EVALUASI EVALUASI dan d an PERSIAPA PERSIA PAN N PREOPERATIF PREOP ERATIF ANESTESI dan PEMBEDAHAN
PENDAHULUAN
Perioperatif Perioperatif adalah suatu disiplin disiplin ilmu kedokteran yang mencakup mencakup masalah-masalah masalah-masalah sebelum anesthesia/ pembedahan pembedahan (preoperatif), (preoperatif), selama anesthesia/pem anesthesia/pembedah bedahan an dan sesudah sesudah anesthe anesthesia/ sia/pem pembed bedaha ahan. n. Pemerik Pemeriksaan saan rutin rutin pre anestes anestesi, i, baik baik atas dasar dasar indika indikasi si sesuai sesuai gambaran gambaran klinis klinis pasien ataupun tidak, telah menjadi menjadi bagian praktek klinik selama bertahunbertahuntahun. Tujuan pemeriksaan tersebut adalah melakukan identifikasi kondisi yang tidak terduga yang mungkin memerlukan terapi sebelum operasi atau perubahan dalam penatalaksanaan operasi operasi atau atau aneste anestesia sia periop perioperat eratif; if; menilai menilai penyak penyakit it yang yang sudah sudah diketah diketahui ui sebelum sebelumnya nya,, kelain kelainan, an, terapi terapi medis medis atau altern alternatif atif yang yang dapat dapat mempen mempengar garuhi uhi aneste anestesia sia periop perioperat eratif; if; memperk memperkirak irakan an kompli komplikas kasii pascab pascabeda edah; h; sebaga sebagaii dasar dasar pertim pertimban bangan gan untuk untuk referen referensi si berikutnya; pemeriksaan skrining. Pada akhirnya tujuan utama dari penilaian medis pre operatif adalah untuk mengurangi morbiditas serta mortalitas perioperatif dari pembedahan dan anestesi pada pasien. Penting Penting halnya halnya untuk untuk menyadari menyadari baha resiko perioperatif perioperatif adalah multifaktorial multifaktorial dan manfaat dari kondisi medis preoperatif dari pasien, tingkat in!asi dari prosedur pembedahan dan tipe anestesi yang diberikan. "iayat dan pemeriksaan fisis berfokus pada faktor-faktor resiko dari komplikasi kardial dan pulmoner dan serta penentuan kapasitas fungsional dari pasien adalah sangat esensial dalam setiap e!aluasi preoperatif. #!aluasi mengenai risiko preoperatif berfokus pada dua hal $ %. .
&pak &pakah ah pasi pasien en dala dalam m kead keadaa aan n opti optima mall unt untuk uk dian dianes este tesi si ' &pak &pakah ah keu keunt ntun unga gan n pem pembe beda daha han n lebi lebih h bes besar ar dar darii resik resiko o anes anestes tesii dan dan pemb pembed edah ahan an akibat penyakit yang ada ' &pabila &pabila terdapat terdapat beberapa beberapa keadaan medis yang mungkin dapat diperbaiki diperbaiki (misalnya
penyakit paru, hipertensi, gagal jantung), pembedahan sebaiknya ditunda dan diberikan terapi yang sesuai.
1
Terdap erdapat at hubung hubungan an antara antara menilai menilai faktor faktor-fa -fakto ktorr preope preoperati ratiff dan perkem perkemban bangan gan morbiditas morbiditas dan mortalitas mortalitas pasca bedah. Pada studi mortalitas mortalitas skala besar, umumnya, umumnya, faktorfaktorfaktor yang memberikan kontribusi pada mortalitas anestesi meliputi $ %. . *.
Peni Penila laia ian n yan yang g tid tidak ak adek adekua uatt sel selam amaa per perio iode de preo preope pera rati ti!e !e upe uper! r!isi isi dan dan pem pemant antau auan an yang yang tida tidak k ade adeku kuat at sel selam amaa peri period odee int intra raop opera erati tif f Pena Penata tala laks ksan anaa aan n dan dan supe super! r!is isii pask paskaa beda bedah h yan yang g tida tidak k ade adeku kuat at Pros Prosed edur ur pemb pembed edah ahan an dan dan anest anestesi esi dihu dihubu bung ngka kan n deng dengan an sebua sebuah h resp respon on stress stress
kompleks yang sebanding dengan besarnya cedera, total aktu operasi, jumlah darah yang hilang intraoperatif dan derajat nyeri postoperatif. #fek samping metabolik dan hemodinamik dari respon stres ini dapat menimbulkan banyak masalah dalam perioperatif. +engurangi respon stres pada pembedahan dan trauma adalah faktor kunci untuk meningkat hasil dan mengurangi aktu peraatan di rumah sakit serta tentu saja biaya total peraatan pasien. ehingga ehingga persiapan persiapan anestesi umumnya umumnya menitikberat menitikberatkan kan pada persiapan persiapan psikologis/ psikologis/mental mental pasien yang akan dianestesi dan pemberian obat tertentu sebelum induksi dimulai atau yang biasa disebut sebagai premedikasi. unanya adalah membuat pasien bebas dari rasa cemas pra bedah, tersedasi ters edasi tetapi mudah dibangunkan dan kooperatif. al ini cukup berperan dalam menentukan keberhasilan pembiusan dan pembedahan. PEMBAHASAN
#!aluasi #!aluasi Pra edah (Pre-peratif (Pre-peratif 0isite) 0isite) adalah semua pemeriksaan pemeriksaan (anamnesa, pemeriksaan fisik, laboratorium, radiologi dll) sebelum penderita diberikan anestesi/ dilakukan operasi. Pre-operatif !isite dilakukan pada $ • •
perasi elektif (terencana) minimal %- hari sebelum operasi perasi perasi emergency emergency (darurat) beberapa jam sebelum operasi atau pada saat
dikonsulkan oleh dokter bedah (aktu terbatas dan resiko besar) #mpat hal penting yang die!aluasi pada pre-op !isite $ %. 1urgical 1urgical 2isease3 2isease3 yaitu penyak penyakit it yang yang menyebabka menyebabkan n penderita penderita di operasi operasi . 14ntern 14nternal al 2isease3 2isease3 yaitu yaitu peny penyakit akit lain lain yang yang menyer menyertai tai surgical surgical disease, disease , misal $ penderita hernia dengan penyakit 2+ *. 5esu 5esuli litan tan pemb pemberi erian an anest anestes esi, i, misal misalny nyaa kesu kesuli litan tan intu intubas basii atau atau kesu kesuli lita tan n penyuntikan pada analgesia regional 6. 5omplikasi 5omplikasi anestesi anestesi yang mungki mungkin n terjadi terjadi baik selama dan dan sesudah sesudah operasi operasi &dapun tujuan dari e!aluasi pra bedah (pre-op !isite) antara lain $ 2
I.
