Makalah Filsafat Ilmu: Ilmu dan Kebudayaan Moh.Badrodin
I.
PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Ilmu dan kebudayaan merupakan dua hal tidak dapat dipisahkan, karena ketika ilmu berkembang akan menopang perkembangan kebudayaan, begitupun sebaliknya. Ketika ilmu-ilmu berkembang maka penemuan-penemuan baru bermunculan. Penemuan-penemuan ini selanjutnya akan turut membentuk kebudayaan yang baru (Suriasumantri, 2009). Pertanyaannya, apakah budaya yang baru tersebut sesuai dengan kehidupan masyarakat saay itu? Kemudian apakah kebudayaan- kebudayaan sebelumnya sudah tidak pantas digunakan lagi dan sudah selayaknya ditinggalkan? Dengan berkembangnya ilmu dan teknologi nilai-nilai kemanusiaan mulai luntur. Indonesia sebagai salah satu negara berkembang memiliki ranah perkembangan menuju aspek teknologi dan industri dari pada aspek sosial dan budaya. Akibatnya, pembangunan terasa hampa karena masih kurang muatan nilai-nilai manusia. Pembangunan yang kurang nilai kemanusian, menjadikan pembangunan yang penuh dengan permasalahan, seperti korupsi. Disinilah sebenarnya budaya memiliki peran penting dalam mendampingi ilmu. Sehingga dalam pelaksanaan keilmuan tetap berada pada kebudayaan yang memiliki nilai-nilai kemanuisaan (Herwandi, 2007). Oleh karenanya, dalam makalah ini nantinya akan mencoba membahas hubungan ilmu dan kebudayaan dalam mempengaruhi kehidupan manusia.
2. Permasalahan Ilmu dan kebudayaan adalah satu paket yang tidak terpisahkan. Oleh karenanya, bagaimanakah pengaruh ilmu terhadap perkembangan kebudayaan dan sebaliknya? Bagaimana kontribusi ilmu dan kebudayaan dalam mempengaruhi kehidupan manusia?
3. Tujuan Penulisan makalah ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh bidang keilmuan terhadap perkembangan kebudayaan dan sebaliknya. Mengetahui kontrisbui ilmu dan kebudayaan dalam mempengaruhi kehidupan manusia. 1
II. PEMBAHAASAN 1. Manusia dan Kebudayaan Menurut Nugroho dan Muchji (1996) secara eksak manusia adalah kumpulan partikel-pertikel atom yang membentuk jaringan yang kemudian membentuk sistem untuk menghasilkan energi dan termasuk kelompok mamalia. Secara sosial manusia adalah mahluk yang mencari untuk dalam segala kegiatannya, mencari kekuasaan, berbudayaan, dan tidak dapat hidup sendiri. Sungguh kompleks manusi itu, akan tetapi terdapat empat unsur yang membangun manusia yakni: Jasad, merupakan wujud manusia yang dapat diindera serta menempati ruang dan waktu; Hayat, yakni manusia memiliki ciri sebagai mahluk hidup; Ruh, daya kerja secara spiritual, memahami kebenaran, dan mampu menciptakan konsep sebagai benih kebudayaan; Nafs, kesadaran atas diri sendiri. Terdapat banyak definisi mengenai kebudayaan, terdapat sekitar 160 definisi yang diajukan oleh ahli antropologi (Siregar, 2002). Menurut Taylor kebudayaan merupakan keseluruhan pengetahuan, kepercayaan seni, moral, hukum, adat, serta kemampuan dan kebiasaan lain yang diperoleh manusia sebagai anggota masyarakat. Sedangkan Kuntjaraningrat memperinci kebudayaan menjadi unsur-unsur yang terdiri dari sistem religi dan upacara keagamaan, sistem dan organisasi kemasyarakatan, sistem pengetahuan, bahasa, kesenian, sistem mata pencaharian serta sistem teknologi dan peralatan (Suriasumantri, 2009). Dalam memenuhi kebutuhan hidupnya manusia melakukan berbagai tindakan, yang tindakan tersebut selanjutnya menjadi budaya. Kebudayaan inilah yang membedakan manusia dengan binatang. Manusia memiliki lima kebutuhan mendasar, yakni kebutuhan fisiologi, rasa aman, afiliasi, harga diri dan pengembangan potensi. Sedangkan binatang hanya membutuhkan dua hal yang mendasar yakni fisiologi dan rasa aman. Manusia memang tidak memiliki instinktif seperti binantang, akan tetapi sebagai gantinya manusia memiliki budi yang mendorong manusia hidup secara mendasar, perasaan, pikiran, kemauan, dan fantasi. Hal tersebut menyebabkan manusia memiliki penilaian terhadap kejadian dan objek sebagai acuan untuk memilih. Hal inilah yang menjadi tujuan dan nilai kebudayaan (Suriasumantri, 2009).
