; r
Ed i Slamet lrianto Syarifuddin J urdi
/ .
p
c. I
POLITIK PERPAJAKAN MEMBANGUN DEMOKRASI NEGARA
Kata Pengantar Dr. Machfud Sidik, MSc.
Sambutan Direktur Jenderal Pajak Hadi Poemomo Sanksi pelanggaran Pasal 72: Undang-undang Nomor 19 Tahun 2002 Tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 12 Tahun 1997 Pasal 44 Tentang Hak Cipta 1. Baran Barang g siapadengan sengaja dan tanpa hak melakukan melakukan perbuatan perbuatan sebagaim seba gaimana ana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) atau pasal 49 ayat (1) dan ayat (2) dipid dipidana ana penjara masing-masing masing-masing paling paling singk singkat at 1 (satu) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp. 1.000 1.000.000,00 .000,00 (satu juta rupiah), atau pidana penjara paling lama 7 (tuj uh) tahun dan/ atau denda palin paling g banya banyak k Rp. 5.000 5.000.000. .000.000,0 000,00 0 (Iima milia miliarr rupia rupiah). h). 2. Bar Barang ang si siap apa a dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarka menge darkan, n, atau menjual kepad kepada a umum suatu ciptaan atau barang hasil pelanggaran hak cipta atau hak terkait, seba sebagaima gaimana na dimaksud dimak sud ayat (1) dipid dipidana ana dengan pidana penjara paling lama 5 (Iima)) tahun dan/a (Iima dan/atau tau denda paling banyak Rp. 500.000.000 500.000.000,00 ,00 (Iima ratus juta rupia rupiah) h)
Pengantar Ketua MPR RI Dr. HM Hidayat Nurwahid, MA Pengantar Prof. Dr. Gunadi, M.Sc.,Akt
UI I
Press
& Syarifudd in Jur di Politik P erpajakan: Membangu n D e mokrasi Negara ;- Yogyakarta: UII Press, 2005
Ed i Slamet lrianto
208 hlm . + xliv xliv;; 15 x 21 21 cm 11 ISBN 979-3333-78 979-3333-78-7 -7
I1
Buku ini dipersembahkan:
Kepada dr. Betty Ekawati, 5 ., Sp. KK., da n Salma Amda. Untuk mereka yang menjadi pemain peradaban masa depan; Muham Cetakan Pertama, Oktob Cetakan Oktober er 2005 Penyunting : Sobirin Malian Pracetak : UII Press Press Pcnerbit Pc nerbit : UIIPres UIIPresss Yog Yogyakarta yakarta (anggo (anggota ta lKAPI) Jl. Cik Di Di Tir Tiro o N o .! , Yogyakarta Tel.(0274)547865, Fax Fax.(0274)547864 .(0274)547864 l lak ci cipta pta
E-mail: uiipr
[email protected] [email protected] ;u
[email protected] pada UIIPr pada UIIPress ess dilindungiundang-un dilindungiundang-undang.(all dang.(all rights reserv reserved) ed)
Prasetyo Ramdhan Abdurasyid, Hafid Dwi Pras etyo , ma d Try Luthfi Nugroho,lkbar Riztki Hibatullah, Queen Choirunisa Tansa Tresna. da n
Ashila Salsabila Syarif, Ahmad Mutawakkil Syarif, Semoga menjadi lebihbaik, maju da n berkualitas .
[vi] Politik Perp Perpajak ajakan: an: Membangun Dem Demokra okrasi si Nega Negara ra
[vii]
Bis mill ahir rahm anir rah im
KATA KA TA PENGANTAR PEN PENULI ULIS S
D adalah
engan memanjatkan puji da n syukur kepada Allah SWT suatu kalimat pertama yang perlu kami ungkapkan, ungkapka n, karena dengan ridho, rahmat, da n hidayah-Nya -buku ini dapat hadir dihadapan pembaca. Pada prinsipnya buku in i membedah persoalan yang masih relatif langka dibahas da n dikaji oleh para ilmuwan sosial politik, ekonomi da n ilmuwan hukum, yakni persoalan politik perpajakan dengan fokus persoalan demokrasi perpajakan yang belum menjadi perhatian rezim politik yang berkuasa.
Buku politik perpajakan in i membedah seputar isu-isu penting mengenai aspe aspek k pol politi itik, k, demok demokrasi rasi,, sosial, kemanusiaan, teologis da n ekonominya. Kami menyadari menghadirkan wacana politik perpajakan tentu mengundang persetujuan (pro) da n penolakan (kontra), tepatnya kitab ini menghadirkan paradigma berpikir barn te n tang pajak yang selama ini hanya menjadi urusan ilmuwan ekonomi da n hukum semata, sementara aspek krusiallainnya yakni politik hampir terabaikan -akibat lebih lanjutnya pajak pajak menjadi menjadi elitis, tertutup, dan penuh manipulasi. Buku ini menurut hemat penulis menghadirkan diskursus baru te n tang pajak -sebuah diskursus yang bisa dipersoalkan oleh para ilmuwan pajak da n praktisi perpajakan. Mungkin buku ini banyak mengoreksi da n memberikan cara yang sesuai dengan prinsip pengelolaan negara yang demokratis kepada para pelaku perpajakan, terutama -tentu saja -para pembayar
Kata Kat a Pen gantar
[viii]
fix]
Politik Perpajakan Perpajakan:: Membangun Demokrasi Negara Negara
dibebankan kan oleh neg negara ara , sementara mereka pajak yang hanya dibeban sebagai pembayar pajak tidak pemah mengetahui pajak yang telah disetorkan kepada negara, digunakan untuk apa ? Sebagai isu baru dalam aspek politik da n isu baru pula dalam konteks ilmu ekonomi dan hukum, kitab politik perpajakan in i membangun wacana ekonomi politik baru yang akan menjadi acuan acuan dari kebijakan politik rezim. Rezim politik segera memikirkan cara mengelola negara yang demokratis, cara mendesain ekonomi perpaja perpajakan kan yang berjiwa sosial, sehingga proyek demokrasi dapat diwujudkan bersama dengan demokrasi politik . Untuk menghadirkan aspek perpajakan yang demokratis, maka seharusnya pengelola pajak mengemban amanah rakyat dengan baik, memberikan akses informasi yang cukup kepada rakyat untuk mengetahui pemanfaatan keuangan negara yang dikumpulkan dari pajak. Andai saja kondisi tersebut dapat diciptakan, maka pembayar pajak akan menyetorkan uang pajaknya kepada negara secara suka rela -tanpa ad a unsur paks paksaan, aan, tentu dalam hal ini n egara harus menyed ru menyediakan iakan an g bagi mereka -terutama ruang informasi yang cukup mengenai pemanfaatan uang politik k rezim berkuasa yang .p a j a k . Proyek-proyek sosial politi dibiayai oleh uang pajak, serta sumber keuangan lain yang dihimpun dari b erbagai sumber hams berwajah "manusia". Menutup informasi ten tang pajak, sama dengan membiarkan konsolidasi demokrasi berjalan secara parsial -artinya aspek politik, ekono ekonomi, mi, hukum, dan budaya sudah semakin demokratis, tapi soal ekonomi politik y an g berkaitan dengan p ajak m asih t ertutu p, tentulah sesuatu y an g tidak diinginkan ers d alam masyarakat. ol eh s teak hold ers
P ada bagian a wa l buku ini, kami sengaja menguraikan se cara lebih komprehensi f tentang demokrasi menurut akar secara is tilah ny a da n b egitu pula dengan makna empirik dalam masyarakat akat Indonesia. Penjelasan demokrasi itu kc hidu pa pan n masyar s c n d i ri diorientasikan kepada usaha untuk lebih memahami jelass yakni makna-rnakna makna -rnakna dasamya d eng an tujuan yang lebih jela
menuju kehidupan ekonomi politik yang lebih terbuka, partisipasii warga secara transparan, akuntabel, da n ruang partisipas meluas. Selain itu diuraikan pula tentang desentralisasi yang merupakan isu penting dalam konteks kehidupan politik bangsa agar is u desentralisasi dapat klop dengan usaha demokratisasi bangsa pada semua level kehidu kehidupan. pan. Pada bagian-bagian bagian-bag ian berikutny berikutnya, a, kami menjelaskan makna pajak yang demokratis, pajak yang berwajah " m a nusia", pajak yang berdimensi keadilan, pajak yang relevan dengan misi besar bangsa yakni membebaskan manusia dari kemiskinan, ketertindasan. asan. Begitua Begituah h seterusnya kami kemelaratan dan ketertind menguraikan aspek pajak ini, da n bagian tertentu yang mungkin dapat menjadi bahan perbandingan, kami juga menghadirkan isu penting lain yang berpotensi besar menjadi sumber penerimaan negara di masa adalah zakat, yang dalam beberapa hal tentu berbeda dengan pajak.
Kitab ini menjadi lebih baik -sekalipun kadamya masih terbatas, tetapi apa yang disajikan terutama isi da n pokok kajiannya telah dibaca oleh beberapa pihak yang menurut hemat kami memiliki kompotensi atas ata s masalah politik, demokrasi, pajak da n birokrasi pemerintahan. Selain itu, buku ini juga telah diberi beberapa catatan da n masukan oleh beberapa pihak sebelum diterbitkan, tegasnya buku ini telah didiskusikan dengan beberapa komponen penting dalam rangka memperoleh tambahan masukan untuk perbaikanny a. pihak yang ah Kepada beberapa pihak yang telah berpartisipasi atas nask ah am adasarny a, kami menguca mengucapkan pkan terima kasih, tentu p ert ertam kasih h kepad kepada a Dr. H. H id a yat tama kami menyampaikan terima kasi ai Nu r Wah id, MA, (selaku Ketua MPR RI maupun se sebag bag Sidik, ik, MSc., pribadi), Prof. Dr. Gun adi , MSc., da n Dr. Mahfud Sid yang telah m embaca da n memberikan pe n ganta r b agi kitab in i. Kesed iaan ketiga orang tersebut untuk m emberikan i rgaan yang tingg pengantar bagi kitab ini mempakan p engha enghargaan buat kami, 'm en g in g at ket ketiganya iganya masih m enyempatkan diri untuk memb ac a d an memb memberi eri peng ant ar bagi buku ini d i
[xi] Kata Kat a Pengantar
Ixl
Politik Perpajakan: Perpajakan: Membangun Demokrasi Negara Negara
Pejabatt Negara, Akademisi da n tengah kesibukan sebagai Pejaba Aparatur Birokrasi. Begitu juga dengan Dr. Hadi Poernomo, MBA sebagai Direktur Jenderal Pajak yang telah memberikan kata Sambutan bagi buku ini .
Akhirnya penulis ingin mengatakan rasa hutang budi kepada berbagai pihak terutama Promotor kami yakni Prof. Dr.. Miftah Thoha, MPA; Prof . Dr. Ichlasul Amal, MA; Prof. Dr Dr. Warsito Utomo, Prof. Dr. Dr. Yahya A Muhaimin da n Prof. Dr. Mardiasmo, MBA. Terima kasih pula kami sampaikan kepada Dr . Purwo Santoso, MA da n Dr . E r w a n A g u s Purwanto, atas waktu da n kesem kesempatanberdisk patanberdiskusi usi dengan kami dalam banyak kesempatan, serta perhatiannya yang besar kepada kami hingga kami sering diberi bahan bacaan bagi kelancaran studi kami. Kepada teman-teman di program S-3 Ilmu Sosial Politik Sekolah Pascasarjana UGM, diantaranya Dr. Noudy P. Tendean Tendean,, M.5i., Dr. Cand. Fadel Muhammad, Dr . Cand . Hasanuddin, MA , Dr . Cand. Sr i Woro Wahyuningsih, MA, da n Ir. Akbar Tandjung, MS, serta yang lainnya yang tidak dapat kami sebutkan semua namanya disini.
Terima kasih tentu pantas kami sampaik sampaikan an kepad kepada a keluarga, mereka telah merelakan kami untuk berbagi waktu -bahkan lebih banyak waktu yang kami habiskan untuk menguru men guruss studi dari daripada pada bersama dengan keluarga, pengorbanan da n kerelaan mereka itulah yang ikut memacu da n memicu semangat kami dalam menempuh studi dan menyelesaikan kitab sederhana ini. Mereka adalah dr. Betty Ekawati, S., Sp.KK, da n generasinya Muhammad Ramdhan Abdurasyid, Hafid Dwi Prasetyo, Try Luthfi Nugroho, Ikbar Riztki Hibatullah, Queen Choirunisa Tansa Tresna. Juga kepada Salma Amda, SS., da n penerusnya Ashila Salsabila Syarif Sy arif da n Ahmad Mutawakkkil Syarif. Perlu juga kami tamba tambahkan, hkan, bahwa buku in i masih jauh ri kcsc kcscm m p u r n a a n da n karena it u -kami mengharapkan
adanya kritik da n koreksi yang diberikan oleh para pembaca yang budiman guna memperbaiki buku in i . Khusus kepada penerbit UII Press diucapkan terima kasih atas kesediaannya menerbitkan buku ini. Akhirnya, semoga karya sederhana in i
dapat bermanfaat bagi pembaca yang budiman. Bulaksumur, September 2005 Penulis
Politik Perpajakan: Perpajakan: Memban gun Demokrasi Negara Negara
[xiii]
KATA PENGANTAR
S
t u d i ten tang politik, demokrasi da n perpajakan, ketiga tiganya merupakan is u yang sangat penting dalam kehidupan masyarakat. Ketiga studi tersebut tidak jarang membingungkan tidak saja bagi masyarakat awam, birokrat, politisi namun juga para akademisi. Penggalian hubungan antara ilmu politik,demokrasi politik,demokrasi da n perpajakan selalu mengundang kontroversi yang berkepanjangan.
Sympton da n bahaya implementasi demokrasi tanpa memperhatikan kemampuan ekonomi suatu bangsa akan membawa keterpurukan, da n kemerosotan kesejahteraan suatu bangsa. Namun, keberhasilan pelaksanaan demokrasi khususnya di negara-negara maju akan membawa bangsa yang bersan bersangkutan gkutan ke arah kehidupan pendewasaan demokrasi da n peningkatan kemampuan ekonomi bangsa yang bersangkutan termasuk didalamnya mengoreksi ketimpangan kemampuan ekonomi warga negaranya. Kehidupan demokrasi yang dewasa akan mengurangi kebrutal kebrutalan an da n pemaksaan sekelompok kekuatan politik untuk memarginalkan kelompok minoritas. Studi tentang perpajakan dalam dekade terakhir tidak penerapan lepas dari aspek politik da n didalamnya termasuk termasuk penerapan prinsip-prinsip demokrasi. Sistem perpajakan di lain pihak merupakan bagian dari instrumen kebijakan fiskal yang ditujukan terutama untuk mencapai kebijakan ekonomi makro yang sasarannya adalah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat suatu negara . Fenomena dalam dekade 90-an yang menunjukkan an bahwa negara-negara terjadi di penjuru dunia menunjukk
lxvl [xiv]
Politik Perp Perpajak ajakan: an: Mem bangun Demokrasi Negara Negara
yang mengembangkan sistem demokra demokrasi si sebagai pilihan mengalami kenaikan dari 60 (enam puluh) negara pada tahun 1989 19 89 menjadi 100 (seratus) negara pad a tahun 2000. Di antara negara-negara negaranegara yang menerapkan sistem demokrasi tersebut ju str u mengalami penurunan kesejahteraan masyarakatnya yaitu pada tahun 1989, persentase negara miskin yang menerapkan sistem demokrasi sebanyak 15 % da n justru pada tahun 2000 jumlah negara miskin yang menerapk menerapkan an sistem demokrasi tidak selalu menjamin pening peningkatan katan pembangunan ekonomi. Demikian pula, implementasi desentralisasi yang tidak didukung dengan gran grand d strategy yang komprehensif yang ditunjang dengan implementasi yang mempertimbangkan berbagai aspek baik politik, latar belakang kehidupan bangsa, pluralitas etnik etnik,, keberagaman kebudayaan, sistem demokrasi dan kemampuan ekonomi bangsa yang bersangkutan akan menambah deretan negara yang gagal dalam melaksanakan proses desentralisasi. Desentralisasi dinilai berhasil bila dalam pelaksanaannya memberikan implikasi meningkatnya pelayanan sektor birokrasi kepada masyarakat, meningkatkan partisipasi masyarakat dalam penyediaan barang publik da n memenuhi preferensi dari masyar masyarakat akat serta mempromosikan kehidupan yang lebih demokratis. Keberha Keberhasilan silan pelaksanaan desentralisasi tergantung pada desain desentralisasi it u sendiri, perencanaan strategik, pengembangan kelembagaan da n capacity building dari lingkungan birokrasi dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. perpajakanyang akanyang baik terutama terutama hams Demikian pula sistem perpaj memperhatikan aspek kebijakan ekonomi yang dianut oleh negara yang bersangkutan dalam rangka mensejahterakan masyarakat da n kemampuan administrasi perpajakan itu sendiri.
Sistem perpajakan yang baik harus menggali potensi perpajakan sesuai dengan ketentuan perpajakan yang ada,
meminimalkan distorsi terhadap kegiatan ekonomi, memenuhi keadilan di bidang perpajakan serta kemampuan administrasi perpajakan perpajak an itu sendiri. Kemampuan administrasi perpajakan meliputi kelembagaan, sistem da n prosedur perpajakan, dukungan infrastruktur di dalam melaksanakan administrasi perpajakan da n sumber daya manusia yang kompeten dalam melaksanakan kebijakan perpajakan. Buku Politik Perpajakan: Membangun Demokrasi lriant anto o dan Slamet met lri Negara yang ditul ditulis is saudara Edi Sla Syarifuddin [urdi merupakan upaya pengkayaan pemikiran yang berkembang baik di negara maju maupun negara berkembang berkemba ng khususnya Indonesia. Salah satu hal baru yang dikupas oleh kedua penulis tersebut adalah mengka mengkaji ji lebih tajam pemikiran dasar demokrasi perpajakan yang jarang ditulis baik oleh ilmuwan di bidang politik, sosial, keuangan negara maupun perpajakan. Menurut penulis membicarakan demokrasi perpajakan dalam politik nasional, mengingat rezim politik yang berkuasa pada masa lalu tidak pemah membuka peluang bagi adanya mekanisme kontrol, pengalokasian pajak yang dihimpun dari masyarakat. Pajak dilihat dari segi politik dapat dimaknai sebagai investasi politik seorang warga negara kepada negara, investasi dimaksudkan sebagai tabungan rakyat dalam rangka p olitiknya membantunegara dalam membiayai proyek-proyek politiknya sehingga ad a preferen preferensi si politik bagi warga negara yang bersangkutandalam bersang kutandalam setiap proses politik yang diselenggarakan pemerintah, artinya masyarakat pembayar pajak mempunyai ha k sama atau dengan kata lain memiliki se mac am otoritas untuk mengetahui pengelolaan pajak terutama berkaitan dengan penentuan kebijakan negara mengenai pengumpulan, pengadministrasian da n pemanfaatan pajak. Menurut kedua penulis, demokrasi yang berarti kesetaraan da n partisipasi, maka demokrasi perpajakan dapat dimaknai sebagai sistem terbangunnya p er er pa pa ja ja ka ka n y an an g
lxvi]
[xvii]
Politik Perpa Perpajakan jakan:: Membangun Demo Demokrasi krasi Nega Negara ra
menggambarkan adanya kesetaraan antara pemerintah da n sehingga ga memungk memungkinkan inkan masyarakat pembayar pajak, sehing masyarakat muneulnya partisipasi masyarakat, sejak dar darii pros proses es pembuatan kebijakan perpajakan, pengumpulan pajak da n pemanfaatan uang pajak.Prinsip demokrasi yang paling urgen adalah meletakkan kekuasaan ditangan rakyat bukan ditangan penguasa. Dengan terbitnya buku PoIitik Perpajakan: Membangun Demokrasi Negara, saya kira akan memberikan tambahan waeana baru kepada pemerintah, masyarak masyarakat, at, legislator da n akademisi yang berminat dalam kajian pengetahuan ten tang politik, demokrasi, desentralisasi, da n kebijakan perpajakan dalam sua tu analisis yang lebih komprehensif.
Jakarta, Agustus 2005
Dr. Maehfud Sidik, M.Se.
SAMBUTAN DIREKTUR JENDERAL JENDERAL PAJAK
K
e p u tu tu s a n pemerintah untuk mengubah kebijakan anggaran dari yang berbasis resources ke anggaran yang berbasis pajak, nampaknya merupakan langkah tepat. Sebab sumber daya alam yang kita miliki seperti migas, selain faktorr persediaan yang nilainya semakin dipengaruhi oleh fakto menipis juga sangat tergantung kepada pembentukan harga pasar internasional yang sangat fluktuatif. Artinya, situasi tersebut sangat sulit untuk dijadikan referensi ketika kita berketetapan membangun anggaran yang stabil da n dinamis. Sejalan dengan perkembangan kehidupan berbangsa da n bemegara, seeara bertahap peran pajak mengalami pergeseran yang eukup fantastis . Betapa tidak, pajak yang sebelumnya hanya sebagai pelengkap penerimaan dalam negeri kini telah bergeser da n berada pada posisi y an an g a m a t sanga t menentukan. Meskipun masih ba n yak pihak yang kurang puas terhadap kin erja perpajakan, namun satu hal yang sulit terbantahkan adalah kontribusi penerimaan pajak yang saat in i sudah meneapai 80% terhadap penerimaan dalam negeri. Ke depan peran pajak akan terus meningkat sejalan de n g an meningkatnya pemahaman masyara masyarakat kat dalam ma s al ah perpajakan.. perpajakan
Sudah saatn ya, masyarakat mendapatk an an p em ah am an yang komprehensif tentang mas alah pe r p a j ak a n d al am konteks kehidupan negara yang demok r ati s. D alam negara yang modern dan demokratis, pajak di p ahami sebagai kewajiban demokrasi warga negara. negar a. Ol Oleh eh ka rena itu, pajak bukan hanya menjadi domain pemerintah yang dalam hal in i
Ixviii]
Politik Perpajakan: Membangun Demokrasi Negara
[xix]
Direktorat Jenderal Pajak semata, akan tetapi telah menjadi tanggung jawab seluruh elemen bangsa yang menghendaki berjalannya sistem kenegaraan yang demokratis. Pemahaman semacam ini menjadi penting bagi kita sebagai bangsa, agar kita tidak terjeb terjebak ak pada retorika politik yang politik yang cenderung saling menyalahkan tanpa memahami esensi posisi kita masing masing dalam kehidupan bemegara. Oleh karena itu, saya menyambut baik penyusunan buku dengan judul Politik Perpajakan Membangun Demokrasi Negara oleh saudara Edi Slamet Irianto da n Syarifuddin Iurdi. Penulis telah menjadikan teori politik sebagai pendekatan kajiannya, yang menurut hemar saya masih sangat langka dilakukan, karena selama in i pajak baru dikaji dari perspektif ilmu ekonomi da n ilmu hukum. Dengan demikian, buku in i diharapkan akan menambah khasanah bacaan tentang perpajakan baik bagi mahasiswa, dosen, elite politik, elite birokrasi termasuk aparatur perpajakan maupun semua pihak yang berminaj terhadap perpajakan Indonesia.
Jakarta, Agustus 2005 Direktur Jenderal Pajak
Hadi Poemomo
NI P .060027375
PENGANTAR: MENC PENGANTAR: MENCARI ARI KEADI KEADILAN LAN POLITIK POLITI K MELALU MELALUII PAJAK
Oleh: Dr. HM. Hidayat Nurwahid, MA Ketua MPR RI
P
engelolaan negara modern selalu didasarkan kepada prinsip-prinsip prinsip-p rinsip keterbukaa keterbukaan n (transparansi), efektif da n efisien. Sebuah negara dengan sistem politiknya yang demokratis akan memberi ruang bagi partisipasi warga dalam seluruh proses politik politik yang yang berlangsung. Ketika partisipasi da n ruang publik untuk rakyat ditutup da n disumbat oleh mesinmesin politik da n mesin-mesin teror da n penindas, maka pengelolaan negara yang transparan sulit diharapkan. Dalam politik k kenegara kenegaraan an yang dibangun selama in i sejarahnya politi menempatkan penguasa dalam konteks yang istimewa, sementara rakyat berada dalam posisi kooptasi negara, dengan kata lain -rakyat tidak berdaya ketika berhadapan dengan penguasa negara. Kondisi politik demikianlah yang ingin dirubah oleh reformasi politik yang telah berlangsung, agar terjadi suatu pola hubungan antara rakyat da n negara (pemerintah) yang seimbang, rakyat memiliki sejumlah h ak da n kewajiban yang harus ditunaikan sebagaimana n egara memiliki keharusan melindungi, mengayomi, d an mensejahterakan rakyatnya.
diikat at oleh berbagai .perjanjian yang Negara modern diik dibangun sebagai syarat terciptanya suatu keseimbangan sosial, ekonomi, politik dan hukum dalam suatu negara yang beradab. Perjanj Perjanjian ian it u sendiri terkait dengan adanya
[xxi] [xx]
Politik Perp Perpaja ajakan kan:: Membangun Demokrasi Negara
hubun gan timbal balik antara ne g ara dengan masyarakat. Dengan memakai cara berpikir y an g lazim, bahwa negara bisa ad a karena ada rakyat da n rakyat s endiri membutuhkan pemimpin (negara) untuk mengatur kelangsungan hidup Kebiadaban aban tentulah sesuatu yang bersama agar beradab. Kebiad tidak diinginkan dalam kehidupan bersama, tanpa negara keadaban rasanya sulit tercipta. Dalam mengikat hubungan yang saling membutuhkan itu, praktek politik negara-negara modem cenderung menerapkan pola yang lazim dipakai yakni negara memiliki sejumlah kewenangan yang absah kepada rakyat sebagaimana rakyat memiliki hak yang dituntut kepada negara . Dalam hal inilah, pajak paja k menj menjadi adi media yang menghubung menghubungkan kan antara kepentingan negara dengan rakyat dan pajak menjadi syarat lain bagi terciptanya suatu keseimbangan antara negara dan rakyat. Rakyat memb membayar ayar pajak kepada negara dan sebagai imbalan jasa yang diperoleh rakyat, terutama golongan kaya berupa perlindungan atas yang membayar pajak lebih banyak banyak berupa segala kepentingan umum, dengan mewajibkan untuk mengadakan perjanjian perlindungan wajib antara negara dengan warganya da n negara memperoleh modal untuk membiayai proyek sosia sosiall kemanusiaannya.