Pengumpulan Data Pasien %. 2ata ubjektif $ &namnesis &namnesis dapat diperoleh dengan bertanya langsung pada pasien atau melalui
keluarga pasien. 7ang harus diperhatikan pada anamnesis $ %. 4dentifikasi pasien , misalnya $ nama,umur, alamat, pekerjaan, dll. . "iayat penyakit yang pernah atau sedang diderita yang mungkin dapat menjadi penyulit dalam anesthesia, antara lain $ Penyakit alergi. • 2iabetes mellitus • Penyakit paru kronik $ asma bronchial, pneumonia, bronchitis. • Penyakit jantung dan hipertensi (seperti infark miokard, angina pectoris, •
*.
dekompensasi kordis) Penyakit susunan saraf (seperti stroke, kejang, parese, plegi, dll) • Penyakit hati. • Penyakit ginjal. • Penyakit ganguan perdarahan (riayat perdarahan memanjang) • "iayat penggunaan obat, hal ini harus diperoleh pada semua pasien terutama populasi geriatri yang yang mengkonsumsi obat-obatan sistemik lebih banyak dibanding kelompok lain. eberapa interaksi obat dan komplikasi timbul pada populasi ini dan perhatian khusus harus diberikan pada mereka yang termasuk dalam kelompok tersebut. 8mumnya, pemberian kebanyakan obat harus dilanjutkan sampai dengan pagi hari sebelum operasi, meskipun dibutuhkan beberapa penyesuaian dosis (misalnya antihipertesi dan insulin). eberapa jenis obat harus dihentikan sebelum operasi. 4nhibitor monamine o9idase harus dihentikan -* minggu sebelum operasi karea resiko dari interaksi dengan obat yang digunakan selama anestesi. Pil kontrasepsi oral harus dihentikan setidaknya : minggu sebelum operasi elektif karena resiko trombosis !ena. aru-baru ini, &merican ociety of &nestheseiologist (&&) meneliti penggunaan suplemen herbal dan potensi bahaya interaksi obat yang mungkin terjadi pada pemakaian produk-produk tersebut sebelum operasi. Penggunaan obat-obatan yang yang mempotensiasi pendarahan harus die!aluasi secara ketat, dengan sebuah analisa resiko-keuntungan pada setiap obat dan dengan batas aktu yang direkomendasikan untuk penghentian penggunaan obat berdasarkan pada karakteristik aktu luruh dan aktu paruh. &spirin harus dihentikan -%< hari sebelum operasi untuk menghindari perdarahan yang berlebihan dan Thienopyridines (seperti $ =lopidogrel) minggu sebelum operasi. elektif cycloo9ygenase- (=>3
) inhibitor tidak mempotensiasi perdarahan dan dapat dilanjutkan sampai aktu operasi. &ntikoagulan oral harus dihentikan 6-? hari sebelum 6.
prosedur in!asif, sehingga 4@" dapat mencapai le!el %,? sebelum operasi &lergi dan reaksi obat. "eaksi alergi kadang-kadang salah diartikan oleh pasien dan kurangnya dokumentasi sehingga tidak didapatkan keterangan yang
memadai. eratnya berkisar dari asimptomatik hingga reaksi
anfilaktik yang mengancam kehidupan, akan tetapi seringkali alergi dilaporkan hanya karena intoleransi obat-obatan,
. Pada e!aluasi pre
operatif dicatat seluruh reaksi obat dengan penjelasan tentang kemungkinan terjadinya respon alergi yang serius., termasuk reaksi terhadap plester, sabun iodine dan lateks. Aika respon alergi terlihat, obat penyebab tidak diberikan lagi tanpa tes imunologik ?.
atau diberi terapi aal dengan
antihistamin, atau kortikosteroid. "iayat operasi dan anestesi yang pernah dialami diaktu yang lalu , berapa kali dan selang aktunya. &pakah pasien mengalami komplilkasi saat itu seperti kesulitan pulih sadar, serta bagaimana peraatan intensif
:.
pasca bedah. "iayat keluarga. seperti
riayat dalam keluarga terdapat hipertermi
maligna atau kematian akibat penyakit jantung. "iayat anestesi yang merugikan atau membahayakan pada keluarga yang lain sebaiknya juga die!eluasi. Banita pada
usia produktif sebaiknya ditanyakan tentang
kemungkinan mengandung. Pada kasus yang meragukan , pemeriksaan .
kehamilan preoperati!e merupakan suatu indikasi. "iayat sosial yang mungkin dapat mempengaruhi jalannya anestesi seperti$ Perokok berat (diatas < batang perhari) dapat mempersulit induksi • anestesi karena merangasang batuk , sekresi jalan napas yang banyak, memicu atelektasis dan pneumenia pasca bedah. "okok sebaiknya dihentikan minimal 6 jam sebelumnya untuk menghindari adanya = •
dalam darah. Pecandu alkohol umumnya resisten terhadap obat- obat anestesi khususnya golongan
C.
barbiturat. Peminum alkohol dapat menderita
sirosis hepatic. +eminum obat-obat penenang atau narkotik. • +akan minum terakhir (khusus untuk operasi emergensi)
4
b. 2ata bjektif $ Pemei!saan Fisi!
Perhatian khusus dilakukan untuk e!aluasi jalan napas, jantung, paru-paru dan pemeriksaan neurologik. Aika ingin melaksanakan teknik anestesi regional maka perlu dilakukan pemeriksaan e9tremitas dan punggung. Pemeriksaan fisik sebaiknya terdiri dari $ %. #!aluasi 5eadaan 8mum Penderita 5eadaan fisik meliputi $ status giDi (malnutrisi atau obesitas). • 5eadaan psikis $ gelisah, takut, depresi, kesakitan. • Tanda-tanda penyakit saluran napas $ batuk berdahak, sputum kental atau • •
encer, heeDing dll. Tanda-tanda penyakit jantung $ dipsnea, ortopnea, sianosis,clubbing finger,
nyeri dada, hipertensi, dll. 5elainan 4T $ mual,muntah, diare, hematemesis, melena, ileus, dll. • 5elainan epatobilier $ ikterus obstruktif, hepatitis. • 5elainan urogenital $ gagal ginjal kronik • 5elainan endokrin $ diabetes melitus, hipertiroid, dll. • 5elainan neuromuskuler $ hemiparesis, neuropati, dll. • . Tanda-Tanda 0ital Tinggi dan berat badan perlu untuk penentuan dosis obat terapeutik dan • •
pengeluaran urine yang adekuat selama operasi . Tekanan darah sebaiknya diukur dari kedua lengan dan tungkai (perbedaan bermakna mungkin memberikan gambaran mengenai penyakit aorta
•
thoracic atau cabang-cabang besarnya). 2enyut nadi pada saat istirahat dicatat ritmenya, perfusinya (berisi) dan jumlah denyutnya.