2
Kebudayaan secara tidak langsung merupakan wujud dari pendidikan, karena kebudayaan diperoleh dari proses belajar yang selanjutnya diturunkan ke generasi selanjutnya. Kebudayaan ditturunkan dari waktu ke waktu, oleh karenanya kebudayaan mengikat waktu. Dengan mempelajari kebudayaan, sebenarnya kita telah mempelajari pendidikan manusia dari waktu ke waktu (Suriasumantri, 2009). Siregar (2002) mengemukakan empat sifat kebudayaan, yakni: i. Kebudayaan diperoleh dari belajar Kebudayaan yang dimiliki manusia tidak diturunkan secara genetis, melainkan melalui proses pembelajaran. Sebagai contoh, seorang anak belum tentu memiliki cara makan yag sama dengan orang tuanya, tergantung dari budaya yang dipelajarinya. Budaya juga dibedakan dari insting. Manusia semenjak dari lahir memiliki insting untuk makan, akan tetapi cara makan untuk setiap individu berbeda-beda. Hal tersebut karena dipengaruhi budaya yang telah dipelajarinya.
ii. Kebudayaan adalah milik bersama Dikatakan kebudayaan jika kebiasaan yang dilakukan seseorang dimiliki oleh suatu kelompok manusia. Sebagai contoh kebiasaan menggunakan sumpit atau sendok merupakan suatu kebiasaan yang dimiliki bersama-sama.
iii. Kebudayaan merupakan pola Di dalam menjalankan kebudayaan terdapat budaya-budaya yang dianggap ideal, sehingga terdapat pembatasan-pembatasan. Sebagai contoh dalam budaya kita, bahwa makan dengan menggunakan tangan kanan dianggap lebih ideal dibandingkan makan menggunakan tangan kiri. Dalam budaya jawa, terdapat peringkat dalam penggunaan bahasa ketika berbicara dengan orang lain.
iv. Kebudayaan bersifat dinamis dan adaptif Kebudayaan
tidak
bersifat
kaku,
melainkan
menyesuaikan
dengan
perkembangan kebutuhan dan lingkungan manusia seiring berjalannya waktu. Pada zaman dahulu orang makan hanya menggunakan tangannya, tetapi dengan berjalannnya waktu manusia mulai menggunakan alat untuk makan
3
seperti sendok dan sumpit. Di Indonesia masyarakatya belum merasa makan apabila belum makan nasi, meskipun sudah makan banyak roti.
