Kamis, 10 April 2014
FERMENTASI ASAM CUKA I.
Tujuan Percobaan Mempelajari pembuatan asam cuka secara fermentasi menggunakan substrat gula putih dalam air kelapa dengan inokulum ragi roti dan ragi tape.
II.
Tinjauan Pustaka Fermentasi berasal dari bahasa Latin fervere yang berarti mendidihkan. Seiring perkembangan teknologi, definisi fermentasi meluas, menjadi semua proses yang melibatkan mikroorganisme untuk menghasilkan suatu produk yang disebut metabolit primer dan sekunder dalam suatu lingkungan yang dikendalikan. Pada mulanya istilah fermentasi digunakan untuk menunjukkan proses pengubahan glukosa menjadi alkohol yang berlangsung secara anaerob. Namun, kemudian istilah fermentasi berkembang lagi menjadi seluruh perombakan senyawa organik yang dilakukan mikroorganisme yang melibatkan enzim yang dihasilkannya. Dengan kata lain, fermentasi adalah perubahan struktur kimia dari bahan-bahan organik dengan memanfaatkan agen-agen biologis terutama enzim sebagai biokatalis (Anonim, 2013). Menurut Anonim (2013), produk fermentasi dapat digolongkan menjadi 4 jenis: produk biomassa produk enzim produk metabolit produk transformasi Dalam bioproses fermentasi memegang peranan penting karena merupakan kunci (proses utama) bagi produksi bahan-bahan yang berbasis biologis. Bahan-bahan yang dihasilkan melalui fermentasi merupaklan hasil-hasil metabolit sel mikroba, misalnya antibiotik, asam-asam organik, aldehid, alkohol, fussel oil, dan sebagainya. Di samping hasilhasil metabolit tersebut, fermentasi juga dapat diterapkan untuk menghasilkan biomassa sel mikroba seperti ragi roti (baker yeast) yang digunakan dalam pembuatan roti. Untuk menghasilkan tiap-tiap produk fermentasi di atas dibutuhkan kondisi fermentasi yang berbeda-beda dan jenis mikroba yang bervariasi juga karakteristiknya. Oleh karena itu, diperlukan keadaan lingkungan, substrat (media), serta perlakuan (treatment) yang sesuai sehingga produk yang dihasilkan optimal (Anonim, 2013). Menurut Anonim (2013), pada percobaan ini digunakan ragi Saccharomycess cereviceae, yang bersifat fakulktatif anaerobik. Pada kondisi aerobik sebagai akseptor elektron terakhir pada jalur reaksi bioenergetik adalah oksigen. Pemanfaatan pada keadaan ini menghasilkan penambahan biomassa sel dengan persamaan reaksi sebagai berikut: C6H12O6 → CO2 + H2O + biomassa sel Menurut Anonim (2013), pada kondisi anaerobik, Saccharomycess cereviceae menggunakan senyawa organik sebagai akseptor elektron terakhir pada jalur reaksi bioenergetik. Dalam hal ini yang digunakan adalah glukosa dari substrat dengan hasil akhir perombakan berupa alkohol (etanol), aldehid, asam organik, dan fussel oil. Reaksi yang berlangsung dalam keadaan anaerobik tersebut adalah sebagai berikut: C6H12O6 → 2 C2H5OH + 2 CO2 + produk samping
1. 2. 3. 4.
1. 2. 3. 4.
1. 2.
1.
2.
Menurut Anonim (2013), pada percobaan ini digunakan glukosa sebagai substrat utama. Hal ini disebabkan struktur model glukosa yang sederhana sehingga mudah digunakan oleh Saccharomycess cereviceae. Glukosa digunakan sebagai sumber energi dan sumber karbon yang digunakan untuk membentuk material penyusun sel baru. Glukosa disebut juga reducing sugar sehingga pemanfaatannya olehSaccharomycess cereviceae dilakukan dengan mengoksidasi glukosa yaitu dengan cara pemutusan ikatan rangkap pada gugus karbonil glukosa. Media yang digunakan di dalam fermentasi harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut: Mengandung nutrisi yang dibutuhkan bagi pertumbuhan sel Saccharomycesscereviceae Mengandung nutrisi yang dapat digunakan sebagai sumber energi bagi sel Saccharomycess cereviceae Tidak mengandung zat yang menghambat pertumbuhan sel Tidak terdapat kontaminan yang dapat meningkatkan persaingan dalam penggunaan substrat. Oleh karena itu, selain glukosa, ke dalam medium fermentasi juga ditambahkan zatzat lain yang berfungsi sebagai sumber makronutrien dan mikronutrien serta growth factor (Anonim, 2013). Proses pertumbuhan mikroba sangat dinamik dan kinetikanya dapat digunakaan untuk meramal produksi biomassa dalam suatu proses fermentasi. Faktor utama yang mempengaruhi pertumbuhan dan perilaku mikroba dapat digolongan dalam faktor intraseluler dan faktor ekstraselular. Faktor intraselular meliputi struktur, mekanisme, metabolisme, dan genetika. Sedangkan faktor ekstraselular meliputi kondisi lingkungan seperti pH, suhu, tekanan (Anonim, 2013). Menurut Anonim (2013), proses pertumbuhan mikroba merupakan proses yang memiliki batas tertentu. Pada saat tertentu, setelah melewati tahap minimum, mikroba akan mengalami fasa kematian. Faktor-faktor yang dapat menyebabkan berhentinya pertumbuhan mikroba antara lain: Penyusutan konsentrasi nutrisi yang dibutuhkan dalam pertumbuhan mikroba karena habis terkonsumsi. Produk akhir metabolisme yang menghambat pertumbuhan mikroba karena terjadinya inhibisi dan represi. Menurut Anonim (2013), pertumbuhan kultur mikroba umumnya dapat digambarkan dalam suatu kurva pertumbuhan. Pertumbuhan mikroba dapat terbagi dalam beberapa tahapn antara lain: Fasa stationer adalah fasa yang disebut fasa adaptasi/ lag phase.Pada saat ini mikroba lebih berusaha menyesuaikan diri dengan lingkungan dan medium baru daripada tumbuh ataupun berkembang biak. Pada saat ini mikroba berusaha merombak materi-materi dalam medium agar dapat digunakan sebagai nutrisi untuk pertumbuhannya. Bila dalam medium ada komponen yang tidak dikenal mikroba, mikroba akan memproduksi enzim ekstraselular untuk merombak komponen tersebut. Fasa ini juga berlangsung seleksi. Hanya mikroba yang dapat mencerna nutrisi dalam medium untuk pertumbuhannya lah yang dapat bertahan hidup. Fasa pertumbuhan dipercepat adalah fasa dimana mikrioba sudah dapat menggunakan nutrisi dalam medium fermentasinya. Pada fasa ini mikroba banyak tumbuh dan membelah diri sehingga jumlahnya meningkat dengan cepat. Menurut Anonim (2013), laju pertumbuhan mikroba dapat dihitung sebagai berikut : Laju pertumbuhan µ = meningkat mencapai nilai maksimumnya.
1. 2. 3. 4. 1.
µ = laju pertumbuhan mikroba (sel/detik) X = jumlah mikroba hidup Menurut Anonim (2013), proses fermentasi ragi tersebut melalui 4 tahapan: Tahap persiapan medium fermentor Tahap sterilisasi Tahap pembuatan inokulum dan pengembangan starter Tahap pelaksanaan fermentasi Menurut Anonim (2013), Fermentasi dapat dibagi menjadi tiga sebagai berikut : Fermentasi alkohol Fermentasi alkohol merupakan suatu reaksi pengubahan glukosa menjadi etanol (etil alkohol) dan karbondioksida. Organisme yang berperan yaitu Saccharomyces cerevisiae (ragi) untuk pembuatan tape, roti atau minuman keras. Fermentasi alkohol pada dasarnya adalah suatu cara produksi alkohol (etanol) menggunakan bantuan aktivitas mikroorganisme. Alkohol yang dihasilkan sering disebut sebagai bioetanol. Mikroorganisme yang berperan dalam fermentasi alkohol pada umunya kelompok mikroba khamir sepertiSaccharomyces cerevisiae dan Saccharomyces uvarium.Saccharomyces cerevisiae telah diperdagangkan dalam bentuk bubuk yang dikenal dengan nama ragi roti, yaitu ragi yang digunakan dalam pembuatan roti. Substrat atau bahanbaku fermentasi alkohol dapat berasal dari gula seperti gula putih, nira aren, nira kelapa, nira lontara dan molase. Substrat ini dimetabolisme menjadi alkohol. Selain gula dapat juga digunakan bahan berpati (misalnya ubi jalar, ubi kayu dan sagu) dan bahan berselulosa sebagai bahan baku misalnya jerami padi. Agar bahan ini dapat bertindak sebagai substrat, pati dan selulosa perlu dihidrolisis lebih dulu menjadi gula sederhana, baik dalam bentuk monosakarida maupun dalam bentuk disakarida. Hidrolisis tersebut dapat berlangsung secara kimia dan enzimatik. Untuk melarutkan dan menambah unsur-unsur mineral dan sumber Nitrogen yang diperlukan oleh ragi roti, akan digunakan air kelapa sebagai pelarut pengganti air, dan pupuk urea (Mappiratu dkk, 2013). Menurut Salle (1974), Pada fermentasi ini terjadi perombakan glukosa menjadi alkohol dan gas CO2 dengan reaksi sebagai berikut : C6H12O6 2 CH3CH2OH + CO2
2. Fermentasi asam laktat Fermentasi asam laktat adalah respirasi yang terjadi pada sel hewan atau manusia, ketika kebutuhan oksigen tidak tercukupi akibat bekerja terlalu berat di dalam sel otot asam laktat dapat menyebabkan gejala kram dan kelelahan. Laktat yang terakumulasi sebagai produk limbah dapat menyebabkan otot letih dan nyeri, namun secara perlahan diangkut oleh darah ke hati untuk diubah kembali menjadi piruvat. 3. Fermentasi asam cuka Merupakan suatu contoh fermentasi yang berlangsung dalam keadaan aerob. fermentasi ini dilakukan oleh bakteri asam cuka (acetobacter aceti) dengan substrat etanol. Energi yang dihasilkan 5 kali lebih besar dari energi yang dihasilkan oleh fermentasi alkohol secara anaerob. Fermentasi asam cuka atau asam asetat pada dasarnya merupakan fermentasi lanjut produk fermentasi alkohol. Pada fermentasi alkohol digunakan ragi, sedangkan fermentasi lanjut alkohol digunakan bakteri Acetobacter. Acetobacter ini terdapat di dalam ragi tape yag dijual secara komersial. Oleh karena itu, ragi tape dapat digunakan untuk mengubah alkohol menjadi asam cuka pada fermentasi lanjut melalui reaksi oksidasi alkohol secara bertahap.
Tahap awal oksidasi akan dihasilkan asetaldehid dan tahap selanjutnya menjadi asam cuka atau asam asetat (Mappiratu dkk, 2013). Menurut Salle (1974), reaksi yang terjadi adalah reaksi aerob dengan reaksi sebagai berikut : CH3CH2OH + O2 CH3CHO + H2O Etanol CH3CHO + Asetaldehid III. Alat dan Bahan 3.1 Alat 1. Neraca analitik 2. Gelas ukur 100 mL 3. Gelas ukur 250 mL 4. Gelas ukur 500 mL 5. Erlenmeyer 1 liter 6. Batang pengaduk 7. Selang plastik 8. Gelas kimia 500 mL 9. Erlenmeyer 50 mL 10. Kain saring 11. Alkoholmeter 12. Ember 13. Botol semprot 14. Penangas air 15. Pipet tetes 16. Buret 50 mL 17. Statif dan klem 3.2 Bahan 1. Gula putih 2. Air kelapa 3. Ragi roti 4. Aluminium foil 5. Kapas 6. Akuades 7. Es batu 8. NaOH 1 M 9. Indikator pp 10. Ragi tape
asetaldehid O2 asam asetat
CH3COOH
IV.
Prosedur Kerja 4.1 Substrat Gula dalam Air Kelapa. 1. Mengambil gula putih sebanyak 75 gram, kemudian memasukkan ke dalam erlenmeyer 1 liter, dan menambahkan air kelapa sebanyak 500 mL dan mengaduk-aduknya hingga gula larut. 2. Menutup dengan kapas campuran yang ada didalam erlenmeyer yang disambung dengan pipa (seperti pada gambar 1), kemudian memanaskannya hingga mendidih. 3. Membuat suspensi ragi roti dengan cara melarutkan 5 gram ragi roti dengan 30 mL air. 4. Memasukkan suspensi ragi roti ke dalam erlenmeyer yang berisi substrat yang telah dingin, kemudian menutupnya dan menyambungnya dengan erlenmeyer lain seperti terlihat pada gambar 2. 5. Membiarkan (inkubasi) pada suhu ruang selama 72 jam. 6. Menambahkan ragi tape sebanyak 0,1% ke dalam erlenmeyer yang telah difermentasi menjadi alkohol. 7. Menutup kembali erlenmyer dengan kapas dan membiaran selama 4 hari. 8. Memisahkan massa sel dengan cara penyaringan, kemudian mengukur volume cairan (asam cuka) yang dihasilkan dan enentukan rendemennya, selanjutnya menentukan kadar filtrat menggunakan metode titrasi. 9. Menentukan rendemen asam cuka yang dihasilkan dengan menggunakan persamaan sebagai berikut: Rendemen asam cuka (%)=
V.
Hasil Pengamatan dan Analisa Data 5.1 Hasil pengamatan Bahan
NaOH 0,1 N (mL)
Volume Alkohol (mL)
Gula dalam air kelapa
5,5
505
5.2 Analisa data a. Rendemen alcohol Rendemen asamcuka(%)= = = 101 %
b. Rendemen asam cuka �� = m
= �� x v = 0,95 gr/mL x 10 mL = 9,5 gram
Kadar asam cuka(%)= =
= 3,47 %
VI.
Pembahasan Fermentasi adalah perubahan struktur kimia dari bahan-bahan organik dengan memanfaatkan agen-agen biologis terutama enzim sebagai biokatalis. Percobaan ini bertujuan untuk mempelajari cara membuat asam cuka secara fermentasi dengan menggunakan substrat gula dalam air kelapa dengan menggunakan inokulum ragi roti dan ragi tape. Fermentasi asam cuka atau asam asetat pada dasarnya merupakan fermentasi lanjut produk fermentasi alkohol. Pada fermentasi alkohol digunakan ragi, sedangkan fermentasi lanjut alkohol digunakan bakteri Acetobacter. Gula adalah suatu karbohidrat sederhana yang menjadi sumber energi dan komoditi perdagangan utama, gula paling banyak diperdagangkan dalam bentuk kristalsukrosa padat dan gula sebagai sukrosa diperoleh dari niratebu, bit gula, atau aren. Air kelapa adalah cairan bening dalam kelapa muda (dari buahkelapa ), ia memiliki konten kalium yang tinggi, mengandungantioksidan, mengandung sitokinin, bahan biologis aktif yaitu L-arginine, asam askorbat, magnesium dll. Ragi adalah fungi ekasel (uniselular) yang beberapa jenis spesiesnya umum digunakan untuk membuat roti fermentasi minuman beralkohol, dan bahkan digunakan percobaan sel bahan bakar. Kebanyakan ragi merupakan anggota Divisi Ascomycota, walaupun ada juga yang digolongkan dalam Basidiomycota. Ragi roti mengandung mikroorganisme yaitu Saccharomyces cereviseae. Proses fermentasi alkohol diawali penyiapan medium yang terdiri dari dua macam larutan. Larutan pertama yaitu brisi garam-garam nutrisi untuk pertumbuhan ragi yaitu air kelapa. Air kelapa ini fungsinya sebagai sumber makronutrien atau mikronutrien karena mengandung banyakmineral. Nutrisi yang dibutuhkan untuk pertumbuhan ragi di dalam medium yaitu unsur N, S, O, Mg, K, Ca. larutan kedua adalah substrat yang umumnya berupa gula. Gula adalah substrat utama karena glukosa yang akan dirombak olehSaccharomyces cereviseae menjadi alkohol. Gula berfungsi sebagai sumber karbon dan sumber energi. Prosesnya yaitu dengan mencampurkan gula dan air kelapa didalam erlenmeyer 1 liter dan kemudian diaduk. Tujuan mengaduk adalah untuk melarutkan gula. Gula dibuat menjadi larut agar lebih mudah ketika diubah menjadi alkohol oleh inokulum ragi roti. Tahap selanjutnya yaitu mensterilkan larutan. Tujuannya adalah untuk membebaskan alat dan bahan dari kontaminasi mikrooganisme lain. Hal ini sangat diperlukan untuk dilakukan karena memberikan dampak yang merugikan yaitu akan mengurangi jumlah produk akibat persaingan penggunaan substrat, kontaminan menghambat proses metabolisme sel dan kontaminan meningkatkan turbiditas sehingga terjadi kekacauan ketika dilakukan pengukuran terhadap jumlah sel. Caranya yaitu dengan menutup mulut erlenmeyer dengan kapas yang tujuannya adalah mengalirkan udara panas dari dalam erlenmeyer sehingga tidak terjadi tekanan yang tinggi di dalam erlenmeyer ketika sterilisasi dilakukan dan meminimalkan hilangnya uap air ketika sterilisasi dilakukan. Kemudian memanaskannya hingga mendidih. Dipanaskan hingga mendidih agar protein sel kontaminan mengalami denaturasi sehingga tidak mengganggu proses fermentasi alkohol. Langkah selanjutnya adalah penyiapan inokulum ragi roti, dengan cara melarutkan ragi roti dengan air dengan. Pelarutan dalam air bertujuan untuk mengadaptasikan sel terhadap media fermentasi, sehingga akan diperoleh pertumbuhan sel ragi yang maksimum (fasa eksponensial) dalam waktu singkat yang mana fasa adaptasi telah terlewati. Digunakana ragi roti karena mengandung Saccharomyces cereviseae. Saccharomyces cereviseae digunakan karena dapat berproduksi tinggi, tahan terhadap kadar gula dan alkohol
yang tinggi dan tetap melakukan aktivitas pada suhu 4-32 oC. Kemudian dilakukan pengocokan yang tujuannya adalah untuk mempermudah difusi oksigen dalam medium sehingga kontak antara oksigen dengan inokulum semakin banyak dan lebih cepat homogen. Kemudian langkah selanjutnya adalah melaksanakan fermentasi. Dengan cara memasukkan suspensi ragi roti ke dalam erlenmeyer yang berisi substrat yang telah dingin, kemudian menutupnya dan menyambungnya dengan erlenmeyer lain yang berisi kapur tohor (CaO). Substrat yang digunakan harus dingin hal ini karena ditakutkan sel ragi roti akan terdenaturasi akibat substrat yang masih panas. Karena terdenaturasinya sel ragi akan menyebabkan gagalnya proses fermentasi alkohol. Sel ragi roti adalah fermentor dalam proses fermentasi. Kemudian menginkubasinya pada suhu ruang selama 72 jam. Digunakan suhu ruang untuk mencegah denaturasi pada sel ragi (inokulumnya). Dan didiamkan selama 72 jam adalah merupakan waktu optimum dengan kadar alkohol yang maksimum. Menurut Estie dkk (2010), kadar alkohol yang paling tinggi diperoleh pada penyimpanan (inkubasi) selama 72 jam. Terbentuk gas pada erlenmeyer yang menandakan telah terdapat alkohol didalamnya. Dan terdapat endapan pada air keran yang menyatakan bahwa telah terdapat CO 2 yang dihasilkan dari proses fermentasi alkohol. Warna larutan berubah karena adanya karbon dioksida yang larut dalam air. Tahap selanjutnya adalah tahap lanjutan fermentasi alkohol agar dihasilkan asam cuka dengan cara menambahkan ragi tape sebanyak 0,1% ke dalam erlenmeyer yang telah difermentasi menjadi alkohol. Ragi tape merupakan populasi campuran mikroba yang terdapat beberapa jenis yaitu genus Aspergillus, genus Saccharomises, genus Candida, genus Hansnula, sedang bakterinya adalah Acetobacter. Aspergillus dapat menyederhanakan amilum, sedangkan Saccharomyces, Candida dan Hansnula dapat menurunkan gula menjadi alkohol dan bermacam-macam zat organik lainnya. Acetobacter mengubah alkohol menjadi cuka. Secara fisiologis, ragi mempunyai persamaan yaitu menghasilkan fermen atau enzimenzim yang dapat mengubah substrat menjadi bahan lain dengan mendapat keuntungan berupa energi. Adapun substrat yang diubah berbeda-beda. Ragi tape merupakan pemeran utama dalam fermentasi ini, karena ragi tape yang terdapat acetobacter didalamnya akan menghasilkan enzim. Enzim inilah yang akan memecah alkohol menjadi asam cuka. Telah diketahui bahwa kadar alkohol cukup tinggi setelah dilakukan fermentasi dengan ragi roti. setelah diukur dengan alkoholmeter/ hidrometer diketahui kadarnya sebesar 6%, sehingga proses fermentsi lanjutan yaitu fermentsi asam cuka dapat dilakukan.Hidrometer adalah alat yang digunakan untuk mengukur berat jenis (atau kepadatan relatif) dari cairan, yaitu rasio kepadatan cairan dengan densitas air. Hidrometer biasanya terbuat dari kaca dan terdiri dari sebuah batang silinder dan bola pembobotan dengan merkuri untuk membuatnya mengapung. Cairan yang akan diuji dituangkan ke dalam wadah yang tinggi, seringkali sebuah silinder lurus dan hidrometer dengan perlahan diturunkan ke dalam cairan sampai mengapung bebas. Titik di mana permukaan cairan menyentuh hidrometer yang dicatat. Kemudian menginkubasi selama 4 hari. Proses ini membutuhkan oksigen atau secara aerob. Tetapi dilapangan dilakukan secara anaerob, karena mulut erlenmeyer ditutup kembali dengan kapas yang seharusnya hanya ditutup dengan kain saring. Tujuan menginkubasi 4 hari adalah agar diperoleh rendemen asam cuka yang tinggi dan pada saat ini pula aceto bacter akan berkembang dan mengubah alkohol menjadi asam asetat. Inkubasi tidak boleh terlalu
lama karena asam asetat akan teroksidasi menjadi karbondioksida dan air sedangkan kalau terlalu pendek waktu inkubasi maka asam cuka yang dihasilkan hanya sedikit. Kemudian memisahkan massa sel dengan cara penyaringan, untuk memisahkan endapan dari filtratnya. Kemudian mengukur volume cairan (asam cuka) yang dihasilkan dan diperoleh volume cairan sebanyak 505 mL. Setelah dihitung rendemennya diperoleh rendemen sebesar 101%. Menentukan kadar asam cuka yaitu dengan menggunakan metode titrasi. Titrasi ini dilakukan dengan mengambil filtrat asam cuka sebanyak menambahkan 3 tetes indikator pp dan menitrasinya dengan menggunakan larutan NaOH 0,1 N. Titrasi ini biasa disebut titrasi alkalimetri. Titrasi alkalimetri biasa digunakan untuk titrasi asam basa, dimana larutan standar (suatu basa) yang diteteskan melalui buret kedalam larutan asam dengan menggunakan suatu indikator. Apabila telah terjadi perubahan warna yaitu merah muda maka larutan telah mencapai keseimbangan atau netral. Jumlah mL NaOH yang digunakan adalah 5,5 mL. Setelah itu dihitung kadarasamcukayaitusebesar 3,47 %.