2enyutan ini mungkin lambat pada pasien dengan
pemberian beta blok dan cepat pada pasien dengan demam, regurgitasi aorta atau sepsis. Pasien yang cemas dan dehidrasi sering mempunyai denyut •
nadi yang cepat tetapi lemah. "espirasi diobser!asi mengenai frekensi pernapasannya , dalamnya dan
pola pernapasannya selama istirahat. uhu tubuh (Eebris/ hipotermi). • 0isual &analog cale (0&). kala untuk menilai tingkat nyeri • *. 5epala dan leher +ata $ anemis, ikteric, pupil (ukuran, isokor/anisokor, reflek cahaya) • idung $ polip, septum de!iasi, perdarahan •
5
•
igi $ gigi palsu, gigi goyang, gigi menonjol, lapisan tambahan pada gigi,
•
kelainan ortodontik lainnya +ulut $ Fidah pendek/besar, T+A (buka mulut G jari), Pergerakan
• •
(baik/kurang baik), sikatrik, fraktur, trismus, dagu kecil Tonsil $ ukuran (T%-T*), hiperemis, perdarahan Feher $ ukuran (panjang/pendek), sikatrik, masa tumor, pergerakan leher (mobilitas sendi ser!ical) pada fleksi ektensi dan ritasi, T+2, trakea
(de!iasi), karotik bruit, kelenjar getah bening. 6. Thoraks a. Prekordium. &uskultasi jantung mungkin ditemukan murmurs (bising katup), irama gallop atau perikardial rub. b. Paru-paru. 4nspeksi $ entuk dada (arrel chest, pigeon chest, pectus • e9ca!atum, kifosis, skoliosis) Erekuensi (bradipnue/takipnue) ifat pernafasan (torakal, torako abdominal/abdominal torako), irama pernafasan (reguler/ireguler, cheyne stokes, biot), putum (purulen, pink frothy), 5elainan lain (stridor, hoarseness/serak, sindroma • •
pancoas) Palpasi $ Premitus (normal, mengeras, melemah) &uskultasi $ unyi nafas pokok (!esikuler,
bronchial,
bronko!esikuler, amporik), bunyi nafas tambahan (ronchi kering/ heeDing, ronchi basah/rales, bunyi gesekan pleura, hippocrates succussion) Perkusi $ sonor, hipersonor, pekak, redup • ?. &bdomen. Peristaltik (kesan normal/meningkat/meenurun), ati dan limpa (teraba/tidak, batas, ukuran, per-mukaan), distensi, massa atau asites
(dapat menjadi
predisposisi untuk regurgitasi). :. 8rogenitalia. 5ateter (terpasang/tidak), urin H!olume $ cukup (<,?-% cc/jam), anuria (I < cc/6 jam), oliguria (? cc/jam atau 6<< cc/6jam), Poliuria (J ?<< cc/6 jam)K, kualitas (A, sedimen), tanda tanda sumbatan saluran kemih (seperti kolik renal). . +uskulo kletal - #9tremitas. #dema tungkai, fraktur, gangguan neurologik /kelemahan otot (parese, paralisis, neuropati perifer, distropi otot),
perfusi ke distal (perabaan
hangat/dingin, capillary refill time, keringat) , =lubbing fingger, sianosis, 6
anemia, dan deformitas, infeksi kutaneus (terutama rencana canulasi !askuler atau blok saraf regional) #!aluasi istematis Pemeriksaan Eisik ". B" #Beat$e% Erekuensi napas, tipe napas, regularitas, ada tidaknya retraksi, suara •
•
&.
+.
-.
napas$ !esikuler, ronkhi, heeDing. 5eadaan jalan napas, bentuk hidung, lubang hidung, bentuk pipi L dagu,
mulut L gigi. agaimana keadaan lidah L tonsil • Pemeriksaan radiologi (foto thoraks) • B& #Bl''d(Sistem )adi'*as!ule% @adi ("egularitas, frekuensi, isi nadi) • Tekanan darah • Perfusi perifer (angat,kering, kemerahan) • &pakah ada syok, perdarahan • 5eadaan jantung penderita (murmur, A 4 M44) • Pemeriksaan darah rutin • Pemeriksaan radiologi (foto thora9) • B+ #Bain(susunan saa,% &pakah penderita takut dan gelisah • Tingkat kesadaran penderita (=) • &pakah ada kelumpuhan saraf • Tanda-tanda T45 • B- #Bladde% Produksi urin NN • &pakah ada penyumbatan saluran kencing / darah pada kencing • Pemeriksaan laboratorium fungsi ginjal • Pemeriksaan radiologi • B #B'/el% &pakah ada muntah, diare, kembung, nyeri tekan • ising usus, peristltik usus • Elatus • &pakah ada cairan bebas di perut (ascites) • +eraba hati, lien (8kuran, konsistensi, permukaan) • @ • Pemeriksan laboratorium (li!er function test) • B0 #B'ne% 5aku kuduk • Patah tulang • entuk leher • entuk tubuh (astenicus, atletik, picnic) • 5elainan tulang belakang $ skoliosis, kifosis, lordosis •
.
0.
7
Pemei!saan Penun1ang # La2'at'ium dan Radi'l'gi% Pemeriksaan penunjang pre operatif pada anestesi terbagi atas yaitu $
pemeriksaan penunjang rutin dan khusus. %. Pemeriksaan penunjang rutin $ 2arah rutin (laboratorium) $ b, lekosit, hitung jenis lekosit, golongan • •
darah, masa pembekuan, masa perdarahan. Eoto toraks (radiologi) $ terutama untuk bedah mayor, pasien diatas :< tahun, atau sesuai klinis (gangguan pernafasan yang bermakna atau
•
penyakit paru, penyakit jantung) #5 $ terutama untuk pasien berumur diatas 6< tahun atau sesuai klinis (ipertensi, penyakit jantung atau penyakit paru kronik, 2iabetes +elitus)
8
. Pemeriksaan khusus, dilakukan bila ada riayat atau indikasi, misalnya $ pirometri dan bronkospirometri (faal paru) pada pasien tumor paru. • &nalisa gas darah, elektrolit pada pasien ileus obstruksi atau bedah mayor. • &nalisa gas darah arteri diperlukan pada semua pasien dengan dispneu saat •
istirahat dan pada pasien dengan rencana dilakukan thorakotomy elektif. Pemeriksaan darah lengkap pada $ anemia dan kelainan/penyakit
•
hematologi lainya, gangguan ginjal dan pasien dalam kemoterapi 8reum, kreatinin, dan elektrolit pada $ gangguan/penyakit hati dan ginjal, gangguan metabolik seperti diabetes mellitus, riayat diare dan muntah, kondisi nutrisi buruk, persiapan usus prabedah, riayat pemberian obat-
•
obat digitalis, diuretik, antihipertensi, steroid, obat anti diabetes. ula darah pada $ 2iabetes mellitus dan penyakit hati berat &nalisa gas darah arteri pada $ obesitas, pasien dengan gangguan nafas,
•
penyakit paru sedang sampai berat, sakit kritis atau sepsis, bedah toraks 8ji fungsi paru pada $ bedah toraks, penyakit paru sedang sampai berat,
•
seperti PP5, bronkiektasis, penyakit paru retraksi. 8ji Eungsi hati pada $ penyakit hepatobilier, riayat peminum alkohol,
•
tumor dengan kemungkinan metastase ke hati 8ji fungsi tiroid pada $ "iayat penyakit tiroid, gangguan endokrin seperti
•
tumor hipofise, bedah tiroid 8ji fungsi jantung (#chocardiography) pada $ penyakit jantung dan kelainan
•
•
#5 yang bermakna tatus ickle Pasien dengan asal etnik atau riayat keluarga dengan kecurigaan haemoglobinopathy sebaiknya dilakukan pengukuran kadar haemoglobin dan elektroforesis haemoglobin.
