HEPATITIS D DAN HEPATITIS E
(Referat)
Disusun oleh: Muhamad Rizki Prayuda 1618012031
Perceptor : dr. Awal Bahtera B, Sp.PD
KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM RUMAH SAKIT UMUM DAERAH DR. H. ABDUL MOELOEK FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMPUNG 2017
BAB I PENDAHULUAN
Hepatitis merupakan inflamasi pada hati yang disebabkan oleh banyak hal namun yang terpenting diantaranya adalah karena infeksi virus-virus hepatitis. Hepatitis kronik dibedakan dengan hepatitis akut apabila masih terdapat tanda-tanda inflamasi hati dalam jangka waktu lebih dari 6 bulan. Virus-virus hepatitis penting yang dapat menyebabkan hepatitis akut adalah virus hepatitis A (VHA), B (VHB), C (VHC) dan E (VHE) sedangkan virus hepatitis yang dapat menyebabkan hepatitis kronik adalah virus hepatitis B dan C.
Infeksi virus-virus hepatitis masih menjadi masalah masyarakat di Indonesia. Hepatitis akut walaupun kebanyakan bersifat self-limited kecuali hepatitis C, dapat menyebabkan penurunan produktifitas dan kinerja pasien untuk jangka waktu yang cukup panjang. Hepatitis kronik selain juga dapat menurunkan kinerja dan kualitas hidup pasien, lebih lanjut dapat menyebabkan kerusakan hati yang signifikan dalam bentuk sirosis hati dan kanker hati.
Hepatitis D adalah salah satu penyakit yang membahayakan jika tidak segera ditangani. Penyakit yang menyerang hati atau liver ini semakin berbahaya karena gejalanya yang tidak selalu tampak. Virus Hepatitis D hanya terjadi sebagai rekan-infeksi dari virus hepatitis B dan virus hepatitis D ini menyebabkan infeksi hepatitis B menjadi lebih berat. Yang memiliki resiko tinggi terhadap virus ini adalah pecandu obat. Hepatitis D, juga disebut virus delta, adalah virus cacat yang memerlukan pertolongan virus hepatitis B untuk berkembang biak sehingga hanya ditemukan pada orang yang terinfeksi hepatitis B.
Virus Hepatitis E (HEV) adalah penyebab utama hepatitis virus akut di negara berkembang. Epidemiologi dan presentasi klinis infeksi HEV sangat bervariasi menurut lokasi geografis, terutama didasarkan pada perbedaan genotipe HEV. Beban keseluruhan penyakit adalah yang tertinggi di belahan dunia di mana air
1
minum bersih langka, karena kontaminasi tinja air minum merupakan jalur utama transmisi. Dua vaksin subunit rekombinan telah mengalami percobaan manusia, dan beberapa lainnya sedang dalam pengembangan. Salah satu vaksin rekombinan (Hecolin®) dilisensikan untuk digunakan di China pada tahun 2012. Hal ini menyebabkan minat pada penggunaan vaksin HEV sebagai alat kesehatan masyarakat untuk mengurangi beban hepatitis E.
2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi
Hepar pada manusia terletak pada bagian atas cavum abdominis, di bawah diafragma, di kedua sisi kuadran atas, yang sebagian besar terdapat pada sebelah kanan. Beratnya 1200-1600 gram. Permukaan atas terletak bersentuhan di bawah diafragma, permukaan bawah terletak bersentuhan di atas organ-organ abdomen. Hepar difiksasi secara erat oleh tekanan intraabdominal dan dibungkus oleh peritoneum kecuali di daerah posteriorsuperior yang berdekatan dengan v.cava inferior dan mengadakan kontak langsung dengan diafragma. Bagian yang tidak diliputi oleh peritoneum disebut bare area.Terdapat refleksi peritoneum dari dinding abdomen anterior, diafragma dan organ-organ abdomen ke hepar berupa ligamen.
Macam-macam ligamennya: a.
Ligamentum falciformis : Menghubungkan hepar ke dinding anterior abdomen dan terletak di antara umbilicus dan diafragma.
b.
Ligamentum teres hepatis = round ligament : Merupakan bagian bawah lig. falciformis ; merupakan sisa-sisa peninggalan v.umbilicalis yg telah menetap.
c.