VII. Penutup 7.1 Kesimpulan Dari percobaan yang dilakukan dapat disimpulkan sebagai berikut : 1. Fermentasi asam cuka atau asam asetat pada dasarnya merupakan fermentasi lanjut produk fermentasi alkohol. Pada fermentasi alkohol digunakan ragi, sedangkan fermentasi lanjut alkohol digunakan bakteri aceto bacter. 2. Komponen utama medium fermentasi asam cuka terdiri dari air kelapa sebagai mikronutrien dan makronutrien dan gula sebagai substrat utama yang akan terlebih dahulu menjadi alkohol kemudian diubah menjadi asam cuka. 3. Tahap-tahap fermentasi yaitu: a. Tahap penyiapan medium. b. Tahap sterilisasi medium. c. Tahap penyiapan inokulum ragi roti. d. Tahap melaksanakan fermentasi. e. Tahap lanjutan fermentasi alkohol. 4. Volume filtrat yang diperoleh sebanyak 505 mL dengan rendemen diperoleh sebesar 101%. Dan kadar asam cuka yaitusebesar 3,47%. 7.2 Saran Diharapkan agar dalam proses penyimpananselama 4 haridisimpan di Loyang danditutupikainsaringkarenadalam proses fermentasiasamcukadiperlukanoksigen.
DAFTAR PUSTAKA Anonim. 2013. Teknik Fermentasi. (http://akademik.che.itb.ac.id/labtek/wpcontent/uploads/2012/05/fer-teknik-fermentasi.pdf) Diakses pada tanggal 13 Mei 2013. Anonim. 2013. Fermentasi. (http://id.wikipedia.org/wiki/Fermentasi?g_q= fermentas%20adalah) Diakses pada tanggal 13 Mei 2013. Mappiratu, dan Bakhri, S. 2013. Penuntuk Praktikum Bioteknologi. Jurusan Kimia Fakultas MIPA Universitas Tadulako. Palu. Salle, A. J. Fundamental Pronciples of Bacteriology. Tata Mc Graw Hill. New Delhi. Yuarini, D.A.A. 2007. Proses Produksi Dan Karakteristik Arak di Kecamatan Sidemen, Kabupaten Karangasem, Propinsi Bali. Fakultas Teknologi Pertanian. Universitas Udayana. Bali. Membuat Asam Cuka
Asam asetat adalah bahan yang banyak dibutuhkan oleh industri atau konsumen rumah tangga. Asam asetat berfungsi meningkatkan kadar keasamaan media dalam proses produksi seperti pada proses pembuatan nata de coco, penambah cita rasa makanan, memperbaiki flavor dan pengawet pada pembuatan acar, antiseptic, mencegah pertumbuhan jamur roti, dan lain-lain. Asam aseta memiliki nilai ekonomis yang cukup tinggi, sehingga merupakan peluang bisnis yang menjajikan. Proses pembuatan asam asetat juga relatif sederhana dan investasi juga tidak terlalu tinggi. Pembuatan asam asetat dapat menggunakan bahan seperti buah buahan, kulit nanas, pulp kopi, dan air kelapa. Hasil dari fermentasi asam asetat sering disebut sebagai vinegar yang berarti sour wine. Vinegar berasal dari bahasa Perancis, vindiger (vin=wine, digger=sour). Pada saat ini cuka atau vinegar dibuat dari bahan kaya gula seperti buah anggur apel, nira kelapa, malt, gula sendiri seperti sukrosa dan glukosa, dimana pembuatannya melibatkan proses fermentasi alkohol dengan menggunakan mikroba saccahromyces cerevisiae dan fermentasi asetat dengan menggunakan mikroba Acetobacter aceti secara berimbang. Komposisi vinegar tergantung dari bahan baku, proses fermentasi menjadi alkohol dan fermentasi alkohol menjadi asam cuka, pengeraman, serta penyimpanan. Dari Food and Drugs Administrator (FDA) USA, definisi vinegar sebagai berikut: vinegar, cider vinegar, aplle vinegar dibuat dari juice apel yang difermentasikan menjadi alkohol dan difermentasikan lebih lanjut menjadi asam cuka. Wine vinegar, grape vinegar sama dengan diatas hanya bahan bakunya dari anggur. Selain itu, ada yang disebut malt vinegar, sugar vinegar dan glukosa vinegar. Cara pembuatan asam asetat skala lab adalah sebagai berikut: I. Bahan dan Alat
1. • • • • • • •
Bahan Starter asetat Sari buah nanas Alkohol Vinegar Indikator PP NaOH Glukosa anhidrit
2. • • • • • • • •
Alat Buret, statif, klem Labu takar Erlenmeyer Beaker glass Pipet Kompor listrik Gelas ukur Aerator
II. Cara Kerja Pembuatan Starter a) Memasukkan bahan dasar air legen ke dalam beaker glass. b) Larutan dipasteurisasi pada suhu 60 0C selama 30 menit. c) Dinginkan larutan sampai suhu kamar atau 30 0C. d) Tambahkan alkohol dan glukosa anhidrit e) Menetralkan pH (pH = 7) f) Menutup rapat erlenmeyer dengan aluminium foil g) Aerasi selama 7 hari Pembuatan Asam Asetat a) Membuat larutan alkohol dan larutan vinegar b) Mengukur volume starter c) Mencampurkan larutan alkohol dan larutan vinegar ke dalam sari buah sebagai media fermentasi d) Mengatur pH larutan media fermentasi e) Mencampurkan starter ke dalam media f) Mengukur volume awal dan massa jenis sebelum fermentasi g)
Aerasi campuran tersebut dalam proses fermentasi dengan titrasi asam basa
Disakarida Glukosa 2 C6H22O6 2 C2H5OH + 2 CO2
Glukosa Alkohol Dari reaksi tersebut diatas secara teori dari 1 gram glukosa akan dihasilkan 0,51 gram alkohol dan 0,49 karbondioksida, namun demikian karena ada juga sumber karbon yang digunakan untuk pembentukan biomassa, maka lebih realistis kalau disimpulkan bahwa untuk setiap 1 gram glukosa akan dihasilkan 0,46 gram alkohol, 0,44 gram karbondioksida dan 0,10 gram diperlukan untuk pembentukan biomassa (Rahayu dan Kuswanto, 1988). Fermentasi alkohol dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain : a. Spesies sel khamir Pemilihan mikroorganisme biasanya didasarkan pada jenis karbohidrat yang digunakan sebagai medium. Sebagai contoh untuk memproduksi alkohol dari pati dan gula digunakan Saccharomyces cereviceae dan kadang-kadang digunakan juga Saccharonyces ellipsoides sedangkan untuk laktosa dari whey menggunakan Candida pseudotropicalis. Seleksi tersebut bertujuan agar didapatkan mikroorganisme yang mampu tumbuh dengan cepat dan mempunyai toleransi terhadap konsentrasi gula yang tinggi, mampu menghasilkan alkohol dalam jumlah yang banyak dan tahan terhadap alkohol tersebut (Said, 1987). b. Jumlah sel khamir Menurut Said (1987), jumlah starter optimum pada fermentasi alkohol adalah 2 – 5 %, sedangkan hasil penelitian Hidayat, dkk (1997) jumlah ragi roti 0,5 % menghasilkan alkohol yang optimum. c. Konsentrasi gula Gula merupakan sumber karbon bagi mikroba. Sumber utama karbon bagi mikroba adalah glukosa. Konsentrasi glukosa yang ideal untuk pembuatan alkohol secara umum sekitar 10 – 18 % (b/v), apabila kandungan glukosa terlalu tinggi, proses fermentasi terhambat (prescott and Dunn, 1959). Sukrosa merupakan salah satu sumber gula yang dibutuhkan khamir. Khamir akan menghasilkan enzim intervase yang akan memecah sukrosa menjadi glukosa dan fruktosa (Bennion, 1980) d. Derajat keasaman (pH) Derajat keasaman optimum untuk pertumbuhan khamir yang digunakan pada fermentasi etanol adalah 4,5 – 5,5 (Prescot and Dunn, 1959). e. Suhu Khamir mrmpunyai kisaran toleransi tertentu terhadap suhu untuk pertumbuhan dan pembentukan selnya, suhu optimum untuk khamir adalah 25 – 30oC (Prescot and Dunn, 1959). f. Oksigen Persediaan oksigen yang besar penting untuk kecepatan perkembang biakan sel yeast dan permutan fermentasi, namun produksi alkohol terbaik pada kondisi anaerob (Prescot and Dunn, 1959). Fermentasi Asam Asetat Fermentasi asam asetat adalah fermentasi aerobik atau respirasi oksidatif, yaitu respirasi dengan
oksidasi berlangsung tidak sempurna dan menghasilkan produk-produk akhir berupa senyawa organik seperti asam asetat. Proses ini dilakukan oleh bakteri dari genus Aceobacter dan Glucobacter (Schlegel and Schmidt, 1994). Menurut Said (1987), kondisi respirasi oksidatif ini dapat dilakukan dengan kultur murni, tetapi kondisinya tidak selalu aseptis oleh karena pH yang rendah serta adanya alkohol dalam media merupakan faktor penghambat bagi mikroorganisme lain selain Acetobacter acetii. Mekanisme fermentasi asam asetat ada 2 yaitu fermentasi alkohol dan fermentasi asam asetat. Pada fermentasi alkohol mula-mula gula yang terdapat pada bahan baku akan dibongkar oleh khamir menjadi alkohol dan gas O2 yang berlangsung secara anaerobik. Setelah alkohol dihasilkan maka dilakukan fermentasi asam asetat, dimana bakteri asam asetat akan mengubah alkohol menjadi asam asetat secara aerobik. Reaksinya sebagai berikut : OH O OH CH3 – H + O CH3 – H + H2O CH3C – OH HH Etanol Asetaldehid Hidrasi asetaldehid OH O CH3C – OH CH3C – OH + H2O H Hidrasi asetaldehid Asam asetat Setelah terbentuk asam asetat fermentasi harus segera dihentikan supaya tidak terjadi fermentasi lebih lanjut oleh bakteri pembusuk yang dapat menimbullkan kerusakan. Faktor-faktor yang mempengaruhi fermentasi asam asetat adalah : a. Suhu Suhu optimum 15 – 34oC (Prescott and Dunn, 1959), 25 – 30oC (Hidayat, 1997). b. pH Bakteri asam asetat dapat tumbuh secara optimal pada pH antara 5,4 – 6,3 (Adams, 1986). c. Kecepatan aerasi Konsentrasi oksigen terlarut sangat penting untuk pertumbuhan sel mikroba dalam menghasilkan asam asetat. Kecepatan aerasi diperlukan untuk mengatur konsentrasi oksigen terlarut pada medium fermentasi. Udara pada tekanan 1 atm merupakan sumber oksigen baik, tetapi konsentrasi oksigen yang terlalu tinggi akan meracuni bakteri, begitu pula bila terlalu rendah (Said, 1987). Besarnya aerasi yang digunakan oleh peneliti berbeda-beda, antara lain : 0,08 vvm (Hidayat, 1997) dan 0,06 – 1,2 vvm (Wignyanto, 1995) dengan diameter sekitar 1 mm. d. Konsntrasi alkohol Konsentrasi alkohol yang digunakan berbeda-beda antara lain yang dikemukakan oleh Hotmaka dan Ebner (1959) sebesar 5 – 7 % e. Jumlah inokulum
Seleksi terhadap jenis dan jumlah inokulum yang akan ditambahkan akan menentukan kualitas hasil fermentasi . Kriteria penting bagi kultur mikroba agar dapat digunakan sebagai inokulum yaitu sehat dan berada dalam keadaan aktif, tersedia dalam jumlah yang cukup, berada dalam bentuk morfologi yang sesuai, bebas dari kontaminan dan kemampuannya dalam membentuk produk. f. Lama fermentasi Lama fermentasi akan mempengaruhi produk fermentasi yang dihasilkan. Waktu fermentasi yang terlalu pendek akan menghasilkan produk yang sedikit karena substrat tidak seluruhnya terdegradasi sedang waktu fermentasi yang lama, asam asetat akan teroksidasi menjadi karbondioksida dan air (Soeharto, 1986). Proses fermentasi ini berkisar pada jangka waktu 12 hari dan menghasilkan asam asetat 3,5 %. Mikroba Yang Berperan ● Yeast atau Ragi Kata ragi dipakai untuk menyebut adonan atau ramuan yang digunakan untuk pembuatan berbagai makanan dan minuman. Ragi mempunyai arti yang penting dalam makanan yang diolah secara fermentasi seperti dalam pembuatan brem, tape dan lain sebagainya (Dwijoseputro, 1984). Menurut Bennion (1980), yeast merupakan tumbuhan mikroskopik bersel satu dan merupakan golongan fungi, tidak bercabang dan tidak mempunyai klorofil serta memperbanyak diri dengan cara budding (pertunasan). Yeast memfermantasi gula untuk menghasilkan etanol dan O2 dan produk samping lainnya. Yeast atau ragi yang digunakan dalam pangan adalah Saccharomyces cereviceae yang pada umumnya dinamakan ragi roti. Fermentasi gula oleh yeast terjadi pada proses anaerob dan keseluruhan reaksinya adalah sebagai berikut : C6H12O6 2 C2H5OH + 2 CO2 Glukosa Etanol Karbondioksida Dalam ragi menurut Prescot and Dunn (1959), juga terdapat beberapa macam bumbu yang berperan penting dalam pembuatan ragi beras dan menghambat mikroorganisme tertentu antara lain bawang putih, lengkuas dan kayu putih. Disamping itu ragi juga mengandung mikroba dari jenis kapang dan khamir yang berfungsi sebagai starter fermentasi bagi substrat yang kaya akan pati (Saono, 1982). Substrat gula untuk fermentasi yeast berasal dari beberapa sumber yaitu pertama, tepung mengadung sedikit gula (sekitar 1,2 %) meliputi glukosa, fruktosa, sukrosa dan oligosakarida. Yeast akan memproduksi enzim invertase yang dapat menghidrolisa bukan hanya sukrosa tetapi juga oligosakarida. Kedua, aktivitas β-amilase dalam tepung dapat memproduksi maltosa dari hidrolisis pati dalam granula-granula, sedangkan α-amilase memproduksi glukosa. Ketiga, sejumlah kecil gula seperti sukrosa dihidrolisa menjadi glukosa dan fruktosa oleh enzim invertase yang ada dalam yeast, yang kemudian dipecah menjadi CO2 dan alkohol (Bennion,
1980). Ada 3 macam yeast, yaitu : 1. Compresed Yeast Ragi yang dikompres (dipadatkan) berupa gumpalan padat yang dibentuk dari sel-sel ragi yang sedang tidur (dorman). Mengandung sekitar 70 % kadar air. Ragi ini harus disimpan dalam suhu yang lebih rendah (<4oC) untuk mencegah hilangnya daya pembentuk gas. Bila disimpan dalam kondisi suhu yang tinggi (>30oC) akan menyebabkan ragi tersebut mengurai sendiri dimana enzim-enzim dalam ragi akan memecah diri dengan selnya yang akan memungkinkan isinya membentuk gumpalan-gumpalan semi cairan berwarna gelap dengan bau yang ridak enak (Anonumous, 1998). Menurut Bennion (1980), compresed yeast dapat bertahan 4 – 5 minggu dalam lemari es dan jika disimpan dalam freezer dapat bertahan ± 1 bulan. 2. Active Dry Yeast Mengandung kadar air sekitar 7,5 % sehingga lebih tahan dalam waktu penyimpanan yang lebih aman dibandingkan compresed yeast (Anonymous, 2004). Bila temperatur penyimpanan 21 – 27oC dry yeast dapat bertahan sampai beberapa minggu. Bila disimpan pada 5 – 6oC dapat bertahan sampai beberapa bulan (Anonymous, 2004). Active dry yeast memerlukan perendaman dalam air terlebih dahulu sebelum dipakai. Bennion (1980), menyebutkan active dry yeast harus direndam dalam air pada suhu 37,8 – 46oC. Pada suhu diatas tersebut yeast akan inaktif karena adanya panas, sedangkan pada suhu dibawah suhu tersebut komponen normal sel cenderung dilepaskan keluar sel. 3. Instan Dry Yeast Hampir sama dengan active dry yeast, hanya instan dry yeast tidak perlu direndam terlebih dahulu di dalam air sebelum dipakai, namun dapat langsung dicampurkan dalam medium. Penyimpanan harus di tempat dingin dan dijauhkan dari area panas (Anonymous, 2004). Pembuatan vinegar memerlukan dua proses fermentasi. Pertama, perubahan gula menjadi alkohol oleh khamir dan kedua perubahan alkohol menjadi asam asetat yang dilakukan oleh bakteri asam cuka (Desroiser, 1998). Pembentukan alkohol dari gula dilakukan oleh khamir penghasil alkohol, dan sebagai contoh yang terbaik adalah Saccharomyces ellipsoideus. Perubahan yang terjadi biasanya dinyatakan dalam persamaan sebagai berikut : C6H12O6 + Saccharomyces ellipsoideus 2 C2H5OH + 2 CO2 Selain gula, yang sebagian besar merupakan padatan cider, substansi yang dinyatakan oleh khamir untuk melakukan fermentasi, begitu juga fermentasi asam asetat yang berikutnya. Kandungan asam dari cider yang utama adalah asam malat, dan asam tersebut berperan untuk melindungi cider dari perkembangbiakan bakteri yang tidak dikehendaki. Mineral dalam abu adalah penting untuk pertumbuhan khamir ini (Desroiser, 1988). Saccharomyces cereviceae var. Ellipsoideus merupakan jenis khamir yang termasuk dalam
kelompok “top yeast”, yaitu merupakan jenis yang melakukan proses fermentasi di permukaan cairan dan membentuk gumpalan (Rahayu dan Kuswanto, 1988). Bakteri Asam Asetat Bakteri merupakan sekelompok mikroorganisme yang paling penting dan beraneka ragam yang berhubungan dengan makanan dan manusia. Bakteri terdapat secara luas di lingkungan alam yang berhubungan dengan hewan, tumbuh-tumbuhan, udara, air dan tanah. Pada kenyataannya sangat sedikit sekali lingkungan yang bersih dari bakteri. Bakteri merupakan mikroorganisme yang bersel tunggal yang tidak terlihat oleh mata, tetapi dengan bantuan mikroskop mikroorganisme tersebut akan tampak. Ukuran bakteri berkisar antara panjang 0,5 sampai 10 μ dam lebar 0,5 sampai 2,5 μ tergantung dari jenisnya. Karakteristik bentuk bakteri bermacammacam anatar lain bentuk bulat, batang, spiral dan koma (Fardiaz, 1992). Tjokroadikoesoemo (1993) mengatakan golongan bakteri yang mengoksidasi etanol menjadi asam asetat diklasifikasikan menjadi 2 genera yaitu Gluconobacter dan Acetobacter. Gluconobacter mengoksidasi etanol menjadi asam asetat, sedangkan Acetobacter dapat mengoksidasi asam asetat lebih lanjut menjadi O2 dan H2¬O. Bakteri asam asetat yang dewasa ini banyak digunakan untuk memproduksi cuka secara komersial adalah galur dari spesies Acetobacter acetii, Acetobacter peroxidans dan Acetobacter pasteurianus. Bakteri asam asetat mempunyai kemampuan membentuk asam dari alkohol secara oksidasi diekspresikan ke dalam medium. Bakteri ini termasuk bakteri bakteri gram negatif yang bergerak lambat dengan flagella peritrikh. Bakteri ini mirip dengan pseudomonas tetapi memiliki toleransi terhadap asam yang tinggi, aktivitas peptolitik yang rendah (Schlegel and Schimdt, 1985). Menurut Anonymous (2004), fermentasi asam asetat dilakukan oleh bakteri asam asetat terhadap larutan yamg mengandung alkohol. Bakteri asam asetat tersebut termasuk dalam famili Pseudomonadaceae yang memiliki ciri-ciri sebagai berikut : ● Sel berbentuk batang pendek atau bola ● Bakteri gram negatif ● Sel bergerak dan tidak bergerak ● Tidak mempunyai endospora ● Tidak bersifat patogen ● Bersifat aerob ● Energi diperoleh dari oksidasi etanol menjadi asam asetat ● Mampu hidup dalam air, padatan, daun, buah, dan lain-lain. Bakteri asam asetat dapat digolongkan menjadi peroksidan jika mampu menumpuk asetat atau sebagai suboksidan yang tidak mengoksidasi asetat lebih lanjut. Acetobacter acetii dan Acetobacter pasterinum merupakan contoh peroksidan. Kedua golongan ini dengan mudah dibedakan secara sederhana. Pada saat terjadi pertumbuhan koloni diatas kapur agar yang keruh kembali karena terjadi oksidasi lebih lanjut (Prescott and Dunn, 1959). Acetobacter acetii merupakan mikroorganisme yang tidak berbahaya yang tersebar luas di lingkungan hidup dalam ekologi alkoholik seperti bunga, buah, madu, air dan tanah.