9
Ta2el &. Indi!asi untu! pemei!saan pe'peati, spesi,i! Pemei!saan Tam2a$an Lainn3a
%. Penilaian kesulitan intubasi $ Terdapat beberapa metode saat ini untuk menilai secara cepat keberhasilan proses intubasi. atu metode penilaian yang cepat adalah metode F#+@. L4 L''! e5tenall3 +enilai kesulitan jalan napas berdasarkan pengamatan dari luar adalah cara yang tidak sensiti!e (tidak semua pasien yang memiliki kesulitan jalan napas nampak dari tampilan fisik orang tersebut), tetapi cara ini ternyata cukup spesifik (semua orang yang terlihat memiliki kesulitan jalan napas dari luar, ternyata benar memiliki kesulitan tersebut). Tampakan fisik seperti mandibula yang kecil, lidah besar, dan E4 E*aluate t$e +6+6& ule Peluang keberhasilan intubasi
meningkat
jika pasien mampu
untuk
memasukkan * jarinya secara !ertical diantara kedua baris giginya, dapat
10
memposisikan * jarinya di antara tulang hyoid dan mentum, dan dapat memposisikan jarinya di antara tulang hyoid dan kartilago thyroid.
ambar. #!aluasi *-*- M4 Mallampati 7lassi,i8ati'n kor mallampati atau klasifikasi mallampati adalah sistem skor medis yang digunakan di bidang anestesiologi untuk menentukan le!el kesulitan dan bisa menimbulkan resiko pada intubasi pasien yang sedang menjalani proses pembedahan. asil $ menentukan tingkat yang dibedakan dari 4 sampai 40. 5elas 4 mengindikasikan seorang pasien yang seharusnya lebih mudah diintubasi (tingkat tertinggi) sedang kelas 40 ditujukan kepada pasien dengan resiko tinggi (komplikasi). 5lasifikasi +allampati ditentukan oleh pengamatan !isual dari rongga mulut. Tes untuk membentuk skor +allampati dilakukan dengan pasien dalam posisi duduk tegak, dengan kepala terangkat dalam posisi netral. Pasien memegang mulutnya terbuka lebar dan meluaskan lidah, memeriksa !isibilitas dari struktur faring.
11
•
kor 5elas 4 +allampati diberikan jika palatum molle, amandel anterior dan posterior pila dan seluruh u!ula (potongan jaringan lunak yang menggantung dari atap mulut dekat bagian belakang lidah) yang
•
mudah terlihat. kor 5elas 44 diberikan jika palatum molle, amandel, dan sebagian
•
besar u!ula dapat dilihat. 2alam kasus di mana hanya palatum molle dan u!ula dasar terlihat,
•
pasien diberikan rating 5elas 444. kor 5elas 40 +allampati diperuntukkan bagi mereka kasus di mana
palatum molle tidak terlihat sama sekali. Pasien yang memiliki hasil kelas 444 atau 5elas 40 cenderung sulit untuk intubasi, dan persiapan lainnya harus dibuat untuk manajemen jalan nafas alternatif, seperti penggunaan masker respirator. rade % $ Tampak pilar faring, palatum molle dan u!ula • rade $ Tampak hanya palatum molle dan u!ula • rade * $ Tampak hanya palatum molle • rade 6 $ Palatum molle tidak tampak • rade * dan 6 diperkirakan akan menyulitkan intubasi trakea Penilaian skor +allampati idealnya dinilai saat pasien membuka mulutnya dan lidah dijulurkan keluar. Penilaian ini sulit dilakukan pada pasien yang akan diintubasi dalam kondisi emergensi. O4 O2stu8ti'n bstruksi pada jalan napas atas adalah tanda kesulitan jalan napas. Tiga tanda adanya kesulitan menelan sekret, stridor, dan suara meredam. N4 Ne8! m'2ilit3
12
5esulitan untuk menggerakkan leher berdampak terhadap !isualisasi glottis saat laringoskopi. Feher masih bisa bergerak secara normal alaupun memakai =-collar pada imobilisasi ser!ikal, begitu juga pada kasus-kasus medis lain seperti spondilitis ankilosing atau arthritis rheumatoid. +etode lainnya dari penilaian kesulitan intubasi adalah dengan e!aluasi C T.
7e! 9 T T% O teeth O gigi • &pakah gigi atas goyang atau menonjol, atau ada tidaknya gigi palsu T O Tongue O lidah • &pakah lidah besar' 5arena lidah yang besar menyulitkan intubasi T* O temporomandibular joint OT+A • &pakah kaku sehingga terjadi trismus' Aika sulit membuka mulut lebih
dari jari prediksi kesulitan intubasi T6 O tonsil &pakah ada hipertrofi tonsil yang dapat menyulitkan jalan napas. T? O torticolis &pakah ada torticolis yang akan menyulitkan dalam fleksi dan ekstensi
•
•
•
kepala. T: O Thyroid notch &pakah jarak antara tiroid dan simfisis mandibula I * jari dengan
•
ekstensi kepala yang maksimal, jika I * jari akan menyulitkan intubasi T O trakea &pakah trakea mengalami de!iasi, yang biasanya disebabkan karena
adanya tumor di leher. TC O tumor • &pakah ada tumor atau polip dalam faring atau laring. . Tes-tes yang tidak memerlukan peralatan Tes-tes ini hanya menyediakan informasi yang minimal tentang fugsi pernafasan
dan terkadang direkomendasikan sebagai tes skrining untuk
menentukan fit untuk operasi. Tes sederhana yang dapat dilakukan dalam klinik adalah $ •
Tes tahan nafas abraseD $ pasien dalam keadaan istirahat diminta untuk menarik nafas dalam dan selanjutnya menahan nafasnya. &pabila dapat menahan nafas selama ?-*< detik pasien dapat dianggap normal. Pasien
13
yang hanya bisa menahan nafas kurang dari %? detik mengidentifikasikan •
kurangnya cadangan kardiorespirasi. Tes snider $ kemampuan untuk meniup korek api pada jarak : inchi dari depan mulut.5etidakmampuan melakukan tes snidert mengindikasikan
44.
forced ekspiratory !olume dalam satu detik kurang dari satu liter. +enentukan +asalah yang &da Fangkah selanjutnya adalah menentukan masalah berdasarkan data-data yang telah dikumpulkan. +asalah +edis $ asma bronchiale, 2+, infark miokard, syok, peningkatan •
444.
