PENYAKIT INFEKSIUS EMERGING DAN RE-EMERGING DISEASE Pendahuluan Emerging disease termasuk wabah penyakit menular yang tidak diketahui sebelumnya atau penyakit menular baru yang insidennya meningkat signifikan dalam dua dekade terakhir. Re-emerging disease atau yang biasa disebut resurging disease adalah wabah penyakit menular yang muncul kembali setelah penurunan yang signifikan dalam insiden dimasa lampau. Ada beberapa faktor yang menyebabkan dua permasalahan ini selalu muncul hampir disetiap tahunnya,yaitu evolusi dari microbial agent seperti variasi genetik atau mutasi, hubungan microbial agent dengan hewan perantara (zoonotic encounter), perubahan iklim dan lingkungan, perubahan perilaku manusia seperti penggunaan pestisida, penggunaan obat antimikrobial yang bisa menyebabkan resistensi dan penurunan penggunaan vaksin. Selain itu perkembangan industri dan ekonomi, perpindahan penduduk secara masal yang membawa serta wabah penyakit tertentu (travel diseases), dan perang seperti ancaman penggunaan bioterorisme atau senjata biologis juga dapat mempengaruhi kemunculuan dari kasus-kasus tersebut. Oleh karena itu dibutuhkan penanganan dan pemantauan di bidang kesehatan masyarakat sangat dibutuhkan sebagai deteksi dini dan penatalaksanaan penyakit emerging dan re-emerging. Definisi Menurut WHO, Emerging infectious diseases (EID) adalah penyakit yang pertama kali muncul dalam suatu populasi, atau penyakit yang telah ada sebelumnya tetapi mengalami peningkatan insidendsi atau area geografis dengan cepat. Emerging infectious diseases merupakan penyakit infeksi yang kejadiannya pada manusia meningkat dalam dua dasawarsa/ dekade terakhir atau cendedrung akan meningkat di masa mendatang. Secara umum EID dapat dibagi dalam tiga kelompok penyakit, yaitu: a. Penyakit menular baru (New Emerging Infectious Diseases) b. Penyakit menular lama yang cenderung meningkat (Emerging Infectious Diseases) c. Penyakit menular lama yang menimbulakan masalah baru (Re-Emerging Infectious Diseases) Faktor yang mempengaruhi Penyakit yang berhubungan erat dengan negara berkembang, yang mana negara berkembang merupakan tempat ideal untuk munculnya dan penularan penyakit infeksi. Kemiskinan, populasi yang padat, deforestation, urbanisasi pemanasan global, struktur kesehatan yang lemah dan terabaikan merupakan karakteristik negara berkembang dan merupakan situasi ideal untuk munculnya penyakit infeksi. Sebagai hasilnya, menjadi beban kesehatan masyarakat. 1. Faktor demografi dan pertumbuhan ekonomi serta perubahan gaya hidup. Sekitar 77 juta jiwa bertambah setiap tahunnya di dunia, tahun 2015 diperkirakan akan ada 23 megacities dengan populasi melebihi 10 juta dimana tujuh diantaranya akan ada di asia tenggara. Kepadatan populasi yang tinggi
1
menigkatkan potensi penyebaran penyakit dari orang keorang, kecenderungan pemanasan global yang lebih hebat, jumlah pelancong yang besar, peningkatan kelaparan dan malnutrisi dan arus urbanisasi yang ekstensif. Di negara-negara Asia, 105 populasi diperkirakan berusia >65 tahun pada 2030. Proses penuaan ditandai dengan penurunan daya tahan dan peningkatan kerentanan terhadap emerging infectious. Perkembangan ekonomi di suatu negara selain memacu industrialisasi dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat, tetapi juga dapat berakibat meningkatkan urbanisasi dan kepadatan di daerah perkotaan. Urbanisasi dan kepadatan penduduk di daerah perkotaan dapat menyebabkan masalah akibat keterbatasan berbagai sarana air bersih