Mikroorganisme ini cukup lama digunakan dalam industri yang memproduksi asam asetat dan alkohol. Selama ini belum pernah dilaporkan bahwa Acetobacter acetii berperan sebagai patogen dan berpotensi sebagai penyakit bagi hewan dan manusia. Bahaya potensial terhadap kesehatan manusia atau lingkungan berhubungan dengan bakteri ini dalam fermentasi sangat rendah. Penggunaan Acetobacter acetii dalam industri dimulai sejak 1950. Acetobacter acetii juga dilaporkan berperan pada produksi selulosa pada pembuatan kertas khusus. Strain yang mampu memproduksi selulosa diklasifikasikan sebagai Acetabacter pasteurianus, Acetabacter hanseic (Adams, 1985). Acetabacter acetii merupakan bakteri gram negatif yang bergerak menggunakan peritrich flagella, merupakan bakteri aerob obligat, tidak membentuk endospora dan merupakan mikroorganisme yang dapat tumbuh dimana-mana, bisa berada pada tanah, air, bunga, buah dan madu, yang pada intinya dimana fermentasi gula dapat terjadi. Acetabacter acetii memproduksi asam asetat dari etanol pada lingkungan yang alkoholik. Asam asetat dapat dioksidasi lanjut oleh Acetabacter acetii menjadi CO2 dan H2O. Temperatur optimum untuk pertumbuhan Acetabacter acetii adalah antara 25 – 30oC dan pH optimum pertumbuhan berkisar antara 5,4 – 6,3. Acetabacter acetii merupakan kontaminan umum pada seluruh fasilitas industri fermentasi dan bertanggung jawab terhadap kekeruhan, perubahan warna dan off flavour pada bir (Anonymous, 2004). Proses pembentukan asam asetat oleh bakteri asam asetat pada dasarnya merupakan proses oksidasi tidak sempurna dari fermentasi yang sebenarnya, karena dalam proses ini daya pereduksi yang dihasilkan dipindahkan ke molekul oksigen. Pada tahap pertama etanol akan diubah menjadi asetaldehid dan air dengan bantuan enzim alkohol dehidrogenase. Asetaldehid dan air akan membentuk keseimbangan reaksi dengan senyawa asetaldehid terhidrasi. Tahap kedua asetaldehid terhidrasi selanjutnya diubah menjadi asam asetat dengan bantuan enzim asetaldehid dehidrogenase (Prescott and Dunn, 1959). Golongan bakteri yang mengoksidasi etanol menjadi asam asetat dikenal sebagai bakteri asam asetat. Bakteri asam asetat diklarifikasikan menjadi 2 genera, yaitu Gluconobacter dan Acetobacter. Gluconobacter mengokidasi etanol menjadi asam asetat, sedangkan Acetobacter dapat mengoksidasi asam asetat lebih lanjut menjadi CO2 dan H2O. Bakteri asam asetat yang dewasa ini banyak digunakan untuk memproduksi vinegar secara komersial adalah galur dari spesies Acetobacter aceti, A. Pasteurianus, A. Peroxidans dan Gluconobacter oxidans. Bakteri asam asetat sangat bervariasi dan mudah mengalami perubahan-perubahan sifat fisiologis dan aktivitas metabolik. Karena itu bagi industri vinegar yang terpenting adalah galur bakteri asam asetat yang memilki sifat-sifat: 1. Toleran terhadap konsentrasi asam asetat yang tinggi. 2. Tidak mengoksidasi asam asetat 3. Mempunyai produktivitas yang tinggi 4. Kebutuhan nutrien sedikit
5. Tahan terhadap infeksi Bakteri asam cuka termasuk golongan bakteri gram negatif aerobik, langsung dicampurkan dalam medium. Penyimpanan harus di tempat dingin dan dijauhkan dari area panas. Proses Pengolahan ● Bahan Baku Berbagai produk hasil pertanian yang mengandung gula yang tinggi dapat digunakan sebagai bahan baku untuk memproduksi cuka. Beberapa negara di benua Amerika dan Eropa menggunakan sari buah dari berbagai jenis buah-buahan sebagai bahan bakunya. Di Jepang, cuka diproduksi dengan menggunakan bahan baku beras yang telah mengalami proses sakarifikasi. Di Indonesia, nira aren sering digunakan oleh masyarakat pedesaan untuk membuat cuka lahang, yaitu sejenis cuka yang dibuat secara tradisional melalui proses fermentasi spontan. Cuka atau vinegar dalah suatu bahan penyedap yang dihasilkan dengan cara fermentasi dari bahan dasar yang mengandung gula atau pati. Karena kandungan dari bahan penyusun cuka baik asam cuka maupun bahan lain sangat bervariasi, meskipun dalam jumlah yang sangat kecil, vinegar dari bermacam-macam bahan baku memliki aroma yang berbeda-beda. Anggur dan Cider dapat menghasilkan vinegar dengan kualitas yang paling baik (Tjokroadikoesoemo, 1993). Suatu kesepakatan antara Society of Public Analyser (SPA) dan Federasi Malt Vinegar Browers bahwa semua jenis vinegar termasuk produk non-brewed (tidak diproduksi melalui proses fermentasi), harus mengandung paling sedikit 4 % (w/v) asam asetat standar vinegar kemudian ditetapkan oleh Food Standard Committee (1971), yang merekomendasikan definisi sebagai berikut : ● Vinegar adalah cairan yang diproduksi oleh bahan baku yang mengandung pati dan gula melalui dua tahap proses fermentasi alcoholic dan acetous, dan yang mengandung paling sedikit 4 % (w/v) asam asetat. ● Vinegar malt adalah yang diproduksi melalui dua tahap proses fermentasi, alcoholic dan acetous, tanpa diselang oleh proses destilasi dari barley yang berkecambah dengan atau tanpa penambahan serealia, dimana pati dikonversi menjadi gula hanya oleh enzim diatase yang terkandung dalam kecambah malt. ● Vinegar biji-bijian adalah vinegar yang diproduksi melaui dua tahap proses fermentasi, alcoholic dan acetous, tanpa destilasi intermediate, dari biji-bijian seralia, dimana pati dikonversi menjadi gula melalui proses selain proses oleh diastase. ● Spirit vinegar adalah vinegar yang dibuat melalui proses fermentasi asetat terhadap destilat alkohol yang diproduksi melalui proses fermentasi alkohol dari larutan bahan baku yang mengandung gula. Jadi istilah spirit vinegar tidak boleh digunakan untuk produk yang dihasilkan melalui fermentasi asetat terhadap alkohol sintetis (Judoamidjojo, 1992). Proses Pembuatan Di dalam pembuatan vinegar dikenal dua metode pembuatan yaitu : a. Metode lambat
Misalnya yang biasa dilakukan di rumah-rumah atau dibiarkan begitu saja. Metode ini juga disebut metode Prancis dan metode Orleans. Proses Orleans atau cider ditambahkan sampai mencapai 0,5 – 0,33 isi tong. Proses oksidasi dari bakteri asam asetat ini membutuhkan sejumlah besar oksigen, sehingga aliran udara dalam tong harus dikendalikan secara baik. Pada dasar tong diperlukan sumbat untuk mengeluarkan cuka yamg telah jadi, sedang pada bagian atasnya terdapat tutup yang dapat dibuka untuk menambahkan kembali substrat fermentasinya. Pada metode lambat ini, cairan alkohol tidak bergerak selama proses fermentasi. Bakteri asam asetat membentuk film atau induk cuka pada permukaan cairan. Sekali film ini terbentuk dan tidak diganggu, maka perubahan anggur atau cider akan berlangsung cepat. Pembentukan film dapat memakan waktu berhari-hari, bahkan berbulan-bulan. Metode ini dapat berlangsung secara seimbang, jika pada setiap pengeluaran cuka ditambahkan cider yang baru. Untuk membuat cuka diperlukan waktu dua sampai tiga bulan, atau bahkan lebih tergantung pada kondisinya. Metode ini menghasilkan ester terutama etil asetat yang lebih banyak daripada metode cepat. b. Metode cepat Misalnya proses generator dan proses asetifikasi kultur terendam (submerged acetification process). Proses generator mulai diperkenalkan di Jerman pada tahun 1932, dan merupakan metode yang umum digunakan untuk memproduksi vinegar secara komersial. Vinegar generator merupakan tangki tegak berbentuk silinder yang di dalamnya diisi serutan kayu, arang atau yang lain, yang menjadikan permukaan bertambah luas dan merupakan tempat tumbuhnya mikroorganisme pembuat asam asetat. Suhu dari generator berkisar 27 – 30oC. Asetifikasi kultur terendam adalah proses terbaru untuk merubah alkohol menjadi asam asetat. Bakteri asam asetat tidak saja tumbuh di permukaan cairan, tetapi terutama di dalam cairannya. Peralatannya disebut asetator dimana Acetobacter aceti tersuspensi pada medium alkohol pada peralatan yang dilengkapi dengan aerator dan pendingin. Bakteri asam asetat terus-menerus kontak dengan oksigen. Diameter gelembung udara yang dikehendaki adalah sekitar 1 mm. Fermentor pembuatan cuka secara kultur rendam yang paling umum adalah Asetator Fring. Alat ini mempunyai efisiensi yang tinggi dalam mentransfer oksigen, dimana dengan sistem batch selama 35 jam dapat menghasilkan 12 % asam asetat. Asetifikasi secara kultur rendam ini dapat dengan kultur murni, akan tetapi kondisinya tidak selalu harus aseptik. Kondisi yang tidak aseptik ini dapat ditoleransi dikarenakan pH yang rendah serta adanya alkohol dalam medium fermentasi, dimana hal ini merupakan penghambat bagi mikroorganisme lainnya. Keuntungan penggunaan asetataor diantaranya adalah : 1. Prosesnya lebih cepat sehingga memungkinkan lebih banyak cuka yang dihasilkan dalam waktu yang singkat 2. Biayanya lebih murah, karena tidak menggunakan bahan padat untuk menambah luas permukaan, seperti misalnya pada proses generator 3. Asetator dapat dihidup-matikan sewaktu-waktu sesuai kebutuhan
4. Macam dari medium alkohol dapat langsung diganti-ganti. 5. Rasa asam asetatnya lebih enak, hal ini disebabkan karena bakterinya masih tinggal bersama asam asetatnya Produksi asam asetat melalui fermentasi kultur rendam ini mempunyai kekurangan. Diantaranya adalah produk harus mengalami filtrasi untuk menghilangkan bakteri yang ada di dalamnya, dimana pada sistem tong kayu dan metode tricke dengan generator produk yang dihasilkan bersih dari bakteri karena bakteri terkumpul pada perikel (tong) atau berkumpul pada serutan kayu. Dalam sistem kultur rendam dengan sistem berkesinambungan akan dihasilkan efisiensi yang tinggi, yaitu 90 – 98 % alkohol dapat dikonversi menjadi asam asetat. Proses pembuatan vinegar (asam asetat) dilakukan melalui proses asetifikasi dari alkohol menjadi asam asetat. Untuk memproduksi secara tradisional yang biasa dilakukan di Indonesia yaitu dengan menggunakan metode lambat. Pada pembuatan vinegar dengan cara ini biasanya menggunakan bahan baku air kelapa yang mengalami peragian (fermentasi) secara spontan. Cara pembuatannya adalah sebagai berikut, pertama air kelapa dimasukkan ke dalam gentong tanah (guci) yang biasa dipakai dalam pembuatan cuka. Gentong-gentong tersebut tidak pernah dicuci atau dibersihkan sejak pertama kali digunakan dalam pembuatan cuka. Hal ini dimaksudkan untuk mendapatkan sisa biang cuka dari pembuatan asam cuka sebelumnya. Setelah air kelapa dimasukkan dalam gentong lalu wadah tersebut diletakkan di tempat yang memiliki aerasi yang cukup baik selama 1 – 2 bulan. Selama penyimpanan tersebut, senyawa gula yang terdapat di dalam air kelapa mengalami proses fermentasi menjadi alkohol dan berlanjut menjadi asam cuka yang diperjual belikan. Diagram alir pembuatan vinegar dari air kelapa dapat dilihat pada gambar dibawah ni :
MAR
13
Cuka
Cuka sudah dikenal orang sejak peradaban manusia, seperti halnya anggur. Perkataan vinegar, nama asing dari cuka, berasal dari kata vinegre yang berarti anggur asam. Jika anggur dibiarkan selama beberapa hari di udara akan mengalami fermentasi menjadi asam cuka. Nama lain dari asam cuka adalah acetum. Dari perkataan acetum lalu timbul turunan-turunannya di dalam bahasa Inggris : acetic dan di dalam bahasa Indonesia adalah asetat (Tjokroadikoesoemo, 1993). Asam cuka adalah senyawa berbentuk cairan, tidak berwarna, mempunyai bau yang menyengat dan memiliki rasa asam yang tajam sekali. Berat spesifik asam cuka pada 20oC adalah 1,049, sedangkan titik didihnya pada tekanan atmosfer adalah 118,1oC. Bahan ini larut di dalam air, alkohol, gliserol dan eter, tetapi asam cuka tidak larut dalam karbon disulfida. Kelarutannya tidak terhingga meskipun pada suhu kamar. Suhu perapian asam asetat adalah 427oC dan meledak pada batas terendah (explosion limits) sebesar kurang dari 4 % volume udara (Puturau, 1982).
Cuka atau vinegar adalah suatu bahan penyedap kodimen yang dihasilkan dengan cara fermentasi dari bahan dasar yang mengandung gula atau pati. Bahan penyusun utama dari cuka atau vinegar adalah asam cuka (asam asetat). Sedangkan bahan penyusun cuka yang lain sangat bervariasi, bergantung dari bahan dasar pembuatnya. Karena kandungan bahan-bahan tersebut, meskipun dalam jumlah yang cukup kecil, cuka dari berjenis-jenis bahan baku memiliki aroma yang berbeda-beda. Anggur dapat menghasilkan cuka dengan kualitas yang paling baik (Tjokroadikoesoemo, 1993). Cuka merupakan produksi asam asetat yang telah banyak dikenal. Cuka adalah produk yang dihasilkan dari konversi etil alkohol (etanol) menjadi asam asetat oleh bakteri asam asetat dari genus Acetobacter dan Gluconobacter (Block et al., 1994). Menurut Prescott and Dunn (1959), cuka merupakan penyedap makanan yang dibuat dari bahan bergula atau mengandung pati melalui proses fermentasi alkoholik diikuti fermentasi asam asetat yang mengubah alkohol menjadi asam asetat. Dalam keadaan yang sangat baik jumlah asam asetat yang dihasilkan berkisar 50 % dari jumlah alkohol. Cuka banyak digunakan dalam industri pengolahan pangan, industri farmasi dan industri kimia. Pada industri makanan, cuka terutama digunakan sebagai bahan pembangkit flavor asam dan pengawet. Selain digunakan sebagai bahan penyedap rasa (edible vinegar), cuka banyak digunakan dalam industri untuk memproduksi asam alifatis terpenting. Cuka juga digunakan untuk pembuatan obat-obatan (aspirin), untuk bahan warna (indigo) dan parfum, serta sebagai bahan dasar pembuatan anhidrat yang sangat diperlukan untuk asetilasi, terutama dalam pembuatan selulosa asetat. Berbagai produk hasil pertanian yang mengandung gula yang tinggi dapat digunakan sebagai bahan baku untuk memproduksi cuka. Beberapa negara di benua Amerika dan Eropa menggunakan sari buah dari berbagai jenis buah-buahan sebagai bahan bakunya. Di Jepang, cuka diproduksi dengan menggunakan bahan baku beras yang telah mengalami sakarifikasi. Di Indonesia, nira aren sering digunakan oleh masyarakat pedesaan untuk membuat cuka lahang, yaitu sejenis cuka yang dibuat secara tradisional melalui proses fermentasi spontan (Tjokroadikoesoemo, 1993). Syarat mutu cuka makanan dapat dilihat pada Tabel dibawah ini : No Kriteria Uji Satuan Persyaratan 1. 2. 3. 4. 5. 6. Bentuk Bau Kadar asam asetat Asam-asam organik Cemaran logam besi (Fe) Cemaran logam arsen (As) % v/v mg/kg mg/kg Cairan encer Khas asam asetat
Min. Negatif Maks. Maks. Sumber
4
:
%
Anonimous
0,3 0,4 (1995)
Fermentasi Istilah fermentasi diturunkan dari “Fervere” istilah latin yang berarti mendidih, dan ini digunakan unruk menyebut adanya aktivitas yeast pada ekstrak buah dan larutan malt serta biji-bijian. Peristiwa pendidihan tersebut terjadi akibat terbentuknya O2 oleh proses gula dalam ekstrak. Secara biokimia fermentasi diartikan sebagai pembentukan energi melalui senyawa organik, sedangkan aplikasinya dalam dunia industri fermentasi diartikan sebagai suatu proses untuk mengubah bahan dasar menjadi suatu produk oleh massa sel mikroba. Di dalam pengertian ini termasuk juga proses anabolisme pembentukan komponen sel secara aerob (Wibowo, 1990). Menurut Prescott amd Dunn (1959), fermentasi pada umumnya menggunakan senyawa organik berupa karbohidrat yang dapat digolongkan sebagai berikut : 1. Bahan bergula, seperti tebu, bit gula dan cairan buah-buahan 2. Bahan berpati, seperti jagung, ubi kayu dan kentang 3. Bahan berselulosa, seperti kayu dan berbagai limbah industri pertanian Aplikasi proses fermentasi pada skala industri / komersial dapat dikelompokkan menjadi empat macam, yaitu : a. Proses fermentasi untuk memproduksi sel mikroba. Termasuk dalam tipe ini adalah produk Baker’s yeast dan protein sel tunggal b. Proses fermentasi untuk memproduksi enzim. Termasuk dalam tipe ini adalah proses produksi protease, amilase, pektinase, dan lain-lain c. Proses fermentasi untuk memproduksi metabolit baik primer maupun sekunder. Termasuk metabolit primer adalah alkohol, asam sitrat, aseton hitanol, asam glutamat, lisin nukleotida, vitamin, yang termasuk metabolit sekunder adalah steroid, antibiotik, dan sebagainya d. Proses fermentasi untuk memodifikasi senyawa kimia tertentu menjadi produk yang lebih mempunyai nilai ekonomi. Termasuk dalam tipe ini adalah anhidro tetra siklin, naftilen menjadi asam salisilat (Wibowo, 1990) Fermentasi Alkohol Fermentasi yang banyak dikenal adalah fermentasi alkohol dari bahan bergula. Alkohol merupakan cairan yang mempunyai sifat fisik sebagai berikut : ● Berbentuk cair ● Tidak berwarna ● Volatil ● Dapat bercampur dengan air dalam segala perbandingan ● Mendidih pada suhu 73oC ● Membeku pada suhu -117,3oC ● Mempunyai berat molekul 46 (Hougton, 1982) Fermentasi alkohol tersebut dapat berlangsung karena adanya organisme khamir yang bersifat anaerob. Pada fermentasi alkokol bahan-bahan yang mengandung manosakarida (C6¬H12O6) langsung dapat difermentasi, akan tetapi disakarida, pati maupun karbohidrat komplek harus dihidrolisis terlebih dahulu menjadi komponen yang lebih sederhana (Said, 1987).
Menurut Fardiaz (1992), fermentasi alkohol meliputi 2 tahap, yaitu : 1. Pemecahan rantai karbon jalur EMP (Embden Mayerhof Parnas) mengasilkan karbon teroksidasi yaitu asam piruvat. Jalur EMP terdiri dari beberapa tahap, masing-masing dikatalis oleh enzim tertentu. Jalur tersebut ditandai dengan pembentukan fruktosa difosfat, dilanjutkan dengan pemecahan fruktosa difosfat menjadi 2 molekul gliseraldehida fosfat. Reaksi ini dikatalisa oleh enzim aldolase. Kemudian terjadi reaksi dehidrogenasi, gliseraldehida fosfat yang merupakan reaksi oksidasi yang menghasilkan energi dalam bentuk ATP. Reaksi ini dikatalis oleh enzim gliseraldehida fosfat dehidrogenase. Atom hidrogen yang terlepas akan ditangkap oleh nikotinamida-adfenin-dinukletida (NAD) membentuk NADPH2. Proses fermentasi dapat berlangsung terus jika NADPH2 dapat dioksidasi kembali pada tahap kedua fermentasi sehingga melepaskan atom hidrogen kembali. Jadi NAD berfungsi sebagai pembawa hidrogen dalam proses fermentasi. Energi yang dilepaskan selama okdidasi gliseraldehida fosfat cukup untuk membentuk 2 molekul ATP, karena 1 molekul glukosa menghasilkan 2 molekul gliserladehida fosfat, maka seluruhnya dibentuk 4 molekul ATP. Tetapi karena 2 molekul ATP dibutuhkan untuk mengubah glukosa menjadi fruktosa difosfat, hanya tinggal 2 molekul ATP yang digunakan untuk pertumbuhan untuk setiap molekul glukosa yang dipecah. Reaksinya sebagai berikut : Glukosa
+
2
(ADP
+
2
(NAD+
+
Pi)
2
piruvat
+
2
ATP
+
2(NADH+H+)
2. Asam piruvat akan diubah menjadi produk akhir berupa alkohol dengan reaksi sebagai berikut : C6H12O6 EMP 2 H3COCOOH Glukosa Asam piruvat 2 2 Etanol
NAD+
2 CH3CH2OH
NAD
+ 2
H+ CH3CHO Asetaldehida
Secara umum menurut Said (1987), reaksi-reaksi yang terjadi dalam fermentasi alkohol adalah : 2 (C6H10O5)n + n H2O nC12H22O11 Pati Disakarida H2O + C12H22O11 2 C6H22O6 Disakarida Glukosa 2 C6H22O6 2 C2H5OH + 2 CO2 Glukosa Alkohol Dari reaksi tersebut diatas secara teori dari 1 gram glukosa akan dihasilkan 0,51 gram alkohol dan 0,49 karbondioksida, namun demikian karena ada juga sumber karbon yang digunakan untuk pembentukan biomassa, maka lebih realistis kalau disimpulkan bahwa untuk setiap 1 gram glukosa akan dihasilkan 0,46 gram alkohol, 0,44 gram karbondioksida dan 0,10 gram diperlukan untuk pembentukan biomassa (Rahayu dan Kuswanto, 1988). Fermentasi alkohol dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain : a. Spesies sel khamir Pemilihan mikroorganisme biasanya didasarkan pada jenis karbohidrat yang digunakan sebagai medium. Sebagai contoh untuk memproduksi alkohol dari pati dan gula digunakan
Saccharomyces cereviceae dan kadang-kadang digunakan juga Saccharonyces ellipsoides sedangkan untuk laktosa dari whey menggunakan Candida pseudotropicalis. Seleksi tersebut bertujuan agar didapatkan mikroorganisme yang mampu tumbuh dengan cepat dan mempunyai toleransi terhadap konsentrasi gula yang tinggi, mampu menghasilkan alkohol dalam jumlah yang banyak dan tahan terhadap alkohol tersebut (Said, 1987). b. Jumlah sel khamir Menurut Said (1987), jumlah starter optimum pada fermentasi alkohol adalah 2 – 5 %, sedangkan hasil penelitian Hidayat, dkk (1997) jumlah ragi roti 0,5 % menghasilkan alkohol yang optimum. c. Konsentrasi gula Gula merupakan sumber karbon bagi mikroba. Sumber utama karbon bagi mikroba adalah glukosa. Konsentrasi glukosa yang ideal untuk pembuatan alkohol secara umum sekitar 10 – 18 % (b/v), apabila kandungan glukosa terlalu tinggi, proses fermentasi terhambat (prescott and Dunn, 1959). Sukrosa merupakan salah satu sumber gula yang dibutuhkan khamir. Khamir akan menghasilkan enzim intervase yang akan memecah sukrosa menjadi glukosa dan fruktosa (Bennion, 1980) d. Derajat keasaman (pH) Derajat keasaman optimum untuk pertumbuhan khamir yang digunakan pada fermentasi etanol adalah 4,5 – 5,5 (Prescot and Dunn, 1959). e. Suhu Khamir mrmpunyai kisaran toleransi tertentu terhadap suhu untuk pertumbuhan dan pembentukan selnya, suhu optimum untuk khamir adalah 25 – 30oC (Prescot and Dunn, 1959). f. Oksigen Persediaan oksigen yang besar penting untuk kecepatan perkembang biakan sel yeast dan permutan fermentasi, namun produksi alkohol terbaik pada kondisi anaerob (Prescot and Dunn, 1959). Fermentasi Asam Asetat Fermentasi asam asetat adalah fermentasi aerobik atau respirasi oksidatif, yaitu respirasi dengan oksidasi berlangsung tidak sempurna dan menghasilkan produk-produk akhir berupa senyawa organik seperti asam asetat. Proses ini dilakukan oleh bakteri dari genus Aceobacter dan Glucobacter (Schlegel and Schmidt, 1994). Menurut Said (1987), kondisi respirasi oksidatif ini dapat dilakukan dengan kultur murni, tetapi kondisinya tidak selalu aseptis oleh karena pH yang rendah serta adanya alkohol dalam media merupakan faktor penghambat bagi mikroorganisme lain selain Acetobacter acetii. Mekanisme fermentasi asam asetat ada 2 yaitu fermentasi alkohol dan fermentasi asam asetat. Pada fermentasi alkohol mula-mula gula yang terdapat pada bahan baku akan dibongkar oleh khamir menjadi alkohol dan gas O2 yang berlangsung secara anaerobik. Setelah alkohol dihasilkan maka dilakukan fermentasi asam asetat, dimana bakteri asam asetat akan mengubah alkohol menjadi asam asetat secara aerobik. Reaksinya sebagai berikut : OH CH3 H Etanol
–
H
+
O
CH3
Asetaldehid
–
O
H
+ Hidrasi
H2O
CH3C
OH OH H asetaldehid –
OH O CH3C – OH CH3C – OH + H2O H Hidrasi asetaldehid Asam asetat Setelah terbentuk asam asetat fermentasi harus segera dihentikan supaya tidak terjadi fermentasi lebih lanjut oleh bakteri pembusuk yang dapat menimbullkan kerusakan. Faktor-faktor yang mempengaruhi fermentasi asam asetat adalah : a. Suhu Suhu optimum 15 – 34oC (Prescott and Dunn, 1959), 25 – 30oC (Hidayat, 1997). b. pH Bakteri asam asetat dapat tumbuh secara optimal pada pH antara 5,4 – 6,3 (Adams, 1986). c. Kecepatan aerasi Konsentrasi oksigen terlarut sangat penting untuk pertumbuhan sel mikroba dalam menghasilkan asam asetat. Kecepatan aerasi diperlukan untuk mengatur konsentrasi oksigen terlarut pada medium fermentasi. Udara pada tekanan 1 atm merupakan sumber oksigen baik, tetapi konsentrasi oksigen yang terlalu tinggi akan meracuni bakteri, begitu pula bila terlalu rendah (Said, 1987). Besarnya aerasi yang digunakan oleh peneliti berbeda-beda, antara lain : 0,08 vvm (Hidayat, 1997) dan 0,06 – 1,2 vvm (Wignyanto, 1995) dengan diameter sekitar 1 mm. d. Konsntrasi alkohol Konsentrasi alkohol yang digunakan berbeda-beda antara lain yang dikemukakan oleh Hotmaka dan Ebner (1959) sebesar 5 – 7 % e. Jumlah inokulum Seleksi terhadap jenis dan jumlah inokulum yang akan ditambahkan akan menentukan kualitas hasil fermentasi . Kriteria penting bagi kultur mikroba agar dapat digunakan sebagai inokulum yaitu sehat dan berada dalam keadaan aktif, tersedia dalam jumlah yang cukup, berada dalam bentuk morfologi yang sesuai, bebas dari kontaminan dan kemampuannya dalam membentuk produk. f. Lama fermentasi Lama fermentasi akan mempengaruhi produk fermentasi yang dihasilkan. Waktu fermentasi yang terlalu pendek akan menghasilkan produk yang sedikit karena substrat tidak seluruhnya terdegradasi sedang waktu fermentasi yang lama, asam asetat akan teroksidasi menjadi karbondioksida dan air (Soeharto, 1986). Proses fermentasi ini berkisar pada jangka waktu 12 hari dan menghasilkan asam asetat 3,5 %.
