1
ISOLASI SENYAWA FLAVONOID EKSTRAK DAUN JAMBU BIJI (Psidium guajava L) Disusun Dalam Rangka Memenuhi Tugas Mata Kuliah PKL
Disusun Oleh : Nama
: Ela Nurlela As
NIM
: G.20.10.0019
DEPARTEMEN FARMASI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS MATHLA’UL ANWAR BANTEN 2013
2
LEMBAR PENGESAHAN
ISOLASI SENYAWA FLAVONOID EKSTRAK DAUN JAMBU BIJI (Psidium guajava L)
Disusun Dalam Rangka Memenuhi Tugas Mata Kuliah PKL
Disusun Oleh : Nama
: Ela Nurlela As
NIM
: G.20.10.0019
Mengetahui, Dosen Pembimbing
(Agus Kurniawan,S.Si)
ii
2
LEMBAR PENGESAHAN
ISOLASI SENYAWA FLAVONOID EKSTRAK DAUN JAMBU BIJI (Psidium guajava L)
Disusun Dalam Rangka Memenuhi Tugas Mata Kuliah PKL
Disusun Oleh : Nama
: Ela Nurlela As
NIM
: G.20.10.0019
Mengetahui, Dosen Pembimbing
(Agus Kurniawan,S.Si)
ii
3
ABSTRACT Isolat Isolation ion of flavo flavonoi noids ds compou compounds nds conta containe ined d in the leave leaves s of Guava Guava (Psidium guajava) guajava) is done by maceration using solvents methanol, and extrac extracted ted the partiti partition on with with n-hexa n-hexane ne solven solvent. t. Concen Concentra trated ted methan methanol ol extract was chromatographed using a column with a mobile phase nhexane: ethyl acetate (80:20 v / v) and the stationary phase silica gel 60 G (E.Merck). Compounds obtained purified, amorphous-shaped, brown as much much as 60 mg. mg. This This comp compou ound nd was was iden identi tifi fied ed by usin using g infr infrar ared ed spectroscopy (FT-IR), proton nuclear magnetic resonance spectroscopy (1H-NM (1H-NMR) R) and and UV-Vis UV-Visibl ible e spectr spectrosc oscopy opy.. Data Data from from the result results s of the spectrum it can be concluded that the compound is a flavonoid compound.
iii
4
INTISARI Isol Isolas asii seny senyaw awa a flavo flavono noid ida a yang yang terk terkan andu dung ng di dala dalam m daun daun Jambu Biji (Psid Psidiu ium m guaj guajav ava a) dila dilaku kuka kan n deng dengan an cara cara mase masera rasi si deng dengan an menggunakan pelarut metanol, dan diekstraksi partisi dengan pelarut nheks eksana. na. Ekstr kstra ak pek pekat meta metan nol dik dikrom romatog atogra rafi fi kol kolom deng engan menggunakan fasa gerak n-heksana : etil asetat (80:20 v/v) dan fasa diam silika gel 60 G (E.Merck). Senyawa yang diperoleh dimurnikan, berbentuk amor amorf, f, berwa berwarn rna a cokl coklat at seba sebany nyak ak 60 mg. mg. Seny Senyaw awa a ini ini diid diiden enti tifik fikas asii dengan dengan menggu menggunak nakan an spektr spektrosk oskopi opi infram inframera erah h (FT-IR) (FT-IR),, spektr spektrosk oskopi opi resonansi resonansi magnetik magnetik inti proton proton (1H-NMR) (1H-NMR) dan spektrosk spektroskopi opi UV-Visible UV-Visible.. Data Data dari dari hasil hasil spekt spektrum rum terseb tersebut ut dapat dapat disimp disimpulk ulkan an bahwa bahwa senyaw senyawa a tersebut adalah senyawa flavonoid.
iv
5
PRAKATA Puji dan syukur marillah kita panjatkan kehadirat Allah SWT, yang dengan karunianya penyusun dapat menyelesaikan Laporan Field Trip. Trip. Penyusun Penyusunan an Laporan Laporan Field Trip Trip ini disusun disusun
sebagai sebagai salah salah satu
tugas untuk memenuhi tugas mata kuliah Field Trip di Fakultas MIPA Universitas Mathl’aul Anwar Banten. Yang bersumber dari kegiatan PKL (Praktek Kerja Lapangan) atau Field Trip. Trip. Penyusun Penyusun telah mendapa mendapatkan tkan bantuan bantuan dan bimbingan bimbingan baik pada saat penelitian dilapangan juga ketika pembuatan laporan PKL atau Field Trip ini. Oleh karena itu penyusun mengucapkan mengucapkan terima kasih kepada : 1. Ibu Ibu Muji Mujija jah, h, S.Si, .Si, M,S M,Sc Sela Selak ku Deka Dekan n Faku Fakult ltas as MIPA MIPA UNMA UNMA BANTEN. 2. Bapa Bapak k Agus Agus Kurn Kurnia iawa wan, n, S.Si S.Si Sela Selaku ku Pemb Pembim imbi bing ng Faku Fakulta ltas s MIPA MIPA UNMA BANTEN. 3. Semua Semua pihak pihak yang yang telah telah membant membantu u terseles terselesaik aikann annya ya lapora laporan n PKL atau Field Trip ini. 4. Oran Orang g tua tua yang yang telah telah mendu menduku kung ng dan memba membant ntu u baik baik dari dari segi segi moril maupun materi dalam pembuatan laporan ini. Akhir kata semoga laporan PKL atau Fiel ini dapa dapatt Field d Trip Trip ini berman bermanfaa faatt khusus khususnya nya buat buat penyu penyusun sun dan member memberii sumban sumbangan gan bagi bagi dunia dunia ilmu ilmu penge pengetah tahuan uan,, juga juga menamb menambah ah motiva motivasi si untuk untuk melaku melakuka kan n penelitian lebih lanjut. Pandeglang, Maret 2013 Penyusun,
Ela Nurlela As
v
6
DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL ............................................................................i LEMBAR PENGESAHAN..................................................................ii ABSTRACT.........................................................................................iii INTISARI.............................................................................................iv PRAKATA ..........................................................................................v DAFTAR ISI........................................................................................vi DAFTAR GAMBAR............................................................................viii DAFTAR TABEL.................................................................................ix BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ..................................................................1 B. Permasalahan ...................................................................3 C. Tujuan Penelitian ..............................................................3 D. Manfaat Penelitian ............................................................3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Jambu Biji (Psidium guajava L).........................................4 B. Senyawa Flavonoid...........................................................7 C. Teknik Pemisahan.............................................................16 D. Teknik Spektroskopi..........................................................19 BAB III METODE PENELITIAN A. Waktu Dan Tempat ...........................................................24 B. Alat dan Bahan .................................................................24 C. Tahapan Penelitian ..........................................................24 D. Rancangan Percobaan dan Analisis Data........................24 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian..................................................................29 B. Pembahasan......................................................................31 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan.........................................................................34 B. Saran..................................................................................34 vi
7
DAFTAR PUSTAKA ..........................................................................35 LAMPIRAN
vii
8
DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 1. Jambu Biji (Psidium guajava)............................................4 Gambar 2 Diagram Alir Penelitian......................................................28
viii
9
DAFTAR TABEL Halaman Tabel 1 Ciri spektrum golongan flavonoid utama...............................20 Tabel 2 pita absorpsi UV dari flavonoid..............................................21
ix
1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Berkembangnya prinsip back to nature dewasa ini, meningkatkan kecenderungan manusia untuk memanfaatkan bahan alam terutama yang berasal
dari
tumbuh-tumbuhan
sebagai
obat
bagi
kesehatannya.
Kecenderungan ini meningkat karena beberapa alasan, antara lain kearifan
tradisional
yaitu
pengetahuan
turun
temurun
tentang
pemanfaatan tumbuhan obat untuk mengatasi penyakit, lebih aman untuk dikonsumsi dengan efek samping yang lebih kecil dibandingkan obatobatan modern yang diproduksi secara kimia sintetik, juga seiring dengan krisis ekonomi yang melanda Indonesia beberapa tahun belakangan ini, menyebabkan
harga
obat-obatan
modern
tidak
terjangkau
oleh
masyarakat umum, karena bahan baku obat-obatan, bahan pembantu dan teknologi hampir semuanya berasal dari luar negeri. Hasil penelitian menunjukkan bahwa senyawa-senyawa fitokimia yang terdapat di dalam tanaman sangat bermanfaat bagi kesehatan. Kadar fitokimia di dalam tanaman umumnya sangat rendah, tetapi senyawa ini tetap saja dibutuhkan, misalnya sebagai pemberi warna daun, buah dan bunga, pemberi aroma serta pencegah kerusakan akibat bakteri atau virus.