Ligamentum gastrohepatica dan ligamentum hepatoduodenalis :Merupakan bagian dari omentum minus yg terbentang dari curvatura minor lambung dan duodenum sebelah proximal ke hepar. Di dalam ligamentum ini terdapat Aa.hepatica, v.porta dan duct.choledocus communis. Ligamen hepatoduodenale turut membentuk tepi anterior dari Foramen Wislow.
d.
Ligamentum Coronaria Anterior kiri–kanan dan Lig coronaria posterior kiri-kanan : Merupakan refleksi peritoneum terbentang dari diafragma ke hepar.
3
e.
Ligamentum triangularis kiri-kanan : Merupakan fusi dari ligamentum coronaria anterior dan posterior dan tepi lateral kiri kanan dari hepar.
Secara anatomis, organ hepar terletak di hipochondrium kanan dan epigastrium, dan melebar ke hipokondrium kiri. Hepar dikelilingi oleh cavum toraks dan bahkan pada orang normal tidak dapat dipalpasi (bila teraba berarti ada pembesaran hepar). Permukaan lobus kanan dpt mencapai sela iga 4/5 tepat di bawah aerola mammae. Lig falciformis membagi hepar secara topografis bukan secara anatomis yaitu lobus kanan yang besar dan lobus kiri.
2.2 Hepatitis D
Definisi Hepatitis D
Hepatitis D adalah suatu penyakit yang di sebabkan oleh Hepatitis D Virus (HDV). Virus hepatitis D merupakan suatu jenis virus yang unik dan paling virulen. Virus hepatitis D tidak dapat bereplikasi dan menginfeksi seseorang kecuali seseorang telah terinfeksi Hepatitis B Virus (HBV). Virus hepatitis D membutuhkan lapisan luar virus hepatitis B yang disebut permukaan antigen untuk bereplikasi.
Virus hepatitis delta atau HDV, merupakan virus RNA yang memiliki sifat infeksi tambahan dan membutuhkan bantuan dari virus hepatitis B untuk melakukan replikasi dan ekspresi. Hepatitis D dapat terinfeksi bersamaan dengan hepatitis B atau pada pasien yang sebelumnya sudah terinfeksi hepatitis B.
Virus HDV adalah partikel besar, kira-kira 36 nm, dan mengandung RNA HDV dan antigen delta hepatitis (HDag) . RNA HDv beruntai tunggal, sangat basepair, melingkar, dan sejauh ini merupakan genom terkecil dari virus hewan apa pun karena mengandung sekitar 1.700 nukleotida.
4
Patogenesis HDV
Virus hepatitis D membutuhkan partikel dari virus hepatitis B yaitu lapisan luar virus yang disebut antigen permukaan, untuk sintesis protein bagian luar virus tersebut dalam melindungi inti genetik virus. Virus hepatitis B masih dapat bereplikasi pada orang dengan kadar antigen permukaan hepatitis B yang rendah.
Seperti virus hepatitis B, virus hepatitis D memasukkan material genetiknya kedalam sel hepar dan menggunakan sel hepar sebagai sumber replikasi diri. Ketika material genetik virus masuk kedalam sel liver host, virus melengkapi dirinya dengan menggabungkan antigen permukaan hepatitis B kedalam sitoplasmanya, kemudian lepas dari sel host sebagai sebuah virus hepatitis D yang sanggup menginfeksi sel baru.
Menurut penelitian, virus hepatitis D melukai sel hepar secara langsung. Hal ini berbeda dengan infeksi virus hepatitis B dimana kebanyakan kerusakan hepar disebabkan oleh sistem imun tubuh yang berusaha mengeradikasi sel yang terinfeksi. Penelitian telah menemukan tiga genotip atau variasi regional dari virus hepatitis D diseluruh dunia. Genotip 1 tersebar luas diseluruh dunia, genotip 2 merupakan suatu genotip unik yang ditemukan di Jepang dan genotip 3 dari Amerika Selatan berhubungan dengan infeksi HDV berat yang ditandai dengan mortalitas tinggi dan lesi di hepar yang disebut sel morula.
Klasifikasi Infeksi HDV
Terdapat dua jenis infeksi virus hepatitis D, yaitu coinfection dan superinfection. a. Coinfection terjadi ketika pasien secara bersamaan terinfeksi HDV dan HBV. Kebanyakan pasien ini sembuh secara sempurna namun risiko gagal hepar dan kematian lebih tinggi daripada infeksi HBV saja
5
b. Super-infection terjadi ketika pasien dengan infeksi HBV kronis menjadi terinfeksi HDV. Pasien ini biasanya mengalami perburukan mendadak, risiko tinggi sirosis dan end stage liver disease.