Menurut Suriasumantri (2009) di dalam kebudayaan terdapat enam nilai dasar, yakni teori, ekonomi, estetika, sosial, politik, dan agama. Nilai-nilai tersebut memiliki penjelasan masing-masing sebagai berikut: Nilai teori adalah hakikat penemuan kebenaran lewat berbagai metode; Nilai ekonomi mencakup kegunaan dari berbagai benda dalam memenuhi kebutuhan manusia; Nilai estetika berhubungan dengan keindahan dan segi-segi artistik yang mencakup berbagai wujud yang memberikan kenikmatan kepada manusia; Nilai sosial berorientasi kepada hubungan antar manusia dan penekanan segi-segi kemanusiaan yang luhur; Nilai politik berpusat kepada kekuasaan dan pengaruh baik dalam kehidupan bermasyarakat maupun dunia politik; Nilai agama merengkuh penghayatan yang bersifat mistik dan trasedental dalam usaha manusia untuk mengerti dan memberi arti bagi kehadirannya di dunia. Nilai-nilai dalam kebudayaan tersebut dapat menjadi masalah di kemudian hari jika penanaman nilai-nilai tersebut tidak tepat. Untuk itu dalam mempersiapkan generasi penerus yang unggul perlu dilakukan analisis untuk menerapkan nilai-nilai yang tepat. Nugroho dan Muchji (1996) mengatakan bahwa kebudayaan merupakan sistem nilai dan gagasan utama yang benar-benar dihayati oleh para pendukung kebuayaan tersebut pada kurun waktu tertentu. Oleh karenanya, tidak mengherankan jika seluruh aspek kehidupan pendukung itu didominasi oleh kebudayaan yang didukungnya. Kebudayan sebagai sistem nilai dan gagasan utama, terperinci menjadi sistem ideologi, sistem sosial, dan sistem teknologi. Wujud-wujud kebudayaan dapat berupa: a. Gagasan, konsep, dan pikiran manusia wujud ini disebut sistem budaya, sifatnya abstrak, tidak dapat dilihat, dan berpusat pada pikiran-pikiran masyrakat penganutnya.
4
b. Kompleks aktivitas wujud ini berupa aktivitas manusia sehari-hari yang bersifat konkret dan dapat diamati. c. Berupa benda berwujud fisik mulai dari benda diam hingga benda yang dapat digerakkan.
2. Ilmu dan Pengembangan Kebudayaan Nasional Menurut Suriasumantri (2009) Ilmu adalah bagian dari pengetahuan dan pengetahuan adalah penyusun kebudayaan.
Kebudayaan nasional merupakan
wujud aspirasi dan cita-cita suatu bangsa yang diwujudkan dengan kehidupan bernegara. Ilmu dan kebudayaan merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dilepaskan dan saling memberikan pengaruh satu sama lain. Di dalam pengembangan kebudayaan nasional ilmu beerperan dalam dua hal: a. Ilmu sebagai sumber nilai pendukung terselenggaranya pengembangan kebudayaan nasional. b. Ilmu sebagai sumber nilai pengisi pembentukan watak suatu bangsa Ilmu sebagai suatu cara berfikir dalam pengembangkan kebudayaan memiliki manfaat yang dapat diambil dari karakteristik ilmu itu sendiri, yakni rasional, logis, objektif, kritis, dan terbuka. Karakter-karakter tersebut juga dapat digunakan dalam mengahadapi masalah bangsa dalam berbagai bidang. Ilmu sebagai asas moral bersifat otonom dan terbebas dari kekuasaan di luar bidang keilmuan. Oleh karenanya seorang ilmuan sudah selayaknya meninggikan kebenaran ilmiah dan mengabdi kepada masyarakat secara luas, bukan hanya untuk golongan. Pengembangan kebudayaan nasional pada hakikatnya adalah perubahan kebudayaan yang sekarang bersifat konvensional ke arah situasi kebudayaan yang lebih mencerminkan apresiasi dan tujuan nasional. Proses pengembangan kebudayaan ini pada dasarnya adalah penafsiran kembali nilai-nilai konvensional agar nilai sesuai dengan tuntunan zaman serta pertumbuhan nilai-nilai baru yang fungsional. Jika ilmu diterima mendukung pengembangan kebudayaan nasional, maka bagaimanakah cara meningkatkan peranan keilmuan dalam kehidupan kita? Untuk menjawab pertanyaan itu maka diperlukan pokok-pokok pikiran sebagai berikut (Suriasumantri, 2009): a. Ilmu merupakan bagian kebudayaan, sehingga setiap langkah dalam kegiatan peningkatan ilmu harus memperhatikan kebudayaan kita. b. Ilmu merupakan salah satu cara menemukan kebenaran. 5
c. Asumsi dasar dari setiap kegiatan dalam menemukan kebenaran adalah percaya dengan metode yang digunakan. d. Kegiatan keilmuan harus dikaitkan dengan moral. e. Pengembangan keilmuan harus seiring dengan pengembangan filsafat f. Kegiatan ilmah harus otonom dan bebas dari kekangan struktur kekuasaan.