•
T45, hipertensi, gangguan hati atau gangguan fungsi ginjal. +asalah edah $ tumor besar yang dapat menyebabkan banyak perdarahan
•
durante operasi, operator, lokasi operasi. +asalah &nestesi $ kesulitan intubasi karena leher pendek, pasien obese, atau
dengan gigi ompong dan adanya penyakit penyerta. +eramalkan Penyulit yang +ungkin Terjadi (Penilaian resiko perioperatif) dan +empersiapkan Penanganannya "esiko perioperatif dapat dinilai dari e!aluasi kondisi medis preoparatif dari pasien, in!asifitas dari prosedur operasi dan jenis anestesi yang diberikan. istem penilaian && aalnya diperkenalkan sebagai gambaran singkat dari status fisik pasien. +eskipun tampaknya sederhana, namun sistem penilaian ini tetaplah salah satu gambaran prospektif dari keadaan umum pasien yang berkorelasi dengan resiko anestesi dan pembedahan. al ini sangat berguna untuk diterapkan pada semua pasien yang akan menjalani operasi. Peningkatan status fisik dikaitkan dengan peningkatan mortalitas. perasi emergensi meningkatkan resiko secara dramatis terutama pada pasien di && kelas 6 dan ?. 5omplikasi bedah seringkali terjadi. 2ari dokumentasi sebuah studi luas menyatakan setidaknya satu komplikasi pada % dari pasien bedah. +orbiditas dan mortalitas yang berhubungan dengan operasi umumnya terbagi pada tiga kategori $ kardial, respiratori,dan komplikasi infeksi. "esiko keselruhan dari komplikasi yang berkaitan dengan operasi bedah tergantung pada faktor indi!idual dan jenis prosedur pembedahan. +isalnya, usia lanjut menempatkan pasien pada peningkatan resiko morbiditas dan mortalitas bedah. &lasan untuk peningkatan yang berhubungan dengan usia pada komplikasi bedah tampaknya bekorelasi dengan kemungkinan penyakit yang mendasari pada pasien yang lebih tua tersebut. Penyakit-penyakit yang dihubungkan dengan meningkatnya resiko komplikasi bedah termasuk penyakit respiratori dan kardial, malnutri dan diabetes mellitus. Penilaian Resi!' )adi'*as!ule 14
&== (&merican =ollege of =ardiology) dan &merican eart &ssociation (&&) meneribitkan sebuah pedoman acuan 1uidelines Eor Perioperati!e =ardio!ascular #!aluation for @oncardiac urgery3. Tujuannya adalah menyediakan kerangka kerja untuk mempertimbangkan resiko kardiak dari operasi noncardiac pada berbagai pasien dan situasi operasi.
Tabel 3. Patient-Related Predictor for Risk of Perioperative Cardiac Complication
15
Tabel
4.
Surgery-Related
Predictors
for
Risk
of
Perioperative
Cardiac
Complications
Eaktor resiko pasien biasanya dibagi menjadi tiga kategori $ mayor, intermediat dan minor. Periode : minggu diperlukan oleh myocardium untuk sembuh setelah terjadinya infark dan perbaikan pada trombosis. Pasien dengan re!askularisasi koroner yang berlangsung selama 6< hari juga diklasifikasikan sebagai pasien beresiko tinggi. 5arena stimulasi simpatis dan hiperkoabilitas selama dan sesudah operasi, pasien dengan predisposisi mayor memiliki lima kali resiko perioperatif lebih besar.
anya
prosedur
bedah
yang
penting
atau
emergensi
yang
dapat
dipertimbangkan untuk pasien-pasien dengan kondisi tersebut. emua operasi elektif harus ditunda dan pasien diperiksa serta diterapi dengan lebih teliti. Eaktor resiko intermediet adalah bukti kuat dari adanya penyakit arteri koroner tapi terkontrol. 2iabetes mellitus termasuk dalam kategori ini karena sering dikaitkan dengan silent iskemia dan merupakan faktor resiko independen untuk mortalitas perioperatif. Eaktor resiko minor adalah penanda peningkatan probabilitas penyakit arteri koroner, tetapi tidak meningkatkan resiko perioperatif. Toleransi latihan adalah penentu utama dari resiko perioperatif. al ini biasanya die!aluasi dengan estimasi kebutuhan energi untuk berbagai kegiatan dan dinilai dengan 1metabolic eQui!alent3 (+#T) pada skala yang ditetapkan oleh 2uke &cti!ity tatus 4nde9. atu +#T merupakan konsumsi oksigen dari orang deasa pada saat istirahat (*,? ml/kg/min)
Table 5. !amples of "unctional Capacity
Ri/a3at In,a! Mi'!ad 16
eberapa hasil studi secara umum menyatakan baha infark miokard dalam aktu : bulan dari operasi yang direncakanan merupakan sebuah kontraindikasi dari anestesi elektif dan pembedahan. Tampaknya sekarang resiko setelah infark sebelumnya memiliki hubungan lebih kurang dengan umur dari infark dibandingkan dengan status fungsional dari !entrikel dan ukuran miokardium pada resiko iskemia lebih lanjut. ebuah infark kecil tanpa angina residual dalam konteks status fungsional yang baik memungkinkan operasi non-cardiac penting secepatnya : minggu setelah episode iskemik. ebaliknya, pasien dengan infark besar, gejala residual dan fraksi ejeksi I <,*? memiliki probabilitas tinggi mengarah pada kelainan jantung lebih lanjut., bahkan : bulan setelah infark terjadi. Pedoman praktek biasa mempertimbangkan periode dalam aktu : minggu dari proses infark sebagai sebuah aktu dari resiko tinggi untuk perioperatif masalah cardiac, sebab periode tersebut adalah aktu penyembuhan rata-rata dari lesi terkait infark. +asa aktu dari : minggu hingga * bulan adalah resiko intermediet; periode ini akan memanjang sebanyak * bulan lagi pada kasus dengan komplikasi seperti aritmia, disfungsi !entricular atau terapi medis berkelanjutan. Pada kasus-kasus tanpa komplikasi, tidak ada manfaat yang ditunjukkan pada penundaan operasi lebih dari * bulan setelah sebuah serangan iskemik. 2ata terbaru menunjukkan baha setiap masalah pada sirkulasi koroner, (iskemia, infark atau re!askularisasi) mengaali sebuah resiko tinggi pada periode : minggu dan resiko intermediet pada periode * bulan. ebuah penundaan minimal * bulan diindikasi sebelum melakukan operasi non-cardiac setelah terjadi infark miokar atau re!askularisasi. @amun, penundaan ini dapat saja terlalu lama jika sebuah prosedur pembedahan urgen dibutuhkan, seperti misalanya pada tumor yang menyebar dengan cepat, impending ruptur aneurisma, infeksi yang membutuhkan drainase atau fraktur tulang. Pada situasiseperti ini, studi terbaru telah menunjukkan manfaat nyata dari operasi dengan menggunakan proteksi R%-adrenergic antagonis, yang mengurangi tingkat komplikasi cardiac dari pasien tersebut. ila mungkin, beta-blocker harus dimulai beberapa hari atau beberapa minggu sebelum operasi elektif dengan target heart rate antara ?< sampa :< denyut per menit. 5eadaan-keadaan apa yang didefinisikan sebagai komplikasi cardiac perioperatif ' 4nfark miokard, edema paru, fibrilasi !entrikel, cardiac arrest primer atau heart block komplet didefinisikan sebagai komplikasi cardiac perioperatif mayor. Perioperatif infark miokard $ biasanya menyajikan atypically (tanpa nyeri dada), terjadi dalam hari pertama operasi dan menimbulkan mortalitas yang tinggi. Tingkat dari infak 17
