111Equation Chapter 1 Section 1EFEK FOTOLISTRIK Fitri Ramadhani, Usman Sambiri, Risnawati Ticia, Muhammad Sugiarto, Minarti Usman, Ahmad Swandi Laboratorium Fisika Modern Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Makassar Abstrak. Percobaan efek fotolistrik dirancang untuk mengamati perilaku cahaya sebagai partikel menurut teori kuantum dan menentukan konstanta Planck. Melalui percobaan ini diperoleh nilai tetapan Planck sebesar −34 6,626 x 10 Js berdasarkan literatur. Pada praktikum ini praktikan melakukan dua kegiatan yakni menyelidiki energi maksimum dari elektron-foto sebagai fungsi intensitas dan menyelidiki energi maksimum dari elektron-foto sebagai fungsi frekuensi dan cahaya. Berdasarkan analisis data hasil pengamatan, diperoleh nilai fungsi kerja logam sebesar −2,323 x 10−33 eV dan nilai tetapan Planck 6,568 x 10−34 Js dengan persentasi kesalahan sekitar 0.88% dibandingkan literatur. Persentasi kesalahan yang cukup rendah menunjukkan bahwa praktikum yang dilakukan sudah cukup baik dan akurat. Melalui percobaan fotolistrik dapat pula diketahui bahwa arus fotoelektrik dipengaruhi oleh intensitas cahaya. Energi kinetik maksimum fotoelektron tidak tergantung intensitas cahaya, namun hanya bergantung pada panjang gelombangnya, dengan frekuensi dan energi kinetik berhubungan secara linear.
KATA KUNCI: efek fotolistrik, konstanta Planck, teori kuantum PENDAHULUAN Efek fotolistrik merupakan peristiwa terlepasnya elektron dari permukaan logam akibat disinari cahaya. Ditinjau dari perspektif sejarah, penemuan efek fotolistrik merupakan salah satu tonggak sejarah kelahiran fisika kuantum. Untuk merumuskan teori yang cocok dengan eksperimen, kita dihadapkan pada situasi dimana paham klasik yang selama puluhan tahun diyakini sebagai paham yang benar, terpaksa harus dirombak. Paham yang dimaksud adalah konsep cahaya sebagai gelombang tidak dirombak, fenomena efek fotolistrik tidak dapat dijelaskan secara baik. Paham yang baru yang mampu menjelaskan secara teoritis fenomena efek fotolistrik adalah bahwa cahaya sebagai partikel namun demikian, munculnya paham baru ini menimbulkan polemik baru. Penyebabnya adalah bahwa paham cahaya sebagai gelombang telah dibuktikan kehandalannya dalam menjelaskan sejumlah besar fenomena yang berkaitan dengan fenomena difraksi, interferensi, dan polarisasi. Sementara itu, fenomena yang disebutkan tadi tidak dapat dijelaskan berdasarkan paham cahaya sebagai partikel. Untuk mengatasi itu, para ahli sepakat bahwa cahaya memiliki sifat ganda : sebagai gelombang dan sebagai partikel. Mengacu pada teori cahaya sebagai partikel (teori kuantum cahaya), energi kinetik maksimum dari elektron-foto hanya
bergantung pada frekuensi cahaya datang, tidak bergantung terhadap intensitasnya. Frekuensi yang lebih tinggi bergantung terhadap intensitasnya. Frekuensi yang lebih tinggi menghasilkan energi yang lebih tinggi. Berbeda dengan paham klasik dari teori gelombang cahaya, bahwa energi kinetik maksimum akan bergantung pada intensitas cahaya. Dengan kata lain, semakin terang cahaya, semakin besar energinya. Percobaan ini mengamati kedua kondisi yang terjadi. Pada kegiatan I dipilih satu garis spektrum (filter biru) dan diselidiki energi maksimum dari elektron-foto sebagai fungsi intensitas. Pada kegiatan dua dipilih garis spektrum yang berbeda (filter merah, jingga, kuning, hijau, biru) dan diselidiki energi maksimum dari elektron-foto sebagai fungsi frekuensi dan cahaya. Dengan percobaan yang teliti, konstanta pembanding, konstanta planck juga dapat ditentukan. TEORI Pada tahun 1905, Einstein menggunakan gagasan Planck tentang kuantisasi energi untuk menjelaskan efek fotolisrik. (Makalahnya tentang efek fotolistrik muncul dalam jurnal yang sama berisi teori relativitasnya khususnya). Karya Einstein ini menandai permulaan teori kuantum, dan untuk hal ini