Mikroba ●
Yeast
Yang
atau
Berperan Ragi
Kata ragi dipakai untuk menyebut adonan atau ramuan yang digunakan untuk pembuatan berbagai makanan dan minuman. Ragi mempunyai arti yang penting dalam makanan yang diolah secara fermentasi seperti dalam pembuatan brem, tape dan lain sebagainya (Dwijoseputro, 1984). Menurut Bennion (1980), yeast merupakan tumbuhan mikroskopik bersel satu dan merupakan golongan fungi, tidak bercabang dan tidak mempunyai klorofil serta memperbanyak diri dengan cara budding (pertunasan). Yeast memfermantasi gula untuk menghasilkan etanol dan O2 dan produk samping lainnya. Yeast atau ragi yang digunakan dalam pangan adalah Saccharomyces cereviceae yang pada umumnya dinamakan ragi roti. Fermentasi gula oleh yeast terjadi pada proses anaerob dan keseluruhan reaksinya adalah sebagai berikut : C6H12O6 Glukosa
2
C2H5OH Etanol
+
2
CO2 Karbondioksida
Dalam ragi menurut Prescot and Dunn (1959), juga terdapat beberapa macam bumbu yang berperan penting dalam pembuatan ragi beras dan menghambat mikroorganisme tertentu antara lain bawang putih, lengkuas dan kayu putih. Disamping itu ragi juga mengandung mikroba dari jenis kapang dan khamir yang berfungsi sebagai starter fermentasi bagi substrat yang kaya akan pati (Saono, 1982). Substrat gula untuk fermentasi yeast berasal dari beberapa sumber yaitu pertama, tepung mengadung sedikit gula (sekitar 1,2 %) meliputi glukosa, fruktosa, sukrosa dan oligosakarida. Yeast akan memproduksi enzim invertase yang dapat menghidrolisa bukan hanya sukrosa tetapi juga oligosakarida. Kedua, aktivitas β-amilase dalam tepung dapat memproduksi maltosa dari hidrolisis pati dalam granula-granula, sedangkan α-amilase memproduksi glukosa. Ketiga, sejumlah kecil gula seperti sukrosa dihidrolisa menjadi glukosa dan fruktosa oleh enzim invertase yang ada dalam yeast, yang kemudian dipecah menjadi CO2 dan alkohol (Bennion, 1980). Ada 3 macam yeast, yaitu : 1. Compresed Yeast Ragi yang dikompres (dipadatkan) berupa gumpalan padat yang dibentuk dari sel-sel ragi yang sedang tidur (dorman). Mengandung sekitar 70 % kadar air. Ragi ini harus disimpan dalam suhu yang lebih rendah (<4oC) untuk mencegah hilangnya daya pembentuk gas. Bila disimpan dalam kondisi suhu yang tinggi (>30oC) akan menyebabkan ragi tersebut mengurai sendiri dimana enzim-enzim dalam ragi akan memecah diri dengan selnya yang akan memungkinkan isinya membentuk gumpalan-gumpalan semi cairan berwarna gelap dengan bau yang ridak enak (Anonumous, 1998). Menurut Bennion (1980), compresed yeast dapat bertahan 4 – 5 minggu dalam lemari es dan jika disimpan dalam freezer dapat bertahan ± 1 bulan. 2. Active Dry Yeast Mengandung kadar air sekitar 7,5 % sehingga lebih tahan dalam waktu penyimpanan yang lebih aman dibandingkan compresed yeast (Anonymous, 2004). Bila temperatur penyimpanan 21 – 27oC dry yeast dapat bertahan sampai beberapa minggu. Bila disimpan pada 5 – 6oC dapat bertahan sampai beberapa bulan (Anonymous, 2004). Active dry yeast memerlukan perendaman dalam air terlebih dahulu sebelum dipakai. Bennion (1980), menyebutkan active dry yeast harus direndam dalam air pada suhu 37,8 – 46oC. Pada suhu diatas tersebut yeast akan inaktif karena adanya panas, sedangkan pada suhu dibawah
suhu tersebut komponen normal sel cenderung dilepaskan keluar sel. 3. Instan Dry Yeast Hampir sama dengan active dry yeast, hanya instan dry yeast tidak perlu direndam terlebih dahulu di dalam air sebelum dipakai, namun dapat langsung dicampurkan dalam medium. Penyimpanan harus di tempat dingin dan dijauhkan dari area panas (Anonymous, 2004). Pembuatan vinegar memerlukan dua proses fermentasi. Pertama, perubahan gula menjadi alkohol oleh khamir dan kedua perubahan alkohol menjadi asam asetat yang dilakukan oleh bakteri asam cuka (Desroiser, 1998). Pembentukan alkohol dari gula dilakukan oleh khamir penghasil alkohol, dan sebagai contoh yang terbaik adalah Saccharomyces ellipsoideus. Perubahan yang terjadi biasanya dinyatakan dalam persamaan sebagai berikut : C6H12O6
+
Saccharomyces
ellipsoideus
2
C2H5OH
+
2
CO2
Selain gula, yang sebagian besar merupakan padatan cider, substansi yang dinyatakan oleh khamir untuk melakukan fermentasi, begitu juga fermentasi asam asetat yang berikutnya. Kandungan asam dari cider yang utama adalah asam malat, dan asam tersebut berperan untuk melindungi cider dari perkembangbiakan bakteri yang tidak dikehendaki. Mineral dalam abu adalah penting untuk pertumbuhan khamir ini (Desroiser, 1988). Saccharomyces cereviceae var. Ellipsoideus merupakan jenis khamir yang termasuk dalam kelompok “top yeast”, yaitu merupakan jenis yang melakukan proses fermentasi di permukaan cairan dan membentuk gumpalan (Rahayu dan Kuswanto, 1988). ● Bakteri Asam Asetat Bakteri merupakan sekelompok mikroorganisme yang paling penting dan beraneka ragam yang berhubungan dengan makanan dan manusia. Bakteri terdapat secara luas di lingkungan alam yang berhubungan dengan hewan, tumbuh-tumbuhan, udara, air dan tanah. Pada kenyataannya sangat sedikit sekali lingkungan yang bersih dari bakteri. Bakteri merupakan mikroorganisme yang bersel tunggal yang tidak terlihat oleh mata, tetapi dengan bantuan mikroskop mikroorganisme tersebut akan tampak. Ukuran bakteri berkisar antara panjang 0,5 sampai 10 μ dam lebar 0,5 sampai 2,5 μ tergantung dari jenisnya. Karakteristik bentuk bakteri bermacammacam anatar lain bentuk bulat, batang, spiral dan koma (Fardiaz, 1992). Tjokroadikoesoemo (1993) mengatakan golongan bakteri yang mengoksidasi etanol menjadi asam asetat diklasifikasikan menjadi 2 genera yaitu Gluconobacter dan Acetobacter. Gluconobacter mengoksidasi etanol menjadi asam asetat, sedangkan Acetobacter dapat mengoksidasi asam asetat lebih lanjut menjadi O2 dan H2¬O. Bakteri asam asetat yang dewasa ini banyak digunakan untuk memproduksi cuka secara komersial adalah galur dari spesies Acetobacter acetii, Acetobacter peroxidans dan Acetobacter pasteurianus. Bakteri asam asetat mempunyai kemampuan membentuk asam dari alkohol secara oksidasi diekspresikan ke dalam medium. Bakteri ini termasuk bakteri bakteri gram negatif yang bergerak lambat dengan flagella peritrikh. Bakteri ini mirip dengan pseudomonas tetapi memiliki toleransi terhadap asam yang tinggi, aktivitas peptolitik yang rendah (Schlegel and Schimdt, 1985). Menurut Anonymous (2004), fermentasi asam asetat dilakukan oleh bakteri asam asetat terhadap larutan yamg mengandung alkohol. Bakteri asam asetat tersebut termasuk dalam famili Pseudomonadaceae yang memiliki ciri-ciri sebagai berikut : ● Sel berbentuk batang pendek atau bola
● Bakteri gram negatif ● Sel bergerak dan tidak bergerak ● Tidak mempunyai endospora ● Tidak bersifat patogen ● Bersifat aerob ● Energi diperoleh dari oksidasi etanol menjadi asam asetat ● Mampu hidup dalam air, padatan, daun, buah, dan lain-lain. Bakteri asam asetat dapat digolongkan menjadi peroksidan jika mampu menumpuk asetat atau sebagai suboksidan yang tidak mengoksidasi asetat lebih lanjut. Acetobacter acetii dan Acetobacter pasterinum merupakan contoh peroksidan. Kedua golongan ini dengan mudah dibedakan secara sederhana. Pada saat terjadi pertumbuhan koloni diatas kapur agar yang keruh kembali karena terjadi oksidasi lebih lanjut (Prescott and Dunn, 1959). Acetobacter acetii merupakan mikroorganisme yang tidak berbahaya yang tersebar luas di lingkungan hidup dalam ekologi alkoholik seperti bunga, buah, madu, air dan tanah. Mikroorganisme ini cukup lama digunakan dalam industri yang memproduksi asam asetat dan alkohol. Selama ini belum pernah dilaporkan bahwa Acetobacter acetii berperan sebagai patogen dan berpotensi sebagai penyakit bagi hewan dan manusia. Bahaya potensial terhadap kesehatan manusia atau lingkungan berhubungan dengan bakteri ini dalam fermentasi sangat rendah. Penggunaan Acetobacter acetii dalam industri dimulai sejak 1950. Acetobacter acetii juga dilaporkan berperan pada produksi selulosa pada pembuatan kertas khusus. Strain yang mampu memproduksi selulosa diklasifikasikan sebagai Acetabacter pasteurianus, Acetabacter hanseic (Adams, 1985). Acetabacter acetii merupakan bakteri gram negatif yang bergerak menggunakan peritrich flagella, merupakan bakteri aerob obligat, tidak membentuk endospora dan merupakan mikroorganisme yang dapat tumbuh dimana-mana, bisa berada pada tanah, air, bunga, buah dan madu, yang pada intinya dimana fermentasi gula dapat terjadi. Acetabacter acetii memproduksi asam asetat dari etanol pada lingkungan yang alkoholik. Asam asetat dapat dioksidasi lanjut oleh Acetabacter acetii menjadi CO2 dan H2O. Temperatur optimum untuk pertumbuhan Acetabacter acetii adalah antara 25 – 30oC dan pH optimum pertumbuhan berkisar antara 5,4 – 6,3. Acetabacter acetii merupakan kontaminan umum pada seluruh fasilitas industri fermentasi dan bertanggung jawab terhadap kekeruhan, perubahan warna dan off flavour pada bir (Anonymous, 2004). Proses pembentukan asam asetat oleh bakteri asam asetat pada dasarnya merupakan proses oksidasi tidak sempurna dari fermentasi yang sebenarnya, karena dalam proses ini daya pereduksi yang dihasilkan dipindahkan ke molekul oksigen. Pada tahap pertama etanol akan diubah menjadi asetaldehid dan air dengan bantuan enzim alkohol dehidrogenase. Asetaldehid dan air akan membentuk keseimbangan reaksi dengan senyawa asetaldehid terhidrasi. Tahap kedua asetaldehid terhidrasi selanjutnya diubah menjadi asam asetat dengan bantuan enzim asetaldehid dehidrogenase (Prescott and Dunn, 1959). Golongan bakteri yang mengoksidasi etanol menjadi asam asetat dikenal sebagai bakteri asam asetat. Bakteri asam asetat diklarifikasikan menjadi 2 genera, yaitu Gluconobacter dan Acetobacter. Gluconobacter mengokidasi etanol menjadi asam asetat, sedangkan Acetobacter dapat mengoksidasi asam asetat lebih lanjut menjadi CO2 dan H2O. Bakteri asam asetat yang dewasa ini banyak digunakan untuk memproduksi vinegar secara komersial adalah galur dari spesies Acetobacter aceti, A. Pasteurianus, A. Peroxidans dan Gluconobacter oxidans.
Bakteri asam asetat sangat bervariasi dan mudah mengalami perubahan-perubahan sifat fisiologis dan aktivitas metabolik. Karena itu bagi industri vinegar yang terpenting adalah galur bakteri asam asetat yang memilki sifat-sifat: 1. Toleran terhadap konsentrasi asam asetat yang tinggi. 2. Tidak mengoksidasi asam asetat 3. Mempunyai produktivitas yang tinggi 4. Kebutuhan nutrien sedikit 5. Tahan terhadap infeksi Bakteri asam cuka termasuk golongan bakteri gram negatif aerobik, langsung dicampurkan dalam medium. Penyimpanan harus di tempat dingin dan dijauhkan dari area panas.
Proses Pengolahan ● Bahan Baku Berbagai produk hasil pertanian yang mengandung gula yang tinggi dapat digunakan sebagai bahan baku untuk memproduksi cuka. Beberapa negara di benua Amerika dan Eropa menggunakan sari buah dari berbagai jenis buah-buahan sebagai bahan bakunya. Di Jepang, cuka diproduksi dengan menggunakan bahan baku beras yang telah mengalami proses sakarifikasi. Di Indonesia, nira aren sering digunakan oleh masyarakat pedesaan untuk membuat cuka lahang, yaitu sejenis cuka yang dibuat secara tradisional melalui proses fermentasi spontan. Cuka atau vinegar dalah suatu bahan penyedap yang dihasilkan dengan cara fermentasi dari bahan dasar yang mengandung gula atau pati. Karena kandungan dari bahan penyusun cuka baik asam cuka maupun bahan lain sangat bervariasi, meskipun dalam jumlah yang sangat kecil, vinegar dari bermacam-macam bahan baku memliki aroma yang berbeda-beda. Anggur dan Cider dapat menghasilkan vinegar dengan kualitas yang paling baik (Tjokroadikoesoemo, 1993). Suatu kesepakatan antara Society of Public Analyser (SPA) dan Federasi Malt Vinegar Browers bahwa semua jenis vinegar termasuk produk non-brewed (tidak diproduksi melalui proses fermentasi), harus mengandung paling sedikit 4 % (w/v) asam asetat standar vinegar kemudian ditetapkan oleh Food Standard Committee (1971), yang merekomendasikan definisi sebagai berikut : ● Vinegar adalah cairan yang diproduksi oleh bahan baku yang mengandung pati dan gula melalui dua tahap proses fermentasi alcoholic dan acetous, dan yang mengandung paling sedikit 4 % (w/v) asam asetat. ● Vinegar malt adalah yang diproduksi melalui dua tahap proses fermentasi, alcoholic dan acetous, tanpa diselang oleh proses destilasi dari barley yang berkecambah dengan atau tanpa penambahan serealia, dimana pati dikonversi menjadi gula hanya oleh enzim diatase yang terkandung dalam kecambah malt. ● Vinegar biji-bijian adalah vinegar yang diproduksi melaui dua tahap proses fermentasi, alcoholic dan acetous, tanpa destilasi intermediate, dari biji-bijian seralia, dimana pati dikonversi menjadi gula melalui proses selain proses oleh diastase.
● Spirit vinegar adalah vinegar yang dibuat melalui proses fermentasi asetat terhadap destilat alkohol yang diproduksi melalui proses fermentasi alkohol dari larutan bahan baku yang mengandung gula. Jadi istilah spirit vinegar tidak boleh digunakan untuk produk yang dihasilkan melalui fermentasi asetat terhadap alkohol sintetis (Judoamidjojo, 1992). Proses Pembuatan Di dalam pembuatan vinegar dikenal dua metode pembuatan yaitu : a. Metode lambat Misalnya yang biasa dilakukan di rumah-rumah atau dibiarkan begitu saja. Metode ini juga disebut metode Prancis dan metode Orleans. Proses Orleans atau cider ditambahkan sampai mencapai 0,5 – 0,33 isi tong. Proses oksidasi dari bakteri asam asetat ini membutuhkan sejumlah besar oksigen, sehingga aliran udara dalam tong harus dikendalikan secara baik. Pada dasar tong diperlukan sumbat untuk mengeluarkan cuka yamg telah jadi, sedang pada bagian atasnya terdapat tutup yang dapat dibuka untuk menambahkan kembali substrat fermentasinya. Pada metode lambat ini, cairan alkohol tidak bergerak selama proses fermentasi. Bakteri asam asetat membentuk film atau induk cuka pada permukaan cairan. Sekali film ini terbentuk dan tidak diganggu, maka perubahan anggur atau cider akan berlangsung cepat. Pembentukan film dapat memakan waktu berhari-hari, bahkan berbulan-bulan. Metode ini dapat berlangsung secara seimbang, jika pada setiap pengeluaran cuka ditambahkan cider yang baru. Untuk membuat cuka diperlukan waktu dua sampai tiga bulan, atau bahkan lebih tergantung pada kondisinya. Metode ini menghasilkan ester terutama etil asetat yang lebih banyak daripada metode cepat. b. Metode cepat Misalnya proses generator dan proses asetifikasi kultur terendam (submerged acetification process). Proses generator mulai diperkenalkan di Jerman pada tahun 1932, dan merupakan metode yang umum digunakan untuk memproduksi vinegar secara komersial. Vinegar generator merupakan tangki tegak berbentuk silinder yang di dalamnya diisi serutan kayu, arang atau yang lain, yang menjadikan permukaan bertambah luas dan merupakan tempat tumbuhnya mikroorganisme pembuat asam asetat. Suhu dari generator berkisar 27 – 30oC. Asetifikasi kultur terendam adalah proses terbaru untuk merubah alkohol menjadi asam asetat. Bakteri asam asetat tidak saja tumbuh di permukaan cairan, tetapi terutama di dalam cairannya. Peralatannya disebut asetator dimana Acetobacter aceti tersuspensi pada medium alkohol pada peralatan yang dilengkapi dengan aerator dan pendingin. Bakteri asam asetat terus-menerus kontak dengan oksigen. Diameter gelembung udara yang dikehendaki adalah sekitar 1 mm. Fermentor pembuatan cuka secara kultur rendam yang paling umum adalah Asetator Fring. Alat ini mempunyai efisiensi yang tinggi dalam mentransfer oksigen, dimana dengan sistem batch selama 35 jam dapat menghasilkan 12 % asam asetat. Asetifikasi secara kultur rendam ini dapat dengan kultur murni, akan tetapi kondisinya tidak selalu harus aseptik. Kondisi yang tidak aseptik ini dapat ditoleransi dikarenakan pH yang rendah serta adanya alkohol dalam medium fermentasi, dimana hal ini merupakan penghambat bagi mikroorganisme lainnya. Keuntungan penggunaan asetataor diantaranya adalah : 1. Prosesnya lebih cepat sehingga memungkinkan lebih banyak cuka yang dihasilkan dalam waktu yang singkat 2. Biayanya lebih murah, karena tidak menggunakan bahan padat untuk menambah luas
permukaan, seperti misalnya pada proses generator 3. Asetator dapat dihidup-matikan sewaktu-waktu sesuai kebutuhan 4. Macam dari medium alkohol dapat langsung diganti-ganti. 5. Rasa asam asetatnya lebih enak, hal ini disebabkan karena bakterinya masih tinggal bersama asam asetatnya Produksi asam asetat melalui fermentasi kultur rendam ini mempunyai kekurangan. Diantaranya adalah produk harus mengalami filtrasi untuk menghilangkan bakteri yang ada di dalamnya, dimana pada sistem tong kayu dan metode tricke dengan generator produk yang dihasilkan bersih dari bakteri karena bakteri terkumpul pada perikel (tong) atau berkumpul pada serutan kayu. Dalam sistem kultur rendam dengan sistem berkesinambungan akan dihasilkan efisiensi yang tinggi, yaitu 90 – 98 % alkohol dapat dikonversi menjadi asam asetat. Proses pembuatan vinegar (asam asetat) dilakukan melalui proses asetifikasi dari alkohol menjadi asam asetat. Untuk memproduksi secara tradisional yang biasa dilakukan di Indonesia yaitu dengan menggunakan metode lambat. Pada pembuatan vinegar dengan cara ini biasanya menggunakan bahan baku air kelapa yang mengalami peragian (fermentasi) secara spontan. Cara pembuatannya adalah sebagai berikut, pertama air kelapa dimasukkan ke dalam gentong tanah (guci) yang biasa dipakai dalam pembuatan cuka. Gentong-gentong tersebut tidak pernah dicuci atau dibersihkan sejak pertama kali digunakan dalam pembuatan cuka. Hal ini dimaksudkan untuk mendapatkan sisa biang cuka dari pembuatan asam cuka sebelumnya. Setelah air kelapa dimasukkan dalam gentong lalu wadah tersebut diletakkan di tempat yang memiliki aerasi yang cukup baik selama 1 – 2 bulan. Selama penyimpanan tersebut, senyawa gula yang terdapat di dalam air kelapa mengalami proses fermentasi menjadi alkohol dan berlanjut menjadi asam cuka yang diperjual belikan. Diagram alir pembuatan vinegar dari air kelapa dapat dilihat pada gambar dibawah ni :
Air
kelapa
Penyaringan
Dimasukkan mengandung
Inkubasi
dalam
selama
gentong
biang
1
–
yang cuka
2
bulan
Vinegar (asam cuka) Pembuatan cuka memerlukan dua proses fermentasi. Pertama adanya perubahan gula menjadi alkohol oleh khamir dan yang kedua adalah perubahan alkohol menjadi asam asetat yang
dilakukan oleh bakteri asam asetat. Salah satu penyebab kegagalan dalam pembuatan cuka, dan merupakan faktor yang seringkali tidak diperhatikan adalah bahwa pembuatan cuka melibatkan dua macam fermentasi yang sangat berlainan dan berbeda, dan bahwa yang pertama harus diselesaikan sebelum yang kedua dimulai (Desroiser, 1988). Penyimpanan dan penuaan asam asetat dapat dilakukan selama beberapa bulan. Penuaan ini diperlukan untuk semua jenis asam asetat, kecuali asam asetat yang didestilasi. Penuaan ini dimaksudkan untuk meningkatkan kualitas dari asam aetat. Dengan adanya penuaan, maka padatan yang terdapat dalam asam asetat akan mengendap, juga selama penyimpanan residu etanol akan membentuk ester-esternya. Penuaan asam asetat dilakukan di dalam tong atau tangki dalam kondisi anaerobik (Budiyanto, 2002).