Fitokimia amat beragam jenisnya, beberapa diantaranya
sudah mulai dikenal oleh masyarakat. Misalnya β-karoten, kurkumin, gingerol, asam elegat, isoflavon, antosianin, kuersetin dan
flavonoid.
Jenis sayuran maupun buahbuahan yang berwarna biasanya memiliki kandungan fitokimia yang tinggi. Kanker atau tumor ganas merupakan salah satu penyakit yang sampai saat ini masih belum dapat secara tuntas ditanggulangi oleh ilmu kedokteran dan masih merupakan penyakit yang sangat ditakuti oleh masyarakat. Dewasa ini telah banyak berkembang penelitian-penelitian untuk mencari obat yang dapat mencegah dan mengobati kanker. 1
2
Pengobatan secara modern baik berupa kemoterapi, radioterapi dan operasi memerlukan biaya pengobatan yang tidak sedikit, sehingga banyak
yang
mencobamencari
pengobatan
alternatif
lain
dengan
memanfaatkan tumbuhan obat. Berbagai macam tumbuhan telah digunakan oleh masyarakat sebagai ramuan penyembuh kanker, diantaranya tumbuhan tapak dara, tabat barito, teh hijau, temu putih, keladi tikus, sambiloto, sambung nyawa dan daun dewa serta banyak lagi tumbuhan lainnya. Melalui berbagai penelitian yang disarikan oleh Zee-Cheng dari Pusat Medik Universitas Kansas diketahui senyawa bioaktif yang berperan sebagai antikanker adalah peptida, oligosakarida, alkaloid, dan polifenol (Winarno 2003). Polifenol meliputi beberapa golongan senyawa, salah satu diantaranya adalah golongan flavonoid. Banyak penelitian yang membuktikan bahwa beberapa senyawa golongan flavonoid yang diperoleh dari
tumbuh-tumbuhan mempunyai
kandungan bioaktivitas yang berpotensi sebagai obat, diantaranya dapat membantu mencegah kanker dengan menghambat pertumbuhan sel-sel kanker pada jaringan tubuh yang dikenainya, seperti mirisetin, kuersetin, luteolin, apigenin, rutin, kaemferol, dan antosianin (Miller 1996; Madhaviet al. 1998; Katsubeet al. 2003; Knekt et al. 2002; Yoshie 2002; Abdel-Aal ESM dan P Hucl. 2003; Zhang et al. 2005; dan Liuet al. 2005). Flavonoida merupakan salah satu golongan fenol alam yang terbesar. Menurut perkiraan, kira-kira 2% dari seluruh karbon yang difotosintesis oleh tumbuhan diubah menjadi flavonoida atau senyawa yang berkaitan erat dengannya. (Markham, 1988). Flavonoida adalah senyawa yang mengandung C 15 terdiri atas dua inti fenolat yang dihubungkan dengan tiga satuan karbon. (Sastrohamidjojo, 1996). Flavonoida yang terdapat di dalam tumbuhan dapat digunakan sebagai pelindung tubuh manusia dari radikal bebas dan dapat mengurangi resiko penyakit kanker dan peradangan. (Nessa, 2003). Salah satu contoh
3
flavonoida adalah antosianin yang berperan dalam pewarnaan bungabunga (biru, ungu dan merah). (Manitto, 1992) Khusus daun Jambu Biji (Psidium guajava) penelitian yang pernah dilakukan berkisar pada khasiatnya sebagai anti diare. Disamping itu, jambu biji mempunyai khasiat sebagai anti inflamasi, anti mutagenik, anti mikroba dan analgesik. Beberepa senyawa kimia yang terkandung dalam jambu biji antara lain, polifenol, karoten, flavonoid dan tannin. Berdasarkan hal tersebut peneliti tertarik untuk mengadakan penelitian yang berjudul” Isolasi Senyawa Flavonoid Ekstrak Daun Jambu Biji (Psidium guajava L).”
B. Permasalahan Berdasarkan latar belakang diatas maka dirumuskan masalah yaitu 1. Bagaimana menentukan kadar senyawa flavonoid pada daun Jambu Biji (Psidium guajava)? 2. Berapa besar kandungan senyawa flavonoid pada daun Jambu Biji (Psidium guajava)?
C. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan : 1. Untuk mengetahui kadar senyawa flavonoid pada daun Jambu Biji (Psidium guajava). 2. Untuk mengetahui seberapa besar kandungan senyawa flavonoid pada daun Jambu Biji (Psidium guajava).
D. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat yaitu : 1. Memberikan informasi ilmiah tentang kadar senyawa flavonoid yang terkandung pada daun Jambu Biji (Psidium guajava). 2. Bagi mahasiswa, terarahnya kemampuan, kreativitas dan keahlian di bidang kefarmasian
4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Jambu Biji (Psidium guajava L) 1. Taksonomi Tanaman Jambu Biji Kingdom
: Plantae
Divisi
: Spermatophyta
Sub divisi
: Angiospermae
Kelas
: Dicotyledonae
Ordo
: Myrtales
Familia
: Myrtaceae
Genus
: Psidium
Spesies
: Psidium guajava L. (Arief ,2010).
Gambar 1. Jambu Biji (Psidium guajava) 2. Morfologi Jambu Biji (Psidium guajava) banyak tersebar di Asia Tenggara termasuk Indonesia, sampai Asia Selatan, India dan Srilangka. Jambu biji termasuk tanaman perdu dan memiliki banyak cabang dan ranting; batang pohonnya keras. Permukaan kulit luar pohon jambu biji berwarna coklat dan licin. Apabila kulit kayu jambu biji tersebut dikelupas, akan terlihat permukaan batang kayunya basah. Bentuk daunnya umumnya bercorak bulat telur dengan ukuran yang agak besar. Bunganya kecil-kecil 4
5
berwarna putih dan muncul dari balik ketiak daun. Tanaman ini dapat tumbuh subur di daerah dataran rendah sampai pada ketinggian 1200 meter diatas permukaan laut. Pada umur 2-3 tahun jambu biji sudah mulai berbuah. Bijinya banyak dan terdapat pada daging buahnya. Jambu
biji
ini
akrab
juga
dengan
nama Psidium
guajava
(Inggris/Belanda), Jambu klutuk, Bayawas, tetokal, Tokal (Jawa); Jambu klutuk, Jambu Batu (Sunda), Jambu bender (Madura). (11January 2006). 3. Kandungan Kimia Buah, daun, dan kulit batang pohon jambu biji mengandung tanin, sedang pada bunganya tidak banyak mengandung tanin. Daun jambu biji juga mengandung zat lain kecuali tannin, seperti minyak atsiri, asam ursolat, asam psidiolat, asam kratogolat, asam oleanolat, asam guajaverin dan vitamin. Kandungan buah jambu biji (dalam 100 gr), yaitu Kalori 49 kal; Vitamin A 25 SI; Vitamin B1 0,02 mg; Vitamin C 87 mg; Kalsium 14 mg; Hidrat Arang 12,2 gram; Fosfor 28 mg; Besi 1,1 mg; Protein 0,9 mg; Lemak 0,3 gram; dan Air 86 gram. ( IPTEKnet, 15 Januari, 2007). Daun jambu biji mengandung total minyak 6% dan minyak atsiri 0,365% [Burkill, 1997], 3,15% resin, 8,5% tannin, dan lain-lain. Komposisi utama minyak atsiri yaitu ±-pinene, ²-pinene limonene, men- thol, terpenyl acetate, isopropyl alco- hol, longicyclene, caryophyllene, ²- bisabolene, caryophyllene
oxide,²-
copanene,
farnesene,
humulene,
selinene,
cardinene and curcumene [Zakaria, 1994]. Minyak atsiri dari daun jambu biji juga mengandung nerolidiol,²-sitosterol, ursolic, crategolic, dan guayavolic acids. Selain itu juga mengandung minyak atsiri yang kaya akan cineol dan empat triterpenic acids sebaik ketiga jenis flavonoid yaitu; quercetin, 3-L-4-4- arabinofuranoside (avicularin) dan 3-L-4pyranoside dengan aktivitas anti bakteri yang tinggi (Oliver-Bever, 1986). 4. Manfaat Pada jambu biji mengandung tannin, yang menimbulkan rasa sepat pada buah yang berfungsi untuk memperlancar sistem pencernaan, sirkulasi darah, dan berguna untuk menyerang virus. Jambu biji juga