Penganta Peng antar: r: Mencari Keadilan Politik Melalui Pajak
modem, pajak menjadi sumber pembiayaan politik negara
membiayai proyek-proyek sosial rezim, sebab tanpa adanya konstribusi real dari rakyat, negara juga tidak akan bisa menyuk menyukseskan seskan agenda kerja pemerintahan yang diprogramkan secara nasional melalui komunikasi politik dengan kekuatan-kekuatan politik yang ada dalam negara
tersebut. Memang pajak merupakan hal penting dalam urusan bemegara, sebab dengan pajak itulah distribusi keadilan sosial dapat dila dilakuka kukan. n. Negara 'd e n g a n paja pajak k akan dapat mengurangi tingkat kecemburuan sosial sosial warga negara yang tidak memili memiliki ki sumber-sumber ekonomi yang memadai. Sumber kekayaan yang dimiliki oleh segelintir manusia
harus disesuaikan dengan kondisi riil yang ada dalam masyarakat. Dalam kondisi tertentu pajak dalam jenis da n kadar apapun sudah mulai dipikirkan oleh para ilmuwan agar jen is kekayaan yang dimiliki oleh warga bemilai sosial dan ekonomi. Tampaknya, saya sependapat dengan gaga gagasan san yang dibangun dalam buku ini, bahwa pajak sudah harus dikelola
K eadilan politik hanya mungkin diperoleh dengan
menurut standar dan aturan yang lebih terbuka dan demokratis.
memberikan hak-hak dasar warga negara secara proporsional seperti hak untuk hidup secara layak, hak-kemanusiaan hak-kemanusiaan,, hak
Se lama ini pajak bersifat tertutup dan mengandung unsur manipulasi dan segal segalaa macamnya, namun pajak inipun belum sepenuhnya dapat menghasilkan keseimbangan sosial yang adil
untuk memperoleh keadilan keadilan,, ha k untuk menikmati kemerdekaan dan pembangunan, itulah hak-hak dasar yang diperoleh rakyat dari negara, sebab dengan memberikan hak keadilan.. Esensi negara hak tersebutlah - rakyat memperoleh keadilan didirikan adalah melindungi kepentingan bersama da n menjamin kesejahteraan sosial rakyat. Atas beberepa kemudahan yang diberikan n egara -rnaka rakyat harus pula memenuhi ketentuan yang tetap oleh negara yakni membayar pajak. Dalam pengelolaan negara
dalam masyarakat.
Negara, Rakyat dan Pajak Pajak telah berfungi sebagai sumber dana bagi pemerintah untuk membiayai pengeluaran-pengeluarannya. Salah satu pembiayaan negara yang penting dalam ha l in i adalah pembangunansosial kemanusiaan, selain pembiayaan Iainnya.
[xxiii]
[xxii]
Politik Perpajakan: Membangun Demokrasi Negara
Dalam teori negara, bahwa negara melakukan fungs fungsinya inya untuk melayani kebutuhan masyara masyarakat, kat, tidak untuk kepentingan pribadi. Maka kepentingan umum didahulukan atas kepentingan pribadi da n golongan. Dengan luasnya medan tanggungjawab negara -rnaka negara membutuhkan dukungan finansial dari rakyat, maka negara membuat ketentuan yang akan dijadikan pijakan untuk mengimbangi ketimpangan sosial dalam masyarakat masyarakat dengan pajak. Tegasnya untuk k negara, punya beban sosial kemanusiaan dan untu memenuhinya negara membuat ketentuan untuk mewajibkan warga negara atas dasar kedaulatan menanggung pembiayaan it u sesuai dengan kemampuan. Kerelaan rakyat membayar pajak sesungguhnya bagian dari komitmen rakyat untuk menciptakan keseimbangan da n keadilan sosial dalam masyarakat, itulah yang menjadi inti dari makna sosial pajak. Dalam hal ini, negara membatasi yang kuat dengan diwajibkan membayar pajak da n melindungi yang lemah dengan mendistribusikan mendistribusikan uang paja pajak k kepada mereka yang lemah ini secara merata da n adiL Dalam batas-batas batas-batas tertent tertentu, u, rakyat juga merasa kurang begitu percaya lagi kepada pemerintah yang diberi tugas mengelola negara, akiba t cara penguasa mengelola negara yang cenderung korup, penuh manipulasi da n praktek kolusi dalam pengelolaan pajak. Terkadang dalam kadarnya yang minima lis, penguasa memberikan beberapa keringanan kepada wajib pajak sesuai dengan keinginan da n selera mereka yang berkuasa, akibatnya rakyat yang lain -dimana negara memberikan beban kepada mereka untuk membayar pajak
menjadi kurang aktif aktif da da n bahkan cenderun cenderung g menghindar dari kewajiban tersebut. Untuk mengurangi ketegangan tersebut, negara harus menerapkan pola kerja yang memenuhi beberapa syara syarat; t; pertama, p ertama, negara dalam memungut pajak harus adil (syarat
Pengantar: Penga ntar: Mencari Menca ri Keadilan Politik Melalui Pajak
keadilan) merupakan tujuan dari pajak, artinya wajib pajak dikenakan sesuai dengan standarnya yakni secara umum da n merata, serta disesuaikan dengan kemampuan masing
edua, mereka yang diberi tug as (Dirjen Pajak) harus masing . K edua,
memungut pajak berdasatkan Undang-Undang (Syarat Yuridis). K etiga, etiga, negara perlu m enerapkan standar kerja yang pajak,, sebab ada akan dilakukan dengan menggunakan uang pajak kesan selama ini, negara menggunakan uang pajak secara elitis elitis sehingg rakyat tidak mengetahui uang pajak dipergunakan a untuk keperluan apa. Sesuai amanat konstitusi dalam UUD 1945 pasal 23 ayat 2, bahwa negara harus memberikan jamin an yang adil kepada rakyat dengan menggunakan uang pajak. akar dari sejumlah kekerasan, konflik da n protes rakyat se lama ini adalah persoal an ketidak-adilan secara ekonomi, sosial, politik, da n hukum. Maka su d ah saatnya negara mengubah cara
berhubungan dengan rakyat agar sesuai dengan standar keadilan da n kemanusiaan, negara perlu memperhatikan rakyat miskin (desa da n kota), sebab [umlah mereka yang miskin da n terlantar in i semakin bertambah, maka negara dengan deng an bebe beberapa rapa kew kewena enanga ngan n yang dimiliki perlu menerapkan cara kerja yang optimal untuk mengurangi kemiskinan, kemis kinan, sekal sekaligus igus berupaya untuk membendun g kekerasan dalam masyarakat. oleh eh Allah Pada prinsipnya kehidupan in i telah diciptakan ol secara seimbang, adapun kekacauan, ketimpangan da n kemiskinan it u terjadi -karena ada manusia yang m engambil lebih dari ha k yang semestinya diperoleh, maka dari itu negara menjadi fasilitator antara kalangan yang memiliki kekayaan tidak. k. Kekayaa n it u sendiri memberikan manfaat dengan yang tida dibidang sosial da n ekonomi kepada pemiliknya, karena dengan kekayaan -i a akan memperoleh kesempatan untuk
[xxiv]
Poliiik Perp Perpajaka ajakan n : M M embangun embangun Demokrasi Negara
b erusaha dibandin dibandingk gk an d en g a n orang lain ya ng ti d a k m emilikinya. erataa an itulah, kekay a a n d ik enakan Dalam konteks pe m erat paj ak. Neg ar araa m enera enerapkan pkan sistem -dim -dimanapem anapem ilik modal atau go longan k aya aya diwajibk an pa jak jak a tas kek a yaannya an m embayar pa k epada n eg ar a, tuju an untuk mene meneip ip ta k an an k e adilan sosial. N egara m enjadi m edi a pe peng ngh h ub ung an tara warga n egara yan g m emiliki k ekayaan e kayaan d en gan w a rga ya yang ng membu tu hka n uluran t angan ne g a r a u nt u k m en y a nt u n i m e r e k a y a ng l emah , mustad mu stad 'afin, dan tertindas. Warga negara yang telah m en enun unaikan aikan kewajiban pa pa jakny jakny a , m aka negara harus memberikan kepastian, kepastian, kelayakan, keadilan, kea dilan, d an eko nomi kepada warganya. Dala m sistem pemerintaha n m odem d imanap un di dunia ini tetap me nerapkan siste sistem m b ayar p ajak, dengan jalan demikianlah negara d engan berbagai pro ye k sosial kemanusiaannya d apat dijala dijalankan, nkan, sebab rakyat punya kewajiban sosial untuk membantu pembiayaan negara - tentu bantuan itu sangat disesu disesuaikan aikan dengan tingk tingkat at kemampuannya. kemampuannya . Selain it u , pajak juga harus dikelola oleh negara dengan jelas dan pasti, tidak boleh ada keraguan dalam pengelolaan kepastian stian tentu tentulah lah akan mengga mengganggu nggu pajak, paja k, sebab tanpa kepa ja la nn ya pemerin tahan teruta terutama ma fung fungsi si negar negara a untuk m enjmain keadilan dan k esejahteraan e sejahteraan warga melalui distrib usi pajak. melalui distribusi pajak yang meratalah akan dapat kesenjangan an sosial dalam mas yarakat, dengan mengurangi kesenjang beg itu pajak akan meningk meningkatkan atkan taraf hidup rakyat ekonomi lemah . Sekalipun pajak tidak idak begitu begitu ba nyak dibahas da lam doktrin teologi Islam, tapi Islam pu n memberikan beberapa ketentuan yang tegas mengenai hal ini terutama nega ra dalam kondisi tidak stabil. Dalam hal ini, Islam memberikan beberapa ja k sesuai pa ja kvtcntuan kepada uma t Islam agar membayar pa konteksnya harus memenuhi syarat seperti yang o leh Yusuf Yusuf Al -Qardawi (2004: 1079-1085); periama,
Penganta Peng antar: r: Menca Mencari ri Kead Keadilan ilan Politik Melalui Paja Pajak k
iiiiiiiiiiiiiii
[xxv]
pajak itu benar-benar dibutu dibutuhkan hkan dan negara tidak lagi memiliki sumbe r keuangan la in. Berdas arkan hal t ersebut, ne gara boleh membebankan p ajak kepada wa r ga negar a asalkan negar a tersebut tidak lagi la gi memiliki s umber k eu eu ang an edua, p embagi an yan g dapat m enutupi a nggaran negara . K edua, beban pajak y ang adil. D engan b ersumb er pada k ekurang e kurang an s u mber an ggaran n egara, ma ka r akyat waji wajib b memb ayar paj ak kep ad a n e g ar a ag a r di be r i ka n se e a r a ad il. K et et i ga , paj a k h endakn ya di pe perr gunaka n un tu k k ep ep entingan um at (rak yat) y at) d an bu ka n u n t u k m a ks ia t d an h aw a nafs u. P aj ak h a ru s d ikelola d en gan p rin sip ke juj ke juj uran, k eadilan, e adilan, d an s ikap ama a ma na h p ar a pe mimpin negara, d en engan gan begi tu p ajak akan memen uhi k et et entuan yang disyara tkan yakni bukan u ntu k k epentingan e pentingan p ribadi, golongan, da n ma ksiat serta memperkaya diri para p ej ejabat, abat, melainkan untuk me mbangun infrastruktursosial yang bisa dirasakan manfaatnya o leh rakyat banyak. Ke Keempat, empat, pajak sebelum dilakukan perlu memperole h persetu persetu ju ju an para ahli d a n eendekia . Sebelum sesua tu pa ja k dikenakan perlu ka jian, da n pendapat para ahli mengenai memperoleh analisa, ka jian, b esar dan keeil pajak yang akan dipungut dar i ma syarakat. Pajak merupakan bagian dari sejumla h ikatan an tara rakyat dengan nega ra, karena ia jenisnya ikatan, m ak a pajak me n ja di sarana komunikasi antara rakyat yang memiliki harta a den dengan gan mereka yang a ka n sejumlah k elebihan hart Dalam memperoleh keadilan ekonomi melalui sarana negara. Dalam beberapa s egmen, rakyat selal selalu u menj ad i bag ia n d a ri pengelolaan n egara, artinya negara dapat te gak ol oleh eh k arena a rena an n e g a r a untu k adanya rakyat da n rakyat membutuhk an menjadi adi le lebi h bermora l mengatur d an mengelola keh idupan menj da n beradab.
Selain untuk menciptakan kehi kehidupan dupan ya ng be rada b, pajak jug a berfungsi sebagai sumber-sumbe r k euan e uan gan n e gara yang akan dapat digunakan untuk me mbia ya i p engeluaran p emerintah. Pajak digunakan sebagai a la t untuk mengatur
[xxvi]
Politik Perpajakan: Perpajakan: Membang un Demokrasi Negara Negara
kebijaksanaan negara dalam memperbaiki atau mengarahkan aktivitas sektor swasta, karena sektor swasta tidak dapat mengatasi masalah perekonomian sehingga perekonomian tidak mungkin diserah diserahkan kan sepenuhnya kepada sektor swasta.
Pembangunan sosial kemasyarakatan da n ekonomi merupakan perhatian utama negara, sebab dimensi inilah yang akan menjamin kelangsungan sebuah bangsa. Oleh karena itu, negara perlu mewujudkan keeuku keeukupan pan (sustenance) yaitu kemampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar. Keeukupan yang dimaksud tidak sekedar menyangkut kebutuhan makanan semata, melainkan juga kebutuhan dasar lainnya seperti sandang, pa p an , kesehatan da n keamanan; perlu negara memberikan memberikan jati jati di ri (self-esteem) yaitu menjadi manusia seutuhnya yang merupakan dorongan diri sendiri untuk maju, menghargai diri sendiri da n merasa diri pantas untuk melakukan da n meraih sesuatu, serta adanya kebebasan (freedom) yaitu kebebasan atau kemampuan untuk memilih berbagai ha l atas sesuatu yang dianggap coeok untuk dirinya da n merupakan salah satu hak azasi manusia. Pajak Paja k dan Zak Zakat at dalam dalam Politik Nasional Dalam bagian ketiga buku ini dibahas tentang zakat, suatu konsep ekonomi kerakyatan yang diwajibkan dalam Islam. Tentu hadirnya pembahasan zakat in i menarik, terutama gagasan gagas an yang dikemukakan te n tang perlunya negara memikirkan memiki rkan alternatif sumber keuangan negara, dimana potensial menjadi sumber keuangan negara, hal penting yang diinginkan oleh penulis buku in i -sekalipun mungkin gagasannya perlu diperdebatkan seear seearaa akademik -yakni negara meski terlibat langsung dalam mengelola zakat. Dalam Islam, zakat merupakan salah satu kewajiban yang dianjurkan oleh agama bahkan kata shalat dan zakat diulangi oleh Allah dalam Qur'an beberapa kali, artinya zakat merupakan kewajiban agama yang agung dan utama dalam soal ibadah.
Pengantar: Mencari Keadilan Keadilan Politik Mel alui Pajak
[xxvii]
Zakat selain menunaikan kewajiban teologis, juga telah mengamalkan tradisi sosial kemanusia kemanusiaan an yang esensial. Dengan zakat yang diperintahkan oleh agama, banyak kaum miskin, anak yatim da n terlantar dapat ditolong. Zakat berbeda dengan pajak, karena zakat hanya diorientasi untuk memenuhi ketentuan membantu golongan miskin da n mustad'afin. Sementara pajak memiliki pajak memiliki fungsi yang jauh lebih besar seperti membiayai proyek sosial da n eadangan devisa negara. Zakat dibatasi pada harta yang berkembang, meskipun harta it u dibiarkan oleh pemiliknya, tapi terus mengalami perkembangan, Islam juga mewajibkan zakat atas harta baik sedikit maupun banyak. Sementara pajak dikenakan kepada barang-barang, harta milik yang telah ditentukan menurut Undang-undang negara. Untuk memenuhi ketentuan yang adil dalam soal zakat da n pajak, dimana pengelolanya terdiri dari manusia yang ju ju r, adil, da n amanah -barangkali ada baiknya dikutip yang berkata kepada al-Rasyid: "Wahai Yusuf yang pendapat Ab u Yusuf Amirul Mu'minin! Perintahkanlah untuk memilih orang yang dapat dipereaya, jujur, suka memeli memelihara hara diri, juga suka memberikan nasihat, jujur kepada paduka dan kepada rakyat as k an an l ah ah o r an an g y a ng ng d e m ik ik i an an untuk paduka. T u g as mengumpulkan sedekah di negeri ini. Da n perintahkan kepada mereka ten tang mazhab da n cara-cara mereka serta kejujuran mereka, sehingga mereka kumpulkan sedekah negeri-negeri ampai berita kepada saya "Sampai itu dan diserahkan kepadanya. "S bahwa petugas-petugas kharaj mengatur orang-orang mereka untuk mengumpulkan sedekah, kemudian mereka berbuat semena-mena da n aniaya. Mereka datang dengan harta yang tidak meneukupi. tidak halal tidak halal da n tidak meneukupi. Oleh karena itu sepantasnya orang yang memungut sedekah itu orang yang suka memelihara dirinya dan mau berbuat kebajikan".
Dalam Islam sangat jelas imbalan atas mereka yang menunaikan tugas tug as yang diberikan oleh negara seperti petugas
[xxviii]
Politik Per Perpaja pajakan: kan: M embangun e mbangun Demokrasi Negara
pajak da n zakat, bahwa mereka ini merupakan golongan yang berjuang untuk melindu melindungi ngi yang lemah da n membatasi yang k u a t d e n g a n cara yang adil da n jujur. Dalam salah satu riwayat Rasulullah saw. berkata; "Orang yang bekerja memungut sedekah dengan benar adalah seperti berperang di jalan Allah (HR. Ahmad, Ab u Daud, Turmudzi, Ibnu Majah, da n Ibnu Khuzaimah). Rasulullah berkata pula kepada salah seorang amil zakat; "Bertakwalah hai Abu Wahid, jangan sampai engkau datang pada hari kiamat nanti beserta unta yang menguak, sapi yang melenguh atau kambing yang mengembik" (HR Tabrani).
Zakat dapat memberantas sistem rentenir, upeti da n riba, sebab zakat berbeda dengan pajak yang mendasarkan sesuatu pajak yang kepada ketentuan yang dipaksakan da n tidak bertendensi pahala bagi yang mengeluarkan pajak. Dalam hal terten tertentu tu mesin-mes -mesin in polit politik ik negara negara,, artinya pajak m emakai mesin pemungutan pajak sangat ditentukan oleh kebijakan da n kekuatan penguasa baik mengenai objek, prosentase, harga dan ketentuannya - a p a b i l a sang penguasa menghendaki sesuatu badan atau seseorang dibebaskan dari pajak, atau kewajiban ban pajak sebagaimana ditentukan dikurangi jumlah kewaji oleh UU negara, maka sang penguasa dapat melakukan tindakan tersebut. Dalam zakat, seseora seseorang ng tidak dibenarkan mengubah (menambah atau mengur mengurangi) angi) ketentuan yang telah diwajibkan o l e h a g a m a , A l l ah ah memberikan ketentuan kewajiban zakat itu dari seperlima, sepersepuluh, separuh 139-140). sampai seperempat puluh (lihat hal. 139-140). Posisi zakat dalam kehidupan umat Islam tetap akan ada, ada satu penguasa pun yang menghapusnya, karena da n tidak tidak ada memiliki ki posis posisii sepertishala sepertishalat, t, ia bersifat zakat perintah Allah, ia memili abadi hingga akhir zaman. Sementara pajak tidak bersifat abadi da n tetap, karena pajak dapat saja dikurangi, dinaikkan da n atau dihapuskan -sangat tergantung kepada penguasa . Kalau penguasanya kaum borjuasi (kapitalis) maka pajak akan
Pengantar: Pengant ar: Mencari Kead Keadila ilan n Politik Melalui Paj Pajak ak
[xxix]
dinaikkan prosent prosentasenya asenya atau ada kebijakan khusus dari rezim, tapi kalau penguasanya sosialis (komunis) dengan sistem politiknya, maka pajak ditiadakan, karena tidak ad a kepemilikan pribadi -semua yang ad a milik bersama (diktator proletariat) (lihat hal. 140). Dalam praktek politik negara-negara modern, pajak menjadi sumber devisa negara yang akan dimanfaatkan untuk membiayai proyek-proyek sosial, politik, kemanusiaan da n pembangunan masyarakat lainnya, dimana rezim meminta persetujuan faksi politik (partai politik, ormas danstake holders lainnya). Negara mendasarkan kebijakan atas aspirasi publik yang luas. Dalam hal zakat, pengeluara pengeluarannya nnya ditentuka ditentukan n oleh perintah agama, ia harus terpisah dari keuangan umum negara -sasaran zakat yang penting adalah kemanusiaan da n ke da n zakat sebetulnya sama Islaman. Pos-pos pengeluara pengeluaran n pajak da yakni untuk kepentingan bersama bersama,, tapi pajak lebih menekankan kepada "kompromi" politik penguasa dengan faksi -faksi politik sedangkan zakat sudah jelas dialokasikan
untuk dunia kemanusiaan. Setelah keluarnya UU No . 38 tahun 1999 tentang pembentukan Badan Amil Zakat (BAZ) da n Lembaga Amil Zakat (LAZ) di daerah-daerah, in i berarti ada keinginan negara untuk terlibat dalam pengelolaan zakat, bahwa zakat harus dikelola secara profesional. Di zaman Nabi pengelola zak at at in i sudah dilakukan secara profesional seperti pengelolaan pajak -hal it u dilakukan untuk meminimalkan terjad in ya penyimpangan da n penyelewengan oleh oknum-oknum tertentu dalam negara. Sebelum mengakhiri pengantar, saya m er a sa p crlu memberikan apresiasi kepada penulis buku ini, karcna telah menghadirkan suatu paradigma perpajakan ya n g jauh lebih relevan dengan arus perubahan dan r eformasi bangsa. Tawaran-tawaran yang dihadirkan dalam buku in i sangat penting untuk rekonstru rekonstruksi ksi pengelo pengelolaan laan paj pajak ak yan yang g
[xxx]] [xxx Politik Perpa Perpajakan jakan:: Membangun Demok Demokrasi rasi Nega Negara ra
demokratis . Selama ini pajak hanya dimaknai secara ekonomi demokratis. da n hukum, maka sisi demokrasi da n politik dari pajak it u sendiri belum banyak banyak dibahas, dibahas, maka buku inilah yangpertama mengetengahkan is u da n wacana itu. Oleh karena itu buku re s p on on s d e n ga ga n baik untuk kemudian in i harus d i re mendiskusikan secara akademik da n bila perlu menjadi satu bahasan penting dalam dunia akademik atau misalnya sudah saatnya menyediakan Mata Kuliah khusus tentang Politik Perpajakan, sebab ha l in i pentin penting g untuk diajarkan kepada generasi bangsa ini. Akhimya selam selamat at membac membacaa da n saya tidak perlu menyimpulkan isi buku ini, arifnya pembaca sendirilah yang menyimpu menyimpulkan. lkan.
[xxxi]
Pengantar DEMOKRASI PERPAJAKAN: MENCARI KEMUNGKINAN BARU DALAM POLITIK NASIONAL Oleh: Prof. Dr . Gunadi, M.Se., Akt.
D
alam beberapa literatur pajak (West n: 1993) terdapat adagium yang mengatakan "no tax representation" yang maksudnya adalah tiada perwakilan (d i parlemen dalam kegiatan polit politik) ik) tanpa membayar pajak. Adagium ini mencoba mencari tali-temali antara kegiatan politik (demokrasi) dengan ha k untuk membayar pajak . Kalau masyarakat ingin berdemokrasi dengan baik da n melaksanakan hak-hak politiknya (ikut pemilihan umum dsb), biaya demokrasi (politik) yang terjadi karena kegiatan dimaksud harus dapat ditutup dari pembayaran pajak para anggota masyarakat.
Walaupun telah 6 tahun Pemerintah memberlakukan ten tang Pemerintah Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Daerah da n Undang-undang Nomor 25 Tahun 1999 tentan tentang g (yang g k ernudian e rnudian Perimbangan Keuangan Pusat da n Daerah (yan diubah dengan Undang-undang Nomor 33 Tahun 2 004), namun mencari simpul korelasi anta r a pajak d engan demokrasii masih menja demokras menjadi di wacana ya n g r elatif masih langka ini. i. Artinya negara dalam konteks kehidupan politik bangsa in mempunyaii kewenang mempunya kewenangan an me mungut paj ak dari rakyat yang dijalankan menurut aturan dan norma yang telah ditentukan s ecara bersama, melalui proses politik yaitu oleh wakil rakyat
[xxxiii]
[xxxii]
Politik Perpajakan: Perpajakan: Me mbangun Demokrasi Negara Negara
dan pemer pemerintah. intah. Dalam sistem negara modern, pajak dikenakan kepada penduduk yang memiliki sumber daya dalam berbagai bentuk termasuk penghasilan, pengeluaran dan kekayaan. Pajak diadakan oleh negara dari rakyat da n untuk kemaslahatan bersama seluruh rakyat atau dalam bahasa buku ini sebagai "kontrak sosial" antara nega negara ra dengan rakyat. Pajak menempati posisi sentral dalam kehidupan berbangsa da n bernegara sebagai wahana untuk menyeimbangkan simpul simpul politik, ekonomi, sosial dan yang berserakan dalam masyarakat. Dengan pajak yang dipungut dari rakyat yang memilikii kewajiba memilik kewajiban n bayar pajak, negara kemudian membuat proyek kemaslahatan umum yang bernuansa sosial, ekonomi, politik, dan budaya dalam rangka peningkatan kesejahteraan bangsa.
Pajak menjadi salah satu sumber dana untuk pembiayaan Pajak pembangunan nasional termasuk pembangunan infra-struktur sosial dan pelaksanaan tugas kepemerintahan. Oleh sebab itu diperlukan usaha untuk melakukan intensifikasi da n ekstensifikasi pemungutannya. Keberhasilan usaha tersebut ditentukan oleh kesadaran setiap anggota masyarakat untuk membayar kewajiban pajak, kesungguhan dedikasi dan sikap aparat pengelola pajak dalam melaksanakan tugasnya secara profesional, transparan, dan efektif, administrasi dan sistem perpajakan yang efektif, serta bantuan positif seluruh warga dan lembaga negara dan masyarakat. Ada kesan selama ini, bahwa pajak hanya urusan ilmuwan ekonomi, hukum, dan administrasi. Namun sejatinya pajak mempunyai aspek sosial, politik dan demokrasi. Oleh karena itu, dapat dipahami bahwa penulis buku in i berusaha untuk menghadirkan suatu paradigma baru dalam memahami sisi lain lai n perpaj akan dari aspek sosi sosial al poli politikn tiknya. ya. N am un demikian, a spek spek kemanusiaan, kemanusiaan, sosial, da n demokratis yang manakah y an g belum tersentuh oleh pengelolaan pajak selama ini,
Demokrasi Perpa Perpajakan jakan
sehingga diperlukan reorien reorientasikembali tasikembali aspek perpajakan yang sesuai dengan standar demokrasi bangsa? Hemat saya, buku ini telah mengisi ruang dari pertanyaan it u -walaupun disadar disadarii bahwa pengelola an pajak yang didesain dalam bingkai demokrasi belumlah terjadi dalam sistem perpajakan Indonesia. Permasalahan yang dihadirkan dalam buku in i nampaknya harus direspons secara hati-hati da n akademik, sebab asumsi berpikir yang digunakan sangatlah politik. Buku in i memahami pajak dalam dimensi moral, etika, politik. demokrasi dan kemanusiaan, sehubungan dengan adanya fakta bahwa ketimpangan dalam perpajakan sering menlgikan negara seca secara ra keseluruhan, termasuk rakyat yang menjadi tujuan distribusi pajak. Dimensi ini sangat dominan dan menarik untuk dicermati lebih jauh oleh mereka
yang mengelola pajak termasuk saudara Edi Slamet lrianto salah seorang penulis buku ini sebagai pelaku perpa perpajakan jakan agar
dapat mendesain kembali wajah dan pola perpajakan yang
relevan dengan arus perubahan sistem politik bangsa. Tanpa mendesain kembali cara pengelola an pajak yang sesuai konteks perubahan, akan menempatkan pajak tidak mengikuti irama perubahan. Artinya perubahan yang akan mendesain termasuk asuk meng menggusur gusur selur seluruh uh kele kelemah mahan an dan pajak term kekurangan praktek pengelolaan perpajakan selama ini.