Einstein menerima hadiah nobel dalam bidang fisika.[1] Untuk menguji teori kuantum yang dikemukakan oleh Max Planck, Albert Einstein mengadakan suatu penelitian yang bertujuan untuk menyelidiki bahwa cahaya merupakan pancaran paket-paket energi yang kemudian disebut foton yang memiliki energi sebesar hf. Percobaan yang dilakukan Einstein lebih dikenal dengan sebutan efek fotolistrik. Peristiwa efek fotolistrik yaitu terlepasnya elektron dari permukaan logam karena logam tersebut disinari cahaya. [2]
GAMBAR 1. Rangkaian percobaan Efek Fotolistrik [3] Berdasarkan hasil percobaan Einstein, ternyata tidak semua cahaya (foton) yang dijatuhkan pada keping akan menimbulkan efek fotolistrik. Efek fotolistrik akan timbul jika frekuensinya lebih besar dari frekuensi tertentu. Demikian juga frekuensi minimal yang mampu menimbulkan efek fotolistrik tergantung pada jenis logam yang dipakai. Selanjutnya, marilah kita pelajari bagaimana pandangan teori gelombang dan teori kuantum (foton) untuk menjelaskan peristiwa efek fotolistrik ini. Dalam teori gelombang ada dua besaran yang sangat penting, yaitu frekuensi (panjang gelombang) dan intensitas. Ternyata teori gelombang gagal menjelaskan tentang sifat-sifat penting yang terjadi pada efek fotolistrik, antara lain : a. Menurut teori gelombang, energi kinetik elektron foto harus bertambah besar jika intensitas foton diperbesar. Akan tetapi kenyataan menunjukkan bahwa energi kinetik elektron foto tidak tergantung pada intensitas foton yang dijatuhkan.
b. Menurut teori gelombang, efek fotolistrik dapat terjadi pada sembarang frekuensi, asal intensitasnya memenuhi. Akan tetapi kenyataannya efek fotolistrik baru akan terjadi jika frekuensi melebihi harga tertentu dan untuk logam tertentu dibutuhkan frekuensi minimal yang tertentu agar dapat timbul elektron foto. c. Menurut teori gelombang diperlukan waktu yang cukup untuk melepaskan elektron dari permukaan logam. Akan tetapi kenyataannya elektron terlepas dari permukaan logam dalam waktu singkat (spontan) dalam waktu kurang 10-9 sekon setelah waktu penyinaran. d. Teori gelombang tidak dapat menjelaskan mengapa energi kinetik maksimum elektron foto bertambah jika frekuensi foton yang dijatuhkan diperbesar. Teori kuantum mampu menjelaskan peristiwa ini karena menurut teori kuantum bahwa foton memiliki energi yang sama, yaitu sebesar hf, sehingga menaikkan intensitas foton berarti hanya menambah banyaknya foton, tidak menambah energi foton selama frekuensi foton tetap. [2] Einstein mempostulatkan bahwa energi yang dibawa oleh cahaya terdistribusi secara kontinu sebagaimana dinyatakan oleh teori gelombang. Paket-paket energi ini akan tetap terlokalisir (tidak memudar) ketika bergerak menjauhi sumbernya. Dengan demikian, paketpaket energi ini berperilaku sebagai partikel: kehadirannya terlokalisir, artinya pada saat tertentu akan menempati ruangan yang sangat terbatas dan tertentu. Selanjutnya, bak partikel ini disebut foton. Karena foton selalu bergerak dengan laju c maka menurut teori relativitas, massa foton haruslah 0. Energi foton bergantung pada frekuensinya, yaitu
ε =hv
(1)
dengan h menyatakan tetapan Planck. Hasil pengamatan terhadap gejala efek fotolistrik memunculkan sejumlah fakta yang merupakan karakteristik dari efek fotolistrik. Karakteristik itu adalah sebagai berikut. 1. hanya cahaya yang sesuai (yang memiliki frekuensi yang lebih besar dari frekuensi tertentu saja) yang memungkinkan lepasnya elektron dari pelat logam atau menyebabkan terjadi efek fotolistrik (yang ditandai dengan terdeteksinya arus listrik pada kawat). Frekuensi tertentu dari cahaya
dimana elektron terlepas dari permukaan logam disebut frekuensi ambang logam. Frekuensi ini berbeda-beda untuk setiap logam dan merupakan karakteristik dari logam itu. 2.