dan perumahan. Keadaan ini berdampak pada peningkatan terjadinya penyakit menular. Pertumbuhan ekonomi juga dapat berakibat perubahan gaya hidup seperti perilaku seksual dan penggunaan obat narkotika dan psikotropika. Kemiskinan menyebabkan gangguan kesehatan dan sebaliknya gangguan kesehatan menyebabkan kemiskinan. Sekarang ini, kemiskinan merupakan tantangan diseluruh dunia. Perilaku masyarakat penggunaan obatobatan terlarang dengan menggunakan jarum suntik yang sama, jarum tato yang tidak steril dan praktik tindik kulit menyebarkan penyakit yang ditularkan melalui darah seperti Hepatits C. Secara global, penggunaan injeksi yang berlebihan dan injeksi yang tidak aman diperkirakan menyebabkan 22,5 juta infeksi virus Hepatitis B, 2,7 juta infeksi Hepatitis C dan 98.000 infeksi HIV. 2. Kemajuan transportasi dan perjalanan internasional. Kemajuan di bidang transportasi mengakibatkan arus perjalanan antar daerah dan antar negara. Hal ini disebabkan oleh makin meningkatnya kecepatan, kemampuan jelajah dan kapasitas angkut pesawat terbang. Kemudian transportasi ini berdampak pada meningkatnya interaksi antar penduduk antar daerah maupun antar negara sehingga meningkatkan risiko penularan berbagai penyakit menular. Perjalanan dan perdagangan internasional juga memfasilitasi perpindahan infeksi. Telah dilaporkan SARS merupakan salah satu penyakit yang perpindahan mikroorganismenya paling cepat. Avian influenza tersebar diseluruh dunia dalam waktu kurang dari 12 bulan. SARS dibawa melalui perjalanan udara internasional oleh orang terinfeksi ke 31 negara yang dilaporkan kemungkinan kasus SARS. 3. Faktor lingkungan. Air dan higiene yang baik adalah prasyarat kesehatan individual dan masyarakat. Secara global, diperkirakan 1 miliar penduduk tidak memiliki akses terhadap suplai air dan 2,5 miliar kurang memiliki sanitasi yang baik. Di asia tenggara, walaupun 86% populasi dinyatakan mendapat akses suplai air bersih, tetapi kualitas dan keamanan air dipertanyakan. Penyakit yang ditularkan melalui air terus menjadi masalah utama. Fasilitas sanitasi dasar yang lemah menyebabkan lebih dari 88 juta populasi di Asia Tenggara kurang mendapat fasilitas yang baik untuk pembuangan limbah.
2
Perubahan lingkungan yang terjadi secara mendadak pada lingkungan yang luas merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi terjadinya emerging infections. Utamanya yang berkaitan dengan pembabatan hutan (deforestation) maupun penghutanan kembali (forestation). Keduanya dapat mengakibatkan perubahan ekologi. Deforestation mengubah flora dan fauna, ekosistem diseluruh dunia telah rusak. Perubahan ini menyebabkan meningkatnya pemaparan serangga atau binatang lainnnya pada manusia. Jika binatang-binatang ini merupakan reservoir, vektor atau hospes perantara dari mikroorganisme atau parasit maka akan meningkatkan penularan vector borne diseases, zoonoses atau penyakit menular lainnya. Manusia hidup sangat dekat dengan binatang sejak waktu yang lama. Kedekatan ini, kontak yang terus menerus menyebabkan pertukaran mikroorganisme antara hewan dan manusia dan memberikan kesempatan untuk terjadi perubahan genetik organisme untuk menyesuaikan terhadap tubuh manusia dan memulai siklus baru untuk transmisi orang ke orang, misalnya SARS sesuai dengan fenomena ini. Infeksi zoonotik meningkat sesuai proporsi jumlah dan intensitas hewan yang kontak dengan manusia. Sebagai tambahan, peningkatan produksi daging juga meningkatkan infeksi zoonotik secara eksponensial. Emerging infectious dapat meningkat dari heawan dan burung dan merupakan bibit pandemi melalui perpindahan ke negara lain melalui migrasi atau perdagangan. Pemanasan global selama tiga tahun terakhir, terlihat bumi akan lebih panas 1-4°C dari abad 21. Hal ini akan mengubah distribusi vektor. Pada suhu yang lebih panas, parasit berkembang lebih cepat. Konsekuensinya akan ada peningkatan insidensi malaria dan dengue fever. 