6
mengandung kalium yang berfungsi meningkatkan keteraturan denyut jantung, mengaktifkan kontraksi otot, mengatur pengiriman zat-zat gizi lainnya ke sel-sel tubuh, mengendalikan keseimbangan cairan pada jaringan dan sel tubuh serta menurunkan kadar kolesterol total dan trigliserida darah, serta menurunkan tekanan darah tinggi (hipertensi). Menurut Dr. James Cerda dengan memakan jambu biji 0,5 – 1 kg /hari selama 4 minggu resiko terkena penyakit jantung dapat berkurang sebesar 16 %. Dalam jambu biji juga ditemukan likopen yaitu zat nirgizi potensial lain selain serat. Likopen adalah karatenoid (pigmen penting dalam tanaman) yang terdapat dalam darah (0,5 mol per liter darah) serta memiliki aktivitas anti oksidan. Riset-riset epidemologis likopen pada studi yang dilakukan peneliti Itali, mencakup 2.706 kasus kanker rongga mulut, tekek, kerongkongan, lambung, usus besar dan dubur, jika mengkonsumsi likopen yang meningkat, khususnya pada jambu biji yang daging buahnya berwarna merah, berbiji banyak dan berasa manis mempunyai efek memberikan perlindungan pada tubuh dari beberapa jenis kanker. Disamping manfaat jambu biji untuk menjaga kesehatan jantung dan pembuluh darah serta mencegah munculnya kanker, memperkuat daya tahan tubuh terhadap serangan penyakit, meningkatkan kesehatan gusi, gigi dan pembuluh kapiler serta membantu penyerapan zat besi dan penyembuhan luka. Jambu biji juga berkhasiat anti radang, anti diare dan menghentikan pendarahan, misalnya pada penderita demam berdarah dengue (DHF). Khusus daun jambu biji, penelitian yang pernah dilakukan umumnya khasiatnya sebagai antidiare. Di samping itu, jambu biji mempunyai khasiat sebagai anti-inflamasi, antimutagenik, antimikroba dan analgesik. Beberapa senyawa kimia yang terkandung dalam jambu biji antara lain polifenol, karoten, flavonoid dan tannin
7
B. Senyawa Flavonoid Senyawa-senyawa flavonoid adalah senyawa-senyawa polifenol yang mempunyai 15 atom karbon, terdiri dari dua cincin benzena yang dihubungkan menjadi satu oleh rantai linier yang terdiri dari tiga atom karbon. Senyawa-senyawa flavonoid adalah senyawa 1,3 diaril propana, senyawa isoflavonoid adalah senyawa 1,2 diaril propana, sedangkan senyawa-senyawa neoflavonoid adalah 1,1 diaril propana. Istilah flavonoid diberikan pada suatu golongan besar senyawa yang berasal dari kelompok senyawa yang paling umum, yaitu senyawa flavon; suatu jembatan oksigen terdapat diantara cincin A dalam kedudukan orto, dan atom karbon benzil yang terletak disebelah cincin B. Senyawa heterosoklik ini, pada tingkat oksidasi yang berbeda terdapat dalam kebanyakan tumbuhan. Flavon adalah bentuk yang mempunyai cincin C dengan tingkat oksidasi paling rendah dan dianggap sebagai struktur induk dalam nomenklatur kelompok senyawa-senyawa ini. (Manitto, 1981) Senyawa flavonoid sebenarnya terdapat pada semua bagian tumbuhan termasuk daun, akar, kayu, kulit, tepung sari, bunga, buah, dan biji. Kebanyakan flavonoid ini berada di dalam tumbuh-tumbuhan, kecuali alga. Namun ada juga flavonoid yng terdapat pada hewan, misalnya dalam kelenjar bau berang-berang dan sekresi lebah. Dalam sayap kupu kupu dengan anggapan bahwa flavonoid berasal dari tumbuh-tumbuhan yang menjadi makanan hewan tersebut dan tidak dibiosintesis di dalam tubuh mereka. Penyebaran jenis flavonoid pada golongan tumbuhan yang tersebar yaitu angiospermae, klorofita, fungi, briofita. (Markham, 1988) 1. Struktur dasar senyawa flavonoid Senyawa flavonoid adalah senyawa yang mengandung C15 terdiri atas dua inti fenolat yang dihubungkan dengan tiga satuan karbon. Struktur dasar flavonoid dapat digambarkan sebagai berikut :
8
Kerangka dasar senyawa flavonoid Cincin A adalah karakteristik phloroglusinol atau bentuk resorsinol tersubstitusi.
Namun sering terhidroksilasi lebih lanjut :
Cincin B adalah karakteristik 4-, 3,4-, 3,4,5- terhidroksilasi
R = R’ = H, R’ = OH R = H, R’ = R” = OH R = R’ = R” = OH (juga, R = R’ = R” = H) (Sastrohamidjojo, 1996) 2. Klasifikasi Senyawa Flavonoid Flavonoid
mengandung
sistem
aromatik
yang
terkonjugasi
sehingga menunjukkan pita serapan kuat pada daerah spektrum sinar ultraviolet dan spektrum sinar tampak, umumnya dalam tumbuhan terikat pada gula yang disebut dengan glikosida.(Harborne, 1996)
9
Pada flavonoida O-glikosida, satu gugus hidroksil flavonoid (atau lebih) terikat pada satu gula (lebih) dengan ikatan yang tahan asam. Glukosa merupakan gula yang paling umum terlibat dan gula lain yang sering juga terdapat adalah galaktosa, ramnosa, silosa, arabinosa, dan rutinosa. Waktu yang diperlukan untuk memutuskan suatu gula dari suatu flavonoid O-glukosida dengan hidrolisis asam ditentukan oleh sifat gula tersebut. Pada flavonoid C-glikosida, gula terikat pada atom karbon flavonoid dan dalam hal ini gula tersebut terikat langsung pada inti benzena dengan suatu ikatan karbon-karbon yang tahan asam. Gula yang terikat pada atom C hanya ditemukan pada atom C nomor 6 dan 8 dalam inti flavonoid, misalnya pada orientin. (Markham, 1988) Menurut
Robinson
(1995),
flavonoid
dapat
dikelompokkan
berdasarkan keragaman pada rantai C 3 yaitu : a) Flavonol Flavonol paling sering terdapat sebagai glikosida, biasanya 3glikosida, dan aglikon flavonol yang umum yaitu kamferol, kuersetin, dan mirisetin yang berkhasiat sebagai antioksidan dan antiimflamasi. Flavonol lain yang terdapat di alam bebas kebanyakan merupakan variasi struktur sederhana dari flavonol. Larutan flavonol dalam suasana basa dioksidasi oleh udara tetapi tidak begitu cepat sehingga penggunaan basa pada pengerjaannya masih dapat dilakukan.
Struktur flavonol b) Flavon Flavon berbeda dengan terdapat
flavonol dimana pada flavon tidak
gugusan 3-hidroksi. Hal ini mempunyai serapan UV-nya,
10
gerakan kromatografi, serta reaksi warnanya. Flavon terdapat juga sebagai glikosidanya lebih sedikit daripada jenis glikosida pada flavonol. Flavon yang paling umum dijumpai adalah apigenin dan luteolin. Luteolin merupakan zat warna yang pertama kali dipakai di Eropa. Jenis yang paling umum adalah 7-glukosida dan terdapat juga flavon yang terikat pada gula melalui ikatan karbon-karbon. Contohnya luteolin 8-C-glikosida. Flavon dianggap sebagai induk dalam nomenklatur kelompok senyawa flavonoid.