3.
ketika cahaya yang digunakan dapat menghasilkan efek fotolistrik, penambahan intensitas cahaya dibarengi pula dengan pertambahan jumlah elektron yang terlepas dari pelat logam (yang ditandai dengan arus listrik yang bertambah besar). Tetapi, efek fotolistrik tidak terjadi untuk cahaya dengan frekuensi yang lebih kecil dari frekuensi ambang meskipun intensitas cahaya diperbesar. ketika terjadi efek fotolistrik, arus listrik terdeteksi pada rangkaian kawat segera setelah cahaya yang sesuai disinari pada pelat logam. Ini berarti hampir tidak ada selang waktu elektron terbebas dari permukaan logam setelah logam disinari cahaya. Karakteristik dari efek fotolistrik di atas tidak dapat dijelaskan menggunakan teori gelombang cahaya. Diperlukan cara pandang baru dalam mendeskripsikan cahaya dimana cahaya tidak dipandang sebagai gelombang yang dapat memiliki energi yang kontinu melainkan cahaya sebagai partikel. Perangkat teori yang menggambarkan cahaya bukan sebagai gelombang tersedia melalui konsep energi diskrit atau terkuantisasi yang dikembangkan oleh Planck dan terbukti sesuai untuk menjelaskan spektrum radiasi kalor benda hitam. Konsep energi yang terkuantisasi ini digunakan oleh Einstein untuk menjelaskan terjadinya efek fotolistrik. Di sini, cahaya dipandang sebagai kuantum energi yang hanya memiliki energi yang diskrit bukan kontinu yang dinyatakan sebagai E = hf. Interaksi foton dengan partikel, misalnya dengan elektron seperti pada gejala efek fotolistrik, dipostulatkan sebagai berikut. Setiap foton berinteraksi dengan satu elektron tunggal. Tidak pernah satu foton membagi energinya kepada lebih dari satu elektron. Lebih lanjut, karena elektron pada gejala efek fotolistrik dalam keadaan terkuat, maka agar tidak melanggar hukum kekekalan energi dan hukum kekekalan momentum, proses transfer energi dari foton ke elektron ini memiliki sifat sebagai berikut. Jika energi foton cukup untuk melepas elektron dari ikatannya maka ada
peluang bagi foton untuk memberikan energinya. Tetapi, jika energi foton tidak cukup maka foton tidak memberikan energinya. Jadi, hanya ada dua kemungkinanyang terjadi yaitu foton memberikan seluruh energinya, atau samasekali tidak memberikan energinya kepada elektron[2]. Dengan menggunakan teori Planck, Einstein menemukan gejala efek fotolistrik dengan persamaan:
E h EK max W0
(2)
Dengan EKmax= energi kinetik maksimum (eV), dan W0 = fungsi kerja logam (eV) Persamaan (2) memungkinkan pengukuran konstanta Planck (h) dengan analisis sebagai berikut. Cahaya dengan energi hv menabrak elektron katode di dalam tabung hampa. Elektron memanfaatkan energi minimum W0 untuk melepaskan diri dari katoda, beberapa elektron keluar dengan energi maksimum EKmax. Umumnya, elektron tersebut dapat mencapai anoda dan dapat diukur sebagai arus fotoelektron. Akan tetapi dengan menerapkan potensial balik Vs antara anoda dan katoda, arus fotolistrik dapat dihentikan. Ekmax dapat ditentukan dengan mengukur potensial balik minimum yang diperlukan untuk menghentikan fotoelektron dan mengurangi arus fotolistrik hingga mencapai nol. Hubungan antar energi kinetik dan potensial penghenti diberikan oleh:
EK mak e Vs
(3)
Dengan mensubstitusi persamaan (3) ke dalam persamaan (2) diperoleh persamaan Einstein, [3]
hv eVs W0
(4)
Persamaan ini pada dasarnya adalah persamaan energi. Perlu diperhatikan bahwa e adalah muatan elektron yang besarnya 1,6 × 10−19 C dan tegangan dinyatakan dalam satuan volt (V). [2]
METODOLOGI EKSPERIMEN Pada saat melakukan praktikum, praktikan menggunakan alat dan bahan seperti perangkat pengukuran konstanta Planck, PC101 dan beberapa buah filter.