Pajak dapat diartikan sebagai suatu pungutan yang merupakan hak prerogatif negara atau iuran yang dibayarkan oleh rakyat didasarkan pada undang-undang, yang dapat
dipaksakan tanpa balas jasa langsung yang dapat ditunjuk . Mainstream pemikiran terse tersebut but tela telah h mendorong para pcngelola pajak berlaku kurang mencerminkan semangat berbangsa dan
demokratis. s. bemegara yang berjiwa demokrati Negara-bangsa yang baru merdeka hanya membagikan buah secara selektif dan timpang kepada rakyat. Pergantian
[xxxv]
[xxxiv]
Politik Perpajakan: Perpajakan : Membang un Demokrasi Negara Negara
pemerintah yang kurang demokratis tidak secara otomatis
membawa perubahan ke arah perbaikan status sosial, perempuan, kelas sosial pekerja, atau petani da n kalangan miskin dan duafa . Proses perubahan yang terjadi baru bermanfaat secara sosia sosial, l, ekonomi, politik da n budaya bagi rakyat kebanyakan - kalau negara memberikan pelayanan da n
pembangunan yang merata tanpa pilih kasih, walaupun pendekatan prioritas sikap selektif untuk suatu kebijakan politik tetap diperhitungkan, namun kebijakan dimaksud tetap berorientasi kemanusiaan secara menyeluruh, dengan begitu dampak sosial sosial yang positif bagi akomodasi akan memberikan dampak simpul-simpul kultural da n kohesi sosial menjadi kuat. Kemerdekaan yang hakiki adalah terbebasnya manusia dari penindasa penindasan, n, keterbelakangan, kemiskinan da n kebodohan. Negara dalam konteks yang lebih luas harus memainkan peran-peran penting dalam rangka mengangkat keterpurukan bangsa untuk memberi memberikan kan kemerdekaan baru bagi kemanusiaan, kemanus iaan, memperbaiki infrastruktur sosial da n perbaikan ekonomi masyarakat. Reformasi yang telah berlangsung mestinya memberikan arah yang jelas bagi pembangunan kembali simpul-simpul sosia sosiall kultural kultural.. Reformasi belum memberikan kontribusi realnya atas bangunan sosial yang dimaksud,, bahkan reformasi yang telah berumur sewindu ini dimaksud mengukuhkan praktek politik kaum elite yang cenderung korup, manipulatif da n jauh dari semangat demokratis yang reformasi.. menjadi cita-cita dasar reformasi
Di tengah kondisi politik demikian, praktek perpajakan yang agak "bermasalah" harus segera menyad menyadari ari "bom perubahan . yang terus berlangsung Unsur ekonomi waktu" p enting yang menyumbang keberlangsunga keberlangsungan n negara adalah paj ak, Kalau pajak masih dikelola dengan cara-cara lama, m.ika akan memperoleh berbagai tekanan dari kalangan sosial Il ( ) Ii I i k . Reorientasi pajak agar menjadi lebih demokratis seperti
Demo kras i Perpaja kan
yang diinginkan oleh penulis buku in i -tentu juga merupakan keinginan keingi nan banyak orang menjadi penting untuk segera dilakukan. Tanpa melakukan perbaikan dalam konteks perubahan tersebut, pajak akan dirombak oleh mesin perubahan yang siap sedia untuk memperbaikinya. Pergantian Pergantia n kepemimpinan yang terjadi setelah kejatuhan memberikan n arah politik perpajakan Orde Baru belum dapat memberika yang memadai bagi terciptanya suatu mekanisme kerja perpajakan yang memenuhi ketentuan demokrasi. Kepercayaan publik terhadap pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) relat relatif if lebih baik da n legitimat dibandingkan sebelumnya. Modal trust yang dengan dua pemerintahan sebelumnya. dimiliki oleh pemeritahan SBY ja uh lebih mungkin melakukan serangkaian g ebrakan moral da n politik terhadap kejahatan korporasi termasuk kejahatan yang mungkin terjadi dalam perpajakan. Dalam Dala m hitunga hitungan n ekonomi politik, suatu pemerintahanyang legitimasinya langsung diterima dari rakyat akan jauh lebih besar kekuatannya untuk memperbaiki sistem politik da n ekonomi bangsa, terutama sistem pajak yang perlu d idesain kembali agar dapat menjadi lebih baik dan mampu membiayai anggaran negara, terutama pemb iayaan proyek yang
berhaluan kemaslahatan sosial. Sekalipun demikian, pajak yang diimpikan menjadi sumber utama dalam rangka kemandirian anggaran negara belu m dapat maksimal dikelola oleh pemerintah. Ca ra-c ar a pengelolaan pajak yang penuh bias da n c en d e ru n g me nyimpang harus ditinggalk an an dengan m el akukan pe rbai kan internal pajak menuju Good Governanc e. Sungguhpu n b egitu, ek uat an negara kalangan pajak s endiri haru s ditekan oleh k ek agar mereka yang d iberi tugas m engelola su sumber mber k euangan e uangan negara tersebut da p at menunjukkan perilak u ya yang ng demokratis. diperhatikan ikan adalah soal keadilan keadilan.. Ha l lain yang perlu diperhat Aspek keadilan yang perlu dipenuhi oleh pajak, antara lain
[xxxvi]
[xxxvii] Politik Perpajakan: Membangun Demokrasi Negara Negara
bahwa beban pajak harus dipikul secara merata da n sesuai dengan kemampuan pembayar setiap wajib pajak. Prinsip kesamaan/keadilan (equity), menghendaki bahwa perbedaan dalam level penghasilan harus mewarnai distribusi pajak. Selain itu, dalam kebijakan pajak harus melekat aspek kepastian (certainty). Pajak hendaknya tegas, jelas da n pasti dan bukan hanya sekedar tuntutan negara kepada masyarakat melainkan n negara harus memberik memberikan an untuk membayar pajak, melainka
manfaat sosial (social benefits) yang layak kepada yang memerlukan. Dari penerimaan pajak negara harus dapat menyediakan sejumlah kemudahan bagi rakyat untuk
mendapat manfaat ekonomi da n sosial dari pengalokasian pajak yang dimaksud. Dalam kasus-kasus tertentu, setelah membayar pajak kepada negara, rakyat tidak memperoleh informasi tentang
untuk apa penerimaan pajak dibelanjakan. Bahkan lebih baik lagi apabila rakyat diajak dialog mengenai pengalokasian uang pajak, apalagi memperoleh imbalan atau manfaat yang diberikan negara, melainkan dimanfaatkan untuk pembiayaan
negara. nega ra. Dalam soal in i negara menunaikan sejumlah kewajiban publik untuk melindungi, mengayomi da n memberikan rasa aman kepada warga negaranya. Ketika ketidak-nyaman, ketakutan da n ketidak-pastian terjadi, masyarakat masyarak at berhak menuntut negara untuk memberikan ja mi na n ke am an an atas usa ha , kegiatan dan kehidupan mereka.
Atas dasar itu, dengan meminjam cara berpikir penulis buku in i menggunakan teori negara da n demokrasi, nampaknya praktek bemegara yang demokratis itu haruslah sesuai dengan nilai-nilai da n aspirasi yang eksis dalam masyarakat. Model kehidupan bemegara yang baik adalah yang memungkinkan mengadakan kompromi moral dalam
Demo kras i Perpajak an
tatanan kehidupan bebas dari rekayasa dan urusan kurang terpuji, penuh dengan rasa keadilan da n bebas dari usaha untuk memaksakan keyakinan moral kepada orang lain (Franz Magnis-Suseno, 1995: 67). Rakyat da n negara merupakan dua unsur yang menyatu. Karena itu, adalah kurang bijak untuk menempatkan negara dalam posisi sebagai pihak yang menguasai rakyat. Dalam sistem politik otorite otoriter, r, negara atas pola menerapkan penaklukan seringkali rakyat, da n rakyat hanya menjadi obyek da n bukan sebagai partner. rakyathanya athanya b ersifat tertutup da n raky Akibatnya, kebijakan publik bersifat "pasrah" menerima kebijakan terseb tersebut ut tanpa ada partisipasi.
Dalam tahun 1999, Pemerintah juga memberlakukan Undang-undang Nomor 38 tahun 1999 ten tang Pengelolaan Zakat. Pemberlakuan in i mungkin dimaksudkan untuk menggairahkan pelaksanaan kewajiban syariat Islam untuk membayar zakat, memobilisasi dana zakat, mengelola da n memanfaatkannya untuk kemaslahatan umum. Baik pajak maupun zakat adalah sama-sama merupakan instrumen pemerataan pemerata an penguasaa penguasaan n sumberdaya ekonomi dengan menarik dari yang mampu untuk kemaslahatan bersama da n penyediaan penyed iaan santunan untuk yang kurang mampu. Untuk meringanka merin gankan n daya ser serap ap ters tersebut ebut (tream up effect) pemerintah berupaya mencari titik integerasi dari keduanya,. Dalam Undang-undang Nomor 17 Tahun 2000 tentang perubahan ketiga Undang-undang Pajak Penghasilan 1984, titik integrasi tersebut dijembatani dengan mengurangk an an zakat dari penghasilan ken a pajak pembayar zakat. Hal ini mengindikasikan bahwa negara ikut berpartisipasi berpartisipasi da l am pembayaran pembayara n zakat maksimal sebanyak 35 35% % da n p embayar zakatt hany zaka hanya a menang menanggung gung sisanya. S ebagai in strumen mobilisasi dana masyarakat, dengan adanya zakat da n pajak secara kumulatif akan terdapat dana yang lebih banyak tersedia untuk kemaslahatan umum.
[xxxix] [xxxviii]
Politik Perpajakan: Membangun Demokrasi Negara
Buku in i hadir tidak terlepas dari kegelisahan yang muncul dari para pengelola pajak terutama saudara Edi Slamet Irianto pajak terutama yang punya persepsi pengelolaan pajak pajak yang yang selama ini kurang transparan da n tidak demokratis, harus segera dilakukan memenuhii standar demokratis, perbaikan-perbaikan agar memenuh standar keadilan, d an standar kemanusiaan. Kegelisahan serupa nampaknya juga muncul dari kalangan masyarakat , luas dalam melihat pengelolaan da n pemanfaatan pajak yang kurang transpar transparan an da n bias tersebut. Ikhtiar yang dilakukan oleh penulis buku ini nampaknya akan member memberikan ikan arah baru bagi format politik perpajakan yang lebih baik di masa depan. Format itu sendiri terkait langsung dengan rekonstruksi sejumlah "kekuranga "kekurangan" n" yang dirasakan oleh masyarakat dalam pengelolaan pajak. pajak. Mereka mengharap bahwa bangsa in i harus di "bangunkan" dari segala kemunduran d an sikap yang kurang terpuji, karena kemajuan hanya dapat diraih dengan menyadar menyadarii kekeliruan da n kesalahan d an seger segeraa memper memperbaikin baikinya ya agar lebih berkualitas. Semakin berkualitasnya pengelola pajak tentu akan mengubah citra da n stig stigma ma "bermas "bermasalah" alah" yang dikesankan masyarakat. Perspektif pajak yang relatif baru in i diharapkan dapat menambah khasanah literatur ekonomi da n hukum. Dalam dimensi sosial politiknya, pajak perlu direkonstruksi agar berlandaskan pada kepentingan publik yang luas. Perlu dicatat bahwa pajak bukan soal kewajiban warga negara kepada negara saja, tetapi pajak m enjadi media penghubung sosial antara kelompok th e have dengan th e have no t . Tampaknya aspek ini belum banyak disentuh oleh ilmuwan ekonomidan hukum yang melihat dari sisi fiskal semata da n normatif, padahal esensinya pajak juga dapat dipandang dari kacamata kemanusiaan, sosia sosiall da n politik (demokratis). Pemikiran yang ditawaran dalam buku in i menjadi bahan penting bagi pelaku perpajakan da n pengambil kebijakan
Demokrasi Perpajakan
untuk segera melakukan pembenahan dan perbaikan agar wajah perpajakan menjadi lebih transparan da n demokratik. Pajak sebagai bagian dari "kontrak sosial" antara negara dengan warganya haruslah dapat terpenuhi oleh warganya berdasar aturan yang memenuhi ra s a keadilan da n dapat menyediakan yang cukup untuk kemaslahatan umum . Akhimya, kami ucapkan selamat kepada sdr. Edi Slamet Irianto da n Syarifuddin [urdi yang telah berhasil dengan baik menyusun buku ini. Semoga karya tulis yang sedikit bemuansa "provokatif" ini dapat membuka lembaran diskursus baru dalam dunia ekonomi politik, terutama isu-isu penting yang berkaitan dengan perpajakan. Hemat saya, buku ini telah memperkaya ruang diskursus yang selama in i masih relatif belum "disinggung" oleh ilmuwan dengan tidak sengaja tanpa perpajakan.. Selamat membaca menyentuh dimensi demokrasi perpajakan semoga bermanfaat bermanfaat,, bagi para stakehold ers perpajakan da n mereka yang berminat da n peduli pada is u perpajakan. Jakarta, Agustus 2005
[xli]
Politik Perpa Perpajakan jakan:: Membangun Demo Demokrasi krasi Nega Negara ra
DAFTAR
ISI vu
K A T A P E N G A N T A R PENULIS KATA P E N G A N T A R
xiii
SAMBUTAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK
P EN E N GA G A NT N T AR AR :
M EN E N CA C A RI RI
KEADILAN
xvii
POLITIK
MELALUI PAJAK
xi x
P E N G A N T A R D E M O_KRASI PERPAJAKAN: MENCARI KEMUNGKINAN
BARU
DALAM
POLITIK
NASIONAL
xxxi
DAFTAR ISI...........................................................................
xl i
Bagian Pertama: DEMOKRASI DA N P O L m K KEBANGSAAN: SEJARAH DA N P E R K E M B A N G A N N Y A 1 PENGANTAR............ PENGAN TAR................................. .......................................................... .....................................
1
........................ ........................ ............ KONSEP DASAR DEMOKRASI. ............
3
Men car i Akar Akar Demokrasi Demokrasi
3
Demo kra si Normatif Normatif dan dan Empirik
9
Men uj u Rezim Yang Demokratis
16
DESENTRALISASI DA N D EM EM OK OK RA RA SI SI PO LI LI TI TI K
23
Mun cu lny a Desentralisasi
23
Desen tral isas i D emokrasi..... ............... ........... ....................... ...................... ..........
30
Desen tral isas i dan Civi l Society....... ................................. ..
38
Dese ntra lis asi dan Gerakan Sosial Lokal
43
DEMOKRASI BAGI
INDONESIA
Beberapa As um si Teoritik dan Empirik
47 47
[xlii]
Dafta r Isi
Politik Perp Perpajaka ajakan: n: Membangun Demokrasi Negara
Rezim Otoriter Memacetkan Demokrasi
53
Demokrasi dan Elite Politik
57
Bagian Kedua: NEGARA, DEMOKRASI DA N PAJAK 61 PENGANTAR....................................... ............................... 61 M ENU J U POLITIK PE R PA J AK AN
62
FormulaMencari Kea Keadi dilan lan Politik
62
Pajak: Keseimbangan Pusat dan Daerah
67
EKONOMI POLITIK NEGARA
75
Pajaksebagai Pajakseba gai Sumber Ekonomi Politik
75
Politik Keadilan Keadilan Dalam Perpaj Perpajakan akan
78
Negara dan Politik Perpaj Perpajaka akan: n: Beberapa Asumsi Teori Teoritik tik 80 DEMOKRATISASI P E R P A J A K A N
90
Pemikiran Pemik iran Dasa Dasarr Demok Demokrasi rasi Paja Pajak k
90
Membangun Demokrasi Perp Perpaja ajakan kan
93
Bagian Bagia n Ketiga: Ketiga: OTONOMI FISKAL, FISKAL, PAJAK DAN ZAKAT 101 PEN GAN TAR
101
OTONOMI FIS FISKAL KAL DA N KEB EBIIJA JAK KAN FIS ISK KAL
103
Perangkat UU Fiskal
103
Otonomi Fiskal da dan Ni Nilai Lokal
106
Bagaim Bag aimana ana Semestinya Politik Perp Perpaja ajakan kan? ?
109
PAJAK:
"KONTRAK SOSIAL" NEGARA DAN
RAKYAT
112
Pajak: Sumber Pembiayaan Politik
112
Pajak: "Kontrak Sosial" Negara dan Rakyat
11 5
Dialektika Politik Perpa Perpajak jakan an di Indonesia
124
ZAKA ZA KAT T SE SEBA BAGA GAII AL ALTE TERN RNAT ATIF IF KE KEBI BIJA JAKA KAN N
135 13 5
Zakat:: Pengertian da n Permasalahannya Zakat
135
Zakat Altematif Sumber Kas N e g a r a
1 47
Beberapa Persamaan da n Perbedaan Pajak da n Zakat153 Zakat da n Pajak: Bagaimana Seharusnya?
158
[xliii]
Bagian Keempat: KONTROL RAKYAT TERHADAP PAJAK: SYARAT DEMOKRATISASI P E R P A J A K A N 165 P EN G AN TA R
165
HA K POLI POLITIK TIK RAKY RAKYAT AT ATAS PAJAK
167 16 7
Hak Politik Rakyat Atas Pajak Kelemahan Kontrol Problematika Problema tika Kontrol di Indonesia Indonesia
172 17 4
Implikasi Politik dari Kontrol Pajak
17 9
WUJUD PAJAK YANG DEMOKRATIS
· 185
Adanya Legitimasi dan Keterbu Keterbukaa kaan n
185
Distribusi Pajak yang Merata
192
PUSTAKA DAFTAR DAFT AR PUST AKA
201
RIWAYAT SING KA T P E N U L I S
205
[xliv]
Politik Perpaj Perpajakan akan:: Membangun Demokrasi Negara
[1]
Bagian Pertama
DEMOKRASI
DA N
KEBANGSAAN:
POLITIK SEJARAH DA N
PERKEMBANGANNYA
Demokrasi D emokrasi telah telah.. menjadi
uta ma para pemimpin negara-negara
sudah. maju maupun yang
sebab
demokrasi memberikan jaminan 6agi pluraiisme pluraiisme .. menjadi semacam semacam uiacana
demokrasi tela telah. h.
semata, semat a, seba sebab b negara negara-negara -negara maj maju u
memelo emelopori pori demokjasi tidak;
memperllhatkan
dan. tindakiut
yan y ang g demokjiuis, sekalipun. j uga suatu negara menganut sistem demokrasi, tetapi demokjasi lianya ada daiam catatan Iembaran negara -s e mentara
politik; po litik; peme rin taha n sebuah. tezim ya ng
sangat
e rtentangan denqan prinsip 6 ertentangan prinsip demokrasi.
angin perubahan yang " menerpa JJ Indonesia tela telah. h. membuka membuka pnad ora d emokrasi emokrasi itu, senin seningga gga mas masa a konsot konsotidasi idasi demokrasi demokrasi unr uk; menca encapai pai d emokjasi emokjasi yang
tenqah.
pemimpin, p emimpin, di dimana mana Presiden Presi den dan. i ransisi ini s egera berjiuia berj iuia Indonesia,
-ididahului -i didahului denqan.
ierlibat [ansgung [ansgung dalam meneniukan. dati
- semog a masa
menuju demok jasi yang diim diimpikan pikan.. bersam bersama a berdim m ensi teoloqis. rdigius dan berdi
PENGANTAR PEN GANTAR
Gsebagai
elomban g baru demokrasi yang terjadi sejak s ejak tahun 1998 titik sentral dari kuatn ya d e sakan untuk melakukan reformasi politik , ekonomi, hukum, da n mi liter sebab selama in inii rezim menggunakan instrumen-ins t rumen terseb ut untuk mengko mengkooptasi optasi rakyat, demokrasipun mengalami
Politik Per Perpaj pajaka akan: n: Membangun Demokrasi Negara
kemacetan da n stagnan, karena itu yang perlu dikerjakan oleh kekuatan pro-demokrasi da n kekuatan civil society adalah mendesakkan adanya perubahan sistem politik, ekonomi, hukum, budaya da n tata kerja militer yang selama ini dinilai terlampau banyak mencampuri wilayah sipil. Wujud minimalis dari demokrasi yang didesakkan tersebut memang sebagian telah dirasakan oleh rakyat seperti pemilihan diikuti dengan pemilihan umum yang semakin terbuka Presiden secara langsung yang disusul kemudian dengan pemilihan Kepala Daerah langsung yang serentak digelar 2005 5 ser ta dipilihnya pula wakil-wakil daerah oleh mulai [uni 200 rakyat secara langsu langsung ng yang duduk di Dewan Perwakilan Daerah (DPD). Perubahan-perubahan tersebut tentu membawa "berkah" bagi usaha untuk membangun demokrasi kerakyatan yang mencerminkan nilai-nilai sosial kultur masyarakat.
Pada bagian ini, penulis akan menjelaskan sejumlah ha l yang berkaitan dengan konsep-konsep dasar tentang demokrasi -baik yang bersifat normatif da n empirik da n dalam beberapa hal kemungkinan akan menyinggung makna demokrasi langsung. Berbagai dialektika demokrasi yang terjadi sebag sebagai ai akibat dari banyaknya ragam konse konsep, p, pemikiran da n praktek demokrasi dalam alam kehidupan negara-bangsa (nation-state) modern. Oleh karena itu, penulis tidak akan menampilkan konsep-konsep ekonomi politik terutama konsep tentang perpajakan yang menjadi isu sentral dalam buku ini. Hal ini sengaja dilakukan, agar diperoleh sejumlah kerangka pemikiran teoritik ten tang demokrasi da n desentralisasi -tujuannya untuk menemukan kerangka kerja perpajakan yang demokratis yang akan dibahas pada bab-bab berikutnya. Ruang publik (public sphere) yang terbuka luas da n bebas hams digunakan untuk membangun basis-basis demokrasi yang mampu menaikkan posisi sosial, ekonomi da n politik rakyat. Selai Selain n dimensi ekonomi politiknya tetap memperoleh
Demokrasi dan Politik Kebangsaan
[3]
bagian terbesar da n selebihnya mengarahkan persoalan demokrasi kepada upaya untuk menciptakan keadilan sosial, keadilan ekonomi, keadilan kultural da n keadilan politik agar tercipta keseimbangan sosial yang baik dalam masyarakat. Sebab ketidak-adilan akar dari banyak masalah yang akan mungkin da n berkembang dalam masyarakat, dengan menjawab tuntutan demokratislah yang akan mengurangi " p emberontakan politik".
KONSEP DASAR DEMOKRASI Mencari Akar Demokrasi Rezim politik yang berkuasa sangat menentukan arah dari perjalanan suatu bangsa, apakah sua tu negara menjadi negara yang demokratis atau menjadi diktator-otoriter? Dimensi kepemimpinan kepemimpin an politik dalam partai politik, birokrasi pemerintahan, da n lembaga sosial kemasyarakatan akan sangat memberikan warna dan cerminan bagi perjalanan demokrasi. Sebagai contoh, ketikabangsa in i pada dekade 1950-an dalam Majelis Konstituante -dimana para wakil rakyat hampir memperoleh sebuah kesepahaman politik politik untuk untuk membangun Indonesia yang demokratis, bebas da n liberal. Namun sikap otoriter Soekarno sudah mulai menunjukkan wujudnya sejak tahun 1958 dengan memberikan pidato yang kurang mencerminkan sikap seba sebagai gai pemimpin yang demokratis. Puncak dari akumulasi sikap tersebut, tahun 1959 dengan berbagai dalih da n alasan serta dukungan kuat yang diberikan oleh Militer - Presiden Soekarno membubarkan Konstituante dengan mengajak para faksi-faksi politik di Majelis tersebut untuk kembali kepada UUD 194 1945 5 yang dijiwai oleh Piagam [akarta.'
I.
Ajakan kembali kepada UUD 1945 diterima baik oleh kekuatan militer memang sudah sangat "muak" menyaksikan perdebatan para politisi belum juga menemukan jalan keluar atas rumusan dasar negara yang
Politik Perpajakan: Membangun Demokrasi Negara
Banyak pihak yang menyebut, bahwa sikap otoriter Soekarno tersebut lebih banyak disebabkan oleh lobi-lobi "luar , pagar" kalangan Islam tertentu, militer da n pihak komunis . yang semakin menguatkan dugaan itu, tahun 1960 -Soekarno ' membubarkan Majelis Syuro Muslim Indonesia (Masyumi) sebagai sayap politik kaum muslim modernis dan Partai Sosi Sosialis alis Indonesia (PSI) sebagai sayap politik kaum nasionalis kriti kritis, s, oleh rezim da n militer ketika itu, kedua partai ini dianggap menfasilitasi pemberontakan lokal seperti PRRI da n Permesta. Dalam sejarah perpolitikan nasional diawal kemerdekaan, kedua partai itu merupakan penyokong utama demokrasi, elite-elitenya berpolitik secarba cerdas da n menjauhkan diir dari cara-cara berpolitik yang tidak demokratis. Sungguhpun demikian, sikap tegas rezim juag dimaknai sebagai ketidak-mampun partai-partai politik untuk mengatasi fokus pada kepentingan partai dan mencapai wawasan kepentingan nasional." Di tingkat elite juga terjadi perbedaan pandangan, umpamanya Hatta menegaskan sikapnya, bahwa rakyat menurutnya harus dididik agar mampu berdemokrasi, agar para partisipan belajar bertanggungjawab da n bertoleransi terhadap pendapat-pendapat yang berbeda-beda da n belajar menjadi mampu beroposisi." Pendapat Hatta sejalan dengan pandangan Sjahrir salah seorang tokoh PSI yang menganggap diperlukan adanya proses berpolitik yang cerdas dengan mendidik rakyat supaya dapat ber-demokrasi
baru . Me skipun begitu, sejumlah pihak mengatakan, bahwa Majelis Konstituante yang ditugaskan merumuskan UUD tersebut sudah hampir final menyepakati naskah perubahan, artinya konsensus demokrasi dasar antara Masyumi dan PNI waktu itu masih ada, terus menipis, namun ketidak kelompok -kelompok -kelompok tertentun dalam masyarakat sabaran militer da n kelompok menyebabkan Soekarno bertindak otoriter -itulah yang menjadi awal dari demokra si Terpimpin. 2. Franz Magnis Suseno, Mencari Form Format at Demokrasi: Demokrasi: Sebua Sebuah h Telaa Telaah h Fi/os Fi/osofis ofis (jakarta: Gramedia, 1995 1995), ), hIm. hIm. 72 3. Lihat kutipan tentang pendapat Hatta yang dikutip oleh Franz Magnis Suseno, Ibid.
