut (Suraatmaja, 2007)
10. Komplikasi Komplikasi dari diare yaitu (Suraatmaja, 2007) : a. Dehidrasi (ringan, sedang, berat, hipotonik, isotonik/ hipertonik) b. Renjatan hipovolemik c. Hipokalemia/ dengan gejala meteorismus, hipotoni otot, lemah, takikardia, perubahan EKG) d. Hipoglikemia e. Intoleransi sekunder akibat kerusakan vili mukosa usus dan defisiensi enzim laktosa f. Kejang, pada dehidrasi hipertonik g. Malnutrisi energi protein (muntah dan mual bila lama/ kronik) 11. Derajat Dehidrasi Derajat dehidrasi dapat dibagi berdasarkan Suraatmaja (2009) : a.
Kehilangan BB 1. 2. 3. 4.
b.
Tidak ada dehidrasi Dehidrasi ringan Dehidrasi sedang Dehidrasi berat
: menurun BB < 2 % : menurun BB 2 - 5% : menurun BB 5 - 10% : menurun BB 10%
Menentukan kekenyalan kulit, kulit perut dijepit antara ibu jari dan telunjuk (selama 30-60 detik) kemudian dilepaskan (Capillary Refill), jika kulit kembali dalam : 1. 2. 3.
c.
1 detik ; turgor agak kurang (dehidrasi ringan) 1-2 detik : turgor kurang (dehidrasi sedang) 2 detik: turgor sangat kurang (dehidrasi berat)
Berdasarkan Managemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) Yang termasuk dalam kategori dehidrasi berat adalah terdapatnya tanda-tanda letargis atau anak tidak sadar, mata cekung, anak tidak bisa minum atau malas minum serta cubitan perut kembalinya sangat lambat. Dehidrasi ringan/sedang terjadi apabila
terdapat dua atau lebih dan tanda-tanda berikut anak rnenjadi gelisah dan rewel/marah, mata cekung, haus. Minum dengan lahap, cubitan kulit perut kembalinya lambat. 12. Terapi/tindakan penanganan a.
Rehidrasi sebagai prioritas utama terapi Hal-hal yang harus diperhatikan agar dapat memberikan rehidrasi yang cepat dan akurat, yaitu (Suraatmaja, 2007) : a.
Jenis Cairan yang Hendak Digunakan Cairan ringer laktat merupakan cairan pilihan dengan jumlah kalium yang rendah bila dibandingkan dengan kalium tinja. Bila tidak ada RL dapat diberikan NaCl isotonik (0,9%) yang sebaiknya ditambahkan dengan 1 ampul natrium bikarbonat 7,5% 50 ml pada setiap 1 L NaCl isotonik. Pada keadaan diare akut awal yang ringan dapat diberikan cairan oralit yang dapat mencegah dehidrasi dengan segala akibatnya. Upaya Rehidrasi Oral (URO) URO berdasarkan prinsip bahwa absorpsi natrium usus (dan juga elektrolit lain dan air) dilakukan oleh absorpsi aktif molekul makanan tertentu seperti glukosa (yang dihasilkan dari pemecahan sukrosa) atau L asam amino (yang dihasilkan dari pemecahan protein dan peptida). Bila diberikan cairan isotonik yang seimbang antara glukosa dan garamnya, absorpsi ikatan glukosa-natrium akan terjadi dan ini akan diikuti dengan absorpsi air dan elektrolit yang lain. Proses ini akan mengoreksi kehilangan air dan elektrolit pada diare. Campuran garam dan glukosa ini dinamakan Oral Rehydration Salt (ORS) atau di Indonesia dikenal sebagai cairan rehidrasi oral (Oralit).
b.
Jumlah Cairan Diberikan sesuai dengan jumlah cairan yang dikeluarkan. Kehilangan cairan tubuh dapat dihitung dengan beberapa cara : Metoda Pierce : Derajat Dehidrasi Ringan
Kebutuhan cairan ( X kg BB) 5%
Sedang
8%
Berat c.
10 %
Jalan Masuk atau Cara Pemberian Cairan Dapat dipilih oral atau IV.
d.