4. Sarana dan pelayanan kesehatan. Memiliki infrastruktur pelayanan kesehatan masyarakat yang baik dapat mencegah banyak infeksi. Keterbatasan atau kelemahan dalam sarana dan pelayanan kesehatan termasuk pengamatan penyakit (surveilans) dan keterbatasan kemampuan diagnostik laboratorium dalam mengidentifikasi kejadian penyakit memberikan kontribusi meningkatnya masalah emerging infectious diseases. Pelayanan kesehatan yang efisien tidak hanya cepat mendeteksi dan tanggap terhadap epidemik selama fase awal tetapi juga sensitif untuk menentukan titik infeksi baru atau infeksi patogen yang tidak dikenal. 5. Pengolahan makanan dan bahan makanan. Pengolahan, pengemasan dan pengiriman/distribusi makanan dan bahan makanan juga merupakan faktor berkembangnya emerging infectious diseases. Peningkatan produksi bahan makanan yang berasal dari tumbuh tumbuhan dan hewan melalui rekayasa genetik, penggunaan bahan pengawet, penggunaan antibiotik dan pemakaian insektisida merupakan faktor yang dapat memberikan kontribusi. 6. Mutasi dan evolusi organisme. Organisme dapat mengalami mutasi atau evolusi. Mutasi ini akan menimbulkan strain baru mikroba. Strain baru organisme tersebut dapat menjadi resisten terhadap pengobatan. Mutasi juga dapat menyebabkan perubahan mikroba non-patogen menjadi patogen.
3
Gambar 1. Skema Faktor yang mempengaruhi emerging dan re-emerging disease (Sumber: Silitonga, 2012). Epidemiologi Emerging dan Re - Emerging Infectious Diseases Penyakit-penyait infeksi terus menjadi tantangan utama di daerah Asia Tenggara. Diperkirakan bahawa penyakit bertanggung jawab atas sekitar 40% dari 14 juta kematian setiap tahun di region Asia Tenggara dan sekitar 28% merupakan penyakit infeksi yang menjadi permasalahan global. Perkembangan berbagai penyakit re-emerging diseases dan new emerging diseases kembali mengancam derajat kesehatan masyarakat. Penyakit menular tergolong re-emerging diseases yang menjadi perhatian saat ini adalah Poliomyelitis, Tuberkulosis, Dengue Demam Berdarah, HIV-AIDS, Demam Typhoid & Salmonellosis, Leptospirosis, Anthrax, Rabies, Pes, Filariasis, Kolera & penyakit diare lainnya, Pneumococcal pneumonia & penyakit ISPA lainnya, Diptheria, Lepra, Infeksi Helicobacter, Ricketsiosis, Pertussis, Gonorrhea & penyakit infeksi menular seksual lainnya, Viral hepatitis, Campak, Varicella/Cacar Air, Chikungunya, Herpes, Japanese encephalitis, Infectious Mononucleosis, infeksi HPV, Influenza, Malaria dan lain-lain. Sedangkan kemunculan penyakit new emerging disease diantaranya ditandai dengan merebaknya Avian Flu mulai bulan Juni 2005 yang lalu, hingga tanggal 18 Maret 2007 telah mendekati ribuan Kasus dan sebanyak 86 orang diantaranya Positif Avian flu serta meninggal 65 orang. Case Fatality Rate (CFR) atau angka kematian kasus Avian flu pada manusia di Indonesia kini adalah 75,6 persen. Penyakit infeksi yang baru muncul (New Emerging Diseases) dan mengancam saat ini sebagian besar adalah penyakit bersumber binatang, misalnya SARS, Avian flu, Hanta-virus Pulmonary Syndrome, Hanta-virus infection with renal involvement, Japanese Encephalitis, Nipah diseases, West Nile Fever, dan E. Coli. 4