MAR
13
Cuka
Cuka sudah dikenal orang sejak peradaban manusia, seperti halnya anggur. Perkataan vinegar, nama asing dari cuka, berasal dari kata vinegre yang berarti anggur asam. Jika anggur dibiarkan selama beberapa hari di udara akan mengalami fermentasi menjadi asam cuka. Nama lain dari asam cuka adalah acetum. Dari perkataan acetum lalu timbul turunan-turunannya di dalam bahasa Inggris : acetic dan di dalam bahasa Indonesia adalah asetat (Tjokroadikoesoemo, 1993). Asam cuka adalah senyawa berbentuk cairan, tidak berwarna, mempunyai bau yang menyengat dan memiliki rasa asam yang tajam sekali. Berat spesifik asam cuka pada 20oC adalah 1,049, sedangkan titik didihnya pada tekanan atmosfer adalah 118,1oC. Bahan ini larut di dalam air, alkohol, gliserol dan eter, tetapi asam cuka tidak larut dalam karbon disulfida. Kelarutannya tidak terhingga meskipun pada suhu kamar. Suhu perapian asam asetat adalah 427oC dan meledak pada batas terendah (explosion limits) sebesar kurang dari 4 % volume udara (Puturau, 1982). Cuka atau vinegar adalah suatu bahan penyedap kodimen yang dihasilkan dengan cara fermentasi dari bahan dasar yang mengandung gula atau pati. Bahan penyusun utama dari cuka atau vinegar adalah asam cuka (asam asetat). Sedangkan bahan penyusun cuka yang lain sangat bervariasi, bergantung dari bahan dasar pembuatnya. Karena kandungan bahan-bahan tersebut, meskipun dalam jumlah yang cukup kecil, cuka dari berjenis-jenis bahan baku memiliki aroma yang berbeda-beda. Anggur dapat menghasilkan cuka dengan kualitas yang paling baik (Tjokroadikoesoemo, 1993). Cuka merupakan produksi asam asetat yang telah banyak dikenal. Cuka adalah produk yang dihasilkan dari konversi etil alkohol (etanol) menjadi asam asetat oleh bakteri asam asetat dari genus Acetobacter dan Gluconobacter (Block et al., 1994). Menurut Prescott and Dunn (1959), cuka merupakan penyedap makanan yang dibuat dari bahan bergula atau mengandung pati melalui proses fermentasi alkoholik diikuti fermentasi asam asetat yang mengubah alkohol menjadi asam asetat. Dalam keadaan yang sangat baik jumlah asam asetat yang dihasilkan berkisar 50 % dari jumlah alkohol. Cuka banyak digunakan dalam industri pengolahan pangan, industri farmasi dan industri kimia. Pada industri makanan, cuka terutama digunakan sebagai bahan pembangkit flavor asam dan
pengawet. Selain digunakan sebagai bahan penyedap rasa (edible vinegar), cuka banyak digunakan dalam industri untuk memproduksi asam alifatis terpenting. Cuka juga digunakan untuk pembuatan obat-obatan (aspirin), untuk bahan warna (indigo) dan parfum, serta sebagai bahan dasar pembuatan anhidrat yang sangat diperlukan untuk asetilasi, terutama dalam pembuatan selulosa asetat. Berbagai produk hasil pertanian yang mengandung gula yang tinggi dapat digunakan sebagai bahan baku untuk memproduksi cuka. Beberapa negara di benua Amerika dan Eropa menggunakan sari buah dari berbagai jenis buah-buahan sebagai bahan bakunya. Di Jepang, cuka diproduksi dengan menggunakan bahan baku beras yang telah mengalami sakarifikasi. Di Indonesia, nira aren sering digunakan oleh masyarakat pedesaan untuk membuat cuka lahang, yaitu sejenis cuka yang dibuat secara tradisional melalui proses fermentasi spontan (Tjokroadikoesoemo, 1993). Syarat mutu cuka makanan dapat dilihat pada Tabel dibawah ini : No Kriteria Uji Satuan Persyaratan 1. 2. 3. 4. 5. 6. Bentuk Bau Kadar asam asetat Asam-asam organik Cemaran logam besi (Fe) Cemaran logam arsen (As) % v/v mg/kg mg/kg Cairan encer Khas asam asetat Min. 4 % Negatif Maks. 0,3 Maks. 0,4 Sumber : Anonimous (1995) Fermentasi Istilah fermentasi diturunkan dari “Fervere” istilah latin yang berarti mendidih, dan ini digunakan unruk menyebut adanya aktivitas yeast pada ekstrak buah dan larutan malt serta biji-bijian. Peristiwa pendidihan tersebut terjadi akibat terbentuknya O2 oleh proses gula dalam ekstrak. Secara biokimia fermentasi diartikan sebagai pembentukan energi melalui senyawa organik, sedangkan aplikasinya dalam dunia industri fermentasi diartikan sebagai suatu proses untuk mengubah bahan dasar menjadi suatu produk oleh massa sel mikroba. Di dalam pengertian ini termasuk juga proses anabolisme pembentukan komponen sel secara aerob (Wibowo, 1990). Menurut Prescott amd Dunn (1959), fermentasi pada umumnya menggunakan senyawa organik berupa karbohidrat yang dapat digolongkan sebagai berikut :
1. Bahan bergula, seperti tebu, bit gula dan cairan buah-buahan 2. Bahan berpati, seperti jagung, ubi kayu dan kentang 3. Bahan berselulosa, seperti kayu dan berbagai limbah industri pertanian Aplikasi proses fermentasi pada skala industri / komersial dapat dikelompokkan menjadi empat macam, yaitu : a. Proses fermentasi untuk memproduksi sel mikroba. Termasuk dalam tipe ini adalah produk Baker’s yeast dan protein sel tunggal b. Proses fermentasi untuk memproduksi enzim. Termasuk dalam tipe ini adalah proses produksi protease, amilase, pektinase, dan lain-lain c. Proses fermentasi untuk memproduksi metabolit baik primer maupun sekunder. Termasuk metabolit primer adalah alkohol, asam sitrat, aseton hitanol, asam glutamat, lisin nukleotida, vitamin, yang termasuk metabolit sekunder adalah steroid, antibiotik, dan sebagainya d. Proses fermentasi untuk memodifikasi senyawa kimia tertentu menjadi produk yang lebih mempunyai nilai ekonomi. Termasuk dalam tipe ini adalah anhidro tetra siklin, naftilen menjadi asam salisilat (Wibowo, 1990) Fermentasi Alkohol Fermentasi yang banyak dikenal adalah fermentasi alkohol dari bahan bergula. Alkohol merupakan cairan yang mempunyai sifat fisik sebagai berikut : ● Berbentuk cair ● Tidak berwarna ● Volatil ● Dapat bercampur dengan air dalam segala perbandingan ● Mendidih pada suhu 73oC ● Membeku pada suhu -117,3oC ● Mempunyai berat molekul 46 (Hougton, 1982) Fermentasi alkohol tersebut dapat berlangsung karena adanya organisme khamir yang bersifat anaerob. Pada fermentasi alkokol bahan-bahan yang mengandung manosakarida (C6¬H12O6) langsung dapat difermentasi, akan tetapi disakarida, pati maupun karbohidrat komplek harus dihidrolisis terlebih dahulu menjadi komponen yang lebih sederhana (Said, 1987). Menurut Fardiaz (1992), fermentasi alkohol meliputi 2 tahap, yaitu : 1. Pemecahan rantai karbon jalur EMP (Embden Mayerhof Parnas) mengasilkan karbon teroksidasi yaitu asam piruvat. Jalur EMP terdiri dari beberapa tahap, masing-masing dikatalis oleh enzim tertentu. Jalur tersebut ditandai dengan pembentukan fruktosa difosfat, dilanjutkan dengan pemecahan fruktosa difosfat menjadi 2 molekul gliseraldehida fosfat. Reaksi ini dikatalisa oleh enzim aldolase. Kemudian terjadi reaksi dehidrogenasi, gliseraldehida fosfat yang merupakan reaksi oksidasi yang menghasilkan energi dalam bentuk ATP. Reaksi ini dikatalis oleh enzim gliseraldehida fosfat dehidrogenase. Atom hidrogen yang terlepas akan ditangkap oleh nikotinamida-adfenin-dinukletida (NAD) membentuk NADPH2. Proses fermentasi dapat berlangsung terus jika NADPH2 dapat dioksidasi kembali pada tahap kedua fermentasi sehingga melepaskan atom hidrogen kembali. Jadi NAD berfungsi sebagai pembawa hidrogen dalam proses fermentasi. Energi yang dilepaskan selama okdidasi gliseraldehida fosfat cukup untuk membentuk 2 molekul ATP, karena 1 molekul glukosa menghasilkan 2 molekul gliserladehida fosfat, maka seluruhnya dibentuk 4 molekul ATP. Tetapi karena 2 molekul ATP dibutuhkan untuk mengubah glukosa menjadi fruktosa difosfat, hanya tinggal 2 molekul ATP yang digunakan untuk pertumbuhan untuk setiap molekul glukosa yang dipecah. Reaksinya sebagai berikut :
Glukosa
+
2
(ADP
+
2
(NAD+
+
Pi)
2
piruvat
+
2
ATP
+
2(NADH+H+)
2. Asam piruvat akan diubah menjadi produk akhir berupa alkohol dengan reaksi sebagai berikut : C6H12O6 EMP 2 H3COCOOH Glukosa Asam piruvat 2 2 Etanol
NAD+
2 CH3CH2OH
NAD
+ 2
H+ CH3CHO Asetaldehida
Secara umum menurut Said (1987), reaksi-reaksi yang terjadi dalam fermentasi alkohol adalah : 2 (C6H10O5)n + n H2O nC12H22O11 Pati Disakarida H2O + C12H22O11 2 C6H22O6 Disakarida Glukosa 2 C6H22O6 2 C2H5OH + 2 CO2 Glukosa Alkohol Dari reaksi tersebut diatas secara teori dari 1 gram glukosa akan dihasilkan 0,51 gram alkohol dan 0,49 karbondioksida, namun demikian karena ada juga sumber karbon yang digunakan untuk pembentukan biomassa, maka lebih realistis kalau disimpulkan bahwa untuk setiap 1 gram glukosa akan dihasilkan 0,46 gram alkohol, 0,44 gram karbondioksida dan 0,10 gram diperlukan untuk pembentukan biomassa (Rahayu dan Kuswanto, 1988). Fermentasi alkohol dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain : a. Spesies sel khamir Pemilihan mikroorganisme biasanya didasarkan pada jenis karbohidrat yang digunakan sebagai medium. Sebagai contoh untuk memproduksi alkohol dari pati dan gula digunakan Saccharomyces cereviceae dan kadang-kadang digunakan juga Saccharonyces ellipsoides sedangkan untuk laktosa dari whey menggunakan Candida pseudotropicalis. Seleksi tersebut bertujuan agar didapatkan mikroorganisme yang mampu tumbuh dengan cepat dan mempunyai toleransi terhadap konsentrasi gula yang tinggi, mampu menghasilkan alkohol dalam jumlah yang banyak dan tahan terhadap alkohol tersebut (Said, 1987). b. Jumlah sel khamir Menurut Said (1987), jumlah starter optimum pada fermentasi alkohol adalah 2 – 5 %, sedangkan hasil penelitian Hidayat, dkk (1997) jumlah ragi roti 0,5 % menghasilkan alkohol yang optimum. c. Konsentrasi gula Gula merupakan sumber karbon bagi mikroba. Sumber utama karbon bagi mikroba adalah glukosa. Konsentrasi glukosa yang ideal untuk pembuatan alkohol secara umum sekitar 10 – 18 % (b/v), apabila kandungan glukosa terlalu tinggi, proses fermentasi terhambat (prescott and Dunn, 1959). Sukrosa merupakan salah satu sumber gula yang dibutuhkan khamir. Khamir akan menghasilkan enzim intervase yang akan memecah sukrosa menjadi glukosa dan fruktosa
(Bennion, 1980) d. Derajat keasaman (pH) Derajat keasaman optimum untuk pertumbuhan khamir yang digunakan pada fermentasi etanol adalah 4,5 – 5,5 (Prescot and Dunn, 1959). e. Suhu Khamir mrmpunyai kisaran toleransi tertentu terhadap suhu untuk pertumbuhan dan pembentukan selnya, suhu optimum untuk khamir adalah 25 – 30oC (Prescot and Dunn, 1959). f. Oksigen Persediaan oksigen yang besar penting untuk kecepatan perkembang biakan sel yeast dan permutan fermentasi, namun produksi alkohol terbaik pada kondisi anaerob (Prescot and Dunn, 1959). Fermentasi Asam Asetat Fermentasi asam asetat adalah fermentasi aerobik atau respirasi oksidatif, yaitu respirasi dengan oksidasi berlangsung tidak sempurna dan menghasilkan produk-produk akhir berupa senyawa organik seperti asam asetat. Proses ini dilakukan oleh bakteri dari genus Aceobacter dan Glucobacter (Schlegel and Schmidt, 1994). Menurut Said (1987), kondisi respirasi oksidatif ini dapat dilakukan dengan kultur murni, tetapi kondisinya tidak selalu aseptis oleh karena pH yang rendah serta adanya alkohol dalam media merupakan faktor penghambat bagi mikroorganisme lain selain Acetobacter acetii. Mekanisme fermentasi asam asetat ada 2 yaitu fermentasi alkohol dan fermentasi asam asetat. Pada fermentasi alkohol mula-mula gula yang terdapat pada bahan baku akan dibongkar oleh khamir menjadi alkohol dan gas O2 yang berlangsung secara anaerobik. Setelah alkohol dihasilkan maka dilakukan fermentasi asam asetat, dimana bakteri asam asetat akan mengubah alkohol menjadi asam asetat secara aerobik. Reaksinya sebagai berikut : OH CH3 H Etanol
–
H
+
O
CH3
Asetaldehid
–
O
H
+ Hidrasi
H2O
CH3C
OH – OH H asetaldehid
OH O CH3C – OH CH3C – OH + H2O H Hidrasi asetaldehid Asam asetat Setelah terbentuk asam asetat fermentasi harus segera dihentikan supaya tidak terjadi fermentasi lebih lanjut oleh bakteri pembusuk yang dapat menimbullkan kerusakan. Faktor-faktor yang mempengaruhi fermentasi asam asetat adalah : a. Suhu Suhu optimum 15 – 34oC (Prescott and Dunn, 1959), 25 – 30oC (Hidayat, 1997). b. pH Bakteri asam asetat dapat tumbuh secara optimal pada pH antara 5,4 – 6,3 (Adams, 1986). c. Kecepatan aerasi Konsentrasi oksigen terlarut sangat penting untuk pertumbuhan sel mikroba dalam menghasilkan asam asetat. Kecepatan aerasi diperlukan untuk mengatur konsentrasi oksigen terlarut pada medium fermentasi. Udara pada tekanan 1 atm merupakan sumber oksigen baik, tetapi
konsentrasi oksigen yang terlalu tinggi akan meracuni bakteri, begitu pula bila terlalu rendah (Said, 1987). Besarnya aerasi yang digunakan oleh peneliti berbeda-beda, antara lain : 0,08 vvm (Hidayat, 1997) dan 0,06 – 1,2 vvm (Wignyanto, 1995) dengan diameter sekitar 1 mm. d. Konsntrasi alkohol Konsentrasi alkohol yang digunakan berbeda-beda antara lain yang dikemukakan oleh Hotmaka dan Ebner (1959) sebesar 5 – 7 % e. Jumlah inokulum Seleksi terhadap jenis dan jumlah inokulum yang akan ditambahkan akan menentukan kualitas hasil fermentasi . Kriteria penting bagi kultur mikroba agar dapat digunakan sebagai inokulum yaitu sehat dan berada dalam keadaan aktif, tersedia dalam jumlah yang cukup, berada dalam bentuk morfologi yang sesuai, bebas dari kontaminan dan kemampuannya dalam membentuk produk. f. Lama fermentasi Lama fermentasi akan mempengaruhi produk fermentasi yang dihasilkan. Waktu fermentasi yang terlalu pendek akan menghasilkan produk yang sedikit karena substrat tidak seluruhnya terdegradasi sedang waktu fermentasi yang lama, asam asetat akan teroksidasi menjadi karbondioksida dan air (Soeharto, 1986). Proses fermentasi ini berkisar pada jangka waktu 12 hari dan menghasilkan asam asetat 3,5 %.
Mikroba Yang Berperan ● Yeast atau Ragi Kata ragi dipakai untuk menyebut adonan atau ramuan yang digunakan untuk pembuatan berbagai makanan dan minuman. Ragi mempunyai arti yang penting dalam makanan yang diolah secara fermentasi seperti dalam pembuatan brem, tape dan lain sebagainya (Dwijoseputro, 1984). Menurut Bennion (1980), yeast merupakan tumbuhan mikroskopik bersel satu dan merupakan golongan fungi, tidak bercabang dan tidak mempunyai klorofil serta memperbanyak diri dengan cara budding (pertunasan). Yeast memfermantasi gula untuk menghasilkan etanol dan O2 dan produk samping lainnya. Yeast atau ragi yang digunakan dalam pangan adalah Saccharomyces cereviceae yang pada umumnya dinamakan ragi roti. Fermentasi gula oleh yeast terjadi pada proses anaerob dan keseluruhan reaksinya adalah sebagai berikut : C6H12O6 Glukosa
2
C2H5OH Etanol
+
2
CO2 Karbondioksida
Dalam ragi menurut Prescot and Dunn (1959), juga terdapat beberapa macam bumbu yang
berperan penting dalam pembuatan ragi beras dan menghambat mikroorganisme tertentu antara lain bawang putih, lengkuas dan kayu putih. Disamping itu ragi juga mengandung mikroba dari jenis kapang dan khamir yang berfungsi sebagai starter fermentasi bagi substrat yang kaya akan pati (Saono, 1982). Substrat gula untuk fermentasi yeast berasal dari beberapa sumber yaitu pertama, tepung mengadung sedikit gula (sekitar 1,2 %) meliputi glukosa, fruktosa, sukrosa dan oligosakarida. Yeast akan memproduksi enzim invertase yang dapat menghidrolisa bukan hanya sukrosa tetapi juga oligosakarida. Kedua, aktivitas β-amilase dalam tepung dapat memproduksi maltosa dari hidrolisis pati dalam granula-granula, sedangkan α-amilase memproduksi glukosa. Ketiga, sejumlah kecil gula seperti sukrosa dihidrolisa menjadi glukosa dan fruktosa oleh enzim invertase yang ada dalam yeast, yang kemudian dipecah menjadi CO2 dan alkohol (Bennion, 1980). Ada 3 macam yeast, yaitu : 1. Compresed Yeast Ragi yang dikompres (dipadatkan) berupa gumpalan padat yang dibentuk dari sel-sel ragi yang sedang tidur (dorman). Mengandung sekitar 70 % kadar air. Ragi ini harus disimpan dalam suhu yang lebih rendah (<4oC) untuk mencegah hilangnya daya pembentuk gas. Bila disimpan dalam kondisi suhu yang tinggi (>30oC) akan menyebabkan ragi tersebut mengurai sendiri dimana enzim-enzim dalam ragi akan memecah diri dengan selnya yang akan memungkinkan isinya membentuk gumpalan-gumpalan semi cairan berwarna gelap dengan bau yang ridak enak (Anonumous, 1998). Menurut Bennion (1980), compresed yeast dapat bertahan 4 – 5 minggu dalam lemari es dan jika disimpan dalam freezer dapat bertahan ± 1 bulan. 2. Active Dry Yeast Mengandung kadar air sekitar 7,5 % sehingga lebih tahan dalam waktu penyimpanan yang lebih aman dibandingkan compresed yeast (Anonymous, 2004). Bila temperatur penyimpanan 21 – 27oC dry yeast dapat bertahan sampai beberapa minggu. Bila disimpan pada 5 – 6oC dapat bertahan sampai beberapa bulan (Anonymous, 2004). Active dry yeast memerlukan perendaman dalam air terlebih dahulu sebelum dipakai. Bennion (1980), menyebutkan active dry yeast harus direndam dalam air pada suhu 37,8 – 46oC. Pada suhu diatas tersebut yeast akan inaktif karena adanya panas, sedangkan pada suhu dibawah suhu tersebut komponen normal sel cenderung dilepaskan keluar sel. 3. Instan Dry Yeast Hampir sama dengan active dry yeast, hanya instan dry yeast tidak perlu direndam terlebih dahulu di dalam air sebelum dipakai, namun dapat langsung dicampurkan dalam medium. Penyimpanan harus di tempat dingin dan dijauhkan dari area panas (Anonymous, 2004). Pembuatan vinegar memerlukan dua proses fermentasi. Pertama, perubahan gula menjadi alkohol oleh khamir dan kedua perubahan alkohol menjadi asam asetat yang dilakukan oleh bakteri asam cuka (Desroiser, 1998). Pembentukan alkohol dari gula dilakukan oleh khamir penghasil alkohol, dan sebagai contoh yang terbaik adalah Saccharomyces ellipsoideus. Perubahan yang terjadi biasanya dinyatakan dalam persamaan sebagai berikut : C6H12O6
+
Saccharomyces
ellipsoideus
2
C2H5OH
+
2
CO2
Selain gula, yang sebagian besar merupakan padatan cider, substansi yang dinyatakan oleh khamir untuk melakukan fermentasi, begitu juga fermentasi asam asetat yang berikutnya.