Penularan dan Inkubasi Infeksi HDV
HDV ditransmisikan melalui darah dan cairan tubuh seperti virus hepatitis B. Menurut Pusat Kesehatan Pasifik California, transmisi seksual HDV tidak semudah HBV meskipun transmisi tetap dapat terjadi pada aktivitas seksual tanpa barier. Transmisi vertikal (ibu ke anak) pada HDV jarang terjadi. Masa inkubasi HDV berkisar antara 21 hingga 90 hari, namun dapat terjadi lebih singkat pada kasus super-infection.
Gejala Infeksi HDV
Gejala hepatitis D serupa dengan penyakit hepatitis virus lainnya, seperti hepatitis B. Onset gejala biasanya mendadak dan termasuk fatigue, nafus makan menurun, demam, muntah dan kadang disertai nyeri sendi, gatal-gatal atau rash. Urine menjadi lebih pekat dan kemudian timbul ikterik. Anak-anak dapat tidak disertai demam, namun demam biasanya muncul pada dewasa. Meskipun gejalanya serupa, pasien dengan hepatitis D lebih sakit daripada pasien dengan hanya hepatitis B saja.
Pemeriksaan Infeksi HDV
Pemeriksaan hepatitis D dilakukan pada pasien dengan hepatitis B kronik atau jangka panjang dan yang mengalami perburukan akut penyakit hepar. Selain itu, pasien pengguna obat injeksi dengan ikterik, baik dengan atau tanpa antigen hepatitis B positif sebaiknya dilakukan pemeriksaan hepatitis D karena hepatitis D dapat menutupi atau menekan antigen hepatitis B pada pemeriksaan laboratorium konvensional. Jika sebuah biopsi hepar dilakukan, maka sebaiknya spesimen tersebut diperiksa antigen hepatitis D.
6
Diagnosa ditegakkan berdasarkan gejala yang dikeluhkan dan pemeriksaan laboratorium khususnya pemeriksaan immunologi mencakup pemeriksaan Anti-HDV, HDV RNA, HbsAg, IgG anti-HBc. Pemeriksaan laboratoriun ini dapat dilakukan dengan 2 metode yaitu metode STRIP dan ELISA. Pada infeksi akut, akan terdapat peningkatan IgM anti-HDV dan akan hilang dalam 30 – 40 hari. Pada penderita dengan infeksi kronis HDV, akan terdapat peningkatan titer dari IgM dan IgG anti-HDV.
Tabel 1. Ringkasan pemeriksaan diagnostik untuk evaluasi pasien dengan infeksi HDV
Pencegahan Infeksi HDV
Karena virus hepatitis D bergantung pada virus hepatitis B untuk replikasi, maka hepatitis D dapat dicegah dengan mencegah hepatitis B melalui vaksinasi rutin atau administrasi vaksin dan imunoglobulin hepatitis B
7
(HBIG) yang mengandung antibodi hepatitis B dengan kadar tinggi bagi seseorang yang terpapar HBV.
Namun, tidak ada vaksin yang mencegah hepatitis D super-infection pada pasien terinfeksi HBV kronik. Maka dari itu, pencegahan hepatitis D superinfection bergantung pada pengurangan paparan darah dan cairan tubuh yang mungkin mengandung virus hepatitis D. Hal ini dapat dilakukan dengan cara seksual aman, standard precautions untuk mencegah kontak darah dan cairan tubuh serta tidak menginjeksi obat secara bersamaan.
Penatalaksanaan Infeksi HDV
Penelitian untuk menemukan penatalaksanaan yang efektif terhadap infeksi virus hepatitis D masih terus berlangsung. Kebanyakan penelitian dilakukan di regio Mediteranian dimana daerah tersebut merupakan daerah dengan angka tertinggi infeksi HDV pada dewasa dan anak-anak.