Struktur flavon c) Isoflavon Isoflavon merupakan isomer flavon, tetapi jumlahnya sangat sedikit dan sebagai fitoaleksin yaitu senyawa pelindung yang terbentuk dalam tumbuhan sebagai pertahanan terhadap serangan penyakit. Isoflavon sukar dicirikan karena reaksinya tidak khas dengan pereaksi warna manapun. Beberapa isoflavon (misalnya daidzein) memberikan warna biru muda cemerlang dengan sinar UV bila diuapi amonia, tetapi kebanyakan yang lain tampak sebagai bercak lembayung yang pudar dengan amonia berubah menjadi coklat.
Struktur Isoflavon
11
d) Flavanon Flavanon terdistribusi luas di alam. Flavanon terdapat di dalam kayu, daun dan bunga. Flavanon glikosida merupakan konstituen utama dari tanaman genus prenus dan buah jeruk; dua glikosida yang paling lazim adalah neringenin dan hesperitin, terdapat dalam buah anggur dan jeruk.
Struktur Flavanon e) Flavanonol Senyawa ini berkhasiat sebagai antioksidan dan hanya terdapat sedikit sekali jika dibandingkan dengan flavonoid lain. Sebagian besar senyawa ini diabaikan karena konsentrasinya rendah dan tidak berwarna.
Struktur Flavanonol f) Katekin Katekin terdapat pada seluruh dunia tumbuhan, terutama pada tumbuhan berkayu. Senyawa ini mudah diperoleh dalam jumlah besar dari ekstrak kental Uncaria gambir dan daun teh kering yang mengandung kira-kira 30% senyawa ini. Katekin berkhasiat sebagai antioksidan.
Struktur Katekin
12
g) Leukoantosianidin Leukoantosianidin
merupakan senyawa tan warna, terutama
terdapat pada tumbuhan berkayu. Senyawa ini jarang terdapat sebagai glikosida, contohnya melaksidin, apiferol.
Struktur Leukoantosianidin h) Antosianin Antosianin merupakan pewarna yang paling penting dan paling tersebar luas dalam tumbuhan. Pigmen yang berwarna kuat dan larut dalam air ini adalah penyebab hampir semua warna merah jambu, merah marak , ungu, dan biru dalam daun, bunga, dan buah pada tumbuhan tinggi. Secara kimia semua antosianin merupakan turunan suatu struktur aromatik tunggal yaitu sianidin, dan semuanya terbentuk dari pigmen sianidin ini dengan penambahan atau pengurangan gugus hidroksil atau dengan metilasi atau glikosilasi.
Struktur Antosianin i) Khalkon Khalkon adalah pigmen fenol kuning yang berwarna coklat kuat dengan sinar UV bila dikromatografi kertas. Aglikon flavon dapat dibedakan dari glikosidanya, karena hanya pigmen dalam bentuk glikosida yang dapat bergerak pada kromatografi kertas dalam pengembang air. (Harborne, 1996)
13
Struktur Khalkon j) Auron Auron berupa pigmen kuning emas yang terdapat dalam bunga tertentu dan briofita. Dalam larutan basa senyawa ini berwarna merah ros dan tampak pada kromatografi kertas berupa bercak kuning, dengan sinar ultraviolet warna kuning kuat berubah menjadi merah jingga bila diberi uap amonia. (Robinson, 1995)
Struktur Auron 3. Metoda isolasi senyawa flavonoid a. Metoda Isolasi Senyawa Flavonoid oleh Chowdhurry Pada metoda ini, daun tumbuhan dikeringkan terlebih dahulu sebanyak 100 gram. Lalu diekstraksi dengan Petroleum Eter (60-80 oC) dalam alat soklet selama 10 jam. Selanjutnya diekstraksi dengan Benzena selama 10 jam. Ekstrak Benzena diuapkan pelarutnya, menghasilkan semipadat berwarna coklat. Lalu dilarutkan dalam Eter dan dipisahkan dalam suasana asam, basa dan netral. Fraksi pertama (ada empat macam) masing-masing 50 ml dielusi dengan Benzena memberikan residu padat dengan titik lebur 151152 oC. Kristalisasi dengan Metanol menghasilkan senyawa flavonoid (I), kristal tidak berwarna dengan titik lebur 156
o
C. Penelitian ini juga
dilakukan oleh Prof. Dreyer, L., D., dengan melakukan pengukuran titik lebur, kromatografi lapis tipis dengan Spektrum Infra Merah. Dari fraksi
14
lima sampai delapan masing-masing dilarutkan dengan Benzena lalu menghasilkan zat padat berwarna kuning terang dengan titik lebur 191193 oC. Kristalisasi dilakukan dengan Metanol menghasilkan Hibiscetin Hepta Metil Eter, titik lebur 196-197 oC, kristal berwarna kuning sebanyak 50 gram. (Chowdhurry, 1971)
b. Metoda Isolasi Senyawa Flavonoid oleh Joshi Daun tumbuhan yang telah dikeringkan diekstraksi dengan nheksana, lalu ekstrak n-heksana dikromatografi kolom dengan fasa diam alumina, menghasilkan kristal dengan titik lebur 125-126 oC sebanyak 0,1%. Diidentifikasi, ekotin C23H26O10. (Joshi, 1969)
c. Metoda Isolasi Senyawa Flavonoid oleh Dreyer, L.D Dalam metoda ini, daun diekstraksi dengan Aseton, kemudian pelarut dievaporasi dan diperoleh ekstrak pekat. Ektrak pekat yang diperoleh dikromatografi kolom dengan menggunakan alumina sebagai fasa diam dan Benzena sebagai fasa gerak hingga dihasilkan residu. Lalu direkristalisasi dengan campuran Etil asetat : n-heksana dan dilanjutkan dengan Metanol. Diperoleh kristal kuning terang, diidentifikasi sebagai 3,3`,4`,5,5`,6,7-hepta metoksi flavon dengan titik lebur 156-157oC. (Dreyer, 1968)
15
d. Metoda Isolasi Senyawa Flavonoid oleh Harborne Dalam metoda ini, daun yang segar dimaserasi dengan MeOH, lalu disaring. Ekstrak MeOH dipekatkan dengan rotari evaporator. Lalu ekstrak pekat yang dihasilkan, diasamkan dengan H2SO4 2M, didiamkan, lalu diesktraksi dengan Kloroform. Lapisan Kloroform diambil, lalu diuapkan, sehingga dihasilkan ekstrak polar pertengahan (Terpenoida atau senyawa Fenol). (Harborne, 1996) 4. Sifat kelarutan flavonoid Aglikon flavonoida adalah polifenol dan karena itu mempunyai sifat kimia senyawa fenol, yaitu bersifat agak asam sehingga dapat larut dalam basa. Tetapi harus diingat, bila dibiarkan dalam larutan basa, dan disamping itu terdapat oksigen, banyak yang akan terurai. Karena mempunyai
sejumlah
gugus
hidroksil,
atau
suatu
gula,flavonoida
merupakan senyawa polar, maka umumnya flavonoid cukup larut dalam pelarut polar seperti Etanol (EtOH), Metanol (MeOH), Butanol (BuOH), Aseton, Dimetilsulfoksida (DMSO), Dimetilformamida (DMF), Air dan lainlain. Adanya gula yang terikat pada flavonoid (bentuk yang umum ditemukan) cenderung menyebabkan flavonoid lebih mudah larut dalam air dan dengan demikian campuran pelarut yang disebut diatas dengan air merupakan pelarut yang lebih baik untuk glikosida. Sebaliknya, aglikon yang kurang polar seperti isoflavon, flavanon dan flavon serta flavonol yang termetoksilasi cenderung lebih mudah larut dalam pelarut seperti Eter dan Kloroform.