Jadwal Pemberian Cairan Rehidrasi dengan perhitungan kebutuhan cairan diberikan pada 2 jam pertama. Selanjutnya dilakukan penilaian kembali status hidrasi untuk memperhitungkan kebutuhan cairan. Rehidrasi diharapkan terpenuhi lengkap pada akhir jam ke-3.
Penanganan fokus pada penyebab. Pemberian cairan dan elektrolit : oral (seperti, pedialyte atau oralit) atau terapi parenteral. Pada bayi, pemberian ASI diteruskan jika penyebab bukan dari ASI. Whaley and Wong (1997), Haroen N.S, Suraatmaja dan P.O Asnil 1998), Suharyono, Prinsip penanganan diare (menurut WHO, 1988) : 1. Pemberian cairan rehidrasi oral sedini mungkin/cairan rumah tangga (CRT) atau oralit begitu anak menderita diare, cairan rumah tangga dapat berupa air tajin, larutan garam gula. 2. Pemberian dieting : pemberian makan dilakukan dalam porsi sedikit-sedikit tetapi dengan frekuensi sesering mungkin. Apabila anak dengan anoreksia, sebaiknya makanan tersebut rendah serat. 3. Pemberian obat-obatan : cairan Ringer Laktat (RL), Lakto B, cairan oralit, Tyhmisin (obat antibiotika). b.
Terapi Simtomatik Obat diare bersifat simtomatik dan diberikan sangat hati-hati atas pertimbangan yang rasional.
c.
d.
1.
Sifat antimotilitas dan sekresi usus
2.
Sifat antiemetik
Vitamin mineral, tergantung kebutuhannya. 1.
Vitamin B12, asam folat, vit. K, vit. A.
2.
Preparat besi , zinc, dll.
Memberikan obat-obatan, sebagai berikut :
e.
1.
Obat anti sekresi (asetosal, klorpromazin)
2.
Obat spasmolitik (papaverin, ekstrakbelladone)
3.
Antibiotik (diberikan bila penyebab infeksi telah diidentifikasi)
Terapi definitif Pemberian edukatif sebagai langkah pencegahan. Hiegene perseorangan, sanitasi lingkungan, dan imunisasi melalui vaksinasi sangat berarti, selain terapi farmakologi.
Konsep Dasar Asuhan Keperawatan 1.
Pengkajian
Pengkajian fisik meliputi semua parameter yang dijelaskan untuk pengkajian dehidrasi seperti: a.
Berkurangnya haluaran urine
b.
Menurunnya berat badan
c.
Membaran mukosa kering
d.
Turgor kulit yang jelek
e.
Ubun-ubun yang cekung
f.
Kulit yang pucat disertai dingin dan kering
Pada dehidrasi yang lebih berat, gejala meningkatnya frekuensi nadi dan respirasi, menurunnya tekanan darah dan CRT > 2 detik. Ini dapat menunjukkan syok yang mengancam. Data Subjektif: Ibu mengeluhkan anaknya : a.
Aktifitas/ Istirahat: Lemas, tidak bisa tidur semalaman karena diare
b.
Eliminasi: BAB 5 kali sehari
c.
d.
Makanan/ Cairan: 1.
Mual
2.
Nafsu makan menurun
3.
Penurunan berat badan
Nyeri/ Kenyamanan Merasa gelisah dan rewel
Data Objektif: a.
Sirkulasi: 1.
Takikardi (120 kali/menit)
2.
Hipertermia (38,80 C)
3.
Keringat dingin
4.
Kulit/ membran mukosa: turgor buruk, kering, lidah pecah-pecah, mata cowong
5. b.
c.
Sianosis pada ujung ekstremitas
Eliminasi: 1.
Tekstur feses cair
2.
Peningkatan bising usus
Makanan/ Cairan: Bayi tidak mau menetek
d.
Kenyamanan/ Nyeri Distensi abdomen Sistem
Aktivitas
Data subyektif Data obyektif Lesu, lemah, terasa payah, Kontraksi otot lemah merasa tidak kuat untuk Klien ingin tidur terus dan melakukan aktivitas sehari- lemas
Sirkulasi
hari Badan terasa lemas
Suhu 37,20C
Eliminasi
36,50C-
bahkan
dengan
infeksi ringan. Diare, anus terasa lebih Diare dengan feses encer lunak, dan terasa nyeri.