Berikut adalah penjelasan dari beberapa Emerging dan Re - emerging Infectious Diseases yang pernah terjadi didunia: a. Infeksi virus hanta adalah penyakit infeksi paru yang jarang tapi serius, sering fatal, disebabkan oleh virus hanta tipe Sin Nombre, sedangkan tipe lain menyerang ginjal. Virus hanta ditemukan pada rodent, terutama di amerika utara. Tertular bila menghisap debu terkontaminasi liur, kencing, cairan tubuh virus yang terinfeksi. Dilaporkan beberapa jenis tikus tertentu di beberapa pelabuhan laut menunjukkan tes serologi positif terhadap virus hanta. b. Infeksi virus ebolam pertama kali ditemukan di sudan dan aire 1976. Kejadian Luar Biasa (KLB) berikutnya 1995, 2000-2001. Sampai deseber 2003 masih terjadi KLB di beberapa negara Afrika. Angka kematian 50-90%. Cara terinfeksi kontak langsung dengan darah, sekret, organ, dan cairan tubuh penderita/binatang terinfeksi. Reservoir alami adalah primata dan kalelawaar. Dilaporkan bahwa tes serologi pada kera di Jawa Barat dan lampung menunjukkan positif terhadap virus Ebola. c. Avian influenza disebabkan oleh virus influenza H5N1, terjadi KLB pada tahun 1997 dan 2003. Penyakit disebabkan oleh virus influenza yang menyerang unggas, burung, ayam. Menular dari unggas ke unggas, ke hewan lain dan ke manusia. Penularan dari manusia ke manusia kemungkinannya kecil tetapi potensial terjadi terutama bila terjadi mutasi. Secara kumulatif kasus avian influenza pada tahun 2007 mencapai 118 orang dan 95 diantaranya meninggal. Februari 2008 jumlah kasus 126 orang dan 103 meninggal dunia. Angka kematian mencapai 80,5%. d. SARS merupakan penyakit infeksi pada jaringan paru manusia, pertama kali ditemukan di Cina pada tahun 2003 yang disebabkan oleh Corona Virus Pnemunia yang bermutasi hingga terjadi pandemi. SARS memiliki angka penularan yang tinggi dan pada tahun 2003 WHO menetapkan SARS merupakan ancaman kesehatan global. Penularan infeksi melalui inhalasi pernapasan dari pasien yang menderita pada saat batuk atau bersin, atau kontaminasi tangan penderita. e. Influenza A baru disebabkan oleh virusinflueza tipe H1N1. WHO mengumumkan pandemi global pada tahun 2009. Meskipun influenza yang ditimbulkan termasuk ringan, tetapi penyebarannya sangat mudah dari manusia ke manusia menyebabkan tingginya tingkat kesakitan karena virus influenza ini. Hingga sekarang karakteristik virus H1N1 masih tetap sama dengan karakteristik virus pertama yang terjadi di Meksiko, tetapi ada kekhawatiran perubahan atau mutasi genetik dari virus influenza A baru (H1N1) menjadi lebih berat daripada saat ini. f. HIV/AIDS merupakan penyakit yang mengancam penduduk dunia saat ini. Ditemukan pertama kali di amerika 20 tahun yang lalu. Penyakit ini adalah sekumpulan gejala yang terjadi akibat menurunyya daya tahan tubuh seseorang. Disebabkan oleh virus HIV yang ditularkan melalui hubungan seksual yang tidak aman, penggunaan jarum suntik yang berulang kali dan bergantian, dll. Epidemi HIV/AIDS di Indonesia telah bergerak dari satu tingkat epidemi rendah yaitu prevalensi <1% tingkat epidemi terkonsentrasi dimana pada kelompok resiko tinggi tertentu telah melebihi 5% seperti di Sorong, Merauke, Riau untuk kelompok wanita pekerja seksual (WPS) dan Jakarta, Bali untuk kelompok Intravena Drugs Users (IDUs). Laporan HIV/AIDS di indonesia secara kumulatif tahun 2001 tercatat 671, HIV 1904 namun diperkirakan di indonesia teradapat 80.000-120.000 ODHA artinya 5
g.
h.
i.
j.