Kandungan asam dari cider yang utama adalah asam malat, dan asam tersebut berperan untuk melindungi cider dari perkembangbiakan bakteri yang tidak dikehendaki. Mineral dalam abu adalah penting untuk pertumbuhan khamir ini (Desroiser, 1988). Saccharomyces cereviceae var. Ellipsoideus merupakan jenis khamir yang termasuk dalam kelompok “top yeast”, yaitu merupakan jenis yang melakukan proses fermentasi di permukaan cairan dan membentuk gumpalan (Rahayu dan Kuswanto, 1988). ● Bakteri Asam Asetat Bakteri merupakan sekelompok mikroorganisme yang paling penting dan beraneka ragam yang berhubungan dengan makanan dan manusia. Bakteri terdapat secara luas di lingkungan alam yang berhubungan dengan hewan, tumbuh-tumbuhan, udara, air dan tanah. Pada kenyataannya sangat sedikit sekali lingkungan yang bersih dari bakteri. Bakteri merupakan mikroorganisme yang bersel tunggal yang tidak terlihat oleh mata, tetapi dengan bantuan mikroskop mikroorganisme tersebut akan tampak. Ukuran bakteri berkisar antara panjang 0,5 sampai 10 μ dam lebar 0,5 sampai 2,5 μ tergantung dari jenisnya. Karakteristik bentuk bakteri bermacammacam anatar lain bentuk bulat, batang, spiral dan koma (Fardiaz, 1992). Tjokroadikoesoemo (1993) mengatakan golongan bakteri yang mengoksidasi etanol menjadi asam asetat diklasifikasikan menjadi 2 genera yaitu Gluconobacter dan Acetobacter. Gluconobacter mengoksidasi etanol menjadi asam asetat, sedangkan Acetobacter dapat mengoksidasi asam asetat lebih lanjut menjadi O2 dan H2¬O. Bakteri asam asetat yang dewasa ini banyak digunakan untuk memproduksi cuka secara komersial adalah galur dari spesies Acetobacter acetii, Acetobacter peroxidans dan Acetobacter pasteurianus. Bakteri asam asetat mempunyai kemampuan membentuk asam dari alkohol secara oksidasi diekspresikan ke dalam medium. Bakteri ini termasuk bakteri bakteri gram negatif yang bergerak lambat dengan flagella peritrikh. Bakteri ini mirip dengan pseudomonas tetapi memiliki toleransi terhadap asam yang tinggi, aktivitas peptolitik yang rendah (Schlegel and Schimdt, 1985). Menurut Anonymous (2004), fermentasi asam asetat dilakukan oleh bakteri asam asetat terhadap larutan yamg mengandung alkohol. Bakteri asam asetat tersebut termasuk dalam famili Pseudomonadaceae yang memiliki ciri-ciri sebagai berikut : ● Sel berbentuk batang pendek atau bola ● Bakteri gram negatif ● Sel bergerak dan tidak bergerak ● Tidak mempunyai endospora ● Tidak bersifat patogen ● Bersifat aerob ● Energi diperoleh dari oksidasi etanol menjadi asam asetat ● Mampu hidup dalam air, padatan, daun, buah, dan lain-lain. Bakteri asam asetat dapat digolongkan menjadi peroksidan jika mampu menumpuk asetat atau sebagai suboksidan yang tidak mengoksidasi asetat lebih lanjut. Acetobacter acetii dan Acetobacter pasterinum merupakan contoh peroksidan. Kedua golongan ini dengan mudah dibedakan secara sederhana. Pada saat terjadi pertumbuhan koloni diatas kapur agar yang keruh kembali karena terjadi oksidasi lebih lanjut (Prescott and Dunn, 1959). Acetobacter acetii merupakan mikroorganisme yang tidak berbahaya yang tersebar luas di lingkungan hidup dalam ekologi alkoholik seperti bunga, buah, madu, air dan tanah. Mikroorganisme ini cukup lama digunakan dalam industri yang memproduksi asam asetat dan alkohol. Selama ini belum pernah dilaporkan bahwa Acetobacter acetii berperan sebagai
patogen dan berpotensi sebagai penyakit bagi hewan dan manusia. Bahaya potensial terhadap kesehatan manusia atau lingkungan berhubungan dengan bakteri ini dalam fermentasi sangat rendah. Penggunaan Acetobacter acetii dalam industri dimulai sejak 1950. Acetobacter acetii juga dilaporkan berperan pada produksi selulosa pada pembuatan kertas khusus. Strain yang mampu memproduksi selulosa diklasifikasikan sebagai Acetabacter pasteurianus, Acetabacter hanseic (Adams, 1985). Acetabacter acetii merupakan bakteri gram negatif yang bergerak menggunakan peritrich flagella, merupakan bakteri aerob obligat, tidak membentuk endospora dan merupakan mikroorganisme yang dapat tumbuh dimana-mana, bisa berada pada tanah, air, bunga, buah dan madu, yang pada intinya dimana fermentasi gula dapat terjadi. Acetabacter acetii memproduksi asam asetat dari etanol pada lingkungan yang alkoholik. Asam asetat dapat dioksidasi lanjut oleh Acetabacter acetii menjadi CO2 dan H2O. Temperatur optimum untuk pertumbuhan Acetabacter acetii adalah antara 25 – 30oC dan pH optimum pertumbuhan berkisar antara 5,4 – 6,3. Acetabacter acetii merupakan kontaminan umum pada seluruh fasilitas industri fermentasi dan bertanggung jawab terhadap kekeruhan, perubahan warna dan off flavour pada bir (Anonymous, 2004). Proses pembentukan asam asetat oleh bakteri asam asetat pada dasarnya merupakan proses oksidasi tidak sempurna dari fermentasi yang sebenarnya, karena dalam proses ini daya pereduksi yang dihasilkan dipindahkan ke molekul oksigen. Pada tahap pertama etanol akan diubah menjadi asetaldehid dan air dengan bantuan enzim alkohol dehidrogenase. Asetaldehid dan air akan membentuk keseimbangan reaksi dengan senyawa asetaldehid terhidrasi. Tahap kedua asetaldehid terhidrasi selanjutnya diubah menjadi asam asetat dengan bantuan enzim asetaldehid dehidrogenase (Prescott and Dunn, 1959). Golongan bakteri yang mengoksidasi etanol menjadi asam asetat dikenal sebagai bakteri asam asetat. Bakteri asam asetat diklarifikasikan menjadi 2 genera, yaitu Gluconobacter dan Acetobacter. Gluconobacter mengokidasi etanol menjadi asam asetat, sedangkan Acetobacter dapat mengoksidasi asam asetat lebih lanjut menjadi CO2 dan H2O. Bakteri asam asetat yang dewasa ini banyak digunakan untuk memproduksi vinegar secara komersial adalah galur dari spesies Acetobacter aceti, A. Pasteurianus, A. Peroxidans dan Gluconobacter oxidans. Bakteri asam asetat sangat bervariasi dan mudah mengalami perubahan-perubahan sifat fisiologis dan aktivitas metabolik. Karena itu bagi industri vinegar yang terpenting adalah galur bakteri asam asetat yang memilki sifat-sifat: 1. Toleran terhadap konsentrasi asam asetat yang tinggi. 2. Tidak mengoksidasi asam asetat 3. Mempunyai produktivitas yang tinggi 4. Kebutuhan nutrien sedikit 5. Tahan terhadap infeksi Bakteri asam cuka termasuk golongan bakteri gram negatif aerobik, langsung dicampurkan dalam medium. Penyimpanan harus di tempat dingin dan dijauhkan dari area panas.
Proses Pengolahan ● Bahan Baku Berbagai produk hasil pertanian yang mengandung gula yang tinggi dapat digunakan sebagai bahan baku untuk memproduksi cuka. Beberapa negara di benua Amerika dan Eropa
menggunakan sari buah dari berbagai jenis buah-buahan sebagai bahan bakunya. Di Jepang, cuka diproduksi dengan menggunakan bahan baku beras yang telah mengalami proses sakarifikasi. Di Indonesia, nira aren sering digunakan oleh masyarakat pedesaan untuk membuat cuka lahang, yaitu sejenis cuka yang dibuat secara tradisional melalui proses fermentasi spontan. Cuka atau vinegar dalah suatu bahan penyedap yang dihasilkan dengan cara fermentasi dari bahan dasar yang mengandung gula atau pati. Karena kandungan dari bahan penyusun cuka baik asam cuka maupun bahan lain sangat bervariasi, meskipun dalam jumlah yang sangat kecil, vinegar dari bermacam-macam bahan baku memliki aroma yang berbeda-beda. Anggur dan Cider dapat menghasilkan vinegar dengan kualitas yang paling baik (Tjokroadikoesoemo, 1993). Suatu kesepakatan antara Society of Public Analyser (SPA) dan Federasi Malt Vinegar Browers bahwa semua jenis vinegar termasuk produk non-brewed (tidak diproduksi melalui proses fermentasi), harus mengandung paling sedikit 4 % (w/v) asam asetat standar vinegar kemudian ditetapkan oleh Food Standard Committee (1971), yang merekomendasikan definisi sebagai berikut : ● Vinegar adalah cairan yang diproduksi oleh bahan baku yang mengandung pati dan gula melalui dua tahap proses fermentasi alcoholic dan acetous, dan yang mengandung paling sedikit 4 % (w/v) asam asetat. ● Vinegar malt adalah yang diproduksi melalui dua tahap proses fermentasi, alcoholic dan acetous, tanpa diselang oleh proses destilasi dari barley yang berkecambah dengan atau tanpa penambahan serealia, dimana pati dikonversi menjadi gula hanya oleh enzim diatase yang terkandung dalam kecambah malt. ● Vinegar biji-bijian adalah vinegar yang diproduksi melaui dua tahap proses fermentasi, alcoholic dan acetous, tanpa destilasi intermediate, dari biji-bijian seralia, dimana pati dikonversi menjadi gula melalui proses selain proses oleh diastase. ● Spirit vinegar adalah vinegar yang dibuat melalui proses fermentasi asetat terhadap destilat alkohol yang diproduksi melalui proses fermentasi alkohol dari larutan bahan baku yang mengandung gula. Jadi istilah spirit vinegar tidak boleh digunakan untuk produk yang dihasilkan melalui fermentasi asetat terhadap alkohol sintetis (Judoamidjojo, 1992). Proses Pembuatan Di dalam pembuatan vinegar dikenal dua metode pembuatan yaitu : a. Metode lambat Misalnya yang biasa dilakukan di rumah-rumah atau dibiarkan begitu saja. Metode ini juga disebut metode Prancis dan metode Orleans. Proses Orleans atau cider ditambahkan sampai mencapai 0,5 – 0,33 isi tong. Proses oksidasi dari bakteri asam asetat ini membutuhkan sejumlah besar oksigen, sehingga aliran udara dalam tong harus dikendalikan secara baik. Pada dasar tong diperlukan sumbat untuk mengeluarkan cuka yamg telah jadi, sedang pada bagian atasnya terdapat tutup yang dapat dibuka untuk menambahkan kembali substrat fermentasinya. Pada metode lambat ini, cairan alkohol tidak bergerak selama proses fermentasi. Bakteri asam asetat membentuk film atau induk cuka pada permukaan cairan. Sekali film ini terbentuk dan tidak diganggu, maka perubahan anggur atau cider akan berlangsung cepat. Pembentukan film dapat memakan waktu berhari-hari, bahkan berbulan-bulan. Metode ini dapat berlangsung secara seimbang, jika pada setiap pengeluaran cuka ditambahkan cider yang baru. Untuk membuat cuka diperlukan waktu dua sampai tiga bulan, atau bahkan lebih tergantung pada kondisinya. Metode ini menghasilkan ester terutama etil asetat yang lebih banyak daripada
metode
cepat.
b. Metode cepat Misalnya proses generator dan proses asetifikasi kultur terendam (submerged acetification process). Proses generator mulai diperkenalkan di Jerman pada tahun 1932, dan merupakan metode yang umum digunakan untuk memproduksi vinegar secara komersial. Vinegar generator merupakan tangki tegak berbentuk silinder yang di dalamnya diisi serutan kayu, arang atau yang lain, yang menjadikan permukaan bertambah luas dan merupakan tempat tumbuhnya mikroorganisme pembuat asam asetat. Suhu dari generator berkisar 27 – 30oC. Asetifikasi kultur terendam adalah proses terbaru untuk merubah alkohol menjadi asam asetat. Bakteri asam asetat tidak saja tumbuh di permukaan cairan, tetapi terutama di dalam cairannya. Peralatannya disebut asetator dimana Acetobacter aceti tersuspensi pada medium alkohol pada peralatan yang dilengkapi dengan aerator dan pendingin. Bakteri asam asetat terus-menerus kontak dengan oksigen. Diameter gelembung udara yang dikehendaki adalah sekitar 1 mm. Fermentor pembuatan cuka secara kultur rendam yang paling umum adalah Asetator Fring. Alat ini mempunyai efisiensi yang tinggi dalam mentransfer oksigen, dimana dengan sistem batch selama 35 jam dapat menghasilkan 12 % asam asetat. Asetifikasi secara kultur rendam ini dapat dengan kultur murni, akan tetapi kondisinya tidak selalu harus aseptik. Kondisi yang tidak aseptik ini dapat ditoleransi dikarenakan pH yang rendah serta adanya alkohol dalam medium fermentasi, dimana hal ini merupakan penghambat bagi mikroorganisme lainnya. Keuntungan penggunaan asetataor diantaranya adalah : 1. Prosesnya lebih cepat sehingga memungkinkan lebih banyak cuka yang dihasilkan dalam waktu yang singkat 2. Biayanya lebih murah, karena tidak menggunakan bahan padat untuk menambah luas permukaan, seperti misalnya pada proses generator 3. Asetator dapat dihidup-matikan sewaktu-waktu sesuai kebutuhan 4. Macam dari medium alkohol dapat langsung diganti-ganti. 5. Rasa asam asetatnya lebih enak, hal ini disebabkan karena bakterinya masih tinggal bersama asam asetatnya Produksi asam asetat melalui fermentasi kultur rendam ini mempunyai kekurangan. Diantaranya adalah produk harus mengalami filtrasi untuk menghilangkan bakteri yang ada di dalamnya, dimana pada sistem tong kayu dan metode tricke dengan generator produk yang dihasilkan bersih dari bakteri karena bakteri terkumpul pada perikel (tong) atau berkumpul pada serutan kayu. Dalam sistem kultur rendam dengan sistem berkesinambungan akan dihasilkan efisiensi yang tinggi, yaitu 90 – 98 % alkohol dapat dikonversi menjadi asam asetat. Proses pembuatan vinegar (asam asetat) dilakukan melalui proses asetifikasi dari alkohol menjadi asam asetat. Untuk memproduksi secara tradisional yang biasa dilakukan di Indonesia yaitu dengan menggunakan metode lambat. Pada pembuatan vinegar dengan cara ini biasanya menggunakan bahan baku air kelapa yang mengalami peragian (fermentasi) secara spontan. Cara pembuatannya adalah sebagai berikut, pertama air kelapa dimasukkan ke dalam gentong tanah (guci) yang biasa dipakai dalam pembuatan cuka. Gentong-gentong tersebut tidak pernah dicuci atau dibersihkan sejak pertama kali digunakan dalam pembuatan cuka. Hal ini dimaksudkan untuk mendapatkan sisa biang cuka dari pembuatan asam cuka sebelumnya. Setelah air kelapa dimasukkan dalam gentong lalu wadah tersebut diletakkan di tempat yang memiliki aerasi yang cukup baik selama 1 – 2 bulan.
Selama penyimpanan tersebut, senyawa gula yang terdapat di dalam air kelapa mengalami proses fermentasi menjadi alkohol dan berlanjut menjadi asam cuka yang diperjual belikan. Diagram alir pembuatan vinegar dari air kelapa dapat dilihat pada gambar dibawah ni :
Air
kelapa
Penyaringan
Dimasukkan mengandung
Inkubasi
dalam
gentong
yang cuka
biang
selama
1
–
2
bulan
Vinegar (asam cuka) Pembuatan cuka memerlukan dua proses fermentasi. Pertama adanya perubahan gula menjadi alkohol oleh khamir dan yang kedua adalah perubahan alkohol menjadi asam asetat yang dilakukan oleh bakteri asam asetat. Salah satu penyebab kegagalan dalam pembuatan cuka, dan merupakan faktor yang seringkali tidak diperhatikan adalah bahwa pembuatan cuka melibatkan dua macam fermentasi yang sangat berlainan dan berbeda, dan bahwa yang pertama harus diselesaikan sebelum yang kedua dimulai (Desroiser, 1988). Penyimpanan dan penuaan asam asetat dapat dilakukan selama beberapa bulan. Penuaan ini diperlukan untuk semua jenis asam asetat, kecuali asam asetat yang didestilasi. Penuaan ini dimaksudkan untuk meningkatkan kualitas dari asam aetat. Dengan adanya penuaan, maka padatan yang terdapat dalam asam asetat akan mengendap, juga selama penyimpanan residu etanol akan membentuk ester-esternya. Penuaan asam asetat dilakukan di dalam tong atau tangki dalam kondisi anaerobik (Budiyanto, 2002). Pengendalian Fermentasi Dalam proses pembuatan cuka, ada beberapa langkah pengendalian fermentasi yang perlu dilakukan sehingga hasil fermentasi yang berupa vinegar sesuai yang diinginkan. a. Pada saat fermentasi alkohol, nutrisi yang dibutuhkan oleh khamir untuk melakukan fermentasi harus dipenuhi. Selain gula dan sebagian merupakan padatan cider, substansi yang dinyatakan oleh keasaman dan abu sangat diperlukan oleh khamir. Demikian pula dengan kebutuhan mineral dalam abu yang penting untuk pertumbuhan mikroba. b. Suhu 75 – 80oF merupakan suhu yang sesuai yang harus dipertahankan selama fermentasi alkohol. Pada suhu mendekati 100oF fermentasi menjadi terhambat dan berhenti pada suhu
105oF. c. Fermentasi alkohol harus dilakukan dalam kemasan, sehingga sari buah tidak terkena udara secara berlebihan. Suatu tong diletakkan secara horizontal dengan lubang tong ditutup kapas atau perangkap udara. Untuk sejumlah kecil dapat digunakan botol besar yang mulutnya disumbat dengan kapas. Kemasan jangan ditutup rapat, sebab dapat meledak. Peristiwa ini terjadi karena adanya tekanan dari gas yang dihasilkan. d. Untuk mencegah pertumbuhan organisme yang tidak dikehendaki ialah dengan menambahkan cuka yang kuat yang belum dipasteurisasikan kedalam sari buah yang diperoleh sesudah fermentasi alkohol selesai. Penambahan cuka tersebut dimaksudkan sebagai inokulasi yang penuh dengan bakteri asam cuka pada sari buah beralkohol tersebut. e. Sesudah fermentasi asetat berjalan sempurna, cuka tidak boleh kontak dengan udara, sebab cuka dapat teroksidasi lebih lanjut menjadi karbondioksida dan air, sehingga kadar asam menurun agak lebih cepat sampai pada suatu kondisi yang tidak diinginkan. Untuk mengatasi hal ini cuka harus ditempatkan dalam kemasan yang tertutup rapat dengan isi yang penuh. f. Fermentasi asam asetat terjadi sangat cepat, bila cider mengandung 6 – 8 % alkohol, tetapi 12 % alkohol masih dapat ditolerir. Kegiatan fermentasi berjalan lambat bila alkohol yang ada hanya 1 – 2 %. Selama kegiatan fermentasi, dihasilkan panas yang cukup untuk menaikkan suhu generator (metode cepat). Aktivitas fermentasi akan terus berlangsung pada suhu antara 68 – 96oF. Kriteria Hasil Akhir Secara teoritis, untuk setiap 100 bagian gula yang tedapat dalam cider dihasilkan 51 bagian alkohol dan 49 bagian karbondioksida. Dalam praktek, diperoleh antara 45 – 47 bagian alkohol karena sebagian dari gula digunakan untuk khamir atau hilang untuk menghasilkan substansi lain. Dalam hal ini, bila digunakan 100 bagian gula maka dimungkinkan untuk mendapatkan 50 – 55 bagian asam asetat pada kondisi yang sangat sesuai. Oleh karena itu untuk menghasilkan cuka dengan kandungan asam 4 gram/100 ml minuman yang legal, perlu digunakan sari buah yang paling sedikit mengandung 85 bagian gula. Efisiensi fermentasi tergantung pada kondisi seperti pH, suhu dan aerasi. Suhu dan pH yang optimal untuk produksi asam asetat antar 20 – 30oC dan pH asam. Diposkan 13th March 2010 oleh Ananda Gagan
Fermentasi 16 APRIL 2011 / HILMAN SEPTIAWAN
Oleh : Hilman Septiawan Fermentasi adalah proses perubahan kimia dalam substrat organik oleh adanya katalisaor biokimia yaitu enzim yang di hasilkan oleh jenis mikroorganisme tertentu. Pada proses fermentasi mikroorganisme yang menguntungkan diaktifkan pertumbuhan dan metabolisme. Sedangkan mikroorganisme yang
merugikan di tekan menjadi prinsip dasar dari fermentasi ialah mengaktifkan pertumbuhan mikroorganisme proteolitik dan lipolitik. Dengan adanya kontak antara mikroorganisme dan substrat organik. Mutu substrat mengalami perubahan sifat fisik maupun kimia hal ini disebabkan karena adanya penguraian zat xat yang terkandung didalam substrat. Keuntungan fermentasi : Makanan hasil fermentasi umumnya mempunyai nilaigizi yang lebih tinggi dari pada bahan aslinya. Makanan hasil fermentasi lebih mudah dimakan daripada dalam bentuk bahan aslinya,. Makanan hasil fermentasi mempunyai faktor atau cita rasa yang lebih baik. Beberapa hasil fermentasi seperti alkohol dan asam dapat menghambat pertumbuhan mikroorganisme patogen didalam makanan misalnya bakteri clostribium batulinum. Kelemahan fermentasi Kemungkinan terjadinya keracunan pada beberapa jenis makanan hasil fermentasi disebabkan terbentuknya racun oleh mikroorganisme. Tekstur makanan hasil fermentasi berubah dan lebih permeabel terhadap air pengolahan. Jenis fermentasi yang penting dalam industri penglahan ialah fermentasi alkohol,asam asetat dan asam laktat. Hasil fermentasi terutama tergantung dari jenis substrat. Jenis mikroorganisme yang aktif dalam fermentasi dan keadaan keliling yang mempengaruhi pertumbuhan dan metabolisme mikroorganisme tersebut.pada fermentasi alkohol terjadi penguraia gula menjadi dasar dari pertumbuhan etil alkohol dan CO2 dan reaksi ini menjadi dasar dari pembuatan tape, berm, anggur, bir, dan sebagainya. Jenis mikroorganisme yang aktif dalam fermentasi ini tertama khamir.
Fermentasi asam asetat merupakan kelanjutan dari fermntasi alkohol dengan adanya oksidasi etil alkohol menjadi asam asetat dan H2O. Mikroorganisme yang berperan adalah jenis bakteri Actobacter,reaksi ini merupakan dasar pembuatan cuka. Pada fermentasi asam astat laktat gula (laktosa) bakteri asam laktat. Antara lain Lactobacillus sp dan lain lain. Hasil fermentasi asam laktat antara lain adalah acar mentimun (pickle).Asinan kutis (sever krout), Susu asam dan lain lain. Perubahan perubahan selama fermentasi Mikroba yang fermentatif dapat mengubah karbohidrat dan turunan turunannya. Terutama alkohol,asam & CO2. Mikroba proteolitik dapat memecah protein dan komponen komponen nitogen lainnya sehingga menghasilkan bau busuk. Sedangkan mikroba lipolitik akan memecah dan menghidrolisa, lemak, pospolitida, dan keturunannya dan menghasilkan bau yang tengik Bila alkohol dan asam yang dihasilkan oleh mokroba fermentatif cukup tinggi maka pertumbuhan mikroba proteolitik dan lipotik dapat dihambat. Jadi prinsip pengawetan dengan cara fermentasi sebenarnya mengaktifkan pertumuhan dan metabolisme dari mikroba pembentuk alkohol dan asam, dan menekan pertumbuhan mikroba proteolitik dan lipotik. Fermentasi gula oleh ragi misalnya Saccharomyces sp dapat menghasilkan etil alkohol atau etanol dan CO2 melalui suatu reaksi. Reaksi ini merupakan dara dari pembuatan Brem, Anggur minu, Bir, Dan lain sebagainya. Alkohol yang berasal dari fermentasi ragi dan adanya oksigen akan mengalami fermentasi lebih lanjut oleh bakteri, Misalnya Acto bacter aceti menjadi asam asetat, reaksi ini biasanya timbul dari pada pembuatan asam cuka. Gula yang terdapat didalam susu difermentasi oleh bakteri Streptococus
Latis menghasilkan asam laktat yang menebabkan turunannya PH sehingga akan mendapatkan curd. Reaksi tersebut terjadi pada waktu pembuatan keju. Asam yang dihasilkan dari fermentasi ini dengan adanya oksigen dapat dipecah lebih lanjut oleh kapang. Jika hal ini terjadi maka peranan asam sebagai pengawet melawan mikroba lainnya aka berkurang atau hilang. Protein dipecah oleh bakteri proteolitik misalnya prateus ulgalinus atau mikroba lainnya menghasilkan bermacam macam komponen yang mengandung nitrogen dan menimbulkan bau busuk pada makanan misalnya NH3. Bau busuk pada kotoran juga disebabkan oleh karena adanya pemecahan protei. Misalnya protei n yang mengandung asam amino trytophan didalam perut besar dipecah menjadi senyawa indo dan skatel yang berbau busuk. Lemak dapat dipecah oleh bakteri lipolitik misalnya alcali ganez lipolyticus atau mikroorganisme lainnya menghasilkan asam asam lemak. pemecahan ini dapat menyebabkan bau tengik pada makanan. Faktor faktor yang mempengaruhi fermentasi Asam Suhu Garam Oksigen Mikroorganisme Alkohol 1. Asam = sebagian besar bahan makanan dalam bentuk segar bersifat asam .pH sayuran berkisar 6,5-4,6. Sedangkan buah buahan 4,5-3. Makanan yang mengandung asam biasanya tahan lama, dan jika oksigen cukup jumlahnya dan kapang akan tumbuh serta fermentasi berlangsung terus. Maka daya awet dari asam tersebut akan hilang. Pada keadaan ini
mikroba proteoitik dan lipoti. Pada buah buahan dan sari buah kapang dan khamir akan cepat tumbuh, sedangkan pada khamir aktifitas khamir berkurang. 2. Suhu = setiap golongan mokroorganisme mempunyai suhu optimum untuk pertumbuhannya, suhu fermentasi menentukan macam macam mikroorganisme yang berpengaruh selama fermentasi misalnya pada pembuatan sayur asin. Ada 3 macam mikroba yang memegang peranan yang masing masing mempunyai suhu optimum . mikroba ini mengubah gula dari kubis menjadi asam laktat, asam asetat dan lain lainnya. Jika konsentrasi asam sudah tercapai maka fermentasi dinaikan dengan menaikan suhu. 3. Garam = Mikroba dapat dibedakan berdasarkan ketahanannya terhadap garam. Mikroba dapat digabungkan berdasarkan toleransinya terhadap garam. Mikroorganisme yang membentuk asam laktat toleran terhadap konsentrasi garam 10% s/d 18%. Sedangkan bakteri proteolitik dan penyebab kebusukan tidak toleran terhadap kadar garam lebih dari 2,5%. Bakteri yang tahan pada medium dengan konsentrasi garam tinggi disebut bakteri halopilik bakteri yang tahan pada garam sampai dengan 205% s/d 30%. Alat untuk mengukur garam adalah salometer. 4. Oksigen = tersedianya oksigen memegang peranan penting bagi pertumbuhan mikroorganisme. Setiap mikroorganisme membutuhkan jumlah oksigen yang berlainan untuk pertumbuhan atau membentuk sel sel baru. Untuik ragi roti dan ragi anggur keduanya akan tumbuh bila dengan aerobik. 5. Mikroorganisme = jika mikroorganisme terdapat dalam jumlah banyak dan cepat berkembang biak maka mikroorganisme dapat menguasai lingkungannya dan memungkinkan mikroorganisme untuk tumbuh. Untuk fermemntasi digunakan mikroorganisme berupa kultar murni atau stater. Stater yaitu bahan bahan yang telah mengalami fermentasi. Stater dapat disimpa dalam keadaan kering atau dalam keadann beku. Pada pemuatan
tempe atau oncom biasanya digunakan hancuran tempe aau oncom yang sudah jadi. Pada pembuatan tape digunakan khamir yang dicampur dengan tepung beras kering. 6. Alkohol = dapat berfungsi sebagi pengawet dan tergantung pada konsentrasinya . ragi tiak tahan terhadap alkohol pada jumlah tertentu.