Demokrasi dan Politik Kebangsaan
[5]
dengan bertanggungjawab. Mengajarkan rakyat mengenai .politik atau political education merupakan sesuatu yang penting untuk membiasakan suasana demokratis dalam masyarakat. Demokrasi juga akan dapat berjalan apabila dibangun sebuah budaya komunikasi demokratis. Budaya itu termasuk kemampuan untuk menerima kekalahan dalam pertandingan demokratis da n tetap mendukung usaha bersama. Diperlukan bertoleransi serta untuk menjunjung tinggi kemampuan untuk untuk bertoleransi [aimees.: Di tengah multi-kulturalisme model Indonesia diperlukan ju ga budaya demokrasi yang memuat budaya konflik demokratis. Para politisi dan warga negara harus belajar mengemukakan pandangan da n k e pe pe n t in in g an an y a ng ng bertentangan dengan tetap menghayati persatuan yang lebih mendalam -sungguhpun ideologi da n kepentingan yang berbeda. Kemampuan untuk berhadapan denganlaw an politik tidak sebagai musuh, melainkan sebagai sarna-sama warga negara, merupakan unsur hakiki dalam budaya demokrasi. 5 Dengan membia membiasakandiri sakandiri semacamitulah nilai-nilai demokrasi akan dapat tercipta dengan tersedianya ruang publik - dimana dialog, debat da n diskusi te n tang sejumlah persoalan pada ranah publik yang bebas - baik menyangkut kepent kepentingan ingan bersama maupun kepentingan pribadi da n golongan, sangat mendukung terciptanya suatu sistem demokrasi yang baik. Sesuatu yang belum muncul dalam politik Indonesia adalah kurang "dewasa"nya elite politik dalam merespons perbedaan, bahkan pihak yang berbeda dengan sang elite akan dianggap sebagai musuh, bukan sebagai sahabat atau warga negara yang memiliki hak da n kepentingan yang sama. kemacetan n Demokrasi yang hendak dibangun mengalami kemaceta menjadiimpian adiimpian sem sema a ta bagi sejak itu, bahkan demokrasi hanya menj bangsa ini -selepas kekuasaan dari Seokarno beralih dengan Ibid. s lbid.
4 .
Demokrasi dan Politik Keb Kebang angsaa saan n
Politik Per Perpaj pajaka akan: n: Membangun Demokrasi Neg Negara ara
su a tu tragedi polit politik ik da n kemanusiaan - pemerintahan dikendalikan dikendal ikan oleh Presiden Soeharto yang ketika itu masih berpangkat M ay ay or or J e nd nd e ra ra l. l. S oe oe h ar ar t o kemudian mengendalikan kekuasaan, dengan gaya militernya, rezim Orde Baru menerapkan pola stabilitas politik guna menjamin kelangsungan pembangunan ekonomi dan untuk itu -negara melakukan depolitisasi tahun 1973 dengan memfusikan partai partai Islam kedalam Partai Persatuan Pembangunan (PPP) da n partai non-Islam kedalam Partai Demokr Demokrasi asi Indonesia (PDI). Tentu saja, fusi politik ini sebagai upaya negara untuk mempersempit ruang konflik da n sekaligus memudahkan negara untuk mengontro mengontroll part ai politik. Dalamhal ini, nampak jel as, bahwa negara dengan penguasanya telah melakukan kelompok-kelompok ompok politik langkah diktator dengan memaksa kelompok-kel menyatu dalam lembaga politik yang dipaksak dipaksakan an untuk memenuhi selera penguasa. Padahal syarat utama dari terciptanya budaya demokrasi, tersedianya perbedaan antara kelompok masyarakat yang menyatu dalam wadah politik yang dibentuk atas dasar kepercayaan, kepentingan, dan harapan sektarian. pihak yang Banyak pihak yang menyebut, bahwa keberhasilan negara menciptakan konsensus demokratis masyarakat juga ikut ditentukan oleh kelompok minoritas -apakah mereka sudah merasa cukup aman da n diakui identitasnya. Tentu ini juga , merupakan sikap yang perlu diperhatikan dalam rangka membangun tradisi berbudaya demokra demokrasi si yang sejati, sungguhpun begitu yang mayoritas tetap memperoleh ruang yang besar atas budaya demokratis itu, tanpa mengabaikan hak dan kepentingan kelompok minoritas. Dalam rangka melihat kemungkinan tercipta tradisi ini, Franz Magnis" mengemukakan pandangan, menurutnya, etika politik pol itik akan memb membantu antu deng dengan an memb membedak edakan an antara
6.
Ibid., him. 74-75.
[7]
demokrasi secara formal da n secara substansial. Demokrasi formalmerupakana necessary, tetapi bukana sufficient condition bagi demok demokrasi rasi secara substans substansial. ial. Tanpa lembaga-Iembaga demokratis demo kratis tidak mungkin ad a demokrasi. Tetapi apakah adanya lembaga-Iembaga demokratis sudah menunjuk pada adanya demokrasi -jadi apakah dengan adanya demokrasi formal sudah terdapat demokrasi substansial-tergantung dari apakah lembaga-Iembaga itu melaku melakukan kan fungsi demokratis yang menjadi maksud objektif mereka. Dengan demikian, demokrasi bukan sekedar masalah simbol da n formalisme kelembagaan, melainkan realis realisasi asi demokra demokratis tis dari kelembagaan itu yang justru ditunggu-tunggu oleh rakyat. Sekalipun secara formal dan prosedural misalnya rezim Orde
Baru, tetapi makna empirik dalam realitas -demokrasi justru tidak berjal dasarnya ya demokrasi it u berjalan an sesuai konsep dasarn dilembagakan.
Demokrasi dalam kadarnya yang minim minima a li s telah dikembangkan oleh elite-elite politik, elite agama da n intelektual pada dekade sebelum kemerdekaan -semangat demokratis itu berkembang dalam skalanya yang formal setelah Indonesia merdeka da n terlembaga melalui partai politik yang berdiri dengan berbaga berbagaii moti motif f dan kepentingan. Masyumi, sekalipun watak Islamnya kelihatan menonjol tapi mengembangka bangkan n konsep dasar demokrasi yang sebetulnya mengem sejati -dimana perbedaan dikelola untuk menjadi kekuatan dalam rangka memperluas wilayah kerja partai. Elite-elite pendapat pat dengan elit elite-el e-elite ite politiknasionalis Masyumiberbeda penda dan (PNI PSI misalnya) dalam merekonstruksi bangsa ini, tapi tidak membuat mereka saling membenci atau persahabatan diantara mereka menjadi putus lantaran perbedaan pandangan diantara mereka mengenai bangunan demokrasi da n politik bangsa. Semangat demokratis serupa berkembang dalam partai partai nasionalis seperti Partai Nasional Indonesia (PNI) dan
[8]
PSI serta partai-partai lainnya. Partai-partai in i tetap mendorong agar Indonesia menjadi negara yang demokratis . Oleh karena itu, kitapun segera menegaskan, bahwa tradisi berdemokrasi dalam konteks negara-bangsa telah dilakukan oleh elite-elite bangsa di masa awal kemerdekaan hingga menjelang berakhirnya dekade 1950-an, tepatnya sebelum rezim Demokra Demokrasi si Terpimpin yang otoriter ditegakkan.
<.
Demokr asi dan Poli tik Kebangsaan
Politik Perpajakan: Perpajakan: Memba ngun Demokrasi Negara Negara
Nilai-nilai demokrasi dapat pula dipero diperoleh leh diberbagai daerah dengan cara dan gaya masyarakat lokal berdemokrasi. spher ee (ruangpublik) Di Sumatra Barat dapat ditemukan public spher yang menjadi arena tukar-pikiran bagi warga yakni Surau Surau Masjid Masjid.. Mereka memanfaatkan Surau Masjid sebagai arena tukar-piki tukar-pikiran ran diantara warga. Di Lombok dapat ditemukan media serupa sebagai sarana komunikasi da n tukar-pikiran warga yakni Paruga yang mudah ditemukan di halaman rumah warga. Paruga ini sebagai sarana untuk berkumpul keluarga da n warga masyarakat yang membutuhkan informasi da n sebagainya. masyarakat rakat daerah Media serupa dapat ditemukan di Bima, masya Saranggee sebagai public sphere (ruangpublik ini menggunakan Sarangg (ruangpublik)) -mereka menggunakan Sarangge sebagai sarana tukar-pikiran, membincangk incangkan an masalah yang dihadapinya agregasi politik, memb dan bahkan Sarangge dapat digunakan untuk bermusyawarah dalam kadarnya yang minimalis. Sarangge disediakan untuk dimanfaatkan sebagai media terbuka yang "bebas hambatan" dari pengaruh lainnya -bahkan di Bima para Kepala Desa menyediakan Sarangge untuk menerima tamu-tamu politik yang datang kedesanya.
Ruang publi publik k yang bebas seperti tersebut di atas merupakan salah satu syarat bagi terwujudnya demokrasi politik. Politik kooptasi yang dikembangkan oleh rezim politik -tentu b crimplikasi pada perkembangan demokrasi. Serpihan . Iomokrasi yang tersedia di berbagai daerah nampaknya perlu . Ii rarn u da n didesain dalam rangka membangun demokrasi k u lt u r d a n demokrasi lokal untuk mendukung proyek
[9]
demokrasi bangsa yang tengah mengalami banyak kendala da n problem dewasa ini. Nilai-nilai lokal yang berwajah demokratis harus diakomodasi dalam mendesain sistem politik lokal yang demokratis, artinya rakyat di daerah dapat mengembangkan demokrasi dengan ciri khasnya sendiri yang
tentu berbeda dengan demokrasi di daerah lain.
Demokrasi Normatif da n Empirik Demokrasi seringkali menjadi bahan pembicaraan yang sudahmembudaya dalam konteks kebangsaan, itu terjadi sejak dilakukan reformasi politik tahun 1998. Mulai dari intelektual hingga orang awam seringkali memperbincangkan demokrasi sebagai suatu isu bersama -sekalipun mungkin sebagian diantaranya tidak memahami apa makna da n arah dari demokrasi yang diperbincangkan. Dernokrasi kerapkali diidentikkan dengan kebebasan -bahkan kebebasan yang "kebablasan", tapi itulahdemokra itulahdemokrasi si yang dipahami oleh warga masyarakat. Untuk tidak terlalu banyak terjebak dan masuk dalam dal am pera perangka ngkap p yang kurang "seh "sehat" at" ada baiknya diketengahkan konsep demokrasi da n sistem p olitik yang memberikan dukungan atas konsep tersebut.
memilikii pemahaman yang hampir Para ilmuwan politik memilik sama, meskipun mengalarni perubahan penekanan sejak dekade 1960-an, dan menjelang 1970-an pemahaman tentang demokrasi masih didominasi pendekatan normatif yang melihatt demokrasi sebagai se sua tu yang secara ideal hendak meliha dilakukan atau diselenggar diselenggarakan akan oleh sebuah negara. Pendekatan normatif berakar pada pemikiran klasik sejak [aman Yunani Kuno sampai pada pemikiran sosialisme Karl Marx, yang mene menekank kankan an demo demokras krasii seb sebaga agaii sumber wewenang d antujuan. Demokrasi merupakan kehendak rakyat untuk mencapai tujuan kebaikan bersama." 7.
Lihat Mohtar Mas'oed, Neg Negara ara,, Kapitaldan Demokrasi, (yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 1994), hal. 4-5
Polit ik Polit ik Perp Perpajak ajakan: an: Me mbangu n Demokrasi Negara Negara
Demokr asi dan Poli tik Kebangsaan
[11]
P en d e k a t an normativ e me ngena i demokr a si tidak selluru hnya dapa t dit erima ol eh ilmuw an politik , oleh karena se k egelisahan e gelisahan em em pir ik d an mel ihat fenomena real p elak sana s anaan a tan demo krasi, m aka Ios eph Schumpeter me mpe lopori pendek atan empirik y an g menggant menggantikan ikan p endekatan nor mative, s ekalipun penerus pene er rus p end ekatan normativ e tidak be rhe nti. Schumpet Schumpeter menya takan bahwa, pr os e du r ut am a demo k ras ras i p emil ih an o leh rakya t ya ng mer ek a para p emimpin sec ar a komp etitif oleh e kua saan p a d a peme rintah, bu k an pi m pi n ya ng m emberi k ekua an sua tu jenis masya rakat da n buk an juga sepera ng ka t tujuan l-suattu m ekanis m e ya y ang m en g and u n g sua s ua tu k omp omp etisi mora l-sua lebih h kelo kelom m po k para politis i y a n g antara s at u at a u lebi dalam lam p artai poli tik b agi s uara ya ng a ka n terorg a nisasikan da men cera hkan m er ek a untuk memer in tah sa mpai pe mili han tiss m en u r u t n y a mer up akan berik u t nya. M et od e de mokra ti tata nan k elembagaan e lembagaan un tu k menca pai kepu tusan-kepu tusan po li ti k di m an a i nd iv i du - in d iv id u mela l ui pe r j jua ua ngan o mpetitif d an memperebutkan s uara ra kyat pe milih secara k ompetitif membua bua t keputusan." m empero leh kekuasaan un tuk mem
demokrasi adalah sikap tanggap pemerintah secara terus menerus terhadap pre prefere ferensi nsi atau kei keingi nginan nan warga negaranya. Tatanan politik seperti it u bisa digambarkan dengan memakai dua dimensi teoritik, yaitu seberapa tinggi tingkat kontestasi, kompetisi atau oposisi yang dimungkinkan da n seberapa banyak warganegara yang memperoleh kesempatan berpartisipasi dalam kompetisi politik i tu.?
Bera ngka t d ar i asumsi e mpirik tent ntan an g demokrasi yang dipahami oleh Schumpeter sebagai s uatu me kanisme - d im ana elite-elite po litik bersaing dalam sua tu pemilihan umum yang dilaksanakan se cara bebas -dimana rakyat t erlibat da la m menentukan elite politik yang ba kal berkuasa. Konsep Schumpeter tenta ng demokrasi emp irik terse bu t mengawali makna demokrasi sebagai pembentukan prosedur politik atau lebih dike nal demokrasi prosedural dan kemudian diiku ti oleh dikenal pemikir-pemikir l ain. Robert Dahl merumuskan suatu tatanan l yarchy") istilah yang politik yang disebutnya "poliarki" ("po lyarchy") menyebu yebu t demokrasi. Menurutnya ciri kh as dipakainya untuk men
Dalam hal ini Robert A. Dahl mencatat menc atat terdapat tujuh ang yang membedakan membed akan rezim lembaga khusus yang berkemb berkembang re zim politik negara-negara d emokrasi modem dari semua keputusan-keputusan an eriama , , kont rol atas keputusan-keputus rezim lainnya:" periama pemerintah tentang kebijaksanaan s ecara konstitusion al dibebankan pada p ejab at-pejabat yang dipilih . K edua e dua , para selalu lalu berasal da d proses pemilihan yang pejabat yan g dipilih se dilakukan secara juj ur, setiap unsur pak saan s aan dianggap se baga i
8 Iosep oseph h SchumpeterdikutipS.P.Varma, T eori terj.. (fakart (fakarta: a: eori Po Politik litik Modern , terj Rajawali 1995) 5),, ha!. 213. 213. Lih Lihat at juga Schumpeter di kutip Huntington, T T he he T hird hird Wave Wa ve:: Democratization in the Late Ce Century, ntury, (Norma n: Un University iversity of O klahoma Press, Pr ess, 1989), edisi terjemahan terjemahan ole oleh h Asril Marjohan, Gelomban Gelombang g (jakarta:P akarta:Pus us taka Utama Grafitti Gr afitti 1995) 1995),, ha!. 4-5. Demokratisasi Demo kratisasi Ke Ketiga, tiga, (j
Demokrasi membuka peluang bagi adanya kompetisi, kontestasi, da n oposisi -pihak yang menang akan berkuasa da n yang kalah akan menjadi oposi oposisi si terhadap kekuasaan. Warga negara yang memiliki ha k untuk bersaing dalam lapangan politik terbuka peluang -asal memenuhi ketentuan demokratik yang dipersyaratkan . Persaingan dan kontestasi akan bermuara pada p embentukan lembaga-Iembaga n egara tuga s yang bertugas untuk m elayani k epentingan epentingan publik, selain tugas tugas legislatif dan k ehakiman. ehakiman. Tugas-tugas itu dapat disebut antara lain departemen keuangan yang membawah membawahii perpajakan, departemen kesehatan, departemen sosial da n departemen atau lembaga resmi negara lainny a.
chy: Parti Participation cipation and and O O pposition, (N 9, Rob Robert ert A . Dahl, Polyar chy: (New ew H aven & 1971),, ha! ha!.. 55-6. 6. bdk juga b ahasan Moht ar London: Yale University Pre ss 1971) Mass 'oed, Ibid, ha!. 9. Ma 9. 10,, Robert A . Da hl, Dil emmas of Pluralist D em ocr ac y : Au tonomy v s 10 Control, (New Haven & London: Yale Univ. P ress 1982) atau dapat dilih dilihat at dalam edi si t erj emahan o leh Sahat Simamo ra, Rob ert A . Dahl, Dil ema a rta: Rajawali Press, 1986), Demokrasi Pluralis: Anta ra Otonomi & Kontrol , , (jak arta:Rajawali ha!. 17-18.
Politik Per Perpaj pajaka akan: n: Membangun Demokrasi Negara
suatu hal yang sangat memalukan. K etiga e tiga , secara praktis, semua orang dewasa mempunyai hak dalam memilih pejabat pejabat resmi. K eempat, eempat, secara praktis semua orang dewasa mempunyai hak untuk dipilih sebagai pejabat resmi dalam pemerintahan, meskipun batas umur untuk dipilih mungkin lebih tinggi dari batas umur untuk memilih. Kelima, warga negara mempunyai hak untuk mengeluarkan pendapat tanpa ancaman akan dihukum, mengenai soal-soal politik yang ditentukan secara luas, termasuk melancarkan kritik terhadap para penjabat, pemerintahan, rezim, tata sosio ekonomi da n ideologi yang berlaku. K eenam, eenam, warganegara mempunyai ha k untuk mendapatkan sumber-sumber informasi alternatif, karena memang sumber-sumber dimaksud ada da n dilindungi e tujuh , untuk mencapai berbagai hak mereka, hukum . K etujuh , termasuk yang disebut di atas, setiap warga negara juga mempunyai ha k untuk membentuk perkumpulan perkumpulan atau organisasi yang relatif independen, termasuk partai-partai politik da n kelompok kepentingan yang bebas. Berangka t dari asumsi teoriti Berangkat teoritik k Rober Robertt A . Dahl, maka wargaa n egara terlibat demokrasi menyediakan ruang dimana warg dalam berbagai proses politik yang terjadi, sekalipun keterlibatan rakyat dalam proses tersebut terbatas pada p artisipasi politik politik untuk untuk menggunakan ha k pilih da n hak-hak demokratis lainnya -tapi demokrasi modem -sebagian -kalau tidak seluruhnya menganut prinsip perwakilan politik -maka fungsi-fung si fo rmal dari keterlibatan rakyat dalam proses politik diserahkan kepada wakil-wakilnya di parlemen sungguhpun suara da n sikap wakil rakyat tidak seluruhnya mencerminkan mencermin kan aspiras aspirasii da n kei keingin nginan an raky rakyat at yang diwakilinya. Sebuah pemerintahan yang legitimate adalah pemerintah yang memperoleh dukungan kuat dari rakyat, sebab rakyat pemegang kedaulata kedaulatan n -maka sikap sikap,, tindakan da n kebijakan yang diambil oleh pemerintah sedapat mungkin dapat
Demokrasi dan Politik Keb Kebang angsaa saan n
[13]
mencerminkan keinginan mayoritas kepentingan rakyat yang telah memberikan legitimasi politiknya. Dalam konteks ini, Bingham Po wel, Jr. mengemukakan pemahaman yang lazim Politi itik k mengenai "political performance" digunakandalam digun akandalam Ilmu Pol sebagai indikator kehidupan politik yang demokratis adalah sebagai berikut:" Pertama, legitimasi pemerintah berdasarkan pemerintah intah tersebut mewakili keinginan atas klaim bahwa pemer rakyatnya. Artinya klaim pemerintah untuk patuh kepada aturan hukum didasarkan pada penekanan bahwa apa yang dilakukannya merupakan kehendak rakyat.
K edua, edua, pengaturan yang mengorganisir bargaining untuk m emperoleh legitimasi dilaksanakan melalui pemilihan umum yang kompetitif. Pemimpin dipilih dengan interval yang teratur, da n pemilih dapat memilih diantara beberapa altematif calon. Dalam praktiknya, paling tidak terdapat du a partai politik yang mempunyai mempuny ai kesempatan untuk menang sehingga pilihan tersebut benar-benar bermakna. Keti ga, sebagian besar orang dewasa dapat ikut serta dalam proses pemilihan, baik sebagai pemilih maupun sebagai calon untuk menduduki jabatan penting. K eempat, penduduk memilih dipaksa.. Kelima, masyarakat da n secara rahasia da n tanpa dipaksa pemimpin menikmati hak-hak dasar, seperti misalnya kebebasanberbicara, kebebasanb erbicara, berkumpul, berorganisasi, da n kebebasan pers. Baik partai politik yang lama maupun yang baru dapat berusaha untuk memperol eh dukungan. Setiap individudalam negara demokrasi m emiliki sejuml sejumlah ah ha k azasi yang tidak dimiliki oleh rakyat yang hidup d alam sistem politik diktator-otoriter. Hak-hak tersebut s eperti berkumpul, pul, ber s er ikat, dan lain kebebasan berbicara, berkum sebagainya -begitu juga dengan pemerintah y a ng memiliki 11. Bingham Pow e l,[r, Contempora Contemporary ry Democraci emocracies, es, Participa articipation, tion, Stability, 1982), ), hal. 3 . Kutipan ini diambil and Violen Violence, ce, (Harvard University Press, 1982 dari makalah, Afan Gaffar "Demokrasi Empirik dalam Orde Baru di Indonesia", Makalah Seminar AIP AIPI, I, Y ogyakarta 6 Septemb er 1989.
[14]
Politik Perpajakan: Membangun Demokrasi Negara
sejumlah kewenangan yang diatur dalam sistem politik yang demokratik. Beberapa pemikir lainnya memberikan penekanan yang sama tentang konsep demokrasi, artinya para ilmuwan politik memberikan batasan pengertian mengenai demokrasi yang tampaknya tidak jauh berbeda satu sama Sementara O'Donnel da n Schmitter mengemukakan bahwa unsur-unsur yang harus ada dalam demokrasi politik yaitu: pemungutan suara secara rahasia; hak pilih universal bagi orang dewasa; pemilu yang dilangsungkan secara berkala; kompetisi antar pendukung; akses dan pengakuan terhadap kelompok; serta pertanggung jawaban eksekutif.
Pada waktu yang berbeda dalam rangka memaknai demokrasi yang berisikan kompetisi, kontestasi da n partisipasi Lipset, et, mendifinisikan demokrasi -Larry Diamond, Linz da n Lips sebagai suatu sistem pemerintahan yang memenuhi tiga syarat pokok yaitu: pertama, kompetisi yang sungguh-sungguh da n meluas diantara anggota masyarakat da n kelompok-kelompok kepentingan d i da da l am am m e m pe pe r eb eb u tk tk a n j a ba ba t an an pemerintahan yang punya kekuasaan dalam jangka waktu yang terat paksa; a; kedua, teratur ur dan tidak menggunakan daya paks partisipasi politik yang melibatkan sebanyak mungkin warga negara dalam pemilihan pemimpin atau kebijakan lewat pemilihan umum yang diselenggarakan secara adil da n teratur sehingga tidak satupun kelompok sosial (warga negara dewasa) tanpa kecuali; ketiga, tingkat kebebasan sipil da n politik yaitu kebebasan berbicara, kebebasan pers, kebebasan membentuk da n bergabung dalam organisasi yang cukup politik. tik. untuk menjamin integritas kompetisi da n partisipasi poli
O'Donnel nel et -a l 12.. Lihat dalam Mohtar Maso ed , ibid., hal. 10. O'Don 12 mengemukakanbahwa unsur-unsur yang hams ada dalam demokrasi politik mengemukakanbahwa yaitu: pemungutan suara secara rahasia; hak pilih universal bagi orang dewasa; pemilu yang dilangsungkan secara berkala; kompetisi an ta r pendukung; akses da n pengakuan terhadap kelompok; serta pertanggung jaw aba n eksekutif.
Demokrasi Demo krasi dan Politik Keban Kebangsaan gsaan
[15]
Kontestasi da n kompetisi dalam sistem demokratik menjadi menjadi sesuatu yang terbuka dilakukan oleh setiap warga negara yang telah memenuhi ketentuan yang dipersyaratkan . Sistempolitik demokratis sejatinya mewajibkan hadimya pertama, akuntabilitas pemegang kekuasaan, kedua, mekanisme pergantian kekuasaan secara damai da n teratur, ketiga, sistem rekrutmen terbuka, keempat, jaminan bagi individu untuk memiliki da n menggunakan hak-hak dasamya seperti ha k untuk berbicara (free (freedom dom of speech), ha k menyetakan pikiran (freedom of expression), da n kebebasan pers (freedom of press), kelima, kesamaan hak untuk maju da n berkembang dalam diakuinyaa elemen bidang sosial da n ekonomi, da n keenam, diakuiny konflik yang "manageable". Kalau melacak lebih jauh konsep demokrasi it u sendiri, demokrasi asi yang maka akan ditemukan dalam model demokr berkembang dalam masyarakat Yunani Kuno, dimana tersedia sebuah majelis rakyat -setiap w a rg rg a m a s ya ya r ak ak a t ta n untuk menghadiri sidang-sidang dalam majelis, berkesempata berkesempa terutama warga yang mendiami Kota Athena. Demokrasi semacam in i biasa disebut 'dengan demokrasi langsung, dimana rakya rakyatt terlibat langsung dalam seluruh pengambilan kebijakan publik negara, rakyat tidak mendelegasikan kewenangan kepada wakil-wakil rakyat seperti yang terjadi dalam demokr demokrasi asi perwakilan modern. Model demokrasi ditemukan ukan dalam konteks langsung in i hanya dapat ditem masyarakat tradisional. Di Indonesia sendiri barangkali akan mudah ditemukan dalam konteks kehidupanmasyarakat lokal tradisionalis seperti dalam kasus masyarakat Bima sebagaimana telah disinggung. mereka menggunakan media Sarangge sebagai media untuk
13.. Lihat Afan Gaffar, Sistem Kepartaian yang Hegemonik dan Terobosan 13 Demokrasi di Indonesia, Yogyakarta: PAU Stud i Sosial Sosial UGM, UGM, 1990),h al192 Indonesia: Transisi Menuju Demokrasi, 193. Lihat juga Afan Gaffar, Politik Indonesia: (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1999), hal. 7-9.