dalam 10 taun mendatang kemungkinan akan ditemukan 100.000 orang yang sakit dan meninggal karena AIDS. Tuberkulosis (TB), membunuh manusia secara global daripada agen infeksi tunggal lainnya. Diperkirakan sepertiga populasi dunia (1,86 miliar jiwa) terinfeksi mikrobakterium tuberkulosis dan 16,2 miliar telah mengalami penyakit TB. Walaupun TB penyakit yang dapat diobati, karena kurangnya obat di beberapa negara, dan durasi pengobatan yang lama sehingga menimbulkan resistensi, akibatnya TB menjadi sulit untuk diterapi. Dengue Hemorragic Fever, merupakan infeksi Arbovirus yang membutuhkan perhatian di Asia Tenggara dengan 1,3 miliar jiwa manusia berisiko. Penyakit ini ditularkan oelh vektor nyamuk Aedes Aegepty. Peningkatan demam Dengue di area tropis dan subtropis disebabkan oleh faktor pertumbuhan populasi penduduk yang cepat, peningkatan urbanisasi, suplai air yang tidak adekuat dan pembuangan limbah yang tidak adekuat. Malaria, merupaka penyakit yang disebabkan oleh parasit plasmodium. Menurut WHO hingga tahun 2005 malaria menjadi masalah kesehatan utama di 107 negara. Penyakit ini menyerang 350-500 juta orang setiap tahunnya. Resistensi plasmodium terhadap obat malaria, resistensi vektor terhadap insektisida serta perpindahan penduduk dari dan ke daerah endemis merupakan faktor yang memperngaruhi meningkatnya masalah malaria. Pes adalah penyakit zoonotik yang disebabkan Yersinia Pestis, ditularkan melalui pinjal tikus (gigitan atau kontak dengan jaringan binatang terinfeksi). Tingkat kematian 50-60% bila tidak diobati. Daerah endemis adalah Asia, Afrika dan Amerika. Walaupun kasus pes terakhir ditemukan pada tahun 1970 tetapi Yersinia Pestis masih berhasil diisolasi sampai tahun 1972 di jawa tengah.
Klasifikasi Emerging Infectious Disease
6
Program Pemberantasan Emerging Infectious Diseases Program pemberantasan EID tergantung pada penyakit infeksinya. EID yang telah ada program pemberantasannya adalah antara lain: penyakit arbovirus termasuk DHF, Penyakit malaria, dan penyakit zoonosis (pes, Taeniasis, Japanese Enchepalitis), penyakit TB paru, Penyakit infeksi saluran nafas atas, dan HIV/AIDS. 1.
HIV/AIDS Penanggulangan HIV/AIDS di Indonesia terdiri atas upaya pencegahan, termasuk peningkatan kualitas dan akses pelayanan kesehatan reproduksi; pengobatan, dukungan dan perawatan bagi orang yang hidup dengan HIV/AIDS;
7
dan surveilans. Upaya pencegahan juga ditujukan kepada populasi beresiko tinggi seperti pekerja seks komersial dan pelanggannya, orang yang telah terinfeksi dan pasangannya, para pengguna napza suntik serta pekerja kesehatan yang mudah terinfeksi oleh HIV/AIDS. Aksesibilitas penderita terhadap pelayangan kesehatan ditingkatkan dengan memperluas rumah sakit rujukan pada tahun 2005 menjadi 50 rumah sakit dan 10 rumah sakit ditunjuk sebagai pusat rehabiltasi pecandu napza. Pada wilayah kabupaten /kota dengan prevalensi HIV/AIDS 5% atau lebih, secara konsisten dilakukan upaya kolaborasi dengan pemberantasan penyakit tuberkulosis. Pemerintah juga memberikan subsidi penuh obat anti retroviral (ARV), obat tuberkulosis, reagen tes HIV, serta diagnosa/pengobatan melalui rumah sakit rujukan. 2.