miokard postoperatif adalah <, setelah operasi umum pada populasi laki-laki di atas ?< tahun tetapi meningkat menjadi *,% setelah operasi !askuler dimana pre!alensi dari penyakit arteri koroner asymptomatic sangat tinggi. aat infark miokard terjadi, tingkat mortalitas menetap pada 6< hingga <. Pedoman #!aluasi 5ardio!askuler Perioperatif pada perasi @oncardiac dari &==/&& menaarkan rekomendasi
pada pasien yang mengalami infark miokard perioperatif. al ini
termasuk pertimbangan pada angioplasti, aspirin, beta-blockade dan kemungkinan &=# inhibitor terapi. E*aluasi Resi!' Pulm'ne &namnesis dan pemeriksaan fisis yang cermat adalah bagian paling penting dari penilaian resiko pulmoner preoperatif. Peran dari pengujian fungsi pulmoner preoperatif masih belum jelas. Tidak ada data yang menunjukkan baha spirometri dapat mengidentifikasi sebuah grup resiko tinggi yang tidak dapat diprediksi leat anamnesis dan pemeriksaan fisis. pirometri mungkin dapat berguna ketika ada ketidakpastian tentang terjadinya gangguan dari paru-paru. pirometri harus digunakan secara selektif sebab informasi yang tersedia akan mengubah metode penanganan atau menaikkan tingkat resiko. 5omplikasi pulmoner post operatif seperti pneumonia, atelektasis, bronkitis, bronkospasme,
hipoksemia,
gagal
napas
dengan
!entilasi
mekanik
yang
berkepanjangan atau eksaserbasi dari penyakit paru-paru kronis yang mendasarinya, meningkatkan morbiditas dan mortalitas serta memperpanjang durasi lama peraatan di rumah sakit setelah pembedahan. 5omplikasi pulmoner pasca operasi terjadi sekitar <-*< dari pasien bedah non thoracic mayor. Eaktor-faktor resiko terjadinya komplikasi pulmoner post operasi meliputi $ Eaktor resiko terkait prosedur, terutama didasarkan pada seberapa dekat • tindakan operasi dengan letak diafragma (operasi pada abdominal bagian atas dan thora9 adalah prosedur dengan resiko tertinggi) Fama operasi (J* jam) dan anestesi umum (!s epidural atau spinal) • perasi emergensi • Penyakit paru kronis yang mendasari dan gejala infeksi saluran napas • +erokok • 8sia J:< tahun • besitas • &danya apnea obstruktif tidur • Toleransi latihan atau status kesehatan umum yang buruk • 7ang paling signifikan dari faktor-faktor resiko ini adalah letak dari pembedahan, dengan operasi abdominal dan thoracic memiliki tingkat komplikasi pulmoner %<
18
hingga 6< . ebagai aturan, semakin dekat operasi dari diafragma maka semakin tinggi resiko komplikasi pulmoner. Eaktor resiko paling penting yang dapat termodifikasi adalah merokok. "esiko yang berhubungan dengan komplikasi pulmoner di kalangan perokok dibandingkan dengan bukan perokok berkisar antara %,6 sampai 6,*. ayangnya, resiko dapat menurun hanya bila penghentian merokok untuk kepentingan preoperatif telah dilakukan selama delapan minggu. 4nter!al tersebut memungkinkan mekanisme transportasi mukosiliar untuk memulih, sekresi berkurang dan le!el karbonmonoksida dalam darah menurun. &danya penyakit pulmoner baik obstruktif ataupun restriktif menempatkan pasien pada peningkatan resiko dari komplikasi pulmoner perioperatif. &pabila penyakit pulmoner signifikan dicurigai melalu anamnesis atau pemeriksaan fisis, penentuan dari kapasitas fungsional, respon terhadap bronchodilator dan atau e!aluasi untuk adanya retensi karbondioksida maka dapat dilakukan analisis gas darah arterial. 8ntuk anestesi dan operasi elektif pada pasien dengan riayat asma, status asmaticus harus terkontron dan pasien bebas dari heeDing (mengi) dengan peak flo lebih besar C< dari prediksi. Aika perlu, pasien harus menerima terapi singkat steroid (:< mg prednison per hari atau yang setara) sebelum operasi untuk mencapai target tersebut di atas. Aika pasien berobat secara rutin dan teratur, pengobatan tidak boleh dihentikan. etiap pasien yang sebelumnya telah diraat di rumah sakit dengan serangan asma harus die!aluasi dengan hati-hati dan teliti sebab reakti!itas saluran napas berlangsung selama beberapa minggu setelah episode asmaticus. +eningkatnya frekuensi dari komplikasi pulmoner perioperatif pada pasien dengan penyakit pulmoner obstruktif (PP5) dapat dijelaskan leat co-morbiditas (misalnya penyakit jantung) bukan dengan obstruksi jalan napas. Pasien dengan PP5 mungkin memiliki kelelahan otot-otot pernapasan kronis, nutrisi terganggu, gangguan elektrolit dan endokrin dapat berkontribusi pada kelemahan otot pernapasan dan harus dikoreksi sebelum operasi. Pasien dengan PP5 harus die!aluasi untuk mengantisipasi cor pulmonale, bila ada harus diterapi sebelum pembedahan. 8mumnya, semua pasien dengan PP5/asma yang membutuhkan terapi oksigen di rumah atau memerlukan raat inap akibat masalah-masalah respiratoris dalam : bulan terakhir diasumsikan berada pada kategori resiko yang lebih besar. Pasien dengan obstruktif sleep apnea (&) rentan terhadap hipoksemia post operatif sesaat setelah menerima anestesi umum. #fek sedatif dan depresi saluran napas dari anestesi umum menempatkan pasien dengan & pada peningkatan resiko yang signifikan terhadap obstruksi jalan napas dan gangguan respiratoris selama periode
19