tersebut. Prosedur kerjanya sama dengan kegiatan pertama, namun potensial penghalang diatur pada nilai nol, elanjutnya baca penunjukan nilai potensial penghenti. Melanjutkan pengukuran nilai potensial penghenti dengan menggunakan filter yang lain. HASIL EKSPERIMEN DAN ANALISA DATA Pada kegiatan 1 diperoleh data sebagai berikut TABEL 1. Hubungan antara Potensial Penghenti dengan Potensial Penghalang Arus Perlakuan Ada Tidak Ada V < Vs √ V = Vs √ V > Vs √
GAMBAR 2. Perangkat Percobaan Efek Fotolistrik Terdapat dua kegiatan yang dilakukan pada percobaan ini. Pada kegiatan pertama, mula-mula sumber cahaya diatur sejauh 35 cm dari sensor dan mengatur current multiplier pada posisi ×0.01. Setelah itu, mengambil filter biru dan meletakkannya pada jendela tabung. Mengatur light intensity (intensitas cahaya) hingga terbaca arus pada layar dan ditentukan nilai arusnya misalnya 3.0 (angka yang terbaca pada layar menjadi nilai potensial penghalang). Mengatur voltage direction ke penunjukkan negatif (-). Memutar voltage adjustor sampai penunjukan arus pada layar menjadi nol. Mengatur display mod ke penunjukan voltage, pada layar akan terbaca angka yang menjadi nilai potensial penghenti. Kemudian dengan cara yang sama tapi diatur potensial penghalang yang lebih kecil dari potensial penghenti ( V V s ) , tapi sebelum melakukan perlakuan yang lain, sebaiknya perangkat percobaan dikalibrasi agar data yang diperoleh lebih akurat. Pada kegiatan 2, lebih dulu filter biru diganti dengan filter merah (menggunakan tisu). Mencatat panjang gelombang warna filter
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, pengaruh intensitas cahaya terhadap arus fotoelektrik yaitu berbanding lurus. Pada saat perangkat percobaan yang berada dalam ruang gelap di-ON-kan dan tidak diberi cahaya sama sekali, penunjukan nilai arus pada layar 00 (tidak ada arus). Akan tetapi, saat diberi cahaya, terbaca arus pada layar. Saat cahaya tersebut dinaikkan intensitasnya, nilai arus yang terbaca pada layar ikut naik. Aliran arus ini terjadi karena arus foto elektrik sebanding dengan cacah elektron foto yang dilepaskan persatuan waktu. Dari hubungan tersebut juga mengambarkan hubungan antara cacah elektron foto terhadap intensitas cahaya. Jadi untuk frekuensi cahaya tertentu cacah elektron foto yang dilepaskan dari logam berbanding lurus dengan intensitas cahaya.. Apabila tegangan (Vs) diperkecil, arus ikut mengecil dan jika tegangan terus diperkecil sampai nilainya negatif, ternyata pada saat tegangan mencapai nilai tertentu (-Vs), layar menunjuk angka nol yang berarti tidak ada arus listrik yang mengalir atau tidak ada elektron yang keluar dari permukaan logam. Potensial Vs ini disebut potensial penghenti. Pengaruh intensitas cahaya terhadap energi kinetik elektron-foto berdasarkan percobaan yang dilakukan yaitu intensitas cahaya tidak bergantung pada energi kinetik elektron-foto tetapi hanya bergantung pada panjang gelombang. Sesuai dengan teori
bahwa
v=
c λ
Ek maks=hv−∅, v
diperoleh
dari
. Sehingga dapat dikatakan bahwa
energi kinetik bertambah secara linear terhadap frekuensi sumber cahaya. Kebergantungan kuat arus foto elektrik terhadap intensitas cahaya ini sepenuhnya sesuai dengan faham cahaya sebagai gelombang. Jika intensitas cahaya dinaikan maka energi yang diterima elektron juga akan meningkat. Akibatnya energi atau cacah elekron foto yang dihasilkan juga meningkat sehingga arus fotoelektrik yang dihasilkan juga meningkat. Adapun penjelasan singkat mengenai kegiatan 1 berdasarkan penjelasan fisika klasik dan fisika kuantum sebagai berikut. Penjelasan fisika klasik. (1)Diperlukannya frekuensi ambang untuk menghasilkan efek fotolistrik. Berdasarkan fisika klasik, terjadi atau tidaknya efek fotolistrik tergantung pada intentsitas cahaya, bukan pada frekuensi cahaya. (2)Ketidakbergantungan potensial penghenti