16
C. Teknik Pemisahan Tujuan dari teknik pemisahan adalah untuk memisahkan komponen yang akan ditentukan berada dalam keadaan murni, tidak tercampur dengan komponen-komponen lainnya. Ada 2 jenis teknik pemisahan: 1. Pemisahan kimia adalah suatu teknik pemisahan yang berdasarkan adanya perbedaan yang besar dari sifat-sifat fisika komponen dalam campuran yang akan dipisahkan. 2. Pemisahan fisika adalah suatu teknik pemisahan yang didasarkan pada perbedaan-perbedaan kecil dari sifat-sifat fisik antara senyawasenyawa yang termasuk dalam suatu golongan. (Muldja, 1995) 1. Kromatografi Kromatografi merupakan suatu cara pemisahan fisik dengan unsurunsur yang akan dipisahkan terdistribusikan antara dua fasa, satu dari fasa-fasa ini membentuk lapisan stasioner denagn luas permukaan yang besar dan yang lainnya merupakan cairan yang merembes lewat. Fasa stasioner mungkin suatu zat padat atau suatu cairan dan fasa yang bergerak mungkin suatu cairan atau suatu gas. (Underwood, 1981). Cara-cara kromatografi dapat digolongkan sesuai dengan sifat – sifat dari fasa diam, yang dapat berupa zat padat atau zat cair. Jika fasa diam berupa zat padat disebut kromatografi serapan, jika berupa zat cair disebut kromatografi partisi. Karena fasa gerak dapat berupa zat cair atau gas maka ada empat macam sistem kromatografi yaitu: a) Fasa gerak cair–fasa diam padat (kromatografi serapan): •
kromatografi lapis tipis
•
kromatografi penukar ion
b) Fasa gerak gas–fasa diam padat, yakni kromatografi gas padat c)
Fasa
gerak
cair–fasa
diam
cair
(kromatografi
kromatografi kertas. d) Fasa gerak gas–fasa diam zat cair, yakni : •
kromatografi gas–cair
partisi),
yakni
17
•
kromatografi kolom kapiler Semua pemisahan dengan kromatografi tergantung pada kenyataan
bahwa senyawa – senyawa yang dipisahkan terdistribusi diantara fasa gerak dan fasa diam dalam perbandingan yang sangat berbeda – beda dari satu senyawa terhadap senyawa yang lain (Sastrohamidjojo, 1991). a. Kromatografi lapis tipis Kromatografi Lapis Tipis pada plat berlapis yang berukuran lebih besar, biasanya 5x20 cm, 10x20 cm, atau 20x20 cm. Biasanya memerlukan waktu pengembangan 30 menit sampai satu jam. Pada hakikatnya KLT melibatkan dua fase yaitu fase diam atau sifat lapisan, dan fase gerak atau campuran pelarut pengembang. Fase diam dapat berupa serbuk halus yang berfungsi sebagai permukaan penyerap atau penyangga untuk lapisan zat cair. Fase gerak dapat berupa hampir segala macam pelarut atau campuran pelarut. (Sudjadi, 1986). Pemisahan senyawa dengan Kromatografi Lapis Tipis seperti senyawa organik alam dan senyawa organik sintetik dapat dilakukan dalam beberapa menit dengan alat yang harganya tidak terlalu mahal. Jumlah cuplikan beberapa mikrogram atau sebanyak 5 g dapat ditangani. Kelebihan KLT yang lain ialah pemakaian jumlah pelarut dan jumlah cuplikan yang sedikit. Kromatografi Lapis Tipis (KLT) merupakan salah satu
metode
pemisahan
yang
cukup
sederhana
yaitu
dengan
menggunakan plat kaca yang dilapisi silika gel dengan menggunakan pelarut tertentu. (Gritter,1991). Nilai utama Kromatografi Lapis Tipis pada penelitian senyawa flavonoid ialah sebagai cara analisis cepat yang memerlukan bahan sangat sedikit. Menurut Markham, Kromatografi Lapis Tipis terutama berguna untuk tujuan berikut:
Mencari pelarut untuk kromatografi kolom Analisis fraksi yang diperoleh dari kromatografi kolom Identifikasi flavonoid secara ko-kromatografi.
18
Isolasi flavonoid murni skala kecil
Penyerap dan pengembang yang digunakan umumnya sama dengan penyerap dan pengembang pada kromatografi kolom dan kromatografi kertas. (Markham, 1988).
b. Kromatografi kolom Kromatografi cair yang dilakukan dalam kolom besar merupakan metode kromatografi terbaik untuk pemisahan dalam jumlah besar (lebih dari 1 g). Pada kromatografi kolom, campuran yang akan dipisahkan diletakkan berupa pita pada bagian atas kolom penyerap yang berada dalam tabung kaca, tabung logam, dan tabung plastik. Pelarut atau fasa gerak dibiarkan mengalir melalui kolom karena aliran yang disebabkan oleh gaya berat atau didorong dengan tekanan. Pita senyawa linarut bergerak melalui kolom dengan laju yang berbeda, memisah, dan dikumpulkan berupa fraksi ketika keluar dari atas kolom (Gritter, 1991). Dengan menggunakan cara ini, skala isolasi flavonoida dapat ditingkatkan hampir ke skala industri. Pada dasarnya, cara ini meliputi penempatan campuran flavonoida (berupa larutan) diatas kolom yang berisi serbuk penyerap (seperti selulose, silika atau poliamida), dilanjutkan dengan elusi beruntun setiap komponen memakai pelarut yang cocok. Kolom hanya berupa tabung kaca yang dilengkapi dengan keran pada salah satu ujung. (Markham, 1988). c. Harga Rf (Retension Factor) Mengidentifikasi noda-noda dalam lapisan tipis lazim menggunakan harga Rf yang diidentifikasikan sebagai perbandingan antara jarak perambatan suatu zat dengan jarak perambatan pelarut yang dihitung dari titik penotolan pelarut zat. Jarak yang ditempuh oleh tiap bercak dari titik penotolan diukur dari pusat bercak. Untuk mengidentifikasi suatu senyawa, maka harga Rf senyawa tersebut dapat dibandingkan dengan harga Rf senyawa pembanding.
19
2. Ekstraksi Ekstraksi dapat dilakukan dengn metoda maserasi, sokletasi, dan perkolasi. Sebelum ekstraksi dilakukan, biasanya serbuk tumbuhan dikeringkan lalu dihaluskan dengan derajat kehalusan tertentu, kemudian diekstraksi dengan salah satu cara di atas. Ekstraksi dengan metoda sokletasi dapat dilakukan secara bertingkat dengan berbagai pelarut berdasarkan
kepolarannya,
misalnya
n-heksana,
Eter,
Benzena,
Kloroform, Etil asetat, Etanol, Metanol, dan Air. Ekstraksi dianggap selesai bila tetesan terakhir memberikan reaksi negatif terhadap senyawa yang diekstraksi. Untuk mendapatkan larutan ekstrak
yang
pekat
biasanya
pelarut
ekstrak
diuapkan
dengan
menggunakan alat rotari evaporator. (Harborne, 1996)
D. Teknik Spektroskopi Teknik spektroskopi adalah salah satu teknik analisis kimia-fisika yang mengamati tentang interaksi atom atau molekul dengan radiasi elektromagnetik. Ada dua macam instrumen pada teknik spektroskopi yaitu spektrometer dan spektrofotometer. Instrumen yang memakai monokromator
celah
tetap
pada
bidang
fokus
disebut
sebagai
spektrometer. Apabila spektrometer tersebut dilengkapi dengan detektor yang bersifat fotoelektrik maka disebut spektrofotometer (Muldja, 1955). Informasi Spektroskopi Inframerah menunjukkan tipe – tipe dari adanya gugus fungsi dalam satu molekul dan Resonansi Magnetik Inti yang memberikan informasi tentang bilangan dari setiap tipe dari atom hidrogen dan juga memberikan informasi yang menyatakan tentang lingkungan dari setiap tipe dari atom hidrogen. Kombinasinya dan data yang ada kadang – kadang menentukan struktur yang lengkap dari molekul yang tidak diketahui. (Pavia, 1979). 1. Spektrometri ultra violet
20
Serapan molekul di dalam derah ultra ungu dan terlihat dari spektrum bergantung pada struktur ultra
elektronik dari molekul.
Penyerapan sejumlah energi, menghasilkan percepatan dari elektron dalam orbital tingkat dasar ke orbital yang berenergi lebih tinggi di dalam keadaan tereskitasi (Silverstein, 1986). Ciri spektrum golongan flavonoid utama dapat ditunjukkan sebagai berikut: Tabel 1 Ciri spektrum golongan flavonoid utama
Spektrum Flavonoid biasanya ditentukan dalam larutan dengan pelarut Metanol (MeOH) atau Etanol (EtOH). Spektrum khas terdiri atas dua maksimal pada rentang 240-285 nm (pita II) dan 300-550 nm (pita I). Kedudukan yang tepat dan kekuatan nisbi maksima tersebut memberikan informasi
yang
berharga
mengenai
sifat
flavonoida
dan
pola
oksigenasinya. Ciri khas spektrum tersebut ialah kekuatan nisbi yang rendah pada pita I dalam dihidroflavon, dihidroflavonol, dan isoflavon serta kedudukan pita I pada spektrum khalkon, auron dan antosianin yang terdapat pada panjang gelombang yang tinggi.