perioperatif. &dalah bijak untuk mendiagnosa & pada preoperatif dengan penanganan khusus yang tepat. Dia2etes Mellitus +orbiditas dan mortalitas perioperatif lebih besar pada pasien diabetik dibandingkan non-diabetik. 5etika seorang pasien diabetik memerlukan operasi, penting untuk diingat baha dia lebih cenderung dirugikan oleh pengabaian dari komplikasi jangka panjang diabetes dibandingkan dari kelalaian kontrol jangka pendek le!el glukosa darah. +ayoritas penderita diabetes lama mengalami compromise pada satu atau beberapa organ. Pasien diabetik yang memerlukan operasi elektif harus die!aluasi pre operatif secara hati-hati terutama tentang tanda dan gejala !askuler perifer, cerebro!askuler dan penyakit koroner. 5eadaan-keadaan patologis penyerta harus diidentifikasi dan membutuhkan penanganan perioperatif yang lebih hati-hati. Penderita diabetes memiliki insidensi kematian setelah terjadinya infark miokard lebih tinggi dibandingkan non-diabetes. 4skemia miokardial atau proses infark mungkin saja secara klinis Ssilent3 jika penderita diabetes tersebut memiliki neuropati autonom. leh karena itu, indeks kecurigaan yang tinggi untuk iskemia miokard atau infark harus dipertahankan selama periode perioperatif jika terjadi keadaan-keadaan seperti hipotensi, disritmia, hipoksemia dan perubahan #5 yang tidak daapt dijelaskan. 2elapan hingga *% dari diabetes tipe dilaporkan memiliki penyakit arteri koroner asimptomatik pada pemeriksaan. Pemberian beta-blocker perioperatif harus dipertimbangkan pada pasien diabetes dengan penyakit arteri koroner untuk mengurangi resko iskemia perioperatif. +eskipun kontro!ersi sebelumnya mengenai penggunaan beta blockade pada pasien diabetes (karena kekhaatiran intoleransi glukosa memburuk dan masking symptom dari hipoglikemia), ditekankan baha pada pasien diabetik memiliki keuntungan sama atau lebih banyak dibanding populasi non diabetik pada pemberian beta-blocker post-+4. 5ontrol yang memadai dari konsentrasi glukosa darah (I %C< mg/dF) harus dicapai sebelum operasi dan dipertahankan sampai pasien dibolehkan makan setelah operasi. &gen hipoglikemik oral dihentikan pemberiannya pada hari operasi untuk agen dengan aktu paruh singkat dan dihentikan lebih dari 6C jam preoperatif untuk agen dengan aktu kerja panjang seperti =hlorpramide. 5ombinasi dari glukosa dan insulin adalah metode paling memuaskan untuk mengatasi konsekuensi metabolik yang merusak dari kelaparan dan stress pembedahan pada pasien diabetik. 8mumnya, tidak diperlukan infus insulin pada penderita diabetes dengan diet terkontrol terlepas
20
dari jenis operasinya atau penderita diabetes yang menjalani terapi agen oral dan sedang menjalani operasi minor. 5omplikasi hiperglikemia perioperatif termasuk dehidrasi, gangguan penyembuhan luka, penghambatan fungsi (berhubungan dengan peningkatan resiko infeksi) dan kemotaksis sel darah, gangguan P dan cedera tulang belakang dalam kondisi iskemik atau hipoksia da hiperosmolaritas menyebabkan hiper!iskositas dan trombogenesis. Fe!el glukosa J %C< mg/dF (%< mmol/F) menyebabkan diuresis osmotik, glikosuria dapat mengakibatkan dehidrasi dan peningkatan resiko infeksi saluran kencing. ebagai aturan umum pada pasien dengan berat badan < kg, % unit/jam dari insulin reguler menurunkan kadar glukosa sekitar ?*
Mana1emen Pei'peati, pada Pasien Anti!'agulasi 2alam melakukan operasi noncardiac pada pasien dengan riayat terapi jangka
panjang antikoagulan oral, perhatian utama adalah kapan aktu yang aman untuk melakukan operasi tanpa meningkatkan resiko perdarahan atau meningkatkan resiko tromboemboli (!ena, arteri) setelah menghentikan terapi antikoagulan oral. Tidak ada kesepakatan tentang bagaimana penatalaksanaan perioperatif pada pasien dengan terapi antikoagulan. 2i baah ini ada beberapa rekomendasi bermanfaat yang dapat digunakan bersama dengan penilaian klinis dengan tujuan memberi solusi pada masing-masing pasien. %. ebagian besar pasien dapat menjalani pencabutan gigi, arthrocentesis, biopsi, operasi mata dan endoskopi diagnostik tidak mengalami perubahan dari regimen mereka. 8ntuk prosedur in!asif dan bedah lainnya, 21
antikoagulan oral perlu dihentikan dan keputusan apakah menggunakan heparin intra!enous (40) atau subcutaneous (=) lo-molecular-eight heparin (F+B) adalah tergantung masing-masing indi!idu. . perasi in!asif umumnya aman (dari komplikasi hemoragik besar) ketika 4@" %,?. *. 2iperlukan aktu sekitar 6 hari bagi 4@" untuk mencapai %,? saat antikoagulan oral dihentikan preoperatif. 6. 2iperlukan aktu sekitar * hari bagi 4@" untuk mencapai ,< saat antikoagulan oral diberikan kembali post operatif ?. Aika antikoagulan oral diberikan 6 hari pre-op dan dimulai secepatnya postop, maka pasien berada pada aktu rata-rata, tanpa antikoagulan selama hari (6 jam pre-op dan 6 jam post-op) "ekomendasi Penanganan %. Aika 4@" pre-op adalah -*, hentikan antikoagulan oral 6 hari sebelum operasi (atau lebih lama jika 4@" J*,<) . 8kur 4@" satu hari sebelum operasi ; jika J %,, berikan % mg !itamin 5 sub cutaneus (=) *. Aika pada hari operasi 4@" adalah %,*-%, maka berikan % unit fresh froDen plasma dan siapkan unit jika 4@" %,-,< . 6. Pendekatan berikut dapat digunakan $ berikan antikoagulan dosis penuh dengan unfractioned heparin (8E) secara 40 ; berikan antikogulan dosis penuh bersama F+B atau berikan 8E atau F+B dosis profilaksis. Anestesi Regi'nal pada Pasien dengan Ri/a3at Penggunaan Anti!'agulan
&nestesi regional telah menjadi tehnik anestei pilihan untuk banyak prosedur pembedahan. @amun, antusiasme dalam memilih anestesi regional dirusak olek ketakukan pada hematoma spinal ataupun hematoma epidural. 5etakutan ini muncul karena pasien yang ada untuk prosedur dimana tehnik regional akan lebih bermanfaat seringkali memiliki gangguan pada sistem hemostatik mereka (misalnya pasien hamil dengan pre eklamsia dan trombositopenia, pasien ortopedi yang menerima tromboprofilaksis atau pasien bedah !askuler yang seringkali dalam status terantikoagulasi intraoperatif). &nestesi regional dapat dilakukan dengan aman pada pasien yang menerima terapi antikoagulan atau anti platelet asalkan penatalaksanaan pasien didasarkan pada timing yang tepat dari penempatan jarum dan pelepasan kateter relatif pada timing dari pemberian obat antikoagulan. tatus koagulan pasien harus dioptimalkan pada saat 22
insersi penempatan jarum/kateter spinal atau epidural dan le!el dari antikoagulasi harus dimonitor secara seksama selama periode kateterisasi epidural. 5ateter boleh dilepas dengan adanya terapi antikoagulasi, karena hal ini tampaknya secara signifikan meningkatkan resiko hematoma tulang belakang. 5easpadaan dalam pemantauan sangat penting untuk memungkinkan e!aluasi aal disfungsi neurologis dan inter!ensi yang cepat. Pasien 3ang Meneima Teapi T'm2'liti!
Pasien yang menerima obat fibrinolitik/trombolitik beresiko mengalami perdarahan yang serius. %. bat-obatan trombolitik harus dihindari selama %< hari setelah pungsi lumbal, anestesi spinal/epidural atau injeksi steroid epidural. . &nestesi spinal atau epidural adalah kontraindikasi pada pasien yang menerima obat fibrinolitik dan trombolitik. 2ata tidak tersedia untuk secara jelas menguraikan panjang aktu neuraksial pungsi yang harus dihindari setelah penghentian jenis obat ini.