Rasa nyaman
mencapai
Sakit
perut,
selalu
secara berulang-ulang (lebih dari 3-4 kali dalam sehari) dan Meringis, kelemahan, hanya
sering BAB encer
berpusat pada diri sendiri, keluar cairan encer melalui
Rasa aman
anus. kehilangan Anak rewel, takut pada
Merasa
kemampuan dan harapan, petugas RS cemas terhadap lingkungan baru
serta
kehilangan
teman. Riwayat
infeksi
yang
berulang. Ketakutan masuk Makan dan minum
ke rumah sakit Kehilangan nafsu makan, Distensi tidak
mau
penurunan
abdomen,
makan, penurunan peristaltic usus,
berat
badan, bibir kering.
Sexualitas Neurosensori
minum sedikit Nyeri pada perut dengan
Respirasi Belajar
rasa mules Riwayat keluarga terkena diare, tempat tinggal kotor (tidak menjaga lingkungan dengan baik), tidak mencuci tangan tidak
sebelum
makan,
menggunakan
bersih,
air
makan-makanan
sembarangan,
pemberian
ASI (-) 2.
Diagnosa Keperawatan a. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan secara aktif ditandai dengan penurunan turgor kulit, kelemahan, penurunan berat badan tiba-tiba, membran mukosa kering, kulit kering b. Ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan yang berhubungan dengan ketidakmampuan menelan makanan ditandai dengan diare, kurang minat pada makanan, ketidakmampuan memakan makanan c. Defisiensi pengetahuan berhubungan dengan kurang pajanan ditandai dengan perilaku tidak tepat, pengungkapan masalah d.
Risiko kerusakan integritas kulit
DAFTAR PUSTAKA Betz, Lynn. (2009). Buku Saku Keperawatan Pediatri ed 5. Jakarta : EGC. Brunner & Suddart. (2002). Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8. Jakarta : EGC.
Bulechek, Gloria M., Butcher, Howard K., Dochterman, Joanne M. dan Wagner, Cheryl M. (2013). Nusing Interventions Classification (NIC). USA : Mosby Elsevier. Depkes RI. (2009). Sistem Kesehatan Nasional. Jakarta. Herdman, T. Heather. (2012). NANDA Diagnosis Keperawatan. Jakarta : EGC. Hidayat, A. (2006). Pengantar Ilmu Keperawatan Anak. Jakarta: Salemba Medika. Hidayat, Aziz Alimul. A. (2008). Asuhan Neonatus, Bayi & Balita Buku Praktikum Mahasiswa Kebidanan. Jakarta: EGC. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. (2014). Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS). Jakarta Kliegman R.M, Marcdante KJ, and Behrman R.E. (2006). Nelson Essentials ofPediatric. 5th ed. Philadelphia : Elsevier Saunders. Moorhead, Sue., Johnson, Marion., Maas, Meridean L. dan Swanson, Elizabeth. (2013). Nursing Outcomes Classification (NOC). USA : Mosby Elsevier. Sarwono, W. (2001). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : Balai Penerbit FKUI Simadibrata, M., Daldiyono. 2006. Diare Akut. In: Sudoyo, Aru W, et al, ed. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi VI. Jakarta : Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Simatupang M. (2004). Analisis Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Diare Pada Balita Di Kota Sibolga Tahun 2003. Program Pascasarjana, Medan : Universitas Sumatera Utara. Suharyono. (2003). Diare Akut, Klinik dan Laboratorik Cetakan Kedua. Rineka Cipta : Jakarta Supraptini, Agustina. L., Joko. I., (2003). Cakupan Imunisasi Balita dan ASI Eksklusif di Indonesia Hasil Survei Kesehatan Nasional (SURKESNAS) 2001. Jurnal Ekologi Kesehatan. Suraatmaja, Sudaryat. (2007). Kapita Selekta Gastroenterologi. Sagung Seto, Jakarta Suriadi dan yuliani. (2001). Asuhan Keperawatan Pada Pasien Anak. Jakarta: Sagung Seto. Wong, DL. (2004). Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik. Jakarta: EGC.