21
Tabel 2 pita absorpsi UV dari flavonoid
2. Spektrofotometri infra merah (FT-IR) Spektrum inframerah suatu molekul adalah hasil transisi antara tingkat energi getaran yang berlainan. Pancaran inframerah yang kerapatannya kurang dari 100 cm
-1
(panjang gelombang lebih daripada
22
100 µm) diserap oleh sebuah molekul organik dan diubah menjadi putaran energi molekul.
Penyerapan ini tercantum, namun spektrum getaran terlihat bukan sebagai garis – garis melainkan berupa pita – pita. Hal ini disebabkan perubahan energi getaran tunggal selalu disertai sejumlah perubahan energi putaran (Silverstein, 1986). Dalam molekul sederhana beratom dua atau beratom tiga tidak sukar untuk menentukan jumlah dan jenis vibrasinya dan menghubungkan vibrasi-vibrasi tersebut dengan energi serapan. Tetapi untuk molekulmolekul beratom banyak, analisis jumlah dan jenis vibrasi itu menjadi sukar sekali atau tidak mungkin sama sekali, karena bukan saja disebabkan besarnya jumlah pusat – pusat vibrasi, melainkan karena juga harus
diperhitungkan
terjadinya
saling
mempengaruhi
(inter-aksi)
beberapa pusat vibrasi. Vibrasi molekul dapat dibagi dalam dua golongan, yaitu vibrasi regang dan vibrasi lentur. a.
Vibrasi regang Di sini terjadi terus menerus perubahan jarak antara dua atom di
didalam suatu molekul. Vibrasi regang ini ada dua macam yaitu vibrasi regang simetris dan tak simetri. b.
Vibrasi lentur Di sini terjadi perubahan sudut antara dua ikatan kimia. Ada empat
macam vibrasi lentur yaitu vibrasi lentur dalam bidang yang dapat berupa vibrasi scissoring atau vibrasi rocking dan vibrasi keluar bidang yang dapat berupa waging atau berupa twisting (Noerdin, 1985). 3. Spektrometri resonansi magnetik inti proton (1H-NMR) Spektrometri
Resonansi
Magnetik
Inti
(Nuclear
Magnetic
Resonance, NMR) merupakan alat yang berguna pada penentuan struktur molekul organik. Teknik ini memberikan informasi mengenai berbagai jenis atom hidrogen dalam molekul. Struktur NMR memberikan informasi
23
mengenai lingkungan kimia atom hidrogen, jumlah atom hidrogen dalam setiap lingkungan dan struktur gugusan yang berdekatan dengan setiap atom hidrogen. (Cresswell, 1982). Pergeseran kimia adalah pengukuran medan dalam keadaan bebas. Semua proton-proton dalam satu molekul yang ada dalam lingkungan kimia yang serupa kadang – kadang menunjukkan pergeseran kimia yang sama. Setiap senyawa memberikan penaikan menjadi puncak absorbsi tunggal dalam spektrum NMR (Bernasconi,1995). Senyawa yang paling lazim dan paling berguna dipakai sebagai acuan adalah tetrametilsilana (TMS). Senyawa ini mempunyai beberapa kelebihan; lamban secara kimia, isotop magnet, serta larut dalam kebanyakan pelarut
organik; TMS memberikan puncak serapan tajam
tunggal serta menyerap pada medan lebih tinggi daripada hampir semua proton organik ( Silverstein, 1986 ). Pada spektrometri RMI integrasi sangat penting. Harga integrasi menunjukkan daerah atau luas puncak dari tiap – tiap proton. Sedangkan luas daerah atau luas puncak tersebut sesuai dengan jumlah proton. Dengan demikian perbandingan tiap integrasi proton sama dengan perbandingan jumlah proton dalam molekul (Muldja, 1995). Di dalam medan magnet, perputaran elektron-elektron valensi dari proton menghasilkan medan magnet yang melawan medan magnet yang digunakan. Hingga setiap proton dalam molekul dilindungi dari medan magnet yang digunakan dan bahwa besarnya perlindungan ini tergantung pada kerapatan elektron yang mengelilinginya. Makin besar kerapatan elektron yang mengelilingi inti, maka makin besar pula medan yang dihasilkan yang melawan medan yang digunakan. Akibat secara keseluruhan adalah inti/proton merasakan adanya pengurangan medan yang mengenainya. (sastrohamidjojo, 1991).
24
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2013. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Fakultas Farmasi Universitas Muhamadiyah Purwokerto.
B. Alat dan Bahan Bahan yang diperlukan dalam penelitian ini adalah daun jambu biji (Psidium guajava), Metanol, N-heksana, Etil Asetat, Silikagel, Pereaksi Feri Klorida 5 %, Pereaksi Natrium Hidroksida 10 %, H2SO4(p) Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah Gelas ukur 50 ml, Gelas Beaker 250 ml, Gelas Erlenmeyer 250 ml, Corong Saring, Kromatografi, Tabung Reaksi, Plat Skrining,
Kolom
Neraca Analitis, Alat
Pengering, Rotari Evaporator, Labu Alas 500 ml, Alat pengukur titik lebur, Lampu UV, Spatula, Batang Pengaduk, Pipet Tetes, Botol Vial, Bejana Kromatografi lapis tipis, Spektrofotometer dan Kertas Saring
C. Tahapan Penelitian 1. Penyediaan Sampel Sampel yang diteliti adalah daun jambu biji (Psidium guajava). daun jambu biji (Psidium guajava) dikeringkan di udara terbuka, lalu dihaluskan sampai diperoleh serbuk sebanyak 1500 gram. 2. Uji Pendahuluan Terhadap Ekstrak daun jambu biji (Psidium guajava)
Daun
jambu
menggunakan cara:
biji
(Psidium
guajava)
diidentifikasi
dengan
25
a. Uji Busa Serbuk daun jambu biji (Psidium guajava) sebanyak 1500 g dimaserasi dengan metanol, kemudian sebanyak 5ml ekstrak methanol 24 Kemudian ditambahkan 10 ml dimasukkan kedalam tabung reaksi.