terhadap intensitas cahaya. Dalam fisika klasik, seharusnya nilai potensial ini bergantung pada intensitas cahaya karena semakin tinggi intensitas cahaya semakin besar energi yang diserap elektron sehingga Ek juga semakin besar. (3)Tidak ada waktu tunda antara penyinaran sampai terjadinya arus fotoelektrik. Menurut fisika klasik, jika intensitas cahaya sangat lemah maka diperlukan waktu yang cukup lama bagi elektron untuk mengumpulkan energi sehingga dapat melepaskan diri dari ikatannya. (4)Arus fotoelektrik sebanding terhadap intensitas cahaya. Menrut fisika klasik, jika intensitas cahaya dinaikkan maka energi yang diterima elektron akan meningkat. Akibatnya, energi yang dihasilkan juga meningkat sehingga arus fotoelektrik juga meningkat. Sedangkan penjelasan menurut teori kuantum. (1) Jika energi foton melebihi energi ikat elektron maka elektron berkemungkinan untuk lepas. Karena energi foton hanya bergantung pada frekuensinya yang semakin tingggi frekuensinya semakin besar energinya. (2) Besarnya energi kinetik elektron sama dengan besarnya energi foton dikurangi energi ikat elektron. Karena proses transfer energi dari foton ke elektron berlangsung satu lawan satu maka besarnya energi kinetik elektron hanya bergantung pada besarnya energi foton
yang membenturnya. (3) Berdasarkan postulat Einstein, pelepasan elektron dapat terjadi tanpa waktu tunda yang berarti; karena lepas tidaknya elektron tidak ditentukan oleh seberapa banyak jumlah energi yang berhasil dikumpulkan elektron, melainkan ditentukan oleh seberapa besar energi foton yang menumbuk elektron. Karena transfer energi dari foton ke elektron menyerupai benturan antara partikel, maka tidak perlu waktu tunda. (4) Kenaikan intensitas menunjukkan kenaikan cacah foton yang membentur permukaan logam. Ini mengakibatkan bertambahnya cacah elektron-foto yang dilepaskan logam. Jelas bahwa semakin tinggi intensitas cahaya semakin besar arus fotoelektrik yang dihasilkan. Pada kegiatan 2 diperoleh data sebagai berikut TABEL 2. Hubungan antara Frekuensi dengan Potensial Penghenti Frekuen Panjang Potensial Filter si (x Gelomba Penghenti Warna 1014 ng (nm) (V) Hz) Merah 635 4.72 0.52 Jingga 570 5.26 0.59 Kuning 540 5.56 0.77 Hijau 500 6.00 1.15 Biru 460 6.52 1.20 Dari tabel diatas dapat berdasarkan grafik sebagai berikut
dianalisis
1.5 f(x) = 0.41x -11.45 R² = 0.88
Potensial Penghenti (V)
0.5 0 468
Frekuensi (x 10-14 Hz) GAMBAR 2. Grafik hubungan potensial penghenti dengan frekuensi
antara
Dari analasis grafik dapat dihitung nilai konstanta Planck ( h ) dan fungsi kerja (
W 0 ).
Menggunakan
persamaan
efek
fotolistrik
hv=eV s +W 0 W h V s= v− 0 e e dihubungkan dengan persamaan yang diperoleh dari analisis y=V s ; grafik, maka dapat ditentukan
y=mx +C
h e
;
x=v
−34
Js
|
x 100
SIMPULAN
dapat
m=
|
−34
6,626 x 10 Js−6.568 x 10 −34 6,626 x 10 Js ¿ 0,88 ¿
;
C=
W0 e
Dari analisis grafik diperoleh
Dari praktikum yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa cahaya dapat berperilaku sebagai partikel. Hal ini dapat dibuktikan melalui peritiwa efek fotolistrik. Adapun konstanta Planck yang diperoleh berdasarkan praktikum sebesar −34 dengan presentasi 6,568 x 10 Js kesalahan sebesar 0,88 .
y=0,410 x−1,450 maka, Konstanta Planck (h)
REFERENSI
h m= =0,410 x 10−14 e h=e . m ¿ ( 1,602 x 10−19 C ) 0,410 x 10−14 ¿ 0,657 x 10−33 Js=6,568 x 10−34 Js Fungsi Kerja Logam ( W 0 )
C=
W0 =1,450 x 10−14 e
W 0=e . C ¿ ( 1,602 x 10−19 C ) 1,450 x 10−14 ¿ 2,323 x 10−33 eV Persentasi Kesalahan Konstanta Planck
|
diff =
|
hTeori−hPraktik x 100 h Teori
[1]Tipler, Paul A. 2001. Fisika untuk Teknik dan Sains Edisi Ketiga Jilid Dua. Jakarta : Erlangga [2]Siswanto. 2008. Kompetensi Fisika Untuk SMA. Jakarta: Departemen Pendidikan [3]Subaer, dkk. 2013. Penuntun Praktikum Eksperimen Fisika I Unit Laboratorium Fisika Modern Jurusan Fisika FMIPA UNM.