[16]
Politik Perpajakan: Perpajakan: Membangun Demokr Demokrasi asi Negara
mengambil keputusan minima minimalis lis yang berkait berkaitan an langsung dengan kehidupan rakyat di lingkup desa da n suku. Segala ha l yang dapat diputuskan oleh mereka dalam lingk lingkup up kewargaan, maka masyarak masyarakat at memutuskan sendiri urusan mereka -tanpa melibatkan lembaga-Iembaga resmi negara.
Selain it u demokrasi langsung dalam kehidupan politik kenegaraan barangkali hampir sulit ditemukan dewasa ini, selain semakin kompleks da n rumitnya ur u sa n tersebut, maka mekanisme keterwakilan politik menjad menjadii pilihan yang umum dipakai oleh negara manapun didunia ini, karena sangat tidak mungkin melibatkan seluruh rakyat yang populasinya dari waktu ke waktu mengalami penambahan jumlah. Menuju Rezim Yang Demokratis Demokrasi seringkali menjadi isu penting dalam setiap pergantian rezim -apalagi rezim yang diganti diklaim kurang demokratis atau mungkin otoriter. Kita pu n akan segera membuat daftar yang akan ditawarkan dalam kerangka kita mengisi perubahan rezim politik itu . Tujuannya agar terjadi perubahan sistem da n tatanan politik menjadi lebih baik. Secara sederhana demokratisasi dapat dimaknai sebagai proses membentuk sistem politik menjadi lebih demokratis. Robert A. Dahl memaknainya sebagai jalan menuju sistem politik dimana tingkat kontestasi publik da n partisipasi sama-sama a rch-fy." Menurut Huntington demokratisasi tinggi tpoli arch-fy." mensyaratkan:" periama, berakhimya sebuah rezim otoriter; ked u a, dibang dibangunnya unnya sebuah rezim demokratis dan; keiiga, pengkonsolidasian rezim demokratis itu.
Penataan sistem politik agar menjadi lebih baik tentu merupakan harapan seluruh steak holder dalam masyarakat yang tengah menuju perubahan, dalam hal ini Guelarmo O'Donnel da n Philippe C. Schmitter juga memberi pengertian 14. 15.
Dahl, Pobjarchi Pobjarchi.. .... op op.cii, .cii, ha!. 7. Huntington, op. cit., ha!. 45.
Demokrasi dan Poli tik Kebangsaan
[17]
yang hampir sama dengan apa yang ditawarkan oleh Dahl. Menurutnya, demokratisasi mengacu pada proses-proses dimana aturan-aturan da n prosedur-prosedur kewarganega raan diterapkan pada lembaga-Iembaga politik yang dulu dijalankan dengan prinsip-prinsip lain (misalnya kontrol dengan kekerasan, tradisi masyar masyarakat, akat, pertimbangan para diperluass sehingg sehingga a pakar dan praktek administratif), atau diperlua mencakup mereka yang sebelumnya tidak ikut menikmati ha k da n kewajiban, atau diperluas sehingga meliputi isu-isu da n lembaga-Ie lemba ga-Iembaga mbaga yang semula tidak menjadi wilayah partisipasi masyarakat (misalnya, badan-badan pemerintah, jaj ara n militer, organisasi-organisasi partisan, asosiasi pendidika dikan n dan kepentingan, kepentin gan, perusahaan, lembaga pendi sebagainya)." mengikuti uti standar Kelembagaan Kelembaga an politik demokratis harus mengik yang tersedia dalam sistem demokrasi, artinya kelembagaan harus mencakup seluruh segmen publik yang luas. Untuk mengisi kelembagaan da n memperoleh suatu formula sistem demokratis itu, berbagai pihak mencari kemungkinan agar perubahan yang tengah terjadi dapat menuju suatu tatanan yang lebih baik da n maju. Dalam proses itu, antara satu kelompok atau partai politik memiliki perbedaan, tetapi perbedaan itu akan bertemu pada satu poros utama yakni tercipta suatu keseimbangan sosial politik dimana rakya rakyatt berpeluang untuk berpartisipasi aktif dalam pembangunan. Lalu bagaimana cara atau proses mewujudkan sistem yang demokratis, atau bagaimana seharusnya demokrasi itu direalisasikan? Untuk mejawabnya, perlu dirujuk pada pendapat Huntington." menurutnya terdapat tiga pola perubahan dari rezim non-demokratis ke rezim demokratis
Schrnitter nitter,, Transisi Menlljll Demokrasi: Rangkaian 16. Guillermo O'Donnell & Schr LP3ES,, 1993),ha!. 9-10. Kemungkinan dan Ketidakpastian, (jakarta: LP3ES 17.. Huntington, op. cit., ha!. 157-158. 17
Dem okr asi dan Pol iti k Keban gsaan
Politik Perpajakan: Membangun Demokrasi Nega Negara ra
[19]
transformasi.. Pelaku utama perubahan adalah Periama, pola transformasi para pembaharu yang sedang duduk di pemerintahan. Reformasi politik dipilih sebagai solusi untuk meluaskan legitimasi.. Untuk memperoleh dukungan baik dalam negeri legitimasi maupun internasional termasuk menghindari tekanan pemerintah merespon kebutuhan parti partisipas sipasii poli politik tik masyarakat masyarak at yang meningkat.
yang tidak demokratis. Perjuangan menentang rezim non demokratis demokrat is tersebu tersebutt melebar pada isu-isu persamaan sosial, distribusi kekayaan yang lebih baik, perluasan hak d an kebeba san yang akan berakibat memacetkan rezim da n berakhimya sebuah rezim otoriter yang ditandai dengan mencuatnya ekspresi kebebasan yang ditunjukan oleh warga negara atau disebut dengan konsep liberalisasi."
Berlangsung ng kemerosotan K edua, pola r eplacem e placem en t . Berlangsu legitimasi pemerintah secara kualitaif yang bisa disebabkan kerusakan ekonomi nasional yang parah, terbongkarnya skandal korupsi besar-besaran, atau ideologi negara tidak lagi mampu dijadikan landasan memecahkan masalah nasional, mengalamii pembusukan, Dalam kondosi in i pemerintah mengalam pelemahan dan makin tidak populer. Melalui pergolakan perubahan an dan politik, kelompok oposisi memimpin perubah etiga, pola transplacement. Krisi s mengambil alih perubahan. K etiga, sistem politik da n ekonomi berlangsung. Pemerintahan tidak terlalu kuat untuk bertahan tetapi pihak oposisi pu n tidak terlalu kuat untuk mengambil alih pemerintahan maka terjadi interaksi yang berujung pada upaya membagi kekuasaan minimal untuk sementara waktu. Untuk konteks semacam ini, biasanya terjadi semacam kompromi politik -dimana - dimana faksi-faksi politik yang ada berkepentingan dengan kekuasaan untuk mendukung program politik partai, kondisi semacam in i biasanya disebut dengan transisi.
Kedua, fase penegasan (decision pha phase) se) yaitu tahapan permulaan permul aan penega penegakan kan demokrasi yang stabil melalui pelembagaan prosedur-prosedur demokrasi yang krusial seperti penyelenggaraan pemilihan umum dan penataan lembaga-Iem baga politik lain. lain. Tahapan ini disebut ju ga periode transisi yaitu interval (sela (selang ng waktu) antara satu rezim politik autoritarian ke rezim yang la lain in.. Transisi dibatasi di satu sisi oleh dimulainya proses perpecahan sebuah rezim otoritarian da n di sisi lain oleh pengesahan beberapa bentuk demokrasi atau kembalinya beberapa bentuk pemerintahan otoriter atau kemunculan suatu altematif revolusioner. Pada masa transisi ini aturan main politik sama sekali tidak tidak menentu. menentu. Tidak hanya karena aturan main tersebut bekerja dalam perubahan yang terus menerus terjadi tapi juga karena aturan tersebut dipertarungkan dengan sengit. Sebuah tanda tipikal yang menandai dimulainya suatu masa transisi adalah ketika para penguasa otoriter demi alasan apapun mulai memodif memodifikasi ikasi peraturan-peraturan mereka sendiri sebagai jaminan yang lebih kuat bagi hak-hak individu da n kelompok ." ."
Transisi politik yang berlangsung dalam masyarakat akan Transisi berimplikasi berimplika si langsung dengan kondisi perubahan yang terjadi terutama p erubahan rezim politik. Dalamhal perubahan rezim, lazimnya b erlangsung dalam beberapa fase penting yaitu," Periama, fase persiapan (prepartori phase phase)) dimana individu, kelompok atau klas menantang atau menggugat aturan-aturan
Ketiga, fase konsolidasi (consolidation phase) yaitu tahapan lanjutan demokrasi dimana demokrasi melekat atau mendarah pada kultur politik karena semua aktor politik 19.. 19
Menurut O'Donnel da n Schmitter, O'Donnell da n Schrnitter, op op.cii., .cii.,
h ill. 7, liberlisasi adalah proses mengefektifkan hak-hak tertentu yang
and Democratization Democratization:: Rustow dikutip oleh Georg Sorensen, Democracy and Prosses and Prospects in A Changing World, (Boulder (Boulder-San -San Francisco-Oxford: Westview Press, Press , 1993), ha\. 42. is ,
m clindungi individu dan kelompok-kelompok sosial dari tindakan :;"wenang-wenang atau tidak sa h yang dilakukan oleh negara atau pihak lbid., ha\. 6-7. 6-7 .
[20]
Politik Perpaj Perpajakan: akan: Membangun Demokr Demokrasi asi Negara
menyepakati bahwa upaya demokratis merupakan satu menyepakati satunya cara yang absah untuk meraih kekuasaan. Para aktor tidak berkeinginan politik tidak berkeinginan untuk mencari-cari jalan lain diluar mekanisme baku yang telah ditetapkan. Ketiga fase yang ditawarkan yakni fase persiapan, fase penegasan da n fase konsolidasi dengan variannya masing masing akan dilalui oleh sebuh perubahan rezim politik dari otoriter menuju demokrasi. Fase-fase it u akan disesuaikan dengan nilai-nilai kultur suatu bangsa -dalam hal ini pelibatan nilai lokal dalam menata sistem politik baru menjadi sangat penting dilakukan agar sistem baru yang digagas da n dirumuskan dapat memberikan "kepuasan" kepada masyarakat. masyarak at. Sementar Sementara a it u Huntington mencatat beberapa kondisi yang menunjang konsolidasi demokrasi;" Pertama, pengalam alaman an berd berdemo emokras krasi, i, s e ma Adanya peng ma k in in l a ma ma pengalaman it u maka semakin stabil demokrasi yang berlangsung. Kedua, perekonomian yang lebih maju dengan industri modem, siste sistem m masyara masyarakat kat yang kompleks, penduduk yang lebih berpendidikan. Ketiga, lingkungan internasional (eksternal) yang mendukung eksistensi rezim demokratis. Keempat, faktor internal yang berkecenderungan mendukung rezim demokratis. Kelima, transisi sebagai komitmen bersama dengan tingkat kekerasan yang lebih rendah. Keena m, kemampuan rezim memecahkan masalah-rnasalah kontekstual. Ketujuh, reaksi kelompo kelompok-kelomp k-kelompok ok elite terhadap sifat lembaga Kedelapan, kegagalan rezim otoritarian. demokratis yang didirikan (parlementer, pemilihan distrik).
Menjelaskan kondisi yang berubah dalam masyar masyarakat akat terutama perubahan tatanan politik, tentu kita tidak akan pernah berhenti pada pemetaan fase da n kondisi dimana perubahan sistem politik it u berlangsung. Perubahan yang terjadi tentu akan didukung pula oleh berbagai asumsi empirik
21.
op.ci .ciii ., hal.347-353. Huntington, op
Demokrasi dan Polit ik Kebangsaan
[21]
da n teoritik lain dalam bidang kehidupan yang lain pula. Dalam hal ini akan ditemukan beberapa hal yang berkaitan dengan motif perubahan itu berlangsung atau tepatnya faktor faktor-faktor -faktor apa saja yang yang ikut mempengaruhinya. Lalu faktor disuatu negara? nega ra? Ada tiga mendorong demokrati demokratisasi sasi pendekatan populer yang lazim digunakan sebagai alat analisis:" Pertama, pendekatan sosio-ekonomi yang dipelopori Saymour Martin Lipset." Lipset menemukan korelasi yang terbentuknya knya demokr demokrasi asi kondisi isi ekonomi da n terbentu tinggi antara kond yang stabil. Kondisi ekonomi yang membaik menyebabkan eracy tinggi, urbanisasi tingkat pendidikan membaik, tingkat lett eracy meningkat sehingga banyak orang yang memiliki kesadaran lokomotif tif politik tinggi da n kelas menengah yang menjadi lokomo demokrasi juga membesar." Kedua, pendekatan konflik yang dipelopori Dankwar A. Rustow." Rustow tidak mencari kondisi yang dibutuhkan demokrasi, tetapi sebab musabab lahirnya demokrasi. Menurutnya, setelah tercipta integrasi nasional demokrasi akan dilahirkan oleh tumbuhnya oposisi da n konflik kepentingan di kalangan elite. Para elite itu tidak harus meyakini demokrasi sebagai ideologi. Fragmentasi dan konflik nd i ri ri yang akan kepentingan diantara elite i t u s e nd mentransformasikan sistem. Dalam konflik ini berbagai elite akan mencari dukungan dikalangan non-elite. Demokrasi a d al al a h b u a h da n solusi untuk mengakomodasi da n
1996. Lihat juga ju ga 22. Lihat Denny J.A, "Prospek Dernokrasi", Gatra, 27 Juli 1996. I-Iuntington, "Prospek Dernokrasi" dalam Roy C. Macrid is et-al (eds), (Iakarta : Erlan Erlangga, gga, 1992), Perbandingan Poliiik, terjemahan Henry Sitanggang, (Iakarta: hal, 8L Seymour ur Mart Martin in Lips et, Politi Political cal Man: The Th e SocialBas SocialBases es of Politics, (New 23. Seymo York: Feffer & Simons Inc., 1960). Karll W. Deutsch, " Social Mobilisation and Politic Political al Development", 24. Kar 1961, 61, hal. 494 dikutip American Political Science Review, 55 September 19 Iluntington, Tertib Politik ..., .. ., op.cit op.cit., ., hal. 54-55. 25. Dankwar A .Rustow, "Transitions to Democracy: Toward a Dynamid Model," Comparative Politics II, 1970, hal. 337 337..
Politik Perpajakan: Membangun Demokrasi Negara
menyatukan kepentingan elite dengan mengubah konflik menuju kompetisi . K et et iga, pendekatan kultur yang dipelopori Almond da n Verba." Dalam risetnya, mereka mcnemukan insting tertcntu dinegara dcmokratis yang kemudian mereka namakan civic cultur e. e. Oleh para pendukungnya, konsep civic culture dipandang sebagai kondisi yang dibutuhkan demokrasi, seperti sikap politik yang moderat, toleransi akan perbedaan, institusi usi negara, sikap da n pluralitas, kepercayaan terhadap instit diantara ra anggota kritis atas informasi da n social trust dianta masyarakat. Berkaitan dengan faktor yang mempengaruhi terbentuknya sistem politik demokratis, Adam Przeworski," melihat bahwa studi-studii terhad studi-stud terhadap ap transformasi rezim cenderung dapat Sejumlah lah studi digolongkan ke dalam du a tipe besar. Sejum berorientasi berorient asi makro, memusatkan diri pada kondisi-kondisi objektif da n bicara dalam bahasa deterministik deterministik.. Yang lain cenderung mengkonsentrasikan perhatian pada para aktor politik da politik da n strategi-strategi mereka, menekankan kepentingan dan pcrsepsi da n memformulasikan persoalan dalam konteks kemungkinan-kemungkinan da n pilihan-pilihan. Penelitian beroricntasi makro cenderung menekankan kondisi-kondisi objektif, terutama ekonomi da n sosial, seringkali dengan mengabaikan mengabai kan dinamika politik jangka pendek. Mereka memandang transformasi politik sebagai sesuatu yang ditentukan da n berupaya menemukan pola-pola determinansi melalui generalis generalisasi asi induktif. Studi-studi ini menunjukan bahwa demokrasi adalah secara tipikal sebuah konsekwensi dari pembangunan ekonomi, transformasi struktur kelas,
26.. Gabriel A. Almond & Sidney Verba, The Civic Culture, The Princeton, 26 (New Jersey Jersey:: Princeton University Press, 1963). 27. Lihat Adam Przeworski, "Sejumlah Masalah dalam Studi Transisi Menuju Demokrasi" dalam O'Donnel et-al(ed): Transisi Menuju Demokrasi, Tinjauan Berbagai Perspektij, (Jakarta (Jakarta:: LP3ES,1993),ha!. 75-76.
Demokr asi dan Pol iti k Kebangsaan
[23]
peningkatan pendidikan dan semacamnya . Studi-studi berorientasi mikro, seperti dalam arus pendekatan karya-karya Marx mengenai Prancis antara 1848 da n 1851, seperti juga analisa-analisa Juan Linz mutakhir mengenai kejatuhan kejatuhan rezim demokratis cenderung untuk menekankan perilaku strategis para aktor politik dalam berbagai situasi historis kongkrit. Przeworski mengklaim bahwa faktor-faktor objektif yaitu sejumlah kondisi ekonomi, sosial dan budaya, paling jauh hanya merupa merupakan kan kendala-kendala terhadap apa yang dimungkinkan di bawah situasi historis konkrit namun tidak menentukan apa yang dihasilkan situasi-s ituasi semacam it u.
DESENTRALISASI DAN DEMOKRASI POLITIK Munculnya Desentralisasi politik k yang d itandai dengan pergantian Perubahan politi Soeharto rto kepemimpinan nasional dari pemimpin personal Soeha BJ.. Habibie sebagai simbol politik Orde Baru kepada Presiden BJ pada 21 Mei 1998 telah membawa kepada banyak perubahan penting, diantara perubahan itu adalah adanya kesediaan pusat melimpahkan wewenang pemerintahan s ecara lebih " serius" s erius" kepada daerah-daerah. Pelimpahan wewenang itu biasa diberi makna yang lebih baik atau dengan istilah desentralisasi kekuasan politik pemerintahan. Desentralisasi adalah suatu strategi mendemokratisasi sistem politik da n menyelaraskan pencapaian pembangunan berkelanjutan yang merupakan isu yang selalu ada d al am praktek admini administrasi strasi publik. Berlawanan dengan sentralisasi dimana dim ana kek kekuas uasaan aan da n pen pengam gambil bilan an kepu keputusa tusan n berkonsentrasi pada pusat atau eselon atas, desentralisasi memperkenankan level kekuasaan pemerintaha pemerintahan n yang lebih rendah atau di bawah dalam menentukan sejumlah isu yang biasanya langsung mereka perhatikan. Desentralisasi biasanya menyerahkan secara sistematis da n rasional pembagian
[24]
Politik Kebangsaan Demokr Dem okrasi asi dan Politik Kebangsaan
Politik Perpajakan: Politik Perpajakan: Membangu Membangun n Demok Demokrasi rasi Negara
kekuasaan, kewenangan dan tanggung jawab dari pusat kepada pinggira pinggiran, n, dari level atas pada level bawah, atau dari pemerintah pusat kepada pemerintah lokal." Desentralisasi merupakan cara sebuah rezim atau negara untuk menghadirkan suatu sistem yang lebih mencerminkan nilai-nilai demokratis, karena sebagian kewenangan telah diserahkan kepada pemerintah lokal (daera (daerah) h) untuk terlibat aktif dalam merespon hal-hal yang berkaitan erat dengan kehidupan rakyat di daerah. Dalam konteks desentralisasi ini, G . Shabbir Cheem Cheema a dan Rondinelli, berpendapat bahwa penyerahan kekuasaan (devolution), memiliki karakteristik mendasar yaitu:"
ofgovernment areautonomous, areautonomous, independent, independent, and clear clearly ly local unit ofgovernment ed level ofgovernment ent ov over er which whichce cent ntra rall authorit authorities ies perceived percei ved as separat ed level ofgovernm littlee orno ornodirect direct control. Second, the local governm ets etshav havee cl clear ear exericise littl and legal legallyr lyr ecognized ecogn ized geographical boundaries es withi within n whichth whichthey ey exergeographical boundari cisee authorityand pe cis function tions. s. Third, local governm governments ents have hav e perfo rform rm public func statusandthe pow tosecure secure recourc es top toperform corporate statusandthe power er to recources erform theyfunction. Fourth, develutio develution n implies the nee government nmentss as instieed d "develop local gover tution"" in thesensethat tution thesensethat theyare perc citizenss asorgan asorganiza iza- perceiv eived ed by local citizen tionsproviding services thatsatisfytheirne thatsatisfytheirneeds edsandasgovernmental andasgovernmental unit overwhich they havesomeinfluence. havesomeinfluence. Finally, d evolutionisan evolution isan arrangement in which therear therearee reciprocal, mutually benef beneficial, icial, and coord coordinate inate govern ernmen ments; ts; thatis, th thee local govrelationships between central and local local gov ernme rnments nts has theability to inter interact act r eciprocally with other other units in the system syst em of govern governmentof mentof whi which ch it is a part. part. Desentralisasi sendiri menuruthemat penulis hadir sebagai respons langsung atas meluasnya kekecewaan yang dirasakan oleh masyarakat daerah. Kekecewaan, perasaan teringkari dalam bidang-bidang kehidupan tertentu merupakan ekspresi adanya kondisi deprivasi relatif . Deprivasi relatif adalah Decentralization ation Towa Towards rds Milaa A. Referma, Decentraliz 28.. Raul P. De Guzman & Mil 28 Democratization and Development, Eropa Secretariat, 1993hal. 3. Democratization Decentralization zation and Developme Development, nt, Policy 29 G . ShabirChema & Rondinelli, Decentrali Implementation Implement ation in Developing Countries, Countries, Baverly Hills, London & New Dhelhi: Sage Publications, hal. 22. 22.
[25]
variabel independen dengan ukuran menyeluruh dari persoalan diskrimina diskriminasi si ekonomi da n politik, potensi separatisme, perpecahan kelompok agama, kondisi ekonomi yang buruk atau timpa timpang, ng, pembatasan partisi partisipasi pasi politik da n kebijaksanaan yang tidak adil. Deprivasi relatif, menurut Guur ketidakpuasan an terhadap nilai dapat diakibatkan oleh ketidakpuas kesejahteraan, ketidakpuasan terhadap nilai-nilai kekuasaan da n ketidakpuasan terhadap nilai-nilai interpersonal."
Menyatunya berbagai kekecewaan yang dirasakan oleh rakyat di daerah telah menyebabkan banyak gerakan separatis yang oleh pemerintah pusat di "obati" dengan desentralisasi menurut kemauan dan keinginan pemerintah pusat, bukan yang diharapkan oleh rakyat di daerah. Oleh karena itu, kondisi deprivasi relatif atas nilai -nilai kesejahteraan secara jel as hingga kini masih tersedia di berbagai daerah yang memiliki potensi sumber daya alam, ha l itu dapat diamati pa d a perasaan tidak sesuai atau tidak puas terhadap kondisi ekonomi yang ada. Karena kondisi ekonomi yang diharapkan (aspirasinya) atau yang dianggap menja menjadi di haknya tidak sesuai sesuai dengan apa yang dimiliki. Kesenja Kesenjangan ngan yang terjad terjadii dalam bidang ekonomi antara satu individu atau kelompok dengan individu atau kelompok lain ny a akan memacu tingginya perasaan tidak sesuai antar a apa yang dimiliki dengan apa yang dipertimbangkan menjadi haknya. Beberapa ha l yang dapat menyulut perasaan tidak puas ters tersebut ebut seperti, sandang,, pangan, pa p an, tingkat penghasilan, kemampuan sandang pemilikan barang-barang ekonomi seperti tanah, barang mewah, perusahaan da n konsumsi barang-barang tertentu. Desentralisasi yang kini tengah dijalan dijalankan kan sebagai "obat penawar" rasa sakit daerah terhadap pusat -belumlah dapat kekecewaan waan yang dirasakan rakyat daerah . mengobati kekece Kekecewaan yang bersifat relatif atas nilai-nilai kekuasaan
30
Ibid ., Ibid ., hal. 25-27.
[26]
Politik Perpajakan: Membangun Demokrasi Negara
dapat dilihat pada perasaan tidak sesuai atas kesempatan berpartisipasi (dalam hal ini menyalurkan aspirasi) terlalu (pusat), t), serta banyak campur tangan dari pihak penguasa (pusa perasaan tidak puas atas lembaga yang ada (yang dianggap tidak mampu menyalurkan aspirasi rakyat secara aman). Lembaga yang ad a terutama yang menyalurkan aspirasi dianggap tidak sesuai dengan apa yang di harapkan. Beberapa hal yang menjad menjadii penyebab ketidakpuasan tersebut yang termasuk nilai kekuasaan adalah: saluran aspirasi yang ada tidak peka dan terlalu berpihak pada pihak penguasa, tidak efektif, masih sering terjadinya konflik dalam lembaga atau fungsi yang belum utuh. Kekecewaan atas nilai-nilai interpersonal secara jelas dapat dilihat dari hambatan-ham hambatan-hambatan batan yang ditemui untuk berinteraksi dengan individu atau kelompok yang lain yang satu aspirasi atau idealisme. Media untuk berinteraksi secar secaraa langsung misalnya organisasi atau aksi bersama da n media untuk berinteraksisecara tidak langsung misalnya media massa baik cetak maupun elektronik tidak berfungsi sebagai ajang menyampaikan aspirasi, keluhan-keluhan, keyakinan bersama dan pendapat kepada semua pihak. Kondisi deprivasi relatif yang meluas di tengah-tengah masyarakat dapat memicu terjadinya gerakan sosiaL Gerakan sosial dapat didefinisikan sebagai gerakan suatu organisasi atau sekelompok organisasi yang bermaksud mengadakan perubahan terhadap struktur sosial yang sudah ada sebelumnya. Gerakan sosial merupakan perilaku dari sebagian anggota masyarakat untuk mengoreksi k o nd nd i si si y a ng ng b an an y ak ak m e ni ni mb mb ul ul k an an p ro ro b le le m a t au au ketidakpastian serta memunculkan kehidupan baru yang lebih
Dem okr asi dan Politik Kebangsaan
[27]
K o n d is is i s e m ac ac a m itulah yang mendorong terlaksananya desentralisasi, tanpa meluasnya kekecewaan rakyat daerah atas kondisi sosial, politik, ekonomi da n sebagainya sebag ainya tentulah desentralisasi belum menjadi agenda politik negara. Kebijak Kebijakan an ini lahir sebagai jawaban atas meluasnya beberapa daerah yang mendesakkan agar merdeka, berpisah, da n berbagai gerakan separatis lainnya -mereka (rakyat daerah) melakukan itu, karena "muak" dengan cara pemerintah pusat menjalankan kebijakan publik, kecewa atas ekonomi, omi, frustra frustrasi si atas kemiskinan yang ketidak-adilan ekon dirasakan rakyat daerah, marak akan eksploitasi sumber sumber daerah serta jengkel atas perilaku politik kalangan politisi dan birokrasi yang pandai menghipnotis rakyat dengan janji-janji kosong yang tak pemah terealisasikan.