Malaria Pencegahan malaria diintensifkan melalui pendekatan Roll back Malaria (RBM) yang dioperasionalkan dalam Gerakan Berantas Kembali (Gebrak) Malaria sejak tahun 2000, dengan strategi deteksi dini dan pengobatan yang tepat; peran serta aktif masyarakat dalam pencegahan malaria; dan perbaikan kapasitas personil kesehatan yang terlibat. Yang juga penting adalah kegiatan terintegrasi dari pembasmian malaria dengan kegiatan lain, seperti Manajemen Terpadu Balta Sakit dan promosi kesehatan. Upaya pemberantasan malaria di Indonesia saat ini terdiri dari delapan kegiatan yaitu: 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
Diagnosis awal dan pengobatan yang tepat Pemakaian kelambu dengan insektisida Penyemprotan dengan racun serangga Surveilans deteksi aktif dan pasif Survei demam dan surveilans migran Deteksi dan kontrol epidemik Pemberantasan larva dengan larvasida Capacity building
Untuk menanggulangi strain yang resisten terhadap klorokuin, pemerintah pusat dan daerah menggunakan kombinasi baru obat–obatan malaria untuk memperbaiki kesuksesan pengobatan. 3.
Tuberkulosis (TB) Pemerintah Indonesia menetapkan pengendalian tuberkulosis sebagai prioritas kesehatan nasional. Pada tahun 1999, telah dicanangkan Gerakan Nasional Terpadu Pemberantsan Tuberkulosis atau Gerdunas untuk mempromosikan percepatan pemberantasan tuberkulosis dengan pendekatan integratif, mencakup rumah sakit dan sektor swastadan semua pengambil kebijakan lain, termasuk penderita dan masyakata. Padatahun 2001, semua propinsi dan kabupaten telah mencanangkan Gerdunas, meskipun tidak semua operasional secara penuh. Untuk membangun pondasi pemberantasan tuberkulosis yang berkelanjutan, telah ditetapkan Rencana Strategis Program Penangulangan Tubekulosis 20022006. Pemerintah Indonesia juga menyediakan sejumlah besar dana untuk pengendalian tuberkulosis. Mulai tahun 2005, upaya ini didukung oleh pemberian pelayanan kesehatan termasuk pemeriksaan, obat-obatan dan tindakan medis secra gratis bagi seluruh penduduk miskin. 8
4.
Avian Influenza Outbreak highly pathogenic avian influenza pada Desember 2003 dilaporkan di peternakan di Asia Tenggara. Pada bulan Juli 2004 dilaporkan merebak lagi dan telah mengenai peternakan di Vietnam, Thailand, China, Kamboja, Indonesia, Malaysia, Turki, Rusia, Romania, dan Kazakhstan. Selanjutnya dilaporkan dari Kroasia dan Mongolia ditemukan AI pada burung liar yang bermigrasi antar negara. Kasus ini sangat penting karena diperkirakan bertanggung jawab atas penyebaran AI (Avian Influenza) antar negara. Sampai dengan 12 Januari 2006, total kasus AI yang telah teridentifikasi pada manusia mencapai 160 kasus, kirakira separuhnya adalah kasus fatal. Dalam penanggulangan kejadian Avian Influenza yang telah meresahkan dunia, WHO telah memprakarsai dokumen Global Stategy for The Progressive Control of Highly Pathogenic Avian Influenza sebagai visi global bagi rnecana aksi terkoordinasi menghadapi penyakit yang mewabah. Pada tahun 2002 disepakati Global Agenda on Influenza Surveilance and Control, 2003 resolusi WHA di Genawa, serta Mei 2004 diadakan trainingdan Workshop Influenza Surveilance di tokyo dengan kesepakatan workshop bahwa surveilans influenza dilaksanakan terintegarasi dengan sistem surveilans nasional. Surveilans influenza yang dimaksud meliputi virologi, kesiagaan wabah, kebijakan tentang vaksinasi.