Interferon alfa saat ini masih menjadi salah satu pilihan obat yang digunakan pada anak dan dewasa yang membantu dalam penanganan hepatitis D. Namun, setengah dari kebanyakan pasien tidak merespon terhadap terapi interferon dan dapat timbul kekambuhan dalam 48 minggu setelah terapi tidak dilanjutkan. Menurut suatu penelitian di Italia, interferon alfa masih lebih efektif dalam menangani hepatitis D. Penelitian menggunakan agen antivirus ribavirin gagal dalam menghambat replikasi virus hepatitis D. Penanganan dengan dosis interferon yang lebih tinggi menghasilkan perbaikan dalam fungsi hepar dan inflamasi. Dosis tinggi terapi inteferon alfa adalah 6 juta IU tiga kali dalam seminggu selama setidaknya satu tahun untuk dewasa. Sebelum terapi, biopsi hepar harus dilakukan untuk menilai progresivitas penyakit. Interferon tidak direkomendasikan pada pasien dengan imunokompromise dan pasien dengan sirosis dekompensata.
8
Hingga saat ini, transplantasi hepar pada pasien infeksi HDV masih menimbulkan hasil yang kurang memuaskan. Hepatitis fulminan (mengancam jiwa) timbul dari infeksi hepatitis B dan D berulang pada pasien dengan transplantasi
hepar
mengakibatkan
kematian
atau
kebutuhan
untuk
transplantasi kembali.
Algoritma terapeutik yang mungkin untuk pasien terinfeksi HDV disarankan pada Gambar 1.
Gambar 1. Algoritma terapi yang mungkin untuk hepatitis D
2.3 Hepatitis E
Definisi Hepatitis E
Hepatitis E merupakan hepatitis yang di transmisikan oleh Hepatitis E Virus (HEV) dan terjadi terutama di India, Asia, Afrika dan pertengahan Amerika. Virus ini dapat ditemukan di kotoran, cairan empedu dan hati, dieksreksikan melalui kotoran manusia pada masa inkubasi.
9
Hepatitis E adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus hepatitis E (HEV), sebuah virus RNA yang ada dalam bentuk yang terbungkus dan tidak tertutup dan pertama kali dikenali pada awal tahun 1980an. Virus ini adalah anggota keluarga Hepeviridae. Hepatitis E, seperti Hepatitis C adalah suatu virus RNA strain positif (ribonucleic acid) yang belum secara khusus diidentifikasi masuk ke golongan virus apa meskipun karakteristiknya sama dengan Calicivirus family.
Infeksi virus hepatitis E lebih sering terjadi daripada infeksi virus hepatitis A. Penelitian menemukan bahwa sebanyak 20% populasi dunia telah terinfeksi oleh virus hepatitis E. Virus ini sering terjadi pada pasien antara usia 15 hingga 40 tahun. Pada anak-anak muda, infeksi HEV seing tanpa ada gejala.
Patogenesis HEV
Virus hepatitis E memasuki sel, kemudian material genetik virus dimasukkan kedalam sel yang terinfeksi dan “progeny” virus diproduksi oleh sel yang terinfeksi. Kebanyakan replikasi virus hepatitis E terjadi di hepar, dan partikel virus ada dalam empedu dan feses orang yang terinfeksi dari inkubasi lanjut virus pada minggu pertama sakit.
Sub kelompok populasi tertentu yang berisiko tinggi terkena penyakit parah setelah infeksi HEV, antara lain adalah ibu hamil, orang-orang dengan penyakit hati yang sudah ada sebelumnya dan orang-orang dengan imunosupresan.
Klasifikasi Genotip HEV
Virus hepatitis E memiliki setidaknya 4 genotip mamalia yang dikenal (diberi nama 1 sampai 4), yang termasuk dalam serotipe tunggal. Genom virus mengandung tiga bacaan terbuka yang tidak tumpang tindih (ORF 1-3). Dari jumlah tersebut, kode ORF2 untuk protein kapsid virus yang menjadi target
10
antibodi penetral terhadap HEV. Sampai saat ini, genotip 1 dan 2 hanya ditemukan pada manusia, sedangkan genotip 3 dan 4 juga ditemukan pada beberapa spesies mamalia.
Tabel 1. Karakteristik HEV manusia (genotip 1,2) dan zoonotik (genotif 3,4)
Penularan dan Inkubasi Infeksi HEV
Virus hepatitis E ditransmisikan melalui makanan atau minuman yang terkontaminasi oleh feses manusia terinfeksi HEV. Namun, tidak seperti virus hepatitis A, virus ini tidak menyebar melalui kontak orang ke orang. Seperti hepatitis A, infeksi HEV tidak pernah berkembang menjadi penyakit kronik atau jangka panjang. Namun, pada dewasa hepatitis E lebih berat daripada hepatitis A, dengan angka kematian mencapai 1-2%
sedangkan angka
kematian dewasa dari hepatits A kurang dari 0,4%.