Terkait dengan ragamnya respons atas desentralisasi yang berkembang, barangkali perlu melihat motif atau pilar yang mendorong terjadinya pemberontakan di berbagai daerah ng p o te te n si si a l m e l ak ak u ka ka n teruatam teru atam daera daerah-dae h-daerah rah y a ng pemberontakan dan punya akar untuk memberontak, menurut Pr a tikno " terdapat pilar atau motif terp terpenti enting ng dari atas pusat p er t ama, yakni; pemberontakan daerah pemberontakan daerah di luar Jawa di latar belakangi oleh ketimpangan struktur ekonomi antara [awa yang menekankan kepada sektor manufaktur da n berperan sebagai "net utama untuk imporer", sementara luar [awa menjadi andalan utama kepentingan ekspor. Kedua, pemberontakan daerah tersebut kekecewaa cewaan n daer didorong oleh keke daerah ah terh terhadap adap sistem pemerintahan yang sentralistik yang tidak memberik memberikan an ruang yang memadai terhadap otonomi daerah. Posisi politisi di
baik."
Behavior: ior: Concepts Renzo, G., Human Social Behav 31. Sosiology,(USA: Holt, Rinehart & Winston, 199 1990). 0).
&
Principles of
32. Harap lihat Pratikno, "Desentralisasi, Pilihan Yang Tidak Pernah Kompleksitass Perso Persoalan alan Otonomi Daera Daerah h Final",dalam Abdul Gaff Final",dalam Gaffar ar Karim (ed .), Kompleksita di Indonesia (Yogya (Yogyakarta: karta: Pustak a Pelajar & [urusan Ilmu Pemerintah an UGM, 2003), hlm. 36-37.
Politik Perpajakan: Membangun Demokrasi Negara
daerah di awal kemerdekaa kemerdekaan n menekanka menekankan n pentingnya otonomi daerah sebagai syarat minimal yang memungkinkan daerah dapat menjaga kepentingan lokal mereka, namun pemerintah pusat menerapkan sistem sentralistik yang kurang memberikan ruang bagi daerah.
Ketiga,
terdapat perma terdapat permasala salahan han non-daerah. Pengorgani Pengo rganisasian sasian militer yang berkoinsi berkoinsidensi densi dengan pengorganisasian sipil da n bahkan sekaligus menjadi satu kesatuan dengan polarisasi kultural menjadi penyebab lain pemberontakan daerah. Kepemimpina Kepemimpinan n militer di daerah mempunyai koinsiden dengan kepemimpinan sipil sehingga di antara keduanya mudah untuk menyatu dengan nama daerah. Keempai, terkait dengan perdebatan masalah dasar negara yang memicu munculnya pemberontak pemberontakan an daerah. Sejak
PPKI menetapkan Pancasila sebagai dasar negara, maka sejak it u pula muncul penolakan daerah, misalny misalnya a pemberontakan
Darul Islam adalah respons atas penolakannya terhadap penghapusan Pia Piagam gam Jak Jakart arta a yan yang g mengakomodasi kepentingan umat Islam, pemberontakan ini dapat besar pada daerah-daerah yang memiliki basis massa Islam besar seperti Sulawesi Selatan dan Aceh. Menguatnya protes itulah yang memungkinkan lahirnya penuh h -perlu kami tegaskan pula kebijakan desentralisasi yang penu bahwa sebelum adanya UU No. 22 tahun 1999 atau UU No. 32 tahun 2004 sebagai panduan desentralisasi (otonomi) _ praktekkan desentralisasi telah dilakukan dan dirumuskan secara baik, tetapi tidak dilaksanakan. Desentralisasi tersebut didorong oleh dua hal yakni menguatnya protes daerah yang semakin sulit dibendung oleh pemerintah pusat, oleh karena it u dapat dikatakan, bahwa kebijakan tersebut lebih merespon ketidakpuasan daerah terhadap pemerintah pusat, da n meluasnya semangat demokratisasi yang menuntut ruang
Dem okr asi dan Politik Kebangsaan
[29]
partisipasi politik yang Iuas.:" Akumulasi kekecewaan terhadap sistem politik monol monolitik itik yang dibangun Presiden Soeharto kemudian terledakkan dalam bentuk tuntutan terhadap liberalisa liberalisasi si politik yang menuntut kebebasan berorganisasi,berpartai-poli berorgani sasi,berpartai-politik, tik, dan beroposisi". Kondisipolitik yang semakin terdes terdesak ak oleh menguatnya semang semangat at yang politik yang lebih mendorong agar tercipta suatu sistem politik mencerminkan rasa keadilan dan mendorong negara dapat memfasilitasi warganya agar dapat menjadi warga yang dapat hidup layak atau sejahtera (walfare), selain itu, perubahan yang terjadi dapat membuka kemungkinan bagi berkembangnya berkembang nya pemikiran pemikiran-pemikiran -pemikiran alternatif dalam masyarakat. Pilar-pilar inilah yang membuahkan kebijakan desentralisasi terutama ketika posisi TNI dan Polri semakin tidak ''berdaya'' akibat perilaku kedua lemba lembaga ga tersebut pad a masa lalu yang terkesan "menindas" dan menekan warga negara . Ruang kebebasan yang dirasakan oleh warga sangat menentukan arah pergerakan politik lokal dalam konteks desentralis dese ntralisasi asi politik yang berIa berIangsung ngsung,, tanpa mengurangi makna dan keberadaan pusat -nampaknya daerah telah begitu jauh menyelenggarakan pemerintahan yang menurut ukuran dan takaran lokal sesuai dengan adat dan nilai-nilai lokal. Akar dari kebijakan desentralisasi yang paling kuat adalah berupaya untuk menyatukan simpul-simpul kultural dalam rangka membangun Indonesia yang multi-kulturalisme yang terabai abaikan kan dalam pemban pembangunan gunan bangsa . selama ini ter
33.. Lihat Syarifuddin Jurdi, Kekuatan-Kekuaian Politik di Indonesia: 33 Pertarungan Ideologi dan Kepentingan Kepentingan Dalam Konteks Politik Lokal Lokal (Naskah Buku), ha!. 136. Lihat kajian mengenai kesiapan daerah berotonomi dalam Pratikno, "Mempersiapkan Daerah Berotonomi", makalah yang disampaikan pada Sarasehan Pelaksanaan Otonomi Daerah yang diselenggarakan oleh FADO di Denpasar tanggal 22-24 [anuari 2001, him. 4.
[30]
Demokrasi dan Politik Keb Kebang angsaa saan n
Politik Perpajakan: Membangun Demokrasi Negara
Keseragaman telah menyesat menyesatkan kan warga negara, karena nilai-nilai dengan penyeragaman itu nilai -nilai lokal da n keragaman (multi-kulturalisme) menjadi terabaikan, akibatny akibatnya a banyak nilai lokal tidak terapresiasi -rakyat daera daerah h pu n menuntut diperhatikan oleh pusat yang diekspresik diekspresikan an melalui kekecewaan atas perlakuan pusat terhada terhadap p daerah terutama nilai-nilai lokal di "pinggir" dalam politik . Kekecewaan antara satu daerah dengan daerah lain tentu beragam sesuai dengan watak da n karakter rakyat daerah -bahkan tuntutan untuk merdeka semakin kuat disuarakan oleh daerah, sekalipun daerah yang lain menuntut keadilan da n pemerataan pembangunan yang wajar an tar wilayah. Desentralisasi dimaknai sebagai kebijakan yang tepat dan menjamin kebersamaan warga dalam negara kesatuan -tentu desentralisasi in i harus diikuti dengan kebijakan di bidang ekonomi secara adil. Seperti telah dijelaskan, salah satu penyebab utama rakyat daerah memberontak, protes da n ketidak-adilan.. Distorsi kebijakan menekan pusat adalah soal ketidak-adilan tertentu tu semak semakin in menguatkan pusat terhadap daerah-daerah terten arus protes tersebut, bahkan wilayah Timur negara ini mengalami ketertinggalan dalam pembangunan infrastruktur dan sumber daya manusia serta tertinggal dalam banyak hal bila diban dibandingka dingkan n dengan perhatia perhatian n da n kebijakan pusat dalam membangun bagian Barat Indonesia. Desentralisasi Demokrasi Penyelenggaraan sistem yang demokratis di tingkat lokal Penyelenggaraan atau diistilahkan sebagai desentralisasi demokrasi, memiliki beberapa nilai penting." Pertama, kesetaraan politik (polical equality). Masyarakat di tingkat lokal sebaga sebagaimana imana halnya masyaraka masya rakatt di pusat pemerintahan akan mempun mempunyai yai kesempatan terlibat dalampembuatankeputusan politikpolitik 35.. RC.Smith, Decentralization: The Teritorial Dimension ofThe State, London, 35 -George Alen & Unwin 1985, ha124-29. ha124-29.
[31]
kesetaraan n politik karena makin meningkatnya yang berarti kesetaraa pengakuan terhadap hak warga negara . Kedua, akuntabilitas (accountability) yaitu pemegang jabatan publik harus mempertanggung jawab kan segala bentuk kebijaksanaan dan politiknya kepada warga masyarakat yang mempercayakan kepadanya jabatan publik tersebut. Keiiga, responsifitas yaitupemerintahlokallebihmemberi ebihmemberi perhati perhatian an (responsiven ess) yaitupemerintahlokall atau jawaban yang lebih eficien terhadap tuntutan-tuntutan masyarakat masyara kat oleh karena pejabat yang mengainbil keputusan politik sangat memahami kebutuhan sosial sosial,, ekono mi dan politik komunitas di daerahnya.
Bersamaan dengan itu, d esentralisasi demokrasi berfungs P ert ert ama, ama, memudahkan menyelenggarakan pendidikan politik (political education) yang seharus seharusnyalah nyalah g a ra r a . D en e n g an an a d an an y a diselenggarakan oleh n e ga pemerintahan da erah maka akan menyediakan kesempatan warga negara berpartisipasi aktif dalam politik, baik dalam rangka memilih atau kemungkinan untuk dipilih untuk suatu jabatan publik. Anggota masyarakat karena posisi tempat tinggal tidak mempunyai peluanguntuk terlibat dalam politik nasional apalagi secara langsung ikut serta membentuk kebijaksana kebija ksanaan an publik secara nasional da n at au memilih untuk ikut pemimpin nasional, akan mempunyai peluang untuk ikut serta dalam politik lokal ataupun dalam rangka pembuatan kebijakan publik. Pengalaman terlibat dalam proses politik itulah yang disebut pendidikan politik.
Kedua, arena latihan bagi orang-orang yang in gi n membangun karier politik (pol (politic itical al training) . Pemerintah daerah merupakan langkah persiapan untuk meniti karier lanjutan terutama karier di bidang politik dan pemerintahan di tingkat nasional. Adalah sesuatu hal yang mustahil bagi seseorang yang tinggal di daerah untuk muncul dengan begitu
Ibid., hal. 20-23. 20-23.
[32]
Politik Perpajakan: Perpajakan: Membang un Demokrasi Negara Negara
saja menjadi politisi berkaliber nasional. Umumnya seseorang sebelum sampai pada suatu tingkatan berkiprah pada suatu jenj ang tertentu memerlukan persiapa n yang sangat panjang. Keberadaan institusi lokal merupakan wahana yang banyak dimanfaatkan menapak karier yang lebih tinggi. Ketiga, stabilit ilitas as politik (political order). Stabilit Stabilitas as nasional mendukung stab mestinya berawal dari stabilitas di tingkat lokal. Banyak negara Banyak negara politik tik dikar dikarenakan enakan adany adanya a yang mengalami gangguan poli kecenderungan memperlakukan daerah dengan tidak tidak tepat, tepat, bahkan lebih cenderung bersifat sentralistik. Sejalan dengan asumsi berpikir tersebut di atas, pemikir lain yakni Rondinelli melakukan identifikasi dengan mengemukakan empat belas (14) alasan rasional mengapa desentralisasi perencanaan pembangunan da n administrasi cocok untuk negara-negara dunia ketiga seperti halnya Indonesiar" pertama, perencanaan dapat dilakukan sesuai dengan kepentingan masyarakat di daerah yang bersifat heterogen; kedua, dapat tong jalur birokrasi yang rumit serta prosedur yang sangat terstruktur dari pemerintah pusat; ketiga, dalam penyelenggaraan fungsi da n penugasan pejabat di daerah, tingkat pemahaman serta sensitifitas terhadap kebutuhan masyarakat daerah akan meningkat; keempat, penetrasi yang lebih baik dari pemerintah pusat bagi daerah daerah yang terpencil atau sangat jauh dari pusat; kelima, representasi yang lebih luas dari berbagai kelompok di kelompok di dalam masyarakatt perencanaan pembangunan; keenam, peluang bagi masyaraka di daerah untu kapasitas tas tekn teknik ik da n untuk k meningkatkan kapasi managerial; ketujuh, meningkatkan efisiensi pemerintahan di pusat; kedelapan, struktur koordinasi departemen di pusat dapat mengkoordinasi secara efektif program-programnya di daerah bahkan sampai pedesaan; kesembilan, melembagakan
37. G. Shabir Cheema an d Rondinelli, op.cit., haJ. 14-16. Lihat juga M . SyaukaniH.R., et-al. Otonomi Daerah dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia, naskah belum diterbitkan, haJ. 30-31.
Demokr asi dan Poli tik Kebangsaan
[33]
partisipasi masyarakat dalam perencanaan da n implementasi program; kesepuluh, meningkatkan pengaruh atau pengawasan atas berbagai aktifitas yang dilakukan oleh elit elitee lokal; lokal; kesebelas, administrasi pemerintahan dapat diselenggarakan dengan fleksibel, inovatif da n kreatif; kedu kedua a bel belas, as, menetapkan pelayanan dan fasilitas secara efektif di tengah-tengah masyarakat, mengintegrasikan daerah-daerah yang terisolasi, memonitor da n melakukan evaluasi implementasi proyek pembangunan dengan lebih baik; keti ketiga ga bela belas, s, memantapkan stabilitas politik da n kesatuan nasional; da n keempat bel belas, as, meningkatkan penyediaan barang da n jasa di tingkat lokal • dengan biaya yang relatif rendah.
Dalam melahirkan kebijakan desentralisasi bukanlah fak si si politik sesuatu yang mudah dilakukan, sebab berbagai fak telah merundingkan beberapa hal yang dapat disepakatinya, sekalipun sebagian ha l lain yang barangkali penting bagi disepakat pakati, i, akhir akhirnya nya rakyat d i daerah belum dapat dise desentralisasi yang tengah bergulir dalam pentas politik nasional masih menyisakan banyak persoalan -akibat kuatnya ini. i. Karena pertarungan kepentingan elite pusat dalam soal in itulah, dinamika politik nasional da n politik lokal belakangan ini memiliki makna cukup luas meliputi konflik-konflik, friksi friksi maupun gerakan-gerakan yang berkaitan dengan kekuasaan, lembaga-Ie lembaga-Iembaga mbaga negara · da n atau proses pengambilan pengambi lan keputusan. Dinamika politik juga diidentikkan dengan perubahan politik atau pembangunan politik. Dalam ha l in i dinamika politik diartikan secara spesifik sebagai gerakan perlawanan kekuatan-kekuatan daerah (lokal) dalam kaitan dengan kekuasan pemerintah pusat, sekalipun konsep perlawanan rakyat daerah ataupun pemerintah daerah dalam istilah Hasanuddin sebagai upaya untuk memperoleh sejumlah kcadilan sosial, ekonomi da n politik guna meningkatkan dcrajat kesejahteraan rakyat daerah. Respons daerah atas ketidak-adilan pusat dalam melihat pcmbangunan daerah terutama daerah-daerah yang memiliki
Politik Perpajakan: Perpajakan: Memba ngun Demokrasi Negara Negara
potensi sumber daya alam melimpah ruah, sebagai implikasi langsung atas meluas meluasnya nya kehidupan rakyat daerah yang miskin . Istilah perlawanan seringkali digunakan oleh rangka ka mengidentifikasi sejumlah Ha san u d d in dalam rang perkembangan lokal yang terjadi di Riau setelah munculnya istilah Riau Merdeka sebagai langkah politik untuk mendesak memperhatikan n daerah, penulis lebih elegan pusat agar memperhatika menggunakan istilah respons da n "riak-riak" demokrasi dalam rangka daerah mendesakkan desentralisasi yang sepenuhnya da n serius, bukan desentralisasi yang setengah hati, dimana pusat masih memiliki banyak peluang untuk mengintervensi pemerintah da n rakyat daerah.
demokratis tis tentu akan Lazimnya suatu rezim yang demokra mengedepankan makna-makna kebebasan dalam memerintah rakyat. Banyak aktifis sosial keagamaan da n gerakan sosial yang berteriak agar penguasa tidak dan atau mencoba membatasi kemerdek kemerdekaan, aan, kebebasan da n partisipasi rakyat dalam mengawasi rezim, dengan dalil da n alasan apapun tetap tidak dibenarka dibenarkan n menurut standar demokrasi terutama sekali dalam konteks desentralisasi demokrasi, dimana rakyat di daerah berhak untuk terlibat dalam proses politik yang berlangsung dengan semangat kulturalnya. Demokrasi lokal adalah demokrasi yang aman, damai da n beradab -apabila tidak ada tangan-tangan pengacau dan provokatif yang mengotorii demokrasi lokal tersebut. Secara substantif mengotor demokrasi lokal jauh lebih kuat da n mengakar dengan rakyat, karena it u mereka di daerah akan bersedia berdebat bahwa ekonomi, politik politik,, budaya dan agama akan lebih mungkin mengawal demokrasi yang betul-betul demokratis.
38.. Hasanuddin dalam rancangan Disert 38 Disertasi asi Doktoral di UGM memakai istilah perlawanan rakyat daerah terhadap pemerintah pusat terutama dalam rangka ia menganalisa peta politik lokal Riau yang menuntut kemerdekaan sebagaisalah satu cara rakyat daerah memberikan perlawanan atas hegemoni pemerintah pusat terhadap daerah selama ini.
Demokra si dan Poli tik Kebangsaan
[35]
Kadang-kadang Kadang-kad ang muncul pandangan yang "aneh" dalam memandang demokrasi ini, bahwa pemerintahan yang dijalankan secara tersentralisasi d an tidak mengizinkan "oposisi" si" yang dapat menjamin peningkatan adanya "oposi pendapatan dan mengurangi kemiskinan. Anggapan umum adalah h bahwa ketida ketidakmerat kmerataan aan pandangan an eh in i adala pendapatan dan kemiskinan demikian memprihatinkan, sehingga sehing ga negara merupakan satu-satunya pengelola utama berbagai bidang industri da n pertanian, penetapan harga, da n pendistribusian pendapatan, maka akan terjadi perbaikan dalam segala bidan bidang g dan masyaraka t akan menikma ti hasil pembangunan secara menyeluruh. Alasan lain yang se ring dikemukakan adalah stabilitas nasional sangat dibutuhkan untuk menjaga kelangsungan proses pembangunan. Tentu keanehan car a berpikir in i harus ditinggalkan -selain menyesatkan - juga melawan arus global yang berkembang dengan begitu cepat yang mendorong terjadinya liberalisasi kehidupan. n. dalam segala sektor kehidupa Dengan menguatny menguatnyaa kehidupan liberal dalam "rahim" bangsa ini, maka negara harus merekonstruksi seluruh aspek kehidupan bersama yang juga mencermi mencerminkan nkan semangat liberalisme tersebut, tentu liberalisme yang dibenarkan oleh norma-norma moral agama yang dianut oleh mayoritas penduduk bangsa ini . Paham liberal tentu telah memperoleh ruang dalam diskursus keagamaan di tanah air, sekalipun menyisakan n beberapa paradoks yang ruang it u masih menyisaka menghadirkan berbagai perdebatan da n polemik di kalangan penduduk beragama. Tapi wacana liberal itu sendi ri mengandung makna, bahwa tengah terjadi pergeseran pada tataran wacana da n isu, maka level policy harus juga diikuti oleh reduksi nilai-nilai lama yang kurang re l evan untuk dipertahankan. Liberalisme merupakan sahabat "karib"nya demokrasi, karena keduanya menyediakan ruang kebebasan bagi rakyat. sebagai ai media dimana rakyat Kebebasan disediakan sebag
Politik Per Perpaj pajaka akan: n: Membangun Demokrasi Negara
mengekspresikan sejumlah harapan dan keinginannya -dan negara merespons wacana publik yang hadir it u sebagai bahan dari kebijakannya. Kondisi in i akan mendukung terbangunnya .kekuatan civil society society yangmandiri da n terbebas dari intervensi negara, tentu daerah-daerah harus dijauhkan dari upaya "negara lokal" mengkooptas mengkooptasii ke kuatan civil society tersebut.
Marilah menyima menyimak k logika kesamaan politik yang barangkali merupakan unsur penting da n universal dalam demokrasi. Dalam hal ini Franz dengan mengutip Robert Dahl bahwasemua anggota anggota untuksebuah kelompok kelompok atau asosiasisama asosiasisama saja berhak erhak dan dan mampu untuk berpartisipasi secara sa samad mad engan engan r ekan-rekannya ekan-rekannya dalam pros proses es p pemerintahan emerintahan k elompok aiau elompok aiau asosi asosiasi asi 39 Logika kesamaan dalam hal in i dapat pula ditemukan itU. dalam praktek demokrasi rakyat desa yang telah lama eksis. Begitu juga dengan misalnya demokrasi Yunani yang mengembangkan kelembagaan yang canggih dengan sepenuhnya a di tangan rakyat". meletakkan "kekuasaan sepenuhny kemudian udian dem demokra okrasi si itu diart diartikan ikan sebagai Kalau kem pemerintahan yang didasarkan kepada mayoritas, maka demokrasi it u harus diletakkan dalam konteks kedaulatan rakyat, artinya rakyat berdaulat atas dirinya sendiri. Tidak ada orang atau kelompok orang yang begitu saja berhak me m erintah rakyat. Franz lebih sederhana lagi memberikan logikanya, bahwa dengan sendirinya orang berhak mengurus dirinya se ndiri, maka kalau ia ma u diurus ol eh orang lain, orang lain harus dibe diberi ri tugas untuk itu oleh yang bersangkutan ."
Persoalan kedaulatan yang menjadi inti dasar dari demokrasi -dalam banyak hal diperdeba diperdebatkan tkan oleh ilmuwan Islam -argumen kalangan Islam dalam menolak gagasan kedaulatan rakyat -sebab rakyat hanya menjalankan sebagian
39.. 39
40.. 40
Franz MagnisMagnis-Suseno, Suseno, op 34. op.. cii., hlm. 34. hlm.39.. lbid., hlm.39
Demokrasi dan Politik Keb Kebang angsaa saan n
[37]
dari tugas kekhalifahan -sebetu -sebetulnya lnya yang berdaulat penuh atas kehidupan in i adalah Tuhan, dari Tuhan itulah sumber kehidupan (syariat) da n manusia dengan keterbatasannya menyelenggarakan kehidupan ini. Tegasnya, yang memiliki
kekuasaan hanyalah Allah. Dalam ha l ini [alaluddin Rakhmat" mengatakan, semula Islam berhadapan dengan dunia modem, menyatakan bahwa dirinya demokratis. demokratis . Dimana istilah demokrasi sebenarnya hanya dipakai untuk "menyederhanakan" perjuangan, ja di untuk memper-lihatkan cita-cita etika politik yang dibanggakan oleh Barat sudah ada dalam Islam Islam.. Lebih lanjut Rakhmat mengatakan, istilah demokrasi tidak perlu diagung agungkan lagi, cukup bicara tentang Tauhid, karena di dalarnnya kesamaan antar manusia serta tuntutan keadilan telah termuat. "Dalam Tauhid, ad a kebebasan manusia, ada pengakuan penga kuan bahwa satu kelompok manusia tidak boleh menindas kelompok yang lain". Pemikir da n aktivis Islam yang tergabung dalam Hizbut Tahrir Indonesia Shiddiq Al-jawi seperti yang dikutip oleh Franz mengajukan lima unsur pokok paham demokrasi dengan akidah Islamiyah. Pertama, demokrasi adalah buatan da n akal manusia, padahal "dalam Islam syara'lah -dan bukan akal -yang menjadi rujukan dalam memberikan penilaian ... menetapkan hukum it u hanyalah ha k Allah. "Dua, penilaian... penilaian demokrasi memisahkan agama dari negara, padahal "Islam "Islam.. .... mewajibkan dijalankan seluruh urusan kehidupan da n negara menurut perintah da n larangan Allah.. .... manusia tidak berhak membuat aturan hidup sendiri." Ketiga, kalau demokrasi berarti kedaulatan rakyat, "dalam Islam, kedaula kedaulatan tan ada ditangan syara', bukan di tangan rakyat." Kekuasaan memang "ditangan umat, artinya, umatlah yang berhak memilih 41. Jalaluddin Rakhmat, " Islam da n Kekuasaan: Aktor dan Instrumen", Keadilan (jakarta: (peny .), Agama, Demokrasi dan Keadilan dalam M Imam Azis dll (peny.), Gramed ia, 1993), hlm, hlm, 63-75 63-75..