Selasa, 13 Oktober 2015 FERMENTASI CUKA Pengertian Asam asetat merupakan salah satu produk industri yang banyak dibutuhkan di Indonesia. Asam asetat dapat dibuat dari substrat yang mengandung alkohol, yang diperoleh dari berbagai macam bahan seperti buah buahan, apel, kulit nanas, pulp kopi, dan air kelapa. Hasil dari fermentasi asam asetat sering disebut sebagai vinegar yang berarti sour wine. Vinegar berasal dari bahasa Perancis, vindiger (vin=wine, digger=sour). Pada saat ini cuka atau vinegar dibuat dari bahan kaya gula seperti buah anggur, apel, nira kelapa, malt, gula sendiri seperti sukrosa dan glukosa, dimana pembuatannya melibatkan proses fermentasi alokohol dan fermentasi asetat secara berimbang Cuka Cuka adalah larutan encer asam asetat yang dihasilkan melalui dua tahap fermentasi, yaitu proses fermentasi gula menjadi etanol oleh sel khamir dan proses oksidasi etanol menjadi asam asetat oleh bakteri asam asetat. Cuka dapat dibuat dari berbagai jenis bahan yang menghasilkan larutan atau sari (juice) yang mengandung gula, terutama jenis gula yang dapat difermentasikan, antara lain buah – buahan. Selain itu bahan yang mengandung pati seperti serealia dan umbi – umbian juga dapat digunakan setelah terlebih dahulu dilakukan proses sakarifikasi, yaitu proses perubahan pati menjadi gula – gula sederhana. Untuk menghasilkan cuka dengan konsentrasi asam asetat yang diinginkan, substrat yang digunakan harus mengandung gula dalam jumlah yang cukup. Substrat dengan kandungan gula yang rendah dapat ditambah dengan gula dari bahan lain atau dipekatkan dengan penguapan. Cuka digunakan sebagai bahan penimbul rasa dan bahan pengawet. Daya pengawet cuka disebabkan karena kandungan asam asetatnya. Tiga jenis bahan baku yang
dapat digunakan ,yaitu: Bahan berkadar gula rendah, bahan berkadar gula tinggi dan bahan berkadar pati tinggi Faktor Faktor yang Diperhatikan dalam Pembuatan Vinegar (Asam Asetat) Pada Umumnya a.
Pemilihan mikroba
Bakteri yang dapat memenuhi syarat yaitu yang produktivitasnya tinggi dan mempunyai rasa enak. Sebagai contoh Bacterium schutzen bachil / Baterium cuvrum biasanya dipakai untuk memproduksi asam cuka biasanya dipakai asam cuka dari etanol dengan quick vinegar process, sedang Bacteruim orleanense pada proses Orleans (proses lambat) b. Kualitas bahan dasar Sebagai bahan dasar adalah semua bahan yang dapat difermentasikan menjadi alkohol.bisa dari jus buah buahan seperti buah apel, anggur, jeruk, bahan bahan bergula , beer, anggur/ wine. c. Fermentasi oleh yeast Sebelum fermentasi asam cuka, gula yang berasal dari bahan dasar difermentrasikan menjadi alkohol, sehingga yeast yang dipakai harus diseleksi, demikian juga faktor faktor yang mempengaruhi selama fermentasi menjadi alkohol harus diperhatikan. d. Keasaman Kadar alkohol terbaik dan dapat segera difermrntasikan 10-13%. Bila kadar alkohol 14% atau lebih maka oksidasi alkohol menjadi asam cuka tidak atau kurang sempurna sebab perkembangan bakteri asam cuka terhambat. Sedang bila kadar alkohol rendah mungkin akan banyak vinegar yang hilang bahkan pada konsentrasi alkohol 1-2% ester dan asam cuka akan dioksidasi yang mengakibatkan hilangnya aroma dan flavor( aroma dan flavor menjadi jelek).
e. Supporting medium/ bahan penyangga Bahan penyagga ini dimaksudkan untuk memperluas permukaan yang berhubungan dengan udara serta tempat melekatnya koloni bakteri bakteri asam cuka sehingga proses fermentasinya menjadi lebih cepat. Sebagai bahan penyangga dapat dipakai chips/ pasahan/ tatal kayu, arang, ranting anggur, tongkol jagung, dan sebagainya. Bahan penyangga tersebut tidak boleh bersifat racun, serta tidak boleh mengandung besi, tembaga, sulfur, atau ion ion lainnya yang mempengaruhi vinegar. f. Suhu
Suhu selama fermentasi mempengaruhi pertumbuhan dari bakteri asam cuka. Bila suhu: 12-15˚C : pertumbuhan bakteri lambat, sel selnya menjadi gemuk, pendek. 42-45˚C : sel bakteri akan memanjang membentuk semacam mycelium yang tidak bersekat 15-34˚C : pertumbuhan sel normal dan cepat Untuk fermentasi asam cuka suhu yang paling sesuai 26,7-29,4˚C, sebab bila suhu rendah fermentasi akan berjalan lambat sedang bila suhu tinggi akan banyak alkohol yang menguap bersamasama dengan bahan bahan volatile yang membentuk flavor dan aroma dari asam cuka sehingga asam cuka yang dihasilkan akan mempunyai flavor ataupu aroma yang kurang sedap/ enak.
Kegunaan Asam Asetat a.
Penambah rasa pada makanan dalam industri makana
b.
Memperbaiki flavor pada pembuatan mayonaise
c.
Memperbaiki flavor dan pengawet pada pembuatan acar
d. Antiseptic e.
Mencegah tumbuhnya jamur pada roti
Prinsip Pembuatan cuka memerlukan dua proses fermentasi yaitu : 1.
Perubahan gula menjadi alkohol oleh khamir
2.
Perubahan alkohol menjadi asam cuka, dilakukan bakteri asam cuka.
Tahap – tahap fermentasi cuka : a. Fermentasi Alkohol Sel khamir yang biasa digunakan dalam fermentasi alkohol adalah galur – galur dari spesies Saccharomyces cereviceae. Proses fermentasi alkohol hampir tidak pernah bebas dari kontaminasi, kecuali bila dilakukan sanitasi yang memadai baik terhadap lingkungan maupun alat yang digunakan. Tahap fermentasi alkohol untuk memproduksi asam cuka dapat dilakukan tanpa memerlukan pengaturan suhu, terutama bila dilakukan dalam skala kecil, karena suhu lingkungan sesuai untuk pertumbuhan dan aktivitas sel khamir. Reaksi yang terjadi adalah: C6H12 O6 +S.Cereviceae → C2H5OH + 2CO2 Glukosa b. Fermentasi Asetifikasi (Asam Cuka)
Etanol
Asetifikasi adalah proses oksidasi etanol oleh bakteri menjadi asam asetat dan air. Golongan bakteri yang mengoksidasi etanol menjadi asam asetat disebut sebagai bakteri asam asetat. Bakteri yang biasa digunakan adalah Acetobacter aceti. Secara kimia proses oksidasi tersebut adalah : C2H5 OH + O2 + Acetobacter aceti → CH3 COOH + H2 O Etanol
Oksigen
Asam Asetat Air
Etanol oksigen As.Asetat Air 132 Asam cuka tidak boleh kontak dengan udara, sebab dapat teroksidasi lebih lanjut menjadi air dan karbondioksida. Oleh karena itu Asam cuka harus dalam keadaan tertutup rapat. Reaksinya menjadi: CH3 COOH + 2O2 → 2H2 O + 2CO2
Macam Macam Acetobacter pada Asam Cuka a. Acetobacter xylinum Mengandung selulosa yang identik dengan selulosa kapas dalam mengabaikan sinar X. Hal ini biasanya untuk mengadakan oksidasi. Adanya makanan dapat dibuktikan dengan sejenis asam organik dan senyawa lain dalam medium murni yang mengandung substrat zat organik seperti selulosa, bakteri notrogen bebas. Genus Acetobacter termasuk organisme aerob. b. Acetobacter sub-oxydans Bakteri asam asetat dipakai untuk oksidasi asam gula sorbitol untuk sarbose yang dipakai pada produksi vitamin C dan oksidasi gliserol untuk dehidrasi aseton. Bakteri ini mempunyai kecenderungan kecil-kecil untuk proses yang lebih cepat.
DAFTAR PUSTAKA Abdullah, MS.Phd. Diktat Mikrobiologi Industri . Jurusan Teknik Kimia Fakult Universitas Diponegoro : Semarang Alba, S. Humpey NE and Miks.1973. Biochemical Engineering 2nd. Accadem Press : New York Santosa, Hieronymus. Budi. 1995. Teknologi Tepat Guna. Yogyakarta: Penerbi Kanisius. Hal 17-25. Suwaryono, Oyon. 1988. Fermentasi Bahan Makanan Tradisional. Yogyakarta : Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi, Universitas Gadjah Mada. Hal 15 - 20 Diposkan oleh nurul masitha di 22.17
Tinjauan pustaka A. Apel Apel adalah tanaman buah yang biasa tumbuh di iklim sub tropis, apel di Indonesia dikembangkan di beberapa wilayah, terutama di wilayah Pasuruan, khususnya di Kecamatan Tutur Nongkojajar. Pada pembuatan Cuka apel, buah apel yang dipakai dalam pembuatannya adalah jenis Apel hijau malang (manalagi) nama latinnya Malus sylvestris mill yang berasal dari Australia dan dan kini sedang dikembangkan di Indonesia (Anonymous,2005). Apel untuk cuka biasanya terlalu masam dan sepat untuk dimakan segar tetapi memberikan rasa yang memuaskan pada cuka. a. Sistematika Divisi Subdivisi
: spermatophyte : angiosperma
Klas
: dicotyledonae
Ordo
: Rosales
Famili
: Rosaceae
Genus
: Malus
Species
: Malus sylvestris mill
b. Jenis Jenis Apel Jenis jenis apel yang dikembangkan di Indonesia adalah: 1. Rome beauty 2. Manalagi 3. Anna princess nobble 4. Wanglin 5. New Zeland (Soelarso, 1996) c. Kandungan Apel 1) Flavonoid Flavonoid pada buah apel paling banyak dibandingkan dengan buah –buahan lain. Flavonoid tersebut, mampu menurunkan risiko kena penyakit kanker paruparu sampai 50 persen, selain itu juga quacertin, sejenis flavonoid yang
terkandung dalam apel, dapat membantu mencegah pertumbuhan sel kanker prostat (klinikmayo.2010). 2) Fitokimia Fitokimia di dalam apel juga akan berfungsi sebagai antioksidan yang melawan kolesterol jahat (LDL, Low Density Lipoprotein), yang potensial menyumbat pembuluh darah dan juga Antioksidan akan mencegah kerusakan sel-sel atau jaringan pembuluh darah. Pada saat bersamaan, antioksidan akan meningkatkan kolesterol baik (HDL, High Density Lipoprotein), yang bermanfaat untuk mencegah penyakit jantung dan pembuluh darah (British Medical Journal,1996). 3) Pektin Kandungan pektin (serat larut yang dikandung buahbuahan dan sayuran), telah diteliti dan terbukti menurunkan kadar kolesterol di dalam darah. Secara spesifik pada sebuah penelitian awal, terbukti bahwa dalam apel ditemukan asam Dglucaric yang bermanfaat mengatur kadar kolesterol, jenis asam ini mampu mengurangi kolesterol sampai 35 persen. Apel sebesar lima gram berukuran sedang mempunyai serat yang tinggi dan serat ini bermanfaat untuk melencarkan pencernaan dan menurunkan berat badan (Cornell University.Amerika,1996). 4) Tannin Apel mengandung tannin yang berkonsentrasi tinggi. Tannin ini mengandung zat yang dapat mencegah kerusakan gigi dan penyakit gusi yang disebabkan oleh tumpukan plak. Tidak hanya itu, tannin juga berfungsi mencegah infeksi saluran kencing dan menurunkan risiko penyakit jantung (Yuliati, 2007). B. Cuka Apel Cuka apel adalah cairan hasil fermentasi buah apel segar yang mula mula gula diubah menjadi alkohol (etanol), kemudian alkohol ini diubah menjadi asam asetat (Anonymous, 2006).
C. Asam Asetat (CH3COOH) Asam asetat, asam etanoat atau asam cuka adalah senyawa kimia asam organik yang dikenal sebagai pemberi rasa asam dan aroma dalam makanan. Asam cuka memiliki rumus empiris C2H4O2. Rumus ini seringkali ditulis dalam bentuk CH3-COOH, CH3COOH, atau CH3CO2H. Asam asetat murni (disebut asam asetat glasial) adalah cairan higroskopis tak berwarna, dan memiliki titik beku 16.7°C. Asam asetat merupakan salah satu asam karboksilat paling sederhana, setelah asam format. Larutan asam asetat dalam air merupakan sebuah asam lemah, artinya hanya terdisosiasi sebagian menjadi ion
H+ dan CH3COO-. (Depkes RI,1995) Fermentasi asam asetat adalah fermentasi aerobik atau respirasi oksidatif, yaitu respirasi dengan oksidasi berlangsung tidak sempurna dan menghasilkan produk-produk akhir berupa senyawa organik seperti asam asetat. Proses ini dilakukan oleh bakteri dari genus Acetobacter dan Gluconobacter. Kondisi respirasi oksidatif ini dapat dilakukan dengan kultur murni, tetapi kondisinya tidak selalu aseptis oleh karena pH yang rendah serta adanya alkohol dalam media merupakan faktor penghambat bagimikroorganisme lain selain Acetobacter acetii. Mekanisme fermentasi asam asetat ada 2 yaitu fermentasi alkohol dan fermentasi asam asetat. Pada fermentasi alkohol mula-mula gula yang terdapat pada bahan baku akan dibongkar oleh khamir menjadi alkohol dan gas CO2 yang berlangsung secara anaerobik. Setelah alkohol dihasilkan maka dilakukan fermentasi asam asetat,dimana bakteri asam asetat akan mengubah alkohol menjadi asam asetat.Setelah terbentuk asam asetat fermentasi harus segera dihentikan supaya tidak terjadi fermentasi lebih lanjut oleh bakteri pembusuk yang dapat menimbullkan kerusakan (Day JR, R.A. dan AL Underwood, 2002).
2.2 Alat dan bahan pembuatan cuka apel 1.
Bahan-bahan yang di gunakan :
-
Apel 500 gr
-
Gula 100 gr
-
Air 500 ml
-
amonium phosphat [ (NH4)3 PO4] 0,25 gram/liter
-
kalsium metabisulfit 0,125 gram/liter
-
NaHCO3
-
asam sitrat
ragi roti (Saccharomyces cereviseae) sebanyak 0,5 gr untuk 500 ml sari buah apel. 2.
Peralatan yang digunakan adalah sebagai berikut :
-
Timbangan
-
Kain saring
-
Baskom
-
Panci
-
toples
-
kompor
-
belender
-
labu ukur
-
lilin
2.3 Pembahasan 2.3.1
Pengertian Bioteknologi
Menurut sebagian orang bioteknologi adalah pemanfaatan organisme (mikroba) atau produksi organisme yang bertujuan untuk menghasilkan produk atau jasa yang menguntungkan manusia. Bioteknologi dibagi menjadi 2 yaitu bioteknologi konvensional dan bioteknologi modern. Bioteknologi konvensional adalah proses fermentasi yang masih mengandalkan kemampuan alami dari mikroorganisme (belum ada rekayasa). Sedangkan Bioteknologi modern adalah proses yang mengandalkan mikroorganisme yang sudah di rekayasa. Proses pembuatan cuka apel termasuk kedalam bioteknologi konvensional.
2.3.2
pengertian fermentasi
Pada organisme tingkat tinggi, fermentasi terjadi apabila dalam proses respirasi tidak tersedia oksigen. Fermentasi terdiri tas dua tahap, yaitu tahap glikolisis dan pembentukan NAD+. Pada proses tersebut, asam pirufat hasil glikolisis tidak di ubah menjadi asetil Co-A. Namun senyawa tersebut akan di reduksi menjadi senyawa lain dengan bantuan NADH. Ada perbedaan antara fermentasi dengan respirasi anaerob. Fermentasi tidak melibatkan mitokondria, sedangankan respirasi anaerob melibatkan mitokondria. Dalam fermentasi, dari satu molekul glukosa akan di hasilkan 2 ATP. Fermentasi dapat dibedakan menjadi dua macam berikut : A. Fermentasi Asam Laktat Fermentasi asam laktat terjadi pada sel-sel otot. Proses tersebut mengunakan bahan baku berupa asam piruvat ( hasil dari glikolisis). Hasil dari proses tersebut berupa asam laktat dan ATP. Timbunan asam laktat yang berlebuhan dapat mengakibatkan otot terasa nyeri dan lelah. Berikut adalah reaksi fermentasi dari asam laktat : Glukosa → 2 Asam piruvat → 2 fosfoenol piruvat → 2 asam laktat ↓ Glikolisis
B. Fermentasi alkohol Fermentasi alkohol dapat terjadi pada khamir dan yeast (saccharomyces sp). Pada proses tersebut menggunakan bahan baku berupa asam piruvat. Hasil dari proses tersebut berupa etanol, CO2, dan ATP. Berikut adalah reaksi fermentasi alkohol : Glukosa → 2 asam piruvat → 2 asetaldehid → 2 etanol ↓ Glikolisis
2.3.3
Sejarah Cuka Apel
Cuka apel telah di gunakan selama ribuan tahun untuk mengobati berbagai keluhan penyakit. Hipporocates, bapak kedokteran modern, merekomendasikan penggunaan cuka apel yang dicampur dengan madu untuk mengobati demam dan flu pada tahun 400 SM. Sejak itu Cuka apel terus digunakan untuk mengobati berbagai penyakit termasuk nyeri. Cuka apel juga digunakan oleh tentara romawi dan para para pendekar samurai jepang sebagai ramuan untuk kesehatan, kekuatan, dan vitalitas. Cuka apel juga digunakan untuk perang saudara Amerika serikat sebagai antiseptik untuk membersihkan luka para tentara dan terus digunakan untuk tujuan yang sama pada perang dunia I.
2.3.4 Proses pembuatan asam cuka dari buah apel melalui proses fermentasi
1. Cara membuat Cuka apel adalah sebagai berikut: a. Disiapkan buah apel yang masak dan tidak busuk, dicuci bersih, jangan dikupas kulitnya, direbus dan ditambah air sebanyak 500 ml sampai mendidih agar buah apel tidak terjadi pencoklatan pada saat diblender, didinginkan.
b. Buah apel yang sudah direbus, dipotong kecil – kecil, diblender bersama dengan air rebusan buah apel, Kemudian disaring dengan kain saring untuk mendapatkan sari buah (filtrat).
c. Diatur pH dari filtrat menjadi ± 4,5. Bila pH < 4 ditambahkan NaHCO3 dan bila > 5 ditambahkan asam sitrat.
d. Larutan sari buah apel ditambahkan gula pasir sebanyak ± 10% (100 gr per liter),dan ditambah air sebanyak 500 ml, dipasteurisasikan pada suhu 70 – 80 ºC selama 15 menit (dihitung mulai dari setengah mendidih), lalu didinginkan dengan cara diangin-anginkan sampai suhunya turun, diaddkan ke dalam labu ukur 500 ml dihomogenkan, Kemudian dimasukan dalam botol fermentasi, Ditambahkan ragi roti (Saccharomyces cereviseae) sebanyak 0,5 gr untuk 500 ml sari buah apel.
e. Botol fermentasi disumbat dengan karet / gabus yang diberi lubang kecil untuk memasukkan pipa plastik yang berbentuk “U” serta rapatkan lubang gabus tadi dengan lilin dan ujung pipa dan ujung pipa dimasukkan ke dalam air dimasukkan ke dalam air.
f. Dibiarkan pada suhu ruangan ± 14 hari. Fermentasi berlangsung bila timbul gas CO2 yang terlihat dalam air berupa gelembung udara. Fermentasi akan berlangsung terus sampai gula dalam sari buah habis.
g. Selama peragian, botol penampung diisi air untuk menghalangi masuknya udara dari luar.
h. Apabila fermentasi telah selesai, larutan sari buah yang telah difermentasi disaring dengan menggunakan corong yang dilapisi kapas bersih.
i. Supaya ragi dapat tumbuh dan bekerja dengan baik dapat ditambahkan amonium phosphat [ (NH4)3 PO4] 0,25 gram/liter.
j. Untuk menghambat atau membunuh pertumbuhan mikroorganisme (bakteri atau kapang) yang tidak dikehendaki
dapat ditambahkan kalsium metabisulfit 0,125 gram/liter.
k. Awal fermentasi dihasilkan kadar alkohol hingga mendapatkan hasil kadar alkohol optimum. Setelah kadar alkohol optimum tercapai lakukan fermentasi kembali sehingga didapatkan kadarasam asetat optimum dalam pembuatan cuka apel, semakin lama fermentasi maka semakin bagus pula kadar asam asetat yang terjadi.
2. Hasil Reaksi Fermentasi Hasil reaksi proses fermentasi pada produksi cuka apel adalah : Gula (Glukosa, fruktosa, atau sukrosa) → Alkohol (etanol) + karbondioksida + energi (ATP) + asam asetat.