Periode inkubasi virus pada manusia berkisar antara tiga sampai sembilan minggu. Pasien yang menunjukkan gejala yang berkembang menjadi gejala hepatitis akut tipikal seperti mual, anoreksia, demam, nyeri abdomen atas, urin berwarna seperti cola dan ikterik (warna kuning pada kulit dan bagian
11
putih mata). Masa inkubasi berkisar antara 15-60 hari, dengan rata-rata 40 hari.
Beban keseluruhan penyakit adalah yang tertinggi di belahan dunia di mana air minum bersih langka, karena kontaminasi tinja air minum merupakan jalur utama transmisi. Di daerah ini, genotip HEV yang dominan adalah genotip 1 dan 2. Sebaliknya, di negara maju, di mana beban penyakit lebih rendah, transmisi zoonosis, terutama melalui konsumsi daging mentah atau kurang matang adalah mode transmisi yang terkenal, dan genotipe HEV 3 adalah genotipe utama. Genotipe HEV 4 menyebabkan penyakit terutama di China dan Taiwan dan cara penularannya terutama zoonosis. Beberapa kasus sporadis hepatitis E yang disebabkan oleh genotipe HEV 4 telah dilaporkan terjadi di Eropa. Cara lain untuk transmisi infeksi HEV termasuk penularan dari ibu hamil ke janin mereka, dan jarang melalui transfusi darah.
Gejala Infeksi HEV
Gejala hepatitis E serupa dengan penyakit hepatitis virus lainnya, termasuk malaise, anoreksia, nyeri abdomen, interik dan demam. Stadium akut penyakit dapat berlangsung kurang dari dua minggu. Saat gejala tidak ada pada anak-anak dan ringan pada kebanyakan dewasa, gejala infeksi ini pada wanita hamil dapat mematikan.
Gambaran klinis hepatitis E tidak dapat dibedakan dari hepatitis akut yang disebabkan oleh virus hepatotropik lainnya. Orang yang terinfeksi HEV menunjukkan spektrum klinis yang luas, mulai dari infeksi asimtomatik melalui hepatitis icteric akut sampai hepatitis fulminan. Rasio infeksi simtomatik terhadap asimtomatik belum ditentukan dengan andal, dan dapat bervariasi dengan genotipe virus dan pengaturan epidemiologi. Hepatitis E akut biasanya bermanifestasi dengan ikterus, malaise, anoreksia, demam, hepatomegali, dan kadang-kadang pruritus.
12
Pemeriksaan Infeksi HEV
Pada infeksi HEV dapat terjadi elevasi enzim hepar yang terjadi ketika hepar teritasi dan sel hepar rusak atau mati, terjadi pada minggu empat atau lima setelah ingesti oral virus dan persisten selama 20 hingga 90 hari. Selama infeksi akut, dapat terjadi elevasi kadar bilirubin (pigmen empedu) pada darah dan urin serta peningkatan ringan kadar alkalin fosfatase, suatu enzim kandung empedu. Ekskresi virus pada feses manusia terjadi sekitar empat minggu setelah ingesti virus dan persisten selama dua minggu. Hanya 1-2% pasien tidak hamil yang terinfeksi HEV secara serius atau gejala penyakit hepar fatal. Penyakit ini biasanya sembuh sendiri dalam dua minggu.
Diagnosis hepatitis E pada manusia tergantung pada penemukan antibodi spesifik hepatitis E dalam darah mereka dan hepatitis E RNA baik pada darah maupun feses. Ketika hepatitis E akut dan simtomatik, dapat terjadi peningkatan kadar enzim hepar yang mengindikasikan adanya inflamasi atau kerusakan hepar.
Ketika terinfeksi, sistem imun tubuh melepaskan antibodi IgM (Immune Globulin Class M) untuk memerangi substansi asing atau antigen. Konsentrasi antibodi IgM secara cepat menurun setelah tiga sampai enam bulan setelah onset infeksi HEV. Sedangkan antibodi IgG (Immune Globulin Class M) juga dilepaskan untuk melawan virus. Tipe antibodi ini dapat melewati dinding pembuluh darah untuk melawan virus. Antibodi IgG hepatitis E persisten selama dua hingga tiga belas tahun setelah onset infeksi.