Demokrasi dan Politik Kebangsaan
Politik Perpajakan: Membangun Demokrasi Negara
penguasa." Akan tetapi menurut syariah "umat tidak berhak memberhentikan memberhe ntikan penguasa sebagaimana dalam demokrasi." Begitupun Begitu pun prinsi prinsip p keempat keempat,, prinsip mayoritas, menurut penulis dalam Islam hanya berlaku bagi "masalah teknis, yang tidak membutuhkan keahlia keahlian n khusus ." Akhirnya, kelima, penulis memperlihatkan bahwa empat kebebasan beraqidah, berpendapat, kepemilikan da n bertingkah laku "sangat bertentangan dengan kebebasan yang terdapat dalam Islam".42 Dengan menghadirk menghadirkan an pandangan yang berbeda ten tang demokrasi in i tentu saja sebagai bahan perbandingan sekalipun di kalangan internal umat Islam sendiri masih berbeda paham tentang konsep demokrasi it u sendiri. Pandangan Rakhmat malah memberikan gambaran -bahwa dalam Islamsendiri tersedia seperangkat nilai-nilai demokrasi, karena tauhid itu mengandung makna demokrasi sementara Al-jawi secara literal konsep demokrasi ditolak da n tidak ditemukan dalam Islam, karena itu menyesatkan umat. Sebagian pejuang Islam yang tergabung dalam Masyumi dahulu juga menekankan pentinganya demokrasi yang diberi warna Islam seperti istilah teo-demokrasinya Natsir yang sejalan dengan demokrasi Islam al a Al-Maududi di Pakistan. Tapi yang jelas secara mayoritas umat Islam di banyak tempat telah menerima konsep demokrasi secara positif, terlepas dari pro-kontranya. Desentralisasi dan Civil Society
Di daerah dalam konteks desentralisasi atau otonomi daerah telah berkembang berbagai asosiasi sukarela yang diijinkan oleh UU berdiri da n melakukan pemberdayaan masyarakat, menyelenggarakan pendidikan politik da n melakukan peran-peran kontrol atas lembaga negara (Pemda
da n Legislatif Daerah), sebab kedua lembaga negara in i seringkali mengambil kebijakan yang menyimpang dari garis yang ditentuka ditentukan n da n bahkan menjadi ajang perkaya diri para elite politik (DPRD) da n elite birokrasi (Pemda). Kekuatan civil society yang biasa dimaknai sebagai masyarakat -baik secara individual maupun secara kelompok yang mampu berinteraksi dengan negara s ecara independen," maka dinamik dinamika a politik merupakan akibat langsu langsung ng dari kualitas interaksi tersebut dimana di satu sisi civil society makin membesar da n tuntutan tuntutan politik semakin membesar pula sedangkan di sisi lain tidak berlangsung pelembagaan hubungan a ntara masyarakat da n negara yang memuaskan masyarakat sehin sehingga gga melahirkan pembusukan politik (political decay).44
Dalam konteks perubahan politik, ma syarakat lokal (daerah) memiliki sejumlah harapan akan a danya perubahan dalam kehidupan s osial ekonomi da n politik m ereka. Dengan adanya ruang publik yang bebas, maka rakyat daerah mengusung sejumlah tuntutan politik (kepentingan politik) da n apabila lembaga politik tidak siap menyelesaikannya menyelesaikannya secara memuaskan, sehingga masyaraka t mengambil jalan diluar konstitusi atau melakukan tindakan kekerasan kolektif, it u demokrasibangsa. merupakan "musibah" bagi konstruksi demokrasi bangsa. Oleh karena it u pula, keberadaan civil soc socii ety menjamin negara demokratis karena .diantara nilai-nilai civil s ociety terdapat pertanggungjawaban negara da n batasan kekuasaan negara. negara. Kehadiran ci civil vil society mensyaratkan kebebasan ruang batas aturan yang dilindungi oleh negara."
soci ety diberdayakan, maka para Begitu pentingnya civil society pemikir dalam ne g er i seperti AS Hikam, Dawam Rahardjo, Nurcholish Madjid, Maswadi Rauf, Ryaas Rasyid da n lainnya Afan Gaffar, Gaffar, op.cii. op.cii. , , hal. 180. , hal. 52. Lihat Huntin Huntington, gton, Tertib Politik ... ... op.cit. , 45.. Neera Chandhoke, Benturan Negara dan Masyarakat Sipil, (Yogyakarta: 45 Wacana, 2001), hal. 245 43.
Lihat Shiddiq Al-jawi, "Haruskah Islam Menerima Demokrasi?" ., hlm . 30 seperti yang dikutip oleh Franz Magnis Suseno, op. cit ., 30-31. -31. 42.. 42
[39]
44.
r
Politik Perpajakan: Membangun Demokrasi Negara
telah memberikanbeberapa garis pemikiran yang tegas tentang perlunya civil socie society ty diperhatikan agar mampu mengangkat keterpurukan demokrasi bangsa. Untuk melihat beberapa society, ty, persyaratan yang hams dipenuhi oleh kekuatan civil socie Eisenstadt menegaskan prasyarat it u diantaranya:" pertama, otonomi yaitu kemandirian masyarakat mengambil mengambil inisiatif untuk melakukan kegiatan tanpa ada intervensi negara yang tidak tida k seharusnya dilak dilakukan. ukan. Kehadi Kehadiran ran negar negaraa hanyalah sebagai fasilitator yang melakukan regulasi da n penegakan hukum. Kedua, akses terhadap lembaga negara untuk memperjuangkan kepentingannya menghubungi secara langsung pejabat negara, membentuk opini pada media massa, terlibat secara langsung atau tidak langsung dalam organisasi politik da n juga melakukan unjuk unjuk rasa. rasa. Lebih dari itu kalangan negara atau pemerintah harus memberikan komitmenny komitmennyaa dengan mendengar da n menerima aspirasi warganya serta 'mengambil sejumlah langkah-Iangkah kongkrit. Ketiga, arena publik yang otonom yaitu adanya ruang publik tempat masyarakat membahas berbagai persoalan menyangkut segala bidang kehidupan tanpa campur tang an negara negara,, apalagi tindakan yang bersifat koersif. Keempat, arena publik yang terbuka yaitu setiap orang memiliki akses terhadap ruang publik baik untuk mendapatk mendapatkan an informasi maupun terlibat aktif didalamnya.
Prasyarat yang diajukan di atas adalah ideal masyarakat demokrasi liberal. Persoalannya, kondisi ideal tersebut tidak hadir dengan sendirinya, da n tidak banyak bahasan yang mengantarkan pada pemahaman bagaimana menyiap kannya. Meskipun demikian, dapat dikatakan sedikitnya kehadiran prasyarat tersebut dalam realitas kehidupan politik dapat menumpukkan perasaan tidak puas masyarakat d an 46.. 46
Eisenstadt dalam Afan Gaffar, op .cit. .cit.,, hal. 180.
Demokrasi dan Politik Keb Kebang angsaa saan n
[41]
dapat menumbuhkan gerakan sosial yang selanjutnya dapat dijelaskan dengan teori deprivasi relatif. Deprivasi relatif yaitu relatif yaitu tidak sesuai sesuai antara harapan-harapan yang terbentuk perasaan tidak dengan kemampuan masyarakat untuk meraih atau mempertahankannya. memperta hankannya. Perubahan yang sangat cepat da n meluas yang mengenai individu dan masyarakat seperti disorganisasi demografi, da n sosial, tekanan ketidakseimbangan ekologis menimbulkan akumulasi ketegangan, frustrasi frustrasi,, perasaan tidak aman, da n lain keluhan. Untuk lebih menjelaskan konteks yang tersedia, Te d Robert Gurr mengemukakan;47 be-"Relative Depr Deprivatio ivation n is def define ined d as actor per percep ceptio tion n of discrepa discrepancy, ncy, be valueexeptions tween their value their value capabilities. Value expectations exeptions and their arethe goods andconditions of life to which which peoplebelieve they are aree the goods andconditionsthey rightfully entitled. Value cap capabi abilit lities ies ar aree capable ofgetting and keep think they ar keeping ing." ."
Civil society memiliki su a tu tu g as berat yakni mendorong proses politik agar politik agar lebihdemokratis, artinya civil society sebagai kekuatan yang menopang terwujudnya kehidupan yang lebih demokratis, ia yang merupakan representasi dari banyak lembaga-lembaga lembaga -lembaga independen di luar state telah mendorong proses politik yang lebih mencerminkan kehendak rakyat. Kekuatan civil socie society ty selama rezim militer Orde Barn tidak mendapat tempat yang layak, karena publ public ic sph sphere ere dikendalikan, diawasi atau dikontrol secara ketat oleh negara." 47. Ted Robert Gurr, Why Men Rebel, (Princeton Ne w Jers Jersey: ey: Princ eton Univ. Press, 1970), hal. hal. 24. 48. Selama rezim Orba, kekuatan-ke kekuatan-kekuatan kuatan masyarakat madani tidak tidak bisa bisa melakukan kreasi-kreasi terhadap berbagai kegiatan mereka, melainkan dikontrol secara ketat oleh pemerintah. Kita dapat melihat kehidupan berbagaii kalangan independen selama rezim tersebut berkuasa. Kalangan berbaga pers dikontrol oleh negara melalui Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) sebagai satu-satunya organisasi wartawan yang diakui oleh negara, kalangan pedagang pedagan g dan indust industri ri dikontrol melalui Kamar Dagang da n Industri (KADIN), kala ngan pemuda dikontrol melalui Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI), petani melalui HKTI (Himpunan Kerukunan Tani Indonesia), kalangan agamawan dikontrol melalui Departemen Agama
Demokrasi dan Politik Kebangsaan
Politik Perpajakan: Membang un Demokrasi Negara
Pemikiran-pemikiran alternatif dari berbagai aliran dalam masyarakat hampir tidak mendapat tempat yang layak pada masa pemerintahan Orde Baru, semua diseragamkan berdasarkan keinginan penguasa, sehingga para peserta didik di sekolah ditatar melalui penataran P4 (pedoman penghayatan da n pengamalan Pancasila):". Kekuatan civil society yang independen da n mandiri hanya mungkin dapat hadir da n eksis -apabila tersedia pemerintahan politik yang demokratis, kalau sistem politik yang tidak demokratis adalah juga mustahil untuk membangun kekuatan civil society yang independen da n mandiri. Menurut Guseppe Di Palma, bahwa civi civill society adalah bagian organik sistem demokrasi,, yang secara definisi berada dalam posisi demokrasi perlawanan (opposisional) terhadap rezim-rezim absolutis, civil society adalah musuh alamiah otokrasi, kediktatoran, da n bentuk-bentuk lain yang sewenang-wenang", Liberalisasi politik merupakan faktor terpenting bagi bangunan civil society, antara negara (pemerintah) dengan gerakan-gerakan pro-demokrasi dan organisasi-organisasi sosial harus kooperatif tif da n membangun hubungan kerjasama yang saling koopera bukan dalam ben tu k konflik.51
(Depag) da n sebagainya. Semua Semua kekuatan masyarakat mad ani tidak boleh memiliki ciri khas sendiri dan harus menggunakan PancasiIa sebagai azasnya, yang tidak setuj setuju u dengan PancasiIa dianggap sebagai organisasi terlarang. diIakukan n sejak muIai dari Sekolah Dasar hingga 49.. Proses penataran diIakuka 49 Perguruan Tinggi. Pancasila sebagai seuatu yang sakral dan berlaku seperti agama. P4 sebetuI sebetuInya nya merupakan proses "pernbodohan" kepada siswa didik, karena meIaI meIaIui ui P4 mereka didoktrin te tentang ntang peIaksanaan Panca PancasiI siIaa secara murni da n konsekuen, padahal penguasa bersikap, berperiIaku da n bertindak sama sekali tidak mencerminkan niIai-niIai PancasiIa. PancasiIa . Antara doktrin yang diterapkan kepada masyarakat dengan praktek dilakukan oleh penguasa terdapat ketidaksesuaian antara PancasiIa yang berlaku kepada masyarakat dengan PancasiIa yang kepada penguasa penguasa.. so. Guseppe Di PaIma sebagai sebagaimana mana dikutip daIam Ibid., ha!. viii, 6. 51. SyarifuddinJurdi, Pemikiran Politik Islam Indonesia:Periauian Negara, (yogyakarta:: Pustaka PeIajar PeIajar,2(05) ,2(05).. Khilafah, Masyarak Masyarakat at Madani Ma dani dan Demokrasi Demokrasi (yogyakarta
[43]
Untuk lebih Untuk lebih menguatkan kita, betapa kekuatan civil society demokratis, dibutuhkan dalam membangun masyarakat demokratis, dibutuhkan nampaknya perlu merujuk pada pemikir politik terpenting abad XX berkebangsaan Italia Antonio Gramsci (1891-1937), ia mengemukakan gagasannya tentang hegemoni yang merupakan land as an alternatif terhadap teori Marxis. Pandangan Gramsci mengenai masyarakat madani memiliki kesamaan dengan gerakan sosial, bagi Gramsci di zamannya terjadi konfliktual da n dialektika antara "negara" (state) da n "masyarakat ma d ani" (civil society) dalam analisisnya te n tang supremasi da n hegemoni." Gramsci mengatakan seperti yang dikutip oleh Mansour Fakih. adalah menyediakan dua "aras" Apa yang dapatkita ker kerjak jakan, an, sejenak adalah supersirukiur, saiuyangdapat disebui "masyarakat sipil sipil(madani)", (madani)", yakni organismee yang biasanya diseb disebui ui "prio "prioat",dan at",dan aras lainyaitu esemble organism hubungan "masyarakat politik" atau "negara". Duaaras ini ini pad padaa saiusisi saiusisihubungan dengan [ungsi hegemoni dimana kelompok dominan menjalankan seluruh masyarakat dansisi lain berhubungan dengan "do "domin minasi asi langsung"aiau perini per iniah ah yang dijalankan melalui negara dan dan pem pemeri erinta ntahan han "[uridist."
Desentralisasi da n Gerakan Sosial Lokal Desentralisasi yang menjadi trend politik bangsa telah berkembang luas menjadi isu-isu populis, bahkan melebihi makna sebenarnya sebenarnya dari desentralisasi it u sendiri. Dalam lokal,, desentralisasi telah berkembang menjadi berbagai kasus lokal "mazhab" lokalitas, dimana isu putra daerah menjadi kencang disuarakan dalam merebut jabatan publik da n jabatan politik di daerah, padahal hal itu tidak perlu terjadi - karena akan memacetkan potensi-potensi sumber daya manusi manusia a yang berkualitas untuk membangun daerah. Bersamaan dengan itu, muncul pula gerakan sosial lokal -dimana gerakan in i mencakup beberapa, yakni orientasi pa d a perubahan (change Ibid.
52.
Fakih, Masyarakat Sipil Untuk Transformasi Transformasi Sosial: Pergolakan ldeologi ldeol ogi LSM Indonesia Indonesia (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1996), hlm, 59. 53. Mansour
Politik Perpajakan: Membangun Demokrasi Negara
tingkatt organisa organisasi si (som oriented orien ted g oals), tingka (somee degr ee ee of organization), of organization), tingkat kontinuitas yang sifatnya temporal (so (some me d egree egree of temporal cotinuity) da n aksi kolektif di luar lembaga (aksi ke jala n) da n lob lobii politik di dalam lemaga (som (somee e xt e xt rainst itu tional and instiiutionali:"
Dalam rangka memperkuat gerakan sosial yang dapat mendorong sebuah perubahan menuju suatu tatanan sosial baru yang lebih baik, diperlukan beberapa instrumen penting yang menjadi acuan dari gerakan sosial tersebut. Instrumen it u dapat dikelompokkan ke dalam empat tingkatan yang sekaligus merupakan proses pembentukan gerakan sosial." pertama, Incipi ent sta stage. ge. Pada situasi gerakan sosial haruslah ad a tipe dari tekanan struktur atau kondisi sosial yang tidak memuaskan dialami oleh indi individu. vidu. kondi kondisi si yang tida tidak k menyenangkan da n tidak teraihnya kebutuhan disebabkan oleh suatu persoalan khusus, misalnya diskriminasi atau pengangguran. Kondisi ini mengarah pada situasi tidak nyaman (malaise), mengembangkan alienasi, massa menjadi gelisah da n mulai muncul keresahan. Ha l inilah yang menjadi karakteristik yang karakteristik yang khas yang memungkinkan munculnya atau kesiapan untuk melaku melakukan kan gera gerakan kan sosial, terutama menumpuknya kekecewaan di kalangan warga . tingkatanselanju atanselanjutnyaberkembang tnyaberkembang K ed ed ua , ua , Popular Popular sstage. Pada tingk sejumlah orang untuk saling mengenal da n membagi perasaan antara satu dengan yang lain lain.. Identifikasi dengan gerakan akan meningkat secara cepat bila bila kondisi yang tidak menyenangkan bertambah. Pimpinan atau agitator menjadi pemicu dramatisasi situasi da n meningkatkan jumlah pengikut gerakan. Aktivitas utama pada fase in i mencakup klarifikasi persoalan da n tujuan serta memelihara aktifitas yang berbeda dari para anggota dengan memusatkan pada tujuan gerakan. Sociologic logical al Perspectives on Socia Sociall Psyc Psycholog hology, y, Cook, K.S K.S.. et-aI., Socio (Massachusset: Allyn & Bacon, 1995). (Massachusset: 1995). loc.cit .cit . 55.. Di Renzo, loc 55
Demokrasi dan Politik Kebangsaan
[45]
Keiiga, Organizational stage. Pada fase ini terjadi klarifikasi tujuan da n mobilisasi aksi aksi.. Kelompok formal da n organisasi yang lebih kompleks akan muncul. Se Selama lama periode ini muncul prilaku prilak u yang terstru terstruktur ktur yakni; peran kepemimpinan terdefinisikan secara jelas; pemimpin formal muncul; tugas tugas dikembangkan; kebijaksanaan khusus dan program kegiatan dibuat; tujuan terbentuk; da n strategi peningkatan mulai dilaksanakan. Akhirnya faksi atau golongan akan ukuran an gerakan, dasar berkembang, tergantung pada ukur perbedaan opini te n tang persoalan da n metode resolusi. Keempat, Institutional stage . Fase terakhir ini akan muncul apabila gerakan yang penuh kesuksesan diintegrasikan dalam sejumlah struktur sosial dari masyarakat. Suatu saat situasi dikembangkan, sehingga gerakan sosial tidak lama lagi menjadi fenomena perilaku kolektif. Organisasi ini menjadi bagian dari organisasi sosial yang permanen da n lembaga yang terstruktur dari suatu masyarakat. Akhirnya muncullah lembaga tertentu tendensi nsi untuk espansi da n abadi. yang mempunyai tende sampai di sini. G erakan sosial Kebanyakan gerakan sosial tidak tidak sampai akan bermakna dinamika politik ketika gerakan tersebut berorientasi pada perubahan tatanan politi politik, k, se perti tuntutan liberalisasi politik, penyeleng garaan pemilihan umum yang an pe merintah yang bersih serta demokratis, da n pembentuk an efektif. Instrumen untuk membangun basis gerakan yang kuat tentulah diperlukan empat hal diatas -tanpa membuat semacam desain gerakan, maka jenis da n model seperti apapun persoalan an suatu gerakan tidak akan pemah berhasil menjawab persoal diinginkannya. annya. yang ad a -apalagi mencapai tujuan yang diingink Gerakan sosial dalam konte konteks ks dese desentra ntralisa lisasi si polit politik ik pemerintahan dewasa ini lebih menggantungkan eksistensinya pada lembaga-Iembaga politik da n pemerintahan daripada menjadi gerakan yang mandiri untuk membangun rakyat daerah.. Di berbagai daerah telah muncul gerakan sosiallokal daerah yang bertujuan membangun kesadaran rakyat lokal, tetapi
[46]
iiiiiiiiiiiii
Politik Perpajalcan: Membangun Demokrasi Negara
kemandirian da n independensi sebagian dari gerakan sosial it u perlu dipertanyakan, mengingat kedekatan pribadi da n kelembagaan dengan sumber-sumber kekuasaan di daerah.
Untuk tetap survive da n berkembangnya suatu gerakan sosial di tingkat lokal -tentulah diperlukan sejumlah hallain agar tidak terjebak dalam permainan politik (poli (political tical gam game) e) yang justru akan menjerumuskan arah perjuangan gerakan sosial it u sendiri. Beberapa faktor yang perlu diperhatikan untuk kemajuannya adalah; pertama, daya dukung struktural (structural cond condisiv isiveness) eness) dimana suatu gerakan sosial-massa akan mudah terjadi dalam suatu lingkungan atau masyarakat tertentu yang berpotensi untuk melakukan suatu gerakan massa secara spontan dan berkesinambungan. Dalam lingkungan masyarakat kampus da n pabrik (industri) adalah lingkungan yang paling kondusif untuk terciptanya gerakan massa . K edua, edua, adanya tekanan-tekanan tekanan-tekanan struktural (struktural strain) akan mempercepat orang untuk melakukan gerakan massa secara spontan karena keinginan mereka untuk melepaskan diri dari situasi yang menyeng menyengsarakan sarakan.. Ketiga, menyebarkan informasi yang dipercayai oleh masyarakat luas. Hal ini akan membangun perasaa n kebersamaan da n juga bisa menimbulkan kegelisahan secara kolektif akan situasi yang tidak menguntungkan tersebut. K eempat, faktor yang bisa memancing tindakan massa, karena e mos i yang tidak terkendali. Misalnya ad a rumor atau isu-isu yang bisa membangkitkan kesadaran kolektif untuk melakukan perlawanan. Kelima, upaya mobilisasi orang-orang untuk melakukan tindakan-tind tindakan-tindakan akan yang tela telah h direnc direncanakan. anakan. Faktor persuasi da n komunikasi bisa mempengaruhi tindakan sosial secara drastis; juga faktor kepemimp kepemimpinan inan sangat berpengaruh berpengar uh dalam mengambil inisiatif para anggotanya untuk melakukan tindakan." Neil J. Smelser dalam Ron E. Robert dan Robert Marsh Kloss, Social Movement Movem ent Betw Between een The Balcony and The Barr Barrica icade, de, (London:The C.V. Mosby 56
Demokrasi dan Politik Kebangsaan
iiiiiiiiiiiii
[47]
DEMOKRASI BAGI INDONESIA · Beberapa Asumsi Teoritik dan Empirik
Asumsi-asumsi Asumsi-as umsi yang digunakan dalam memahami demokrasi memang tidak sederhana bagi bangsa Indonesia, mengingat konsep demokrasi seringkali menjadi topeng bagi kaum elite dalam mempertahankan kekuasaannya. Meski demikian, konsep demokrasi yang bersifat empirik untuk konteks ke-Indonesiaan kita dapat dilakukan dengan melihat beberapa soal yang terkait dengan dengannya nya dalam kehidupan real demokras krasii dalam studi politik dapat politics. Konsep teoritik demo dilihat menggunakan du a asumsi; pertama, dalam dimensi dikotomi negara- masyarakat telah terjadi perubahan tekanan Pencarian ian variab variabel el independen pencarian variabel independen. Pencar itu adalah mula-mula pada sisi masyarakat kemudian berubah ke negara da n akhir-akhir ini ini kembali ke masyarakat. Kedua, teorisasi politik mengenai demokra demokrasi si sejak 1970-an penuh mengenaii pros proses es redemokratisasi. Suatu dengan perdebatan mengena proses perubahan dari negara negara yang dikungk dikungkung ung otoriterisme menuju ke demokrasi (Mohtar Mas'oed, 1994) Wacana demokrasi da n sejenisnya telah begitu baik berkembang pada paroh awal kemerdekaan, dimana elite-elite politik dengan berbagai latar-bela latar-belakang kang ideologis, politik, banyak ha kultural da n etnik berdiskusi da n berdebat tentang banyak ha l mengenai bangunan sistem politik yang demokratis. Perbincangan dalam Badan Penyelidikan Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) da n Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) telah menunjukkan adanya kekuatan untuk mendorong sistem politik bangsa agar lebih maju sesuai dengan prinsip-prinsip dasar demokrasi.
Company, 1979). Dikutip dari Riza Sihbudi da n Moch Nurhasim (eds) (eds):: di Ind (jakarta:: Kerusuhan Sosial di Indone onesia sia,, Studi Kasus Kupang, Mataram dan Sambas, (jakarta Grasindo,2001).
Politik Per Perpaj pajaka akan: n: Membangun Demokrasi Negara
politik yang Dalam rangka membangun suatu tatanan politik yang baik, para pendiri bangsa bangsa telah dengan serius merumuskan suatu prinsip dasar demokrasi yang digali dari khasanah budaya bangsa. Sungguhp Sungguhpun un upaya maksimal yang disebut oleh banyak kalangan sebagai penggalian empirik itu tersedia da n tercatat dalam sejarah -tapi rezim-rezim politik yang politik yang terbentuk berikutnya justru merasa tergantung dengan banyaknya perdebatan da n kontestasi yang terjadi dikalangan elite politik bangsa.
Para akademisi da n intelektual bangsa terutama yang membidangi masalah politik -sejak tahun 1950-an, utamanya yang mempelajari negara-negara baru merdeka, menaruh pembuktian ian keampuhan "gagas "gagasan an tent tentang ang harapan bagi pembukt kemajuan" (the idea of progress) yang telah merubah Eropa Barat da n Amerika Utara pada du a abad sebelu sebelumnya. mnya. Karena bentuk bentu k masy masyara arakat kat maca macam m itu telah melahirkan format demokrasi liberal. Syaratnya adalah pengembangan kekuatan masyarakat, masyarak at, khususnya melalui pembentukan sistem kepartaian yang mendukung sistem parlementer yang bertanggung jawab kepada rakyat. Sehing Sehingga ga tekanan analisisnya (varia (variabel bel independennya) adalah masyarakat. Pada dekad dekade e 1950-an -kalangan Islam politik maupun Islam kultural dengan berbagai dalih tetap bersikukuh prinsip-prinsip prinsip demokra demokrasi si yang tengah mempertahankan prinsipdibangun bangsa, bahwa aspirasi rakyat mayoritas harus diakomodasi dalam negara-bangsa, sebab tanpa meng akomodasi kepentingan mayoritas sama halnya dengan diktator minoritas, artinya populasi kaum muslimin yang menjadi di jaminan da n dijamin oleh konstitusi banyak harus menja negara demokratis, sekalipun mungkin itu mengalami problematik -mengingat hasil real politik yang dipertaruh-kan dalam pemilihan umum yang demokratis justru tidak memberikan kemenangan mayorita mayoritass bagi kalangan Islam sekalipun demikian, dapat dikatakan -partai-partai yang tidak memakai simbol Islam juga menghimpun umat Islam, jadi
Demokrasi dan Politik Keban Kebangsaan gsaan
[49]
alasan populasi terba terbanyak nyak tetap memperoleh ruang da n just ifik asi emp iri k. Memasuki dekade 1960-an, demokrasi empirik minimalis minima lis yang tumbuh dan berkembang pada dekade sebel sebelumnya umnya mengalami "kemacetan" total akibat kuatnya posisi rezim yang berkuasa, terutama demokrasi Terpimpin yang ''berdiri tahun 1958" yang kemudian diteruskan oleh penguasa militer Soeharto setelah peristiwa berdarah 30 September 1965. Secara teoritik barangkali is u demokrasi kala it u menarik, namun praktek demokrasi dalam kehidupan real kebangsaan (pemerintah ntah mengalami "kelumpuhan" total, karena negara (pemeri
menghendaki adanya ruang yang berkuasa) tidak tidak menghendaki begitu bebas diberikan kepada warga negar negara, a, karena pengalaman
pa d a demokrasi Liberal yang tidak stabil dengan jatuh bangunnya pemerintahan. Penguasa segera berbenah diri untuk mendesain kerangka politik baru untuk mengedepankan pem-bangunan pada sektor ekonomi, pertanian da n peningkatan pendapatan nasional. Aspek politik politik hampir hampir tidak memperoleh ruang untuk hadir bersama pernbangunan pada aspek yang lainnya. Untuk meminimalkan konflik politik, pemerintah melakukan fusi politik pada tahun 1970-an awal-tujuan untuk memudahk memudahkan an negara mengontrol rakyatnya da n partai politik berada dalam posisi pengawas pengawasan an yang ketat dari negara, akibatnya partai oposisi tidak bisa eksis, mengingat kekuatan politi politik k berada dalam "bayang-bayang" penguasa, bahkan pemimpin suatu partai harus memperoleh restu dari pemerintah.