Respon Ilmu Kesehatan Masyarakat Peningkatan dan penguatan di bidang pemantauan kesehatan masyarakat (public health surveillance) sangat penting dalam deteksi dini dan penatalaksaan emerging dan re-emerging disease ini. Pemantauan secara berkelanjutan dengan memanfaatkan fungsi laboratorium klinis dan pathologis, pendekatan secara epidemiologi dan kesehatan masyarakat juga diperlukan dalam deteksi cepat terhadapat emerging dan re-emerging disease ini. WHO telah merekomendasikan kepada setiap negara dengan sebuah sistem peringatan dini (early warning system) untuk wabah penyakit menular dan sistem surveillance untuk emerging dan re-pemerging disease khususnya untuk wabah penyakit pandemik. Sistem surveillance merujuk kepada pengumpulan, analisis dan intrepretasi dari hasil data secara sistemik yang akan digunakan sebagai rencana penatalaksaan (pandemic preparedness) dan evaluasi dalam praktek kesehatan masyakarat dalam rangka menurunkan angka morbiditas dan meningkatkan kualitas kesehatan (Center for Disease Control and Prevention/CDC), contoh sistem surveillance ini seperti dalam kasus severe acute respiratory syndrome (SARS), di mana salah satu aktivitas di bawah ini direkomendasikan untuk harus dilaksanakan yaitu:
Komprehensif atau surveillance berbasis hospital (sentinel) untuk setiap individual dengan gejala acute respiratory ilness ketika masuk dalam rumah sakit. Surveillance terhadap kematian yang tidak dapat dijelaskan karena acute respiratory ilness di dalam komunitas. Surveillance terhadap kematian yang tidak dapat dijelaskan karena acute respiratory ilness di lingkup rumah sakit. Memonitor distribusi penggunaan obat antiviral untuk influenza A , obat
9
antrimicrobialdan obat lain yang biasa digunakan untuk menangani kasus acute respiratory illness. Fungsi utama dari sistem surveillance ini adalah : 1. Memonitor kecenderungan (trends) penyakit. 2. Mendeteksi perubahan mendadak insidensi penyakit, untuk mendeteksi penyakit secara dini. 3. Memantau kesehatan populasi, menaksir besarnya beban penyakit (disease burden) pada populasi. 4. Menentukan kebutuhan kesehatan prioritas, membantu perencanaan, implementasi, monitoring, dan evaluasi program kesehatan. 5. Mengevaluasi cakupan dan efektivitas program kesehatan. 6. Mengidentifikasi kebutuhan riset Sehingga diharapkan munculnya kejadian luar biasa yang bersifat endemik, epidemik dan pandemik dapat dihindari dan mengurangi dampak merugikan akibat wabah penyakit tersebut. Tindak lanjut dari hasil surveillance ini adalah pembuatan perencanaan atau yang lebih dikenal dengan pandemic preparedness. WHO merekomendasikan prinsip-prinsip penatalaksaan pandemic preparedness seperti yang tertera di bawah ini:
Perencanaan dan koordinasi antara sektor kesehatan, sektor nonkesehatan, dan komunitas Pemantauan dan penilaian terhadap situasi dan kondisi secara berkelanjutan Mengurangi penyebaran wabah penyakit baik dalam lingkup individu, komunitas dan internasional Kesinambungan penyediaan upaya kesehatan melalui sistem kesehatan yang dirancang khusus untuk kejadian pandemic. Komunikasi dengan adanya pertukaran informasi-informasi yang dinilai relevan.
Kebijakan Pencegahan dan Penanggulangan Re – Emerging dan Emerging Infectious Diseases Pencegahan dan Penangggulangan Penyakit Menular Yang dimaksud dengan penanggulangan penyakit menular (kontrol) adalah upaya untuk menekan peristiwa penyakit menular dalam masyarakat serendah mungkin sehingga tidak merupakan gangguan kesehatan bagi masyarakat tersebut. EID adalah penyakit menular. Oleh karena itu, kebijakan pencegahan dan penanggulangannya mengikuit prinsip dan pola pemberantasan penyakit menular umumnya, yaitu pemutusan rantai penularan antara host, agent, environment dengan upaya-upaya sebagai berikut: 1. Penemuan dan pengobatan/ tatalaksana penderita Upaya ini mencakup penemuan penderita melalui pemeriksaan dan penentuan diagnosis yang ditindaklanjuti dengan pengobatan yang teat dan segera. Dalam proses diagnosis dapat mencakup pemeriksaan fisik dan pemeriksaan laboratorium. Upaya ini dilaksanakan pada penanggulangan semua penyakit menular. 2. Pencegahan dan penanggulangan risiko Upaya ini dilaksanakan pada penanggulangan penyakit menular yang teknologi pencegahan dan penanggulangan faktor risikonya telah dietahui, misalnya dengan 10