aquadest dan dipanaskan pada penangas air. Lalu dikocok-kocok dengan kuat hingga terbentuk busa dan didiamkan selama 10 menit. Ternyata busa hilang yang membuktikan bahwa di dalam daun jambu biji (Psidium guajava) tidak terdapat senyawa glikosida. b. Skrining Fitokimia Untuk mengetahui adanya senyawa Flavonoid pada daun jambu biji (Psidium guajava) maka dilakukan uji pendahuluan secara kualitatif. Serbuk daun jambu biji (Psidium guajava) diekstraksi maserasi dengan metanol, dikeringkan. Filtrat yang diperoleh ditambahkan pereaksi H2SO4(p), NaOH 10%, FeCl3 5% dan Mg-HCl, terjadilah perubahan warna pada setiap penambahan pereaksi yang menunjukkan adanya senyawa flavonoid. c. Analisis Kromatografi Lapis Tipis Analisis kromatografi Lapis Tipis dilakukan terhadap ekstrak metanol dengan menggunakan fasa diam silika gel 60 F254. Fasa gerak yang digunakan adalah campuran n-Heksana : Etil Asetat dengan perbandingan (90 : 10)v/v ; (80 : 20)v/v; (70: 30)v/v; (60 : 40)v/v ; (50 : 50)v/v. Prosedur analisis kromatografi lapis tipis : Dimasukkan 10 ml larutan fase gerak n-heksana : etil asetat dengan perbandingan (90 : 10) v/v ke dalam bejana kromatografi, kemudian dijenuhkan. Ditotolkan ekstrak pekat metanol pada plat KLT. Dimasukkan plat ke dalam bejana yang telah berisi pelarut yang telah dijenuhkan, lalu ditutup dan dielusi. Plat yang telah dielusi dikeluarkan dari bejana, lalu dikeringkan. Diamati warna bercak yang timbul dibawah sinar Ultra Violet dengan λ= 254 nm dan dihitung harga Rf yang diperoleh. Perlakuan yang
26
sama dilakukan untuk perbandingan pelarut n-Heksana : Etil asetat (80 : 20)v/v;(70:30)v/v;(60:40)v/v;(50:50)v/v. Dari hasil analisis KLT menunjukkan bahwa di dalam daun jambu biji (Psidium guajava) terkandung senyawa flavonoid. Hasil pemisahan yang baik diberikan pada fase gerak nHeksana:Etil asetat(80:20)v/v. 3. Prosedur Untuk Memperoleh Senyawa Kimia Dari Ekstrak daun jambu biji (Psidium guajava) Serbuk daun jambu biji (Psidium guajava) ditimbang sebanyak 1500 g, dimasukkan ke dalam bejana dan ditambahkan dengan pelarut metanol sampai semua terendam oleh pelarut dan dibiarkan selama 48 jam dan sesekali diaduk. Maserat disaring dan diperoleh ekstrak berwarna hijau. Maserasi dilakukan berulang kali dengan menggunakan pelarut metanol sampai ekstrak metanol yang diperolehmemberikan hasil uji yang negatif pada pereaksi untuk identifikasi senyawa flavonoid. Ekstrak metanol
yang
diperoleh
dikumpulkan
dan
dipekatkan
dengan
menggunakan alat rotari evaporator pada suhu 60 0C sehingga diperoleh ekstrak pekat metanol, kemudian diekstraksi partisi dengan menggunakan pelarut nheksan, sehingga terbentuk lapisan n-heksan dan lapisan metanol. Fraksi metanol ditampung dan dipekatkan dengan menggunakan rotarievaporator, sehingga diperoleh ekstrak pekat metanol sebanyak 10,23 gram. 4. Isolasi Senyawa Flavonoid dengan Kromatografi Kolom Isolasi senyawa flavonoid secara kolom dilakukan terhadap ekstrak pekat metanol daun jambu biji (Psidium guajava) yang telah diperoleh. Fasa diam yang digunakan adalah silika gel 60 G dan fasa gerak adalah campuran pelarut n-Heksana : etil asetat dengan perbandingan (90: 10)v/v;(80:20)v/v;(70:30)v/v(60:40)v/v;(50:50)v/v. Prosedur isolasi senyawa flavonoid dengan kromatografi kolom: Dirangkai
seperangkat
alat
kolom
kromatografi.
Terlebih
dahulu
dibuburkan silika gel 60 G dengan menggunakan n-Heksan, diaduk-aduk hingga homogen
lalu dimasukkan ke dalam
kolom
kromatografi.
27
Kemudian dielusi dengan menggunakan n-Heksan 100% hingga silika gel padat dan homogen. Dimasukkan 10,23 g ekstrak pekat daun jambu biji (Psidium guajava) ke dalam kolom kromatografi yang telah berisi bubur silika gel di puncak kolom, lalu ditambahkan fasa gerak nHeksana : etil asetat dengan perbandingan (90: 10)v/v;(80:20)v/v;(70:30)v/v(60:40)v/v; (50:50)v/v secara perlahan-lahan dan diatur aliran fasa gerak yang keluar dari kolom sama banyaknya dengan penambahan fasa gerak dari atas kolom. Hasil yang diperoleh ditampung dalam botol vial setiap 5 ml, lalu di KLT dan digabung fraksi dengan harga Rf yang sama. Setelah itu diuji flavonoid dan diuapkan sampai pelarutnya habis hingga terbentuk kristal. 5. Pemurnian Senyawa yang diperoleh dari fraksi yaitu pada fraksi 41-80 dilakukan pemurnian senyawa. Senyawa pada fraksi 41-80 dilarutkan dengan etil asetat, sehingga pengotor pada amorf akan larut dan larutannya didekantasi kemudian disaring dan dimurnikan dilakukan secara berulang-ulang. 6. Uji Kemurnian Hasil Isolasi dengan Kromatografi Lapis Tipis(KLT) Uji kemurnian senyawa dilakukan dengan kromatografi lapis tipis dengan menggunakan fasa diam silika gel 60 F254 dengan fasa gerak nheksana : etil asetat (80:20)v/v. Prosedur uji kemurnian hasil isolasi dengan kromatografi lapis tipis: Dimasukkan 10 ml larutan fasa gerak ke dalam bejana kromatografi, lalu dijenuhkan. Ditotolkan kristal yang sebelumnya
dilarutkan pada KLT.
Dimasukkan plat KLT tersebut ke dalam bejana kromatografi yang telah jenuh. Setelah pelarut fasa gerak merembes sampai batas tanda, plat KLT dikeluarkan dari bejana, dikeringkan, dan difiksasi dengan menggunakan pereaksi Feri klorida dalam air menghasilkan bercak berwarna hitam yang menunjukkan adanya senyawa flavonoid. Perlakuan yang sama dilakukan, dan difiksasi dengan Natrium Hidroksida dalam air yang menghasilkan bercak berwarna biru violet.
28
150 g Daun Jambu Biji
Gambar 2 Diagram Alir Penelitian
29
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian Dari hasil skrining pendahuluan terhadap ekstrak methanol dari daun jambu biji (Psidium guajava) dengan adanya penambahan pereaksipereaksi warna untuk menentukan golongan senyawa kimia yang dikandung dengan menggunakan pereaksi flavonoid yakni: -
Pereaksi FeCl3 5% memberikan warna hitam
-
Pereaksi NaOH 10% memberikan warna biru violet
-
Pereaksi Mg-HCl memberikan warna merah muda
-
Pereaksi H2SO4(p) memberikan warna coklat Dari hasil kromatografi lapis tipis dengan menggunakan adsorben
silika gel 60F254, dapat diketahui bahwa pelarut yang baik untuk mengisolasi senyawa flavonoid dari daun jambu biji (Psidium guajava) adalah nheksan : etil asetat pada perbandingan ( 80 : 20 )v/v. Dari hasil isolasi b daun jambu biji (Psidium guajava)diperoleh senyawa berwarna coklat berbentuk amorf sebanyak 60 mg. Dari Spektrum UV-Visible memberikan 2 pita serapan yaitu pita II dengan λ = 256 nm dan pita I dengan λ = 310 nm sebagai bahu. Hasil analisis Spektrofotometer FT-IR dari senyawa hasil isolasi menghasilkan pita-pita serapan pada daerah bilangan gelombang sebagai berikut : 1. Pada
bilangan
gelombang
3443,59
cm-1
puncak
sedang
(menunjukkan adanya vibrasi yang mengikat gugus OH). 2. Pada
bilangan
gelombang
2924-2853,59
cm-1
puncak
kuat
(menunjukkan adanya vibrasi gugus CH alifatis) 3. Pada bilangan gelombang 1627,65 cm-1 puncak kuat ( menunjukkan adanya vibrasi gugus C=O dari keton )
30
4. Pada bilangan gelombang 1497,68 – 1464,67 cm-1 puncak sedang (menunjukkan adanya vibrasi gugus C=C) 5. Pada bilangan gelombang 1376,70 cm-1 puncak lemah (menunjukkan 29 adanya vibrasi gugus CH 3) 6. Pada bilangan gelombang 1288,69 – 1215,69 cm-1 puncak lemah (menunjukkan adanya vibrasi gugus C-O) 7. Pada bilangan gelombang 1172,70
–
614,75 cm-1 puncak lemah
(menunjukkan adanya vibrasi gugus CH senyawa aromatik) Hasil analisis Spektrometer Resonansi Magnetik Inti Proton (1HNMR) memberikan pergeseran kimia pada daerah (δ/ppm) sebagai berikut: 1. Pergeseran kimia pada daerah δ = 1,831 ppm puncak singlet (s) menunjukkan adanya proton-proton gugus metil pada prenil (-CH 2CH=C(CH3)2) (Markham, 1988). 2. Pergeseran kimia pada daerah δ = 3,402 ppm puncak singlet (s) menunjukkan adanya proton-proton gugus CH pada prenil (-CH 2CH=C(CH3)2) (Markham, 1988). 3. Pergeseran kimia pada daerah δ = 3,803 ppm puncak singlet (s) menunjukkan adanya proton metoksi (-OCH3-6 dan
–OCH3-4’)
(Markham, 1988). 4. Pergeseran kimia pada daerah δ = 4,057 ppm puncak singlet (s) menunjukkan adanya proton pada CH gula (Markham, 1988). 5. Pergeseran kimia pada daerah δ = 5,206 ppm puncak singlet (s) menunjukkan adanya proton –OH pada cincin A atau pada cincin B. 6. Pergeseran kimia pada daerah δ = 6,219 ppm puncak singlet (s) menunjukkan adanya proton H6 pada cincin A (Markham, 1988). 7. Pergeseran kimia pada daerah δ = 6,75 ppm puncak singlet (s) menunjukkan adanya proton H2 pada cincin C (Markham, 1988).