3. Dua Pola Kebudayaan Di negara-negara barat terdapat dua pola kebudayaan, yakni antara masyrakat ilmuan dan masyarakat non-ilmuan. Hal yang demikian terjadi lebih parah di Indonesia, beberapa kalangan membagi kebudayaan keilmuan dalam dua golongan, yaitu ilmu-ilmu alam dan ilmu-ilmu sosial. Kedua bidang ilmu tersebut memang berbeda, akan tetapi perbedaan itu tidak sampai fundamenta. Dasar ontologis, epistemologis, dan aksiologisnya sama, demikian pula metode yang digunakan adalah metode ilmiah yang sama (Suriasumantri, 2009). Ilmu alam mempelajari objek fisik yang relatif tetap dan mudah dikontrol, sedangkan ilmu sosial objek kajiannya adalah manusia yang memiliki kemampuan belajar untuk mengembangkan kebudayaan. Perbedaan tersebut tidaklah mengubah tujuan dari penalaahan ilmiah. Hal tersebut karena penalaahan dunia ilmiah bertujuan untuk mencari penjelasan dari hakikat gejala-gejala yang kita hadapi. Dalam perkembangannya ilmu alam memang lebih maju, hal ini karena dalam ilmu sosial sulit dalam melakukan pengukuran (misal, aspirasi masyrakat) dan terlalu banyak variabel(Suriasumantri, 2009). Ilmu alam bersifat nomotetis, yakni ilmu-ilmu yang berusaha menyusun hukum-hukum yang berlaku umum dan objektif, sedangkan ilmu sosial bersifat ideografis, yakni ilmu yang berdasarkan pada keunikan yang berlakunya hanya sekali. Dalam perkembangan keilmuan selanjutnya, ilmu alam dianggap yang paling benar dan lebih unggul dari ilmu sosial, sebaliknya ilmu sosial dipandang sebelah mata dan bagai sampah. Oleh karenanya ilmu sosial harus mengembangkan diri untuk menyusun hukum-hukum yang berlaku umum dan model-model matematika. Dari usaha bidang ilmu sosial, ilmu ekonomi merupakan cabang ilmu sosial pertama yang mengalami intervensi ilmu alam (Herwandi, 2007).
6
III. SIMPULAN Ilmu dan kebudayaan merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Ketika ilmu berkembang, maka ilmu akan mempengaruhi perkembangan kebudayaan. Perkembangan kebudayaan juga mempengruhi dalam perkembangan keilmuan. Ilmu dan kebudayaan merupakan dua hal yang selalu mendampingi dan memberikan pengaruh dalam kehidupan manusia. Seluruh aspek kehidupan manusia tidak dapat dipisahkan dari perkembangan ilmu dan kebudayaan.
IV. DAFTAR PUSTAKA Herwandi. 2007. Peran ilmu-ilmu budaya dalam strategi pengembangan budaya nasional. Humaniora 19(3): 302 – 308. Nugroho, W. dan A. Muchji. 1996. Ilmu budaya dasar. Gunadarma. Jakarta.Hal. 12 – 29. Siregar, L. 2002. Antropologi dan konsep kebudayaan. Antropologi Papua 1(1): 3 – 8. Suriasumantri, J. S. 2009. Filsafat ilmu: sebuah pengantar popular. Pustaka Sinar Harapan. Jakarta. Hal. 259 – 288.
Yogyakarta, 2014
7