Kondisi politik demikian politik demikian tentu saja tidak akan bisa disebut sebagai suatu negara-bangsa yang demokratis, karena hakekat sebuah sistem demokratis adala adalah h adanya perbedaan, kompetisi, pilihan atas segala sesuatu tidak hanya satu, tersedianya partai oposisi, keterbukaan (transparansi), da n berbagai syarat lain yang dapat disebut sebagai sistem politik demokratis.
Poliiik Perpajakan: Perpajakan: Memban gun Demokrasi Negara Negara
Membangun demokrasi yang sejati, demokrasi kultural yang religius da n berkeadaban sebetulnya tidaklah begitu sulit bagi bangsa Indonesia -ten tu, apabila digali nilai-nilai lokal da n warisan sejarah demokrasi masa lalu. Sebelum kemerdekaan,, elite-elite agama da n nasional terlibat dalam kemerdekaan berbagai polemik ten tang isu agama da n nasionalisme. Sungguhpun mereka berbeda pendapat, tetapi persahabatan diantara mereka tetap terjalin dengan baik. berbagai gai daerah tersedia banyak simbol-simbol Di berba demokrasi lokal yang dapat merajut demokrasi nasional. Di sebelumnya tersedia Bima NTB sebagaimana telah Saranggee sebagai public sphere warga, mereka terlibat dalam Sarangg berbagai perdebatan da n diskusi tentang banyak masalah yang terkait dengan kehidupan mereka. Di Lombok tersedia Paruga sebagai media publik yang dapat dimanfaatkan oleh warga untuk membahas masalah mereka sehari-hari, Di Sumatera Barat tersedia Surau-Surau Masjid sebagai media publik yang religius untuk memikirkan daerah dan masyarakat lokal mereka. Di [awa barangkali kedai kopi da n juga Surau Masjid menjadi media publik itu. Di Makassar dapat ditemukan di tempat-ternpat perkumpulan semi formal da n juga dapat tempat berkembang di Suaru Masjid, warung Makan da n tempat tempat lainnya -dimana warga dapat bertemu dan berdiskusi te n tang se gala sesuatu yang perlu mereka bicarakan. Nampaknya, kalau ditelusuri lebih jauh akan ditemukan nilai nilai empirik demokrasi kultural yang berserakan di berbagai daerah.
Lahimya berbagai gerakan sosial keagamaan yang marak sejak awal abad ke-20 te n tu merupakan cikal-bakal dari menguatnya ruang yang memberi kebebasan kepada warga untuk berkumpul da n berserikat. Perkumpulan yang bebas dari pengaruh da n interven intervensi si negara pada saat berdirinya Sarekat Dagang Islam 1905, Boedi Oetomo tahun 1908, Sarekat Islam a w al 19i2, Muhammadiyah akhir 1912 yang belakangan
Demokr asi dan Poli tik Kebangsaan
[51]
disusul oleh Nahdatul Ulama 1926. Belum lagi dalam jumlah yang tidak terhitung berkembang asosiasi serupa di daerah daerah. Di Sumatera Barat terdapat Perguruan Tawalib, di Lombok terdapat Nahdatul Wathan, di Sulawesi Selatan ad a Matla'ul Anwar, di [awa terdapat perkumpulan yang sangat beragam -terutama mulai maraknya pada dekade 1930-an. Kelahiran organisasi tersebut di atas merupakan langkah penting dalam mendes mendesain ain Indonesia yang demokratis. Dalam SarekatIslam terdapatsikap nasionalism e yang kuat, sekalipun nasionalisme tersebut didasarkan kepada nilai-nilai Islam, bahkan jauh lebih nasionalis dari orang-orang Partai Nasional Indonesia (PNI) Soekarno at au PN I (P endidikan Nasional Indonesia) ny a Hatta.
Tegasnya, tradisi berdemokrasi secara empirik dalam alam kehidupan Indonesia modem telah dilakukan jauh sebelum e merdekaan, s ikap demokratis para kemerdekaan. Setelah k emerdekaan, pendiri bangsa sangat terlihat, seperti dalam Badan Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) yang merupakan badan yang dibentuk khusus membicarakan, merumuskan da n menyepakati tentang dasar n egara - antara faks faksi-fak i-faksi si politi politik, k, agama da n kalangan adat terlibat kaum intelektual, kelompok kelompok agama didalamnya -tentu saja k eragaman e ragaman latar belakang mereka berpotensi besar untuk berbeda, tapi perbedaan pandangan dapat dilunakkan oleh semangat kebangsaan. Tokoh-tokoh Islam yang disebut oleh berbagai kalangan sebagai kalangan "fundamentalis" seperti Ki Bagus mempertahankan ankan rumusan Hadikusumo Hadiku sumo yang ngotot mempertah kompromi politik yang dihasilkan oleh Panitia Sembilan yang bertugas merumuskan kesepahaman antara kalangan Islam da n nasionalis tentang diktum syariat Islam -toh akhimya memperlihatkan sikap politik yang demokratis dengan menerima penghapusan diktum tentang kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya.
Politik Per Perpaj pajaka akan: n: Membangun Demokrasi Demokrasi Neg Negara ara
Sungguhpun begitu Sungguhpun begitu,, kala kalangan ngan Islam menganggap "pengkhianatan" "pengkhia natan" terhadap kesepakatan 22 [uni 1945 sebagai bentuk pengingkaran terhadap demokrasi, maka perlu diperhatikan bahwa kesepakatan antara berbagai faksi dalam suatu sistem politik demokratis harus dijunjung tinggi, karena itulah hasil akhiryang dapat dilakukan untuk menjam menjamin in sistem politik yang dibangun men-cerminkan nilai-nilai keadilan da n keadaban. Untuk itu menarik yang diungkapkan oleh Franz Magnis-Suseno dalam melihat kesepakatan berbagai aliran da n faksi politik dengan mengatakan; pertama pertama , , sistem politik kita defisit kadar m as as i h m em em il il ik ik i sekarang dalam kedemokratisannya, da n kedua, bahwa sekarang sudah waktunya kadar demokrasi demokrasi sistem politik kita ditingkatkan." Indonesia sebagai sebuah bangsa yang berkedaulatan da n berkeadilan sesua sesuaii pesan konstitusi -tidak ada lagi alasan untuk tidak sesegara mungkin menyelenggarakan sistem politik yang demokratis. Kini proses menuju sistem tersebut masih terhambat oleh kuatnya syahwat politik kaum elite dalam membela kepentingan politik golong an da n pribadi, akibatnya bangunan demokrasi tersendat-sendat.
Demokrasi yang dipraktekkan oleh elite politik masih dalam batas-batas yang kurang demokratis, sebab urusan domestik elite yang lebih penting dibicarakan dalam lembaga demokrasi (parlemen) daripada urusan rakyat yang lebih luas. Di kalangan anggota berkembang isu kenaikan gaji da n tunjangan anggota Dewan -padahal kondisi real rakyat dalam keadaan yang serba kesulitan -kenapa pula yang didahulukan soal kepentingan pribadi elite -daripada kepentingan publik yang lebih luas, ini merupakan ironi bagi terwujudnya demokrasi yang baik. Rakyat sudah sangat menginginkan demokrasi dapat diselenggarakan secara lebih terbuka yang diikuti oleh kejujuran elite dalam menjalankan sistem tersebut. Demokra krasi: si: Sebuah Telaah Filosofis, Magnis-Su s-Suseno, seno, MencariSosok Demo 57.. Franz Magni 57 (jakarta: Gramedia, 1995), hIm. 24.
Demokrasi dan Politik Keb Kebangs angsaan aan
[53]
Suara rakyat dalam sistem yang demokratis merupakan dasar dari pengambilan kebijakan publik, rakyat memiliki kebebasan yang luas da n dengan kebebasan it u rakyat juga ikut mengawasi jalannya pemerintahan da n juga nampaknya elite politik perlu ikut diawasi sepak-terjangnya.
Rezim Otoriter Memacetka Memacetkan n Demokrasi Dalam rangka melihat beberapa kemungkinan empirik ini, Samuel P. Huntington justru mengemukakan perkembangan sebaliknya. Proses penguatan masyarakat melalui sistem kepartaian itu semakin lama semakin melemah. Lemb Lembaga aga lembaga p e nd nd u ku ku n gn gn y a t i da da k m a mp mp u memaksa pemerintahnya untuk tunduk padanya . Negara yang semula dianggap sebagai inst instrume rumen n mul mulai ai berub berubah ah menjadi eksplanator. eksplanat or. Berubah menjadi menjadi aktor da n intervensionis. Sehingga perhatian studi politik terhadap demokrasi berubah ke dimensi negara sebagai aktor (variabel independen).
Menjelang akhir 1970-an muncul optimism optimisme e kemb kembali ali tentang perspektif demokrasi dalam studi ilmu politik dari dimensi masyarakat. Optimisme itu berkembang tatkala menyaksikan berubahnya negara-negara yang semula dirundung otoriterisme berubah menjadi demokra demokrasi, si, sekalipun dalam konteks negara-bangsa kita masih menyisakan problem otoriter pa d a dekade itu, bahkan mengukuhkan kuatnya keinginan keing inan rezim untuk semakin otoriter. Negara Portugal, Spanyol, da n Yunani. Begitu pula tatk tatkala ala meli melihat hat Pakistan, tan, Argentin Argentina, a, Bolivia, Peru, da n perkembangan di Pakis Philipina. Akhirn Akhirnya ya diakhir 1980-an dunia menyaksikan runtuhnya negara-negara otoriterisme Eropa Timur da n Uni
Soviet. Perubahan rez rezim im pol politik itik atau tra transi nsisi si neg negara ara otoritarianisme ke negara demokrasi itu merubah cara pandang atau analisis dalam studi politik ke masyarakat kembali. Meskipun kali in i ..
..
1 I
:
Politik Perpajakan: Perpajakan: Memb angun Demokrasi Negara Negara
pelembagaan yang mewak pelembagaan mewakili ili masyara masyarakat kat tidak hanya partai politik saja, juga memasukkan aktor lain yaitu lembaga swadaya masyarakat (LSM), organisasi sosial keagamaan da n semua komponen yang dapat dimasukkan ke dalam kategori s osial yangdidesain civil society. Demokrasi merupakanproyek sosial oleh steak holders dalam masyarakat dengan -tentu aktor-aktor penting dalam proses tersebut adalah elite-elite dalam masyarakat da n aktomya tidak tunggal semacam negara atau personal -melainkan menyebar keberbagai kelembagaan civil society. Upaya memberika kerangka teori bagi konsep demokrasi tentu telah banyak dilakukan, tapi teorisasi demokrasi sejak 1970-an berbeda dengan masa sebelumn sebelumnya ya diseba disebabkan bkan oleh tiga hal. Pertama, teorisasi demokrasi yang berkembang 1950 an da n 1960-an umumnya berdas berdasarkan arkan pada pengalaman empirik Eropa Barat da n Amerika Utara. Kedua, penekanan yang lebih besar pada -variabel politik da n berkurangnya perhatian pada kondisi-kondisi sosial yang mendukung proses demokratisasi.. Teori demokratisasi Teorisasi sasi sebelum 1970-an biasanya mengenal tiga ciri yaitu: (1). Ekonomi yang makmur da n merata; (2). Struktur sosial yang modern, mengenal diversifika si da n didominasi oleh kelas menengah yang independen; implisitt sudah da n (3). Budaya politik nasional yang secara implisi demokratis, yaitu toleran terhadap perbedaan da n cenderung akomodatif. Ketiga, dalam model demokrasi barat itu juga digambarkan bahwa proses demokratisasi berlang sung secara gradual da n akomodatif. Padahal, pengalaman masyarakat yang melakukan demokratisasi sejak 1970-an umumny mnya a berl berlang angsung sung menunjuk menu njuk bahwa pros proses es itu umu dalam suasana mobilisasi da n ketidaksabaran. Bahkan kadang kadang penuh kekerasan. Dalam teorisasi demokrasi setelah 1970-an perhatian lebih politik yang banyak dicurahkan pada variabel pilihan politik yang diambil elite atau pemimpin-pernimpin oleh utama. Ternyata ad a
Demokr asi dan Pol iti k Kebangsaan
[55]
negara-negara yang secara kultural da n sosio-ekonominya belum berkembang sebagaimana ciri masyarakat demokrasi Eropa Barat da n Amerika Utara bisa berubah menjadi demokrasi tatkala sekelompok elit berani mengambil pilihan politik yang mengarah pada demokrasi. Teorisasi masa kini lebih menekankan persoalan prosedur, yaitu persoalan pencipta penciptaan an prosedur. Tumpuannya adalah dilontarkan gagasan [ o se se p h S c hu hu m pe pe te te r yang setengah abad lalu, yaitu demokrasi sebagai sebagai metode politik. Menurut Schumpeter, yang oleh teoritisi klasik disebut "kehendak rakyat" sebenamya adalah hasil dari proses politik, bukan motor penggeraknya bersifat empirik, deskrip tif, institusional dan prosedu prosedural ral inilah yang mendominasi teorisasi mengenai demokrasi sejak 1970-an. Di Palma bahwa yang menyatakan demokrasi ad a ketika gagasan koeksistensi menjadi cukup menarik bagi kelompok kelompok utama dalam masyarakat sehingga mereka bisa diajak bersepakat mengenai aturan-aturan dasar permainan politik. Definisi demokrasi yang menekankan komponen ha k pilih universal da n pemerintahan mayoritas juga bersifat prosedural Schumpeterial. Menurut Dahl ciri khas demokrasi adalah sikap tanggap pemerintah secara terus-menerus terhadap preferensi atau keinginan warga negaranya. Tatanan politik seperti it u dapat digambar digambarkan kan dengan Seberapa a tinggi memakai du a dimensi teoritik, yaitu: (1). Seberap tingkat kontestasi, kompetisi atau oposisi yang dimungkinkan; da n (2). Seberapa banyak warga negara yang memperoleh kesempatan berpartisipasi dalam kompetisi politik itu. Dalam du a dimensi itu Dahl membuat tipologi empat sistem politik: kompetitif", f", "hegemoni "hegemoni "hegem oni tertutup tertutup", ", "oligarki kompetiti inklusif", da n "poliarki". Demokrasi itu sendiri dapat dipahami dengan melakukan; pertama, merumuskan preferensi atau kepentingannya sendiri; Kedua, memberikan perihan preferensinya itu kepada sesama
Politik Perpajakan: Perpajakan: Memb angun Demokrasi Negara Negara
warga negara da n kepada pemerintah melalui tindakan individual maupun kolektif; dan Ketiga, mengusahakan agar kepentinganny kepent ingannya a itu dipertimbangkan secara setara dalam proses pembuatan keputusan pemerintah, artinya tidak didiskriminasikan berdasar isi atau asal-usulnya. Kesempatan itu hanya mungkin tersedia kalau lembaga lembaga dalam masyarakat bisa menjam menjamin in adanya delapan kondisi, yaitu: (1). Kebebasan untuk membentuk da n bergabung dalam organisasi; (2). Kebebasan mengungkapkan (3).. Hak untuk memilih dalam pemilihan umum; pendapat; (3) (4). Hak untuk menduduki jabatan publik; (5). Hak para pemimpin untuk bersaing memperoleh dukungan da n suara; (6).. Tersedianya sumber-sumber informasi alternatif; (7). (6) Terselenggaranya pemilihan umum yang bebas dan jujur; da n (8). Adanya lembaga-Iembaga y an an g m e nj nj am am i n a g ar ar kebijaksanaan publik tergantung pada suara dalam pemilihan lain.. umum dan pada cara-cara penyampaian preferensi yang lain Yaitu demokrasi adalah tatanan politik yang memiliki liberalisasi da n partisipasi yang tinggi. Semakin besar pertentangan antara pemerintah dengan kelompok lawannya itu, semakin mahal "ongkos" toleransi yang harus ditanggung masing-masing. Artinya, semakin kecil kemungkinan masing masing untuk mentolerir tindakan lawan.
Asumsi pertama: Kemungkinan suatu pemerintah akan mentolerir oposisi akan meningkat kalau "biaya" untuk bertoleransi bisa diperkirakan turun. Asumsi kedua kedua:: Kemungkinan sua tu pemerintah akan mentolerir oposisi akan meningkat kalau "biaya" untuk menindasn menindasnya ya diperkiraka diperkirakan n meningkat.. Dengan demikian, kemungkinan demokrasi meningkat tergantung pada dua "biaya" itu, seperti disebut dalam Asumsi "biaya"" penindasa penindasan n melampa melampaui ui "biaya" ketiga: Semakin tinggi "biaya toleransi, semakin besar kemungkinan munculnya sistem politik yang kompetitif atau demokratis.
Demokra si dan Poli tik Kebangsaan
[57]
Gagasan Dahl ini mene menegask gaskan an bahwa syarat bagi perubahan ke arah tatanan yang lebih demokratis adalah adanya sikap "saling menjamin" antara pemerintah dengan aktor non-pemerinta non-pemerintah. h. Demokratisasi adalah upaya "bargaining" rasional yang berjangka panjang, bukan tindakan yang bemafsu dan sekali jadi. Rustow dengan tegas menyatakan bahwa prasyarat pokok bagi demokratisasi adalah "pembinaan negara-negara" demi kesatuan nasional. Demokrasi dan Elite Politik
politik da da n demokrasi dalam Dalam memahami persoalan politik merekonstruksi bangsa in i adalah tergantung pada jenis elite elite yang berkuasa itu merupakan yang berkuasa. Kalau jenis elite jenis elit e yang memahami rakyatnya, memahami perbedaan, da n memahami kondisi bangsanya -maka demokrasi akan menampakkan menampak kan wujudnya sebagaimana yang diharapkan. Dalam rangka kita menjelaskan proses transisi demokrasi ini, maka variabel yang paling penting dalam menjelaskan adalah demokrasi rasi yang dibangun sejak 1970-an 1970-an yakni kearah mana demok perilaku elite. "Sikap para elite, perhitungan-perhitungan dan kesepakatan-kesepakatan yang telah dibuatnya .... umumnya menentukan apakahpembukaan kesempatan (bagi demokrasi) akan terjadi atau tidak" . Linz da n Step an mencoba menjelaskan kejatuhan da n kebangkitan kembali demokrasi tidak dengan menelaah variabel-variabel konflik kelas atau kendala ekonomi, tetapi dengan mencurahkan perhatian pada perilaku elit atau kepemimpinan mereka. Walaupun keduanya tidak mengatakan bahwa kendala struktural tidak penting, mereka mengkritik karya-karya O'Donnell dan Schmitter sebelumnya sebagai terlalu banyak bertumpu pada variabel struktural. "Dugaan kami bahwa demokrasi itu hancur karena faktor faktor sosial atau ekonomi pada tingkat makro mungkin salah. Mungkin saja mereka hancur karena lemahnya kepemim pinan. Dapat dijelaskan, bahwa kehancuran demokrasi dipicu
[58]
Politik Perpajakan: Perpajakan: Memban gun Demokrasi Negara Negara
Demokra si dan Pol iti k Kebangsaan
[59]
oleh berbagai faktor -i a tidak bersifat tunggal -melainkan terkait dengan berbagai faktor lainnya termasuk persoalan kepemimpinan yang lemah, tidak tegas, da n korup -juga dipicu oleh kondisi sosi sosial al ekonomi warga seeara makro, tentu di dalamnya persoalan nilai-nilai lok lokal. al.
waktu (1). Apakah transisi it u dilakukan dengan partisipasi atau persetujuan para pemimpin rezim otoriter yang berkuasa atau tidak?; da n (2). Apakah transisi itu berlan berlangsun gsung g seeara darii satu generasi, atau bertahap, melewati masa lebih dar berjalan eepat? Hasinya adalah tipologi berikut.
Pemimpin yang setia pa d a demokrasi menolak penerapan kekerasan da n sarana yang ilegal da n tidak konstitus konstitusional ional untuk mengejar kekuasaan. Pemimpin demikian juga tidak mentolerir tindakan anti-demokratis oleh partisipasi lain. Yang terakhir mereka menegaskan bahwa "d i seluruh dunia sedang paling g banya banyak k menyu menyumbang mbang pada berkembang yang palin pengembangan demokrasi adalah -gaya kepemimpinan yang fleksibel, akomodatif, da n konsensual". Mereka tidak melihat tidak melihat perilaku elite ditentukan oleh variabel kelas. Sikap elite tidak kepentingan gan materiil mereka, dipengaruhi sepenuhnya oleh kepentin bahkan elite yang menduduki kekuasaan dalam suatu negara otoriter pu n bisa terdorong untuk merombak sistem yang mereka bangun kalau "pertimbangan mengenai reputasi reputasi di masa depan" memaksa mereka melakukan itu. Alasan ini bisa sama kuatnya dengan kepentingan kepentingan pemuasan kebutuh kebutuhan an ja ngk a pe nde k.
Demokratisasi inkremental, yaitu transisi yang melibatkan para pemimpin yang sedang berkuasa da n berlangsung seeara tidak umum. umum. Dalam hal ini bertahap, adalah tipe yang paling tidak dapat diambil eontoh seperti yang terjadi di negara-negara negara-negara ara Eropa Utara, sedikit maju yaitu Inggris da n negara-neg sekali negara-negara yang mengala mengalami mi transisi inkremental. Kemungkinan transisi melalui perjuangan revolusi yang berlarut-Iarut, berlarut -Iarut, dimana kekuatan oposisi tumbuh seeara inkremental menghadapi rezim otoriter yang kaku, sangat keeil seperti itu justru hanya mendorong muneulnya gerakan revolusioner, yang umumnya didominasi oleh tokoh tokoh-toko -tokoh h yang tidak setia kepada tujuan demokrasi seperti yang didefinisikan di sini.
Dalam rang rangka ka memperkuat basis dasar demokrasi diperlukan berbagai daya-upaya maksimal yang m emungkinkan proyek demokrasi tersebut dapat terwujud. Transisi Transi si menuju demokrasi adalah "a matter of political political cr afting". Karena it u persoalan strategi da n taktik menjadi sangat relevan. Dahl yang yakin bahwa gradualisme, moderasi da n kompromi adalah kunci menuju keberhasilan transisi kearah demokrasi. Pengalam Peng alaman an berb berbaga agaii masya masyaraka rakatt yang mela melakuka kukan n demokratisasi dalam lingkungan otoriterisme sejak akhir 1970 an menunjukkan bahwa umumnya transisi it u berlangsung dalam suasan suasana a mobilisasi da n ketidaksabaran. Bahkan tidak ja ra ng dis er tai dengan tindak kekerasan. tindak kekerasan. Share menelaah pola pola transisi menuju demokrasi berdasar du a kriteria, yaitu keterlibatan pemerintah yang sedang berkuasa da n jangka
Karena alasan-alasan itu, kebanyakan teoritisi da n praktisi politik lebih menekankan pembiearaan mengenai transisi ke demokrasi seeara eepat. Namun, transisi demokratisasi seeara eepat itu menghadapi banyak kesulitan. Cepatnya perubahan aturan main dari otoriter ke demokratis bisa membuka Karakteristik persoalan kemungkinan ketidak stabilan politik. Karakteristik persoalan itu tergantung pada sifat konsensual atau non-konsensualnya, Selain itu, demokrasi juga diisi oleh elite-elite politik yang muneul seeara tiba-tiba tanpa melalui proses seleksi sosial yang eukup, akibatnya bangunan demokasr demokasrii yang hendak dihadirkan sebagai jawaban kegagalan otoriteriasme rezim elite-eli e-elite te politiknya sebelumnya menjadi terabaikan, karena elit merupakan eerminan dari kebanyakan "watak" otoriter da n korup -hal itu dapat dlihat dalam transisi politik Indonesia yang hingga kini belum ju ga berakhir sebagai dominannya elite politik yang "dadakan".
[61]
Politik Perpajakan: Membangun Demokrasi Neg Demokrasi Negara ara
Sebagian Sebagi an besar demokrasi modern justru lahir melalui; pertama transisi melalui perpecahan. Transisi seperti ini bisa berlangsung dalam berbagai cara. Yang paling sering adalah melalui ke jatuhan (collapse) (collapse) rezim otoriter sebelumnya. Kedua adalah melalui extrication, yaitu ketika enzim otoriter tiba tiba-tiba kehilangan ligitimasi da n segera menyerahkan kekuasaan kepada kekuatan oposisi demokratis, seperti yang terjadi di Argentina sesudah perang Malvinas. Da n cara ketiga yaitu kudeta, dimana rezim otoriter digulingkan oleh sekelompok elite dalam militer. Cara terakhir adalah melalui revolusi, seperti yang di Perancis du a ratus tahun lalu . Yaitu berlangsung cepat da n konsensual, selalu melibatkan penolakan terhadap, atau paling tidak delegitimasi, rezim otoriter sebelumnya. Contoh lain yang paling mutakhir yang terjadi di Pakistan -dimana proses penggulingan Presiden sipil yang dipilih secara demokrat demokratis is Nawa Syarif oleh kekuatan militer Pakistan yang dipimpin oleh Pervez Mushar Musharaf. af.
Bagian Kedua
NEGARA, DEMOKRASI DA N PAJAK
Se6uaJi neqeri
diurus menurut ptinsip dan. para pem pemimp impinn innqa qa dapat makmur, tentu mendiami neqeri itu menutut dasar dan.
negara dati cara mereka. Se6uaJi neqeri membetikan. peCayanan bicara untuk; menq demokjatis, tensulah. mudah. menqambi ambill 6ersama sebaqai perso pe rsoal alat atii bersama. mem6ayar negara negara, sudah. menjadi negara untuk, sama peCaya peC ayanan nan negara luas pemanfaatan pemanfaat an
dari
PENGANTAR
M
embicarakan masalah pajak da n politik perpajakan yang diserempetkan dengan is u demokrasi memang masih relatif terbatas dibahas oleh para ilmuwan, baik ilmuwan ekonomi yang khusus mengkaji ekonomi politik maupun para sarjana hukum ekonomi yang memang didesain untuk terlibat langsung dalam proses politik perpajakan. Pajak yang Pajak yang menjadi inti dari pengelolaan pemerintahan telah mengalami banyak problem terutama berkaitan dengan kebijakan negara dalam konteks pendistribusian pajak.