Pasien 3ang Meneima Un,a8ti'nated Hepain #UFH% %. Pemantauan terapi antikoagulasi dari pasien yang menerima 8E dicapai melalui
e!aluasi nilai aPTT (acti!ated Partial Thromboplastin Time). @ilai normal dari aPTT berkisar dari 6 sampai *? detik. . Pada penggunaan profilaksis mini-dose subcutaneous (?<<< unit jam sebelum operasi) tidak ada kontra indikasi untuk penggunaan spinal/epidural anestesi. *. 5etika antikoagulasi intraoperatif dengan heparin selama operasi !askuler yang dikombinasikan dengan tehnik neura9ial maka peringatan di baah ini sangatlah penting $ Tehnik harus dihindari pada pasien-pasien dengan koagulopati lainnya • Pemberian heparin harus ditunda % jam setelah penempatan jarum • 5ateter epidural harus dilepaskan -6 jam setelah dosis terakhir heparin, • sementara reheparinisasi harus terjadi % jam setelah pelepasan kateter. 6. Penggunaan bersamaan obat-obatan yang mempengaruhi komponen lain dari mekanisme pembekuan (obat antiplatelet, F+B dan antikoagulan oral) dapat meningkatkan resiko komplikasi perdarahan pada pasien yang menerima hepari standar. Pasien Meneima LM:H #L'/ M'le8ula :eig$t Hepain% 23
2i &merika erikat (&) regimen dosis profilaksis biasa untuk pasca pembedahan deep !ein thrombosis (20T) adalah *< mg =, setiap % jam, dengan dosis aal diberikan %-6 jam postoperatif. Protokon dosis eno9aparin #ropa terdiri dari 6< mg =/hari. @amun, regimen #ropa dihubungkan dengan insidensi yang jauh lebih rendah dari formasi epidural hematoma. %. Profilaksis F+B dengan regimen eropa (6< mg eno9aparin setiap harinya) tampaknya tidak meningkatkan resiko perdarahan spinal, memberi inter!al minimal %<-% jam selisih aktu antara pemberian obat dan pungsi (penusukan). . 2osis berikut F+B tidak boleh diberikan kurang dari 6 jam setelah pungsi. *. 5ateter spinal atau epidural tidak boleh dilepas hingga paling tidak % jam setelah dosis akhir dari F+B. 2osis lanjutan F+B diberikan setidaknya jam setelah pelepasan kateter. 6. Pemberian terapi &ntiplatelet atau antikoagulan oral pada kombinasi dengan F+B dan interaksi dari F+B dengan de9tran dapat meningkatkan resiko dari formati spinal hematoma. ?. Pada pasien yang dijadalkan untuk blok spinal atau epidural, profilaksis tromboemboli dengan F+B seharusnya dimulai pada malam hari sebelum operasi dan dilanjutkan pada malam hari operasi. 2osis ini memiliki efek tromboemboli yang sama dengan memulai pada pagi hari operasi. :. Aika ada yang memilih untuk menggunakan dosis dua kali sehari sesuai protokol & (*< mg setiap % jam), dosis pertama F+B harus diberikan tidak lebih cepat dari 6 jam pasca operasi, terlepas dari tehnik anestesi dan hanya dengan syarat adanya hemostatis yang adekuat. Pasien Meneima Anti!'agulan Oal #Antag'nis Vitamin )% %. lok spinal atau epidural merupakan kontraindikasi pada pasien yang sepenuhnya ter-antikoagulasi dengan antagonis !itamin 5 seperti arfarin atau acenocumarol
40.
(introm) . Aika bedah +enentukan tatus Eisik Pasien 2ari hasil anamnesa, pemeriksaan fisik, hasil pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan penunjang yang ada kemudian ditentukan status fisik pasien dan prognosis/resiko terhadap anestesi. Pada kesimpulan e!aluasi pre anestesi setiap pasien ditentukan kalsifikasi status fisik menurut &merican ociety of &nestesiologist (&&). al ini merupakan ukuran umum keadaan pasien. 5lasifikasi status fisik menurut && adalah sebagai berikut $ && % $ Pasien tidak memiliki kelainan organik maupun sistemik selain • penyakit yang akan dioperasi.
24
•
&& $ Pasien yang memiliki kelainan sistemik ringan sampai dengan sedang selain penyakit yang akan dioperasi. +isalnya diabetes mellitus yang
•
terkontrol atau hipertensi ringan && * $ Pasien memiliki kelainan sistemik berat selain penyakit yang akan dioperasi, tetapi belum mengancam jia. +isalnya diabetes mellitus yang
•
tak terkontrol, asma bronkial, hipertensi tak terkontrol && 6 $ Pasien memiliki kelainan sistemik berat yang mengancam jia selain penyakit yang akan dioperasi. +isalnya asma bronkial yang berat,
•
koma diabetikum && ? $ Pasien dalam kondisi yang sangat jelek dimana tindakan anestesi mungkin saja dapat menyelamatkan tapi risiko kematian tetap jauh lebih
•
besar. +isalnya operasi pada pasien koma berat && : $ Pasien yang telah dinyatakan telah mati otaknya yang mana organnya akan diangkat untuk kemudian diberikan sebagai organ donor bagi
yang membutuhkan. 8ntuk operasi darurat, di belakang angka diberi huruf # ( emergency) atau 2 (darurat), 0.
misal $ operasi apendiks diberi kode ASA " E +enentukan bat dan Tehnik &nestesi erdasarkan data-data pra bedah yang diperoleh, masalah yang ditemukan, jenis operasi dan status fisik pasien kemudian ditentukan jenis tehnik anestesi dan obat anestesi yang akan digunakan. &nestesi 8mum $ &nestesi 4nhalasi $ • %. aseous anesthetic $ nitrous o9ide, cyclopropan . =yclopropane anesthetic $ alogenated (alotan, enflurane, isoflurane, •
se!oflurane, desflurane) dan @on halogenated (ether, chloroform) &nestesi 4ntra!ena $ arbiturat, enDodiaDepin, 5etamne =l, Propofol.
&nestesi "egional $ • • • •
@er!e block pinal atau intratechal injeksi #pidural =audal
&nestesi Fokal $ • •
Topikal 4nfiltrasi lokal
25
Pada anestesi regional dan lokal, obat-obatan yang biasa digunakan antara lain $ • •
04.
#sters $ =ocaine, procaine, chloroprocaine, tetracaine &mides $ Fidocaine, bupi!acaine, mepi!acaine, dibucaine, prilocaine,
etidocaine. +enentukan premedikasi etelah e!aluasi prabedah selesai, langkah berikutnya adalah menentukan macam obat premedikasi yang akan digunakan (premedikasi dalam arti sempit). =ara Pemberian $ 4ntra!ena (i!) ?-%< menit sebelum anestesi/operasi • 4ntramuskuler (im) U - % jam sebelum anestesi/operasi • Peroral malam sebelum operasi •
Tujuan pemberian obat premedikasi $ • • • • •
+enghilangkan kecemasan +endapatkan sedasi +endapatkan analgesi +endapatkan amnesi +endapatkan efek antisialogoQue
Pada keadaan tertentu juga $ • • •
+enaikkan p cairan lambung +engurangi !olume cairan lambung +encegah terjadinya reaksi alergi
Aenis premedikasi yang umum digunakan antara lain $
+emberikan ketenangan
ebagai analgetik
ebagai amnestik
+engurangi sekresi saluran pernapasan
+enurunkan p dan produksi saluran cerna
+encegah refleks !agal
+encegah reaksi alergi
+emudahkan induksi
edatif
@arkotikanalgetik
2iaDepam, tiosin ulfas atropin, tiosin
antasida, ranitidin
ulfas &tropin
&ntihistamin,kortikosteroid
Pethidin, morfin
26
044.
+engurangi dosis dan hasil ikutan anestesi
+encegah mual muntah
@arkotik-hipnotik
+etoklopropamid, ondancentron, dll
4nformed =onsent #dukasi pasien secara singkat tentang jenis operasi dan rencana anestesi yang akan digunakan, manajemen intraoperatif dan penanganan nyeri post operatif dengan harapan mengurangi kecemasan pasien dan membangun hubungan timbal balik dokter-pasien kemudian meminta persetujuan prosedur anestesi.
27