Fermentasi Alkohol dalam persamaan berikut : C6H12O6 + Saccharomyces cereseviae → 2C2H5OH + 2CO2 ↓
↓
Gula Sederhana
Khamir
↓ Alkohol Karbondioksida
Fermentasi Alkohol dalam persamaan berikut : C2H5OH + O2 + Acetobacter acetii → CH3COOH + H2O ↓
↓
↓
Alkohol Oksigen Bakteri Cuka 2.3.5
↓ Asam asetat
↓ Air
Manfaaat dari pembuataan cuka apel
Buah apel yang selama ini kita kenal dengan segala kandungan vitamin, mineral, serta unsurunsur lainnya seperti fitokimian, serat tanin, dll, ternyata dapat juga diolah menjadi cuka. Cuka apel (apple cider vinegar) berasal dari hasil fermentasi buah apel segar. Cairan bening kuning keemasan ini memiliki rasa yang masam dan aroma segar menyengat. Konon, cuka apel sudah digunakan sejak ratusan tahun yang lalu untuk mengurangi nyeri pada artritis, mengobati sakit tenggorokan, hipertensi, peningkatan kadar kolesterol, jerawat, dan gangguan kulit. Cuka apel juga telah dimanfaatkan oleh orang Mesir dan Romawi zaman dulu sebagai ramuan herbal. Cuka apel tidak menimbulkan keasaman dalam tubuh, walaupun sebenarnya rasa dari cuka apel tersebut masam. Seperti kita ketahui, tidak selalu makanan yang rasanya asam memiliki pH asam. Contoh, jeruk, nanas, mangga, jeruk nipis, atau jeruk lemon termasuk
makanan dengan pH basa. Sebaliknya makanan dengan pH asam tidak selalu rasanya asam. Contoh makanan dengan pH asam; daging yang dapat meningkatkan keasaman darah, coklat yang rasanya sama sekali tidak asam, dll. Hal ini disebabkan karena faktor yang menentukan makanan termasuk pembentuk asam atau basa bukan berdasarkan rasa atau baunya, melainkan dari jenis kandungan mineralnya, kadar proteinnya, dan kadar airnya. Terlalu banyak mengonsumsi makanan dengan pH asam, dapat meningkatkan keasaman dalam darah sehingga menimbulkan kondisi yang disebut asidosis. Asidosis menyebabkan gangguan metabolisme yang diikuti terjadinya pengentalan atau penggumpalan darah, salah gizi (malnutrisi), serta munculnya penyakit-penyakit degeneratif, termasuk obesitas. Adapun kandungan mineral dan vitamin dari cuka apel sebagai berikut: Kalium: merupakan salah satu mineral dalam cuka apel yang berperan dalam proses penyembuhan. Sebagai elektrolit yang komposisinya hampir sama denganelektrolit tubuh, kalium berguna meningkatkan metabolisme tubuh. Asam amino: berperan sebagai bahan untuk membangun protein yang bermanfaat mengganti sel-sel tubuh yang rusak, sebagai pemberi kalori pada tubuh, membuat protein dalam darah yang berguna untuk mempertahankan tekanan osmose darah, menurunkan kadar kolesterol darah, menjaga keseimbangan asam basa cairan tubuh. Asam amino dalam cuka apel kadarnya jauh lebih tinggi dibandingkan dengan bentuk buah apel segarnya. Vitamin dan Beta Karoten : · Vitamin A: berperan untuk menjaga kesehatan mata juga sebagai antioksidan untuk membersihkan radikal bebas yang membuat kerusakan sel. · Vitamin B1 (tiamin): memelihara sifat permeabilitas dari dinding pembuluh darah. sehingga mencegah terjadinya penumpukan cairan jaringan tubuh (oedema) seperti pada penyakit beri-beri, memelihara fungsi syaraf sehingga mencegah terjadinya neuritis, meningkatkan sistem kekebalan tubuh, mencegah rematik, kanker, arterosklerosis, stroke, dan memperbaiki kontraksi dinding lambung. · Vitamin B2 (riboflavin): berperan untuk memproses asam amino, lemak, dan karbohidrat hingga menghasilkan energi ATP yang diperlukan sel tubuh, juga sebagai antioksidan, pemeliharaan jaringan saraf, jaringan pelapis, kulit, dan kornea mata. · Vitamin C: berperan dalam pembentukan substansi antar-sel dan berbagai jaringan, meningkatkan daya tahan tubuh, dan sebagai zat antioksidan yang mampu membersihkan tubuh dari radikal bebas.
· Provitamin Beta Karoten: berperan sebagai antioksidan. Keberadaan beta karoten, vitamin A, dan bersama antioksidan lain bermanfaat untuk membersihkan radikal bebas sehingga kualitas darah dan sel lebih sehat. Magnesium: berperan sebagai perekat yang melekatkan kalsium dan fosfor pada tulang tulang dalam tubuh melawan osteoporosis, membantu fungsi saraf dan otot, mengatur irama jantung agar tetap normal, dan sebagai obat penenang alami (magnesium plus kalsium). Enzim: suatu protein yang bertindak sebagai katalis biologi untuk memperlancar metobolisme zat-zat di dalam tubuh dan sekaligus meningkatkan daya tahan atau imunitas tubuh terhadap adanya zat asing yang dapat merugikan tubuh. Serat pectin: merupakan senyawa polisakarida yang bisa larut dalam air yang berfungsi sebagai pelindung yang melindungi dinding lambung dan usus, sehingga akan terlindungi bilaterdapat luka, toksin kuman, atau asam lambung yang berlebih. Beberapa fungsi lain dari serat pectin: · Merangsang gerak peristaltic usus sehingga pencernaan terhadap makanan menjadi lebih baik. · Membentuk volume makanan sehingga memberikan rasa kenyang. · Melunakkan dan memadatkan feses sehingga memudahkan defikasi (buang air besar) dan mencegah konstipasi (sembelit). · Mencegah penyerapan lemak dan kolesterol, karena serat merangsang sekresi (pengeluaran) getah empedu yang membuat lemak menjadi emulsi dan terbuang bersama feses (kotoran). · Memperlambat penyerapan glukosa sehingga membantu mencegah kenaikan glukosa (gula darah) pada penderita diabetes mellitus. · Membentuk lapisan gel di dinding lambung sehingga efektif mengatasi penyakit maag. · Mencegah terjadinya kanker usus terutama kanker colon (usus besar). · Sebagai antikolesterol, bila berinteraksi dengan vitamin C dapat menurunkan kolesterol darah. Selain itu, pectin juga dapat menyerap kelebihan air dalam usus dan memperlunak feses serta mengikat dan menghilangkan racun dalam isi usus. Adapun khasiat dan manfaat dari cuka apel sebagai berikut: 1. Antibakteri dan antiseptik.
2. Hipokolesterolemik yaitu menurunkan lonjakan kadar kolesterol darah. 3. Meningkatkan daya tahan tubuh. 4. Melegakan saluran pernapasan. 5. Meredakan saluran pencernaan yang terganggu, kencing sakit, asma, rematik, artritis, demam, dan radang hidung. Untuk membantu mengatasi demam, oleskan cuka apel ke bagian tubuh, terutama dada, punggung, dan lipatan (siku, ketiak, dan selangkangan). 6. Meredakan rasa letih dan lesu yang diakibatkan oleh miskinnya pasokan darah yang kaya oksigen sehingga asam urat menumpuk. Jika disertai rasa tidak nyaman dan gatal, bisa jadi karena toksemia (keracunan dalam darah). Bisa diatasi dengan membuat ramuan 3/4 cangkir cuka apel, tambahkan 1/4 cangkir madu, aduk. Minumlah sedikit-sedikit. Agar badan segar sepanjang hari, enak tidur dan daya tahan tubuh lebih baik, minum setiap pagi setelah sarapan. 7. Campurkan cuka apel dan air hangat dalam jumlah yang sama. Gunakan untuk berkumur di tenggorokan sambil menengadahkan kepala, lalu buang. Berkhasiat menyembuhkan batuk dan sakit tenggorokan. 8. Sebagai obat luar, oleskan cuka apel pada luka goresan, kulit terbakar, atau tersengat matahari, bengkak, memar, eksim, keseleo, dan gigitan serangga. 9. Minum 2 sendok teh cuka ditambah air hangat sampai menjadi segelas, 2 kali setiap hari bagi penderita hipertensi dan hiperlipidermia (kadar lemak darah berlebihan). Dapat mencegah serangan jantung, stroke, katarak, rematik, alzheimer, osteoporosis (pengeroposan tulang) dan melawan kanker. Boleh ditambahkan madu dalam penyajiannya. 10. Tuang sedikit cuka apel pada kapas/perban, oleskan pada kadas, kurap dan kutu air. Bagipenderita kutu air dan kaki bau, rendam kaki dalam air hangat yang dibubuhi cuka apel. 11. Mencegah dan mengobati ketombe dengan cara menghangatkan cuka apel kemudian oleskan pada kulit kepala. Untuk dosis pemakaian cuka apel, secara umum cukup dengan ½-1 sdm cuka apel dicampur dengan segelas air. Minum 2-3 kali sehari beberapa menit sebelum makan. Dosis ini juga dianjurkan bagi penderita artritis. Bila belum biasa dengan rasanya, boleh ditambah dengan 1 sdt madu atau jus buah sebagai pengganti air. Untuk anak-anak, cukup 1 sdt cuka apel. Sebagian ahli menganjurkan minum banyak air, 2-3 gelas setelah beberapa saat meminum cuka apel. Gunanya untuk lebih mempercepat pengeluaran racun dan lemak dalam tubuh. Cuka apel juga bisa dicampurkan dalam masakan atau salad. Mengonsumsi cuka apel tidak menimbulkan efek samping, selama cuka apel tersebut organik dan digunakan sesuai dosisnya. Ciri cuka apel yang alami
adalah adanya ‘mother’, yaitu endapan cuka di dasar botol dan warna cuka juga lebih keruh. Bab 3 Penutup
3.1 Kesimpulan Banyak sekali yang kita ketahui tentang manfaat buah apel bagi kesehatan,demikian dengan cuka apel yang mempunyai manfaat yang sangat banyak bagi kesehatan,karena cuka apel mempunyai kandungan mineral dan vitamin yang sangat banyak, antara lain : kalium,asam amino,vitamin dan betakaroten,magnesium,enzim,serat pectin yang dapat menurunkan resiko terkena stroke, mengatasi diabetes, melansingkan tubuh dan melancarkan pencernaan.
3.2 Kritik dan saran Pada saat ini industri pembuatan bioteknologi di indonesia sangat berkembang pesat karena manfaatnya yang sangat bagus untuk kesehatan, sudah banyak industri-industri bioteknologi (konvensional dan modern) memasarkan produknya ke dalam dan luar negeri, tidak demikian dengan fermentasi pembuatan cuka apel. Di indonesia pembuatan cuka apel masih sangat jarang, untuk itu ini adalah peluang buat kita semua untuk mengembangan pembuatan cuka apel karena manfaat dari cuka apel itu sendiri sangat bagus untuk kesehatan dan industri fermentasi ini sangat menguntungkan. Daftar pustaka · http://www.slideshare.net/essensisense/cuka-buah-sebagai-alternatif-cukaindustri# · http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/124/jtptunimus-gdl-chandraben-61972-.pdf ·
http://id.scribd.com/doc/141961508/Pembahasan-Cuka-Apel
· http://blogs.unpad.ac.id/boenga/files/2011/08/Cuka-Apel-dan-SegalaKhasiatnya.pdf ·
http://www.academia.edu/4537974/makalah_heterofermentasi#
· http//agitas.blogspot.com/2012/04/laporan-praktikum-pembuatan-cukaapel_23.html?=1
· Omegawati,wigati hadi.2011.Biologi SMA XII hal 29 (fermentasi).klaten:Intan paeiwara. · Omegawati,wigati hadi.2011.Biologi SMA XII hal 156-169 (bioteknologi).klaten:Intan paeiwara.
PEMBUATAN CUKA NANAS PEMBUATAN CUKA NANAS Karakteristik Mikroba Dalam pengolahan vinegar, terjadi 2 kali fermentasi yaitu: fermentasi pembentukan alkohol dengan yeast Saccharomyces cerevisiae dan fermentasi perubahan alkohol menjadi asam asetat dan air dengan bakteri Acetobacter aceti. a. Saccharomyces cerevisiae Saccharomyces cerevisiae dapat bertunas sehingga membentuk rantai sel yang menyerupai hifa atau hifa semu. Saccharomyces cerevisiae dapat berkembang biak secara seksual dan aseksual. Perkembangbiakan aseksual diawali dengan menonjolnya dinding sel ke luar membentuk tunas kecil. Tonjolan membesar dan sitoplasma mengalir ke dalamnya sehingga sel menyempit pada bagian dasarnya. Selanjutnya nukleus dalam sel induk membelah secara mitosis dan satu anak inti bergerak ke dalam tunas tadi. Sel anak kemudian memisahkan diri dari induknyaatau membentuk tunas lagi hingga membentuk koloni. Dalam keadaan optimum satu sel dapat membentuk koloni dengan 20 kuncup.Perkembangbiakan seksual terjadi jika keadaan lingkungan tidakmenguntungkan.Pada prosesnya, sel Saccharomyces cerevisiae berfungsi sebagai askus. Nukleusnya yang diploid (2n) membelah secara meiosis, membentuk empat sel haploid (n).Inti-inti haploid tersebut akan dilindungi oleh dinding sel sehingga membentuk askospora haploid (n). Dengan perlindungan ini askospora lebih tahan terhadap lingkungan buruk. Selanjutnya, empat askospora akan tumbuh dan menekan dinding askus hingga pecah, akhirnya spora menyebar. Jika spora jatuh pada tempat yang sesuai, sel-sel baru akan tumbuh membentuk tunas, sebagaimana terjadi pada fase aseksual.Dengan demikian Saccharomyces cerevisiae mengalami fase diploid (2n) dan fasehaploid (n) dalam daur hidupnya. b. Acetobacter aceti Acetobacter aceti memiliki ciri-ciribentuk sel bulat memanjang, respirasi aerobik, dapat tumbuh sampai suhu 30oC, serta mampu menghasilkan asam asetat. Acetobacter aceti merupakan gram negatif untuk kultur yang masih muda, gram positif untuk kultur yang sudah tua, obligat aerobic, membentuk batang dalam medium asam, sedangkan dalam medium alkali berbentuk oval,
bersifat non mortal dan tidak membentuk spora, tidak mampu mencairkan gelatin, tidak memproduksi H2S, tidak mereduksi nitrat dan thermal death point pada suhu 65-70°C.Biasanya ukuran 0,6-0,8 x 1,0-4,0 µm. Acetobacter terdapat dibeberapa buah seperti anggur dan buah-buah yang telah membusuk. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa genus Acetobacter mampu diisolasi dari suspensi campuran berupa buah cherry, apel, kurma, palm, kelapa, beberapa bunga dan masih berpotensi pada bahan-bahan yang lain. Nutrisi Sebagai salah satu famili Bromeliaceae, buah nanas mengandung vitamin C dan vitamin A (retinol) masing-masing sebesar 24,0 miligram dan 39 miligram dalam setiap 100 gram bahan. Kedua vitamin sudah lama dikenal memiliki aktivitas sebagai antioksidan yang mampu melindungi tubuh dari berbagai serangan penyakit, termasuk kanker, jantung koroner dan penuaan diri. Aktivitas antioksidan yang diperankan vitamin C dan A mampu menghambat laju oksidasi molekuler target, yang pada gilirannya dapat menghentikan reaksi berantai pembentukan radikal bebas dalam tubuh yang diyakini sebagai dalang atau provokator berbagai penyakit. Tubuh manusia amat rentan terhadap pengaruh radikal bebas yang bersumber dari sinar ultraviolet, asap bermotor, dan bahan pengawet makanan. Radikal bebas-suatu molekul atau atom yang amat tidak stabil karena memiliki satu atau lebih elektron tak berpasangan-berbahaya bagi kesehatan karena amat reaktif mencari pasangan elektronnya. Jika radikal bebas sudah terbentuk dalam tubuh maka akan terjadi reaksi berantai dan menghasilkan radikal bebas baru yang akhirnya jumlahnya terus bertambah. Selanjutnya, akan menyerang sel-sel tubuh sehingga terjadilah berbagai penyakit. Hasil penelitian ilmiah menunjukkan kandungan senyawa fenolik-antara lain myricetin, quercitin, tyramine, dan ferulic acid-buah nanas mampu meredam reaksi berantai radikal bebas dalam tubuh, yang pada akhirnya dapat menekan terjadinya penyakit kanker. Berbagai antioksidan alami ini diyakini amat ampuh menghentikan radikal bebas sehingga tak berkeliaran mencari asam lemak tak jenuh dalam sel. Hal yang sama dilakukan vitamin antioksidan-asam askorbat dan betakarotenoid-yang dapat menstabilkan membran sel lensa (mata) dan mempertahankan konsentrasi glutation tereduksi. Dengan demikian, dapat mencegah reaksi oksidasi lipid pada membran sel lensa sehingga kita dapat terhindar dari katarak. Bromelin yang secara alami ada dalam buah nanas diyakini dapat mempercepat penyembuhan luka operasi serta pembengkakan dan nyeri sendi. Bagi penderita wasir atau ambeien dianjurkan mengonsumsi buah nanas 4-5 kali setiap hari karena bromelinnya dapat menghentikan pendarahan dan serat yang dikandung dapat memperlancar buang air besar. Selain kecukupan harian vitamin C sekitar 60 miligram terpenuhi, tubuh yang sudah didakwa mengalami stres berat juga dapat normal kembali dan sekaligus dapat menurunkan kadar kolesterol darah sebesar 10 persen. Maka
dengan lebih rajin mengonsumsi buah nanas, tubuh memiliki peluang untuk awet muda dan terhindar dari penyakit yang terkait dengan penuaan dini seperti stres, kanker, dan jantung koroner. Komposisi nanas Komposisi Nanas Bahan
Komposisi
Kalori
52 kal
Protein
0,4 %
Lemak
0,2 %
Karbohidrat
13,7%
Kalsium
16 mgr/100 gram
Fosfor
11 mgr/100 gram
Besi
0,3 mgr/100 gram
Vitamin A
130 IU/100 gram
Vitamin B1
0,08 mgr/100 gram
Vitamin C
24 mgr/100 gram
Air
85,3 %
Sumber Direktorat Gizi Departemen Kesehatan (2010) Proses Fermentasi Fermentasi adalah perubahan kimia dalam bahan pangan yang disebabkan oleh enzim. Enzim yang berperan dapat dihasilkan oleh mikroorganisme atau enzim yang telah ada dalam bahan pangan. Fermentasi merupakan suatu reaksi oksidasi atau reaksi dalam sistem biologi yang menghasilkan energi di mana donor dan aseptor adalah senyawa organik. Senyawa organik yang biasa digunakan adalah zat gula. Senyawa tersebut akan diubah oleh reaksi reduksi dengan katalis enzim menjadi senyawa lain. Dalam pengolahan vinegar, terjadi 2 kali fermentasi yaitu : 1. Fermentasi pembentukan alkohol dengan yeast Saccharomyces cerevisiae.
Pada fermentasi ini terjadi perombakanglukosa menjadi alkohol dan gas CO2dengan reaksi sebagai berikut :C6H12O6—->2 CH3CH2OH + CO2. Reaksi yang terjadi anaerob. Etanol adalah hasil utama fermentasi tersebut di atas, di samping asam laktat, asetaldehid, gliserol dan asam asetat. Etanol yang diperoleh maksimal hanya sekitar 15 %. Untuk memperoleh etanol 95 % dilakukan proses distilasi. Etanol digunakan untuk minuman, zat pembunuh kuman, bahan bakar dan pelarut. 2. Fermentasi perubahan alkohol menjadi asam asetat dan air denganbakteri Acetobacter aceti. Reaksi pembentukan asam asetat dituliskan sebagai berikut : CH3CH2OH + O2—->CH3COOH + H2O. Reaksi yang terjadi adalah reaksi aerob pada fermentasi pembentukan asam.
Saat fermentasi nanas kontrol kualitas yang diperhatikan agar cuka yang dihasilkan dapat tetap baik adalah penambahan asam sulfat encer saat proses fermentasi. Adanya penambahan asam sulfat encer akan membantu
terbentuknya asam asetat sehingga memberikan aroma yang masam. Setelah ditambahkan asam sulfat encer kemudian dipanaskan sehingga bau dari asam cuka akan tercium. Setelah 25 hari, kadar asam asetat akan mengalami penurunan. Hal ini disebabkan karena asam asetat akan teroksidasi atau terombakkan oleh oksigen dari udara menjadi CO 2 dan H2O. Reaksi oksidasi asam asetat dapat dilihat sebagai berikut CH3COOH + O2 -à2 CO2 + 2 H2O. Agar asam asetat yang terkandung tidak teroksidasi maka setelah diperoleh kadar asam asetat yang memenuhi kualifikasi cuka sebaiknya fermentasi segera dihentikan dan cuka disimpan pada wadah yang tertutup rapat sehingga O 2 tidak bisa masuk. Kemudian dilakukan pasteurisasi dan pembotolan. Preparasi Pembuatan Pangan Fermentasi Fermentasi sari buah nanas menjadi vinegar dilakukan dalam 2 tahap. Fermentasi pertama dengan yeast Saccharomyces cerevisiae secara anaerob, kemudian dilanjutkan dengan fermentsi kedua dengan bakteri Acetobacter aceti. Mula-mula buah nanas diblender dan diambil sarinya dengan cara disaring. Sari buah nanas diencerkan dengan aquades sampai volume 1 L, kemudian ditambahkan gula pasir 150 gram, amonium sulfat 0,33 gram dan amonium posphat 0,05 gram untuk sumber nutrisi yeast dan bakteri. pH larutan dipertahankan 3 – 4,5. Larutan direbus pada suhu 75 oC selama 15 menit kemudian didinginkan hingga suhu 30 oC. Larutan dimasukkan ke dalam botol yang telah disterilkan dengan menambahkan starter yang telah berisi yeastSaccharomyces cerevisiae. Botol ditutup rapat dengan tutup botol yang berisi selang yang dihubungkan ke botol lain yang berisi aqudes untuk jalan keluarnya CO2. Fermentasi pembentukan alkohol ini dilakukan selama 12 hari. Fermentasi dilanjutkan dengan memindahkan hasil fermentasi pertama ke dalam gelas beaker yang ditutupi dengan kertas saring. Fermentasi kedua ini berlangsung secara aerob, mengubah alkohol menjadi asam asetat. Bakteri Acetobacter acetiditambahkan. Setiap 5 hari sekali kadar asam asetat dianalisa secara kualitatif dan kuantitatif sampai diperoleh kadar asam asetat yang optimum yaitu lebih besar dari 4gr/100 mL. DAFTAR PUSTAKA Buckle, K.A, 1985, Ilmu Pangan, UI Press, Jakarta. Fardiaz, Winarno, 1984, Biofermentasidan Biosintesa Protein, Angkasa,Bandung. Fessenden, R.J. & Fessenden, J.S, 1984, Kimia Organik Jilid 2, Erlangga, Jakarta. Muljharjo, M, 1984, Nanas danTeknologi Pengolahannya, Liberty, Bandung. Perry, R.H, 1984, Perry’s Chemical Engineers Handbook, Mc GrawHillCompany, Singapore. Salle, A.J, 2000, Fundamental Principles ofBacteriology, Tata Mc Graw Hill,New Delhi.
Vogel, A.I, 1961, Vogel Text Book of Quantitatif Chemical Analysis, LongmanSingapore PublisherLtd, Singapore. Vogel, A.I., 1985, Buku Text Analisa Anorganik Kualiatif Makro dan Semi Mikro,Kalman Media Pustaka, Jakarta. Waluyo S, 1984, Beberapa aspek Tentang Pengolahan Vinegar, Dewa RuciPress, Jakarta.