Untuk mendiagnosis hepatitis E pada pasien, dokter dapat mengukur kuantitas antibodi IgM HEV atau terjadi peningkatan signifikan antibodi IgG dalam darah pasien. Hanya satu tes yang dapat digunakan untuk mendeteksi antibodi IgM HEV dan IgG HEV dalam darah. Saat ini, pemeriksaan ELISA untuk IgM HEV dikerjakan untuk mendiagnosis penyakit pada tahap awal. Selain itu, pemeriksaan lain yang dapat dilakukan untuk mendeteksi RNA
13
hepatitis E pada darah dan feses juga dapat dilakukan namun sensitivitas pemeriksaan tersebut masih belum digunakan.
Kelainan laboratorium pada hepatitis E akut serupa dengan hepatitis virus akut yang disebabkan oleh virus lain. Diagnosis laboratorium infeksi HEV terbaru didasarkan pada deteksi antibodi HEV-specific IgM (IgA di beberapa negara) atau deteksi RNA HEV dalam sampel klinis. Infeksi HEV yang lalu ditandai dengan antibodi IgG spesifik terhadap ORF2, yang dapat memberi perlindungan terhadap reinfeksi; namun, titer pelindung dan durasi ketekunan mereka tidak pasti.
Pencegahan Infeksi HEV
Saat ini, tidak ada vaksin yang dapat mencegah hepatitis E, bahkan immunoglobulin yang disiapkan dari plasma pasien terinfeksi hepatitis E tidak efektif dalam mencegah penyakit. NIH’s National Institute for Allergy and Infectious Disease and Novavax mengembangkan sistem ekspresi protein rekombinan dalam sel insektisida untuk memproduksi antigen kapsid virus hepatitis E rekombinan dan memurnikan antigen virus tersebut untuk digunakan sebagai vaksin.
Pencegahan adalah satu-satunya yang dapat dilakukan pada penyakit hepatitis E. Pencegahan ini membutuhkan proses pemurnian air minum pada negara berkembang serta pemisahan air limbah dan limbah mentah dari sumber air minum.
14
Penatalaksanaan Infeksi HEV
Saat ini tidak ada terapi untuk hepatitis E. Terapi yang tersedia hanya dapat dilakukan untuk mengatasi gejala, bukan penyakit. Tidak ada antivirus yang telah terbukti efektif melawan virus ini dalam percobaan laboratorium terkontrol.
Menurut penelitian, ribavirin
dan interferon alfa dapat
menghambat replikasi virus hepatitis E.
15
BAB III KESIMPULAN
Hepatitis D virus (HDV) adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh Hepatitis D Virus (HDV) sedangkan hepatitis E adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus hepatitis E (HEV). Diagnosa HDV ditegakkan berdasarkan gejala yang dikeluhkan dan pemeriksaan laboratorium khususnya pemeriksaan immunologi mencakup pemeriksaan Anti-HDV, HDV RNA, HbsAg, IgG anti-HBc. Diagnosis laboratorium infeksi HEV terbaru didasarkan pada deteksi antibodi HEV-specific IgM atau deteksi RNA HEV dalam sampel klinis.
16
DAFTAR PUSTAKA
A.Sanityoso. Hepatitis Virus Akut. Ilmu Penyakit Dalam. Jilid I. Edisi Keempat. Balai Penerbit FKUI, Jakarta, 2007. 427-442. Abravanel F, Chapuy-Regaud S, Lhomme S, et al. Performance of two commercial assays for detecting hepatitis E virus RNA in acute or chronic infections.J Clin Microbiol. 2013 Jun;51(6):1913-6 Aggarwal R. The global prevalence of hepatitis E virus infection and susceptibility: a systematic review. Geneva: World Health Organization; 2010 Bartnof HS. Hepatitis E Emerges as Significant Cause of Liver Inflammation World-wide. 10th International Symposium on Viral Hepatitis and Liver Disease. 2000. Atlanta: Georgia. Kamar N, Dalton HR, Abravanel F, Izopet J. Hepatitis E virus infection. Clin Microbiol Rev. 2014: 27(1):116-38 PKIDs PHR. Hepatitis D: the most virulent hepatitis virus of all. 185-95.
17