BELAJAR ILMU ‘ARUĐ DAN QAWAFY DENGAN PRAKTIS Oleh : Merry Choironi :
. -
–
. .
. Kata kunci : Ilmu ‘Aruđ, Ilmu Qawafy ILMU ‘ARUĐ A. Ilmu Aruđ; Pengertian, objek kajian, dan penemunya ) ditinjau dari sisi etimologis (Chotibul Umam, 1992:4) memiliki Aruđ ( arti diantaranya adalah jalan yang sulit, arah, kayu yang merintangi di tengah-tengah rumah atau kemah, awan yang tipis, Mekah alMukarramah, Madinah al-munawwarah. Ditinjau dari terminologi Ilmu Aruđ ( ) bera berart rtii Ilm Ilmu u unt untuk uk me meng nget etah ahu\ u\be bena narr atau atau ru rusa sakn knya ya pol pola a( ) puis puisii Arab tradisional dan perubahan-perubahan yang yang terjadi di dalamnya. Objek kajian Ilmu ini adalah puisi arab tradisional, yaitu puisi arab yang masih terikat dengan pola puisi (
). Sedangkan tujuan umum mempelajari
ilmu ini adalah agar mampu membedakan antara puisi dengan selain puisi dan untuk memelihara dari perbuatan mencampur-adukkan antara satu pola puisi dengan pola lainnya serta menghindari terjadinya perubahan-perubahan yang dilarang. Mas’an Hamid
(1995:83) menambahkan ilmu ‘Aruđ berguna untuk mempermudah seseorang dalam membaca teks-teks sastra kuno atau puisi-puisi arab lama. Ilmu Aruđ pertama kali diperkenalkan oleh Al-Khalil ibn Ahmad ibn ‘Amr bin Tamim. Dilatarbelakangi oleh pengamatannya kepada para penyair pada masa itu it u yan yang g men menci cipt ptak akan an pu puis isii tan tanpa pa at atur uran an-at -atur uran an (
), Ha Hall ini ini di diseb sebab abka kan n oleh oleh
terkikisnya bakat mereka dalam hal itu serta adanya asimilasi dengan bakat orang lua lu ar (
), ma mak ka ia mu mula laii me meng nghi himp mpu un pu puiisi si-p -pui uisi si mer ereeka la lalu lu
mengklasifikasinya berdasarkan jenis-jenis pola puisi. Pola-pola itu kemudian diberinya nama buhur (
). Lalu ia lanjutkan dengan mencari bagian-bagian puisi
yang mengalami perubahan. Kesemuanya
ini ia namakan ilmu ‘Aruđ. Ia namakan Ilmu ‘Aruđ karena ia bermukim di tempat yang bernama ‘Aruđ yaitu Mekah al-Mukarromah. (Chotibul Umam, 1992:6). ‘Audy al-Wakil al-Wakil (1964:47) berpendapat ilmu ini diberi nama ‘Aruđ diidentikkan ant ara istilah
(tengah-tengah bait puisi) dengan keberadaan dan tempat
penemuannya di tengah-tengah Saudi Arabia.
B. Puisi Arab Menurut orang Indonesia puisi (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1988:706) adalah ragam sastra yang bahasanya terikat oleh irama, matra, rima serta penyusunan larik dan da n bai bait. t. Se Seda dangk ngkan an me menu nuru rutt ora orang ng Ar Arab ab pu puis isii dis diseb ebut ut Sy Syi’ i’rr