31
8. Pergeseran kimia pada daerah δ = 7,254 ppm puncak singlet (s) menunjukkan adanya pelarut CDCl3.
B. Pembahasan Daun jambu biji (Psidium guajava) dinyatakan mengandung senyawa flavonoid berdasarkan hasil skrining fitokimia yang dilakukan dengan pereaksi FeCl3 5%, NaOH 10%, Mg-HCl, dan H 2SO4(p). Terhadap daun jambu biji (Psidium guajava) dilakukan ekstraksi maserasi dan juga partisi dengan menggunakan perbandingan pelarut n-Heksan : etil asetat (80 : 20)v/v berdasarkan KLT yang dilakukan, karena pada perbandingan tersebut menghasilkan noda lebih banyak dan pemisahannya lebih baik. Dari hasil analisis Spektrofotometer ultra violet-visible (UV-Visible) dengan pelarut metanol memberikan 2 pita serapan panjang gelombang yaitu pada pita I dengan λ = 310 nm bahu dan pita II dengan λ = 256 nm. Hal ini menunjukkan bahwa senyawa adalah golongan flavonoida yang mempunyai struktur seperti Isoflavon
Isoflavon Dari hasil interpretasi spektrum FT-IR dan spektrum resonansi magnetik
inti
proton
(1H-NMR)
senyawa
hasil
isolasi
dengan
menggunakan pelarut CDCl3 dalam standardt TMS diperoleh bahwa : 1. Pergeseran kimia pada daerah δ = 1,831ppm puncak singlet (s) menunjukkan adanya proton-proton gugus metil pada prenil (-CH 2CH=C(CH3)2). Hal ini didukung oleh Spektrofotometer IR pada
32
bilangan gelombang 1376,70 cm-1 terdapat puncak lemah yang menunjukkan adanya vibrasi gugus metil (-CH 3) 2. Pergeseran kimia pada daerah δ = 3,402 ppm puncak singlet (s). menunjukkan adanya proton-proton gugus CH pada prenil (-CH2CH=C(CH3)2). Hal ini didukung oleh Spektrofotometer IR pada bilangan
gelombang
2924-2853,59cm-1
terdapat
puncak
kuat
menunjukkan adanya vibrasi gugus CH alifatis. 3. Pergeseran kimia pada daerah δ = 3,803 ppm puncak singlet (s) menunjukkan
adanya
proton
metoksi.Hal
ini
didukung
oleh
Spektrofotometer IR pada bilangan gelombang 1288,69-1215,69 cm -1
terdapat puncak lemah menunjukkan adanya vibrasi gugus CO.
4. Pergeseran kimia pada daerah δ = 4,057 ppm puncak singlet (s) menunjukkan adanya proton pada CH gula. Hal ini didukung oleh Spektrofotometer IR pada bilangan gelombang 2924-2853,59 cm-1 terdapat puncak kuat menunjukkan adanya vibrasi gugus CH alifatis. 5. Pergeseran kimia pada daerah δ = 5,206 ppm puncak singlet (s) menunjukkan
adanya
proton
–OH.
Hal
ini
didukung
oleh
Spektrofotometer IR pada bilangan gelombang 3443,59 cm-1terdapat puncak sedang menunjukkan adanya vibrasi dari atom C yang mengikat gugus OH. 6. Pergeseran kimia pada daerah
δ
= 6,219ppm, 6,75ppm
menunjukkan adanya proton pada senyawa aromatik. Hal ini didukung oleh Spektrofotometer IR pada bilangan gelombang 1172,70-614,75 cm-1 terdapat puncak lemah menunjukkan adanya vibrasi gugus CH senyawa aromatik. Berdasarkan data dan analisa terhadap spektrum UV-Visible, spektrum FT-IR dan spektrum 1H-NMR, memperlihatkan bahwa senyawa hasil isolasi adalah senyawa flavonoida yang struktur senyawanya jenis Isoflavon
dengan kemungkinan
gugusnya seperti struktur berikut:
estimasi kedudukan
relatif
gugus-
33
Isoflavon
34
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan 1.
Hasil isolasi yang diperoleh dari 1500 gram daun jambu biji (Psidium guajava) diperoleh berupa amorf yang berwarna coklat sebanyak 60 mg.
2.
Berdasarkan hasil uji skrining fitokimia dan análisis Spektrofotometer UVVisible, Spektrofotometer Inframerah (FT-IR) dan Spektrometer Resonansi Magnetik Inti Proton (1H-NMR) dapat disimpulkan bahwa senyawa hasil isolasi adalah senyawa Isoflavonoida.
B. Saran 1. Perlu dilakukan analisis Spektroskopi Massa agar diperoleh data-data yang lebih mendukung untuk menentukan struktur senyawa flavonoida yang diperoleh dari hasil isolasi.
34
35
DAFTAR PUSTAKA
Bernasconi, G. 1995. Teknologi Kimia. Jilid 2. Edisi pertama. Jakarta. PT. Pradaya Paramita. Creswell, C. J. 1982. Analisa Spektrum Senyawa Organik . Edisi ke-2. Terjemahan Kosasih Padmawinata dan Iwang Soediro. Bandung: ITB. Effendy, S. 1982.Ensiklopedia Tumbuh-tumbuhan Berkhasiat yang ada di Bumi Nusantara. Surabaya : Penerbit Karya Anda. F.S.P.Ng. D Phil. 1978. Tree Flora Of Malaya A Manual for Foresters. Volume Three. Forest Depertment Ministry of Primary Industries. Malaysia. Gritter, R. J. 1991. Pengantar Kromatografi . Terbitan ke-2.Terjemahan Kosasih Padmawinata. ITB. Bandung. Harbone, J. B. 1996. Metode Fitokimia. Penentuan Cara Modern Menganalisa Tumbuhan. Terbitan ke-2. Terjemahan Kosasih Padmawinata dan Iwang Soediro. ITB. Bandung. Markham, K. R.1988. Cara Mengidentifikasi Flavonoida. Terjemahan Kosasih Padmawinata. ITB. Bandung. Muldja, M. H. 1995. Analisis Instrumental . Cetakan ke-1. Universitas Airlangga Press. Surabaya. Pavia, L. D. 1979. Introduction to Spectroscopy a Guide for Students of Organic Chemistry . Saunders College. Philadelphia. Rianto, D. S. 2009. Isolasi Senyawa Flavonoida Dari Tumbuhan Harimonting. Departemen Kimia. FMIPA USU. Medan. Robinson, T. 1995. Kandungan Organik Tumbuhan Tinggi . Edisi ke-4 Terjemahan Kosasih Padmawinata. ITB Press. Bandung. Sastrohamidjojo, H. 1991. Kromatografi. Edisi ke-1. Penerbit Liberty. Yogyakarta. Sastrohamidjojo, H. 1996. Sintesis Bahan Alam.Gadjah Mada University Press.Yogyakarta.
35
36
Silverstein, R. M. 1986. Penyidikan Spektrometrik Senyawa Organik . Edisi ke-4. Terjemahan A. J. Hartomo dan Anny Victor Purba. Erlangga. Jakarta. Sudjadi. 1986. Metode Pemisahan. Kanisius. Yogyakarta.Underwood, A. L. 1981. Analisa Kimia Kuantitatif. Edisi ke-4. Erlangga. Jakarta.’
37
Lampiran 1
38
Lampiran 2 Hasil Kromatografi Lapis Tipis Ekstrak Metanol daun jambu biji (Psidium guajava) Fasa Diam : Silikagel 60 F254 ( E. MERCK ART 554 E : Ekstrak metanol daun jambu biji (Psidium guajava)
39
Lampiran3 Hasil Kromatografi Lapis Tipis Senyawa Hasil Isolasi Melalui Penampakan Noda Dengan Pereaksi
40
Lampiran 5. Spektrum Ultraviolet- Tampak (UV-Visible) Senyawa hasil Isolasi