imunisasi, peningkatan status gizi, dan peningkatan hyegine perorangan, peningkatan pelaksanaan surveilans epidemiologi faktor resiko. 3. Penanggulangan vektor Upaya ini dilaksanakan pada penanggulangan penyakit menular yang ditularkan vektor seperti vektor malaria (nyamuk anopheles) dengan penyemprotan; vektor DBD, dan yellow fever (nyamuk Ades aegypti) dengan fogging, abatisasi,dan pembasmian sarang nyamuk (PSN). Demikian juga halnya denga pemberantasan tikus di kapal sebagai vektor penyakit pes dengan cara fumigasi. 4. Pengamatan penyakit/surveilans Surveilans epidemiologi adalah pengamatan secara teratur dan terus menerus terhadap semua aspek penyakit terntentu, baik keadaan maupun penyebarannya dalam satu kelompok penduduk untuk kepentingan pencegahan dan penanggulangan. Surveilans penyakit menular adalah suatu keguatan pengumpulan data teratu, peringkasan dan analisis data kasus baru dari semua jenis penyakit infeksi dengan tujuan untuk identifikasi kelompok resiko tinggi dalam masyarakat, memahami cara penularan penyakit, serta berusaha memutuskan rantaiu penularan. Dalam hal ini setiap kasus harus dilaporkan secara lengkap dan tepat. Keterangan mengenai tiap kasus meliputi diagnosis penyakit, tanggal mulainya timbul gejala, keterangan tentang orang yang meliputi nama, umur, jenis kelamin, alamat, dan nomor telepon(bila ada), serta sumber rujukan bila penderitahasil rujukan (dokter, klinik, Puskesmas, dll). Seperti diketahui bahwa peran surveilans dalam pencegahan dan penanggulangan penyakit menular adalah sebagai berikut: a. Memantau perkembangan penyakit menular dari waktu ke waktu sehingga dapat diketahui peningkatan atau penurunan kejadian penyakit tertentu. b. Mengantisipasi kemungkinan terjadinya peningkatan kasus kejadian luar biasa (KLB)/wabah sehingga langkah pencegahan dan penanggulangannya dapat segera dilaksanakan. c. Menyelidiki/menginvestigasi penyakit untuk mengetahui sumber penyakit, penyebab penyakit, faktor yang mempengaruhinya, pola penularan dan penyebarannya, serta penanggulangannya. d. Menangkal masuknya penyakit menular dari luar negeri. e. Surveilans merupakan kegiatan yang terpenting dalam kaitannya dengan pencegahan dan penanggulangan Emerging infection karena adanya kecenderungan peningkatan penyakit tertentu dapat diidentifikasi melalui kegiatan ini. 5. Perbaikan lingkungan pemukiman dan penyediaan sarana air bersih Upaya ini dilaksanakan untuk menanggulangi penyakit menular yang peyebarannya berkaitan erat dengan lingkungan dan air seperti kolera. 6. Penyuluhan Kesehatan masyarakat dan peningkatan peran serta masyarakat Upaya penanggulangan semua penyakit menular memerlukan dukungan penyuluhan kesehatan masyarakat. Upaya pencegahan dan penanggulangan penyakit menular juga memerlukan dukungan peran serta masyarakat dan dukungan lintas program dan lintas sektor terkait.
11
Daftar Pustaka Annas, G.J, et al. 2008. Pandemic Preparedness The Need For Public Health. American Civil Liberties Union. Diakses dari https://www.aclu.org pada Rabu, 02 Juli 2014. Purimahua, Shinta Lisa. 2007. Kajian Epidemiologi Kesehatan Darurat Penyakit Flu Burung (New Emerging Infections Disease). MKM Vol 02 No.02. Silitonga, Marlinggom. 2012. Pengendalian Penyakit-Penyakit Infeksius Emerging dan Re-Emerging . Diunduh dari http://biofarmaka.ipb.ac.id pada Rabu, 02 Juli 2014. WHO emerging disease. Available from: dari http://www.who.int/topics/emergingdiseases/en/) diunduh pada Rabu, 02 Juli 2014. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2011. Simposium Nasional Emerging Infectious Disease. Jakarta. Diunduh dari http://www.pppl.depkes.go.id pada Rabu, 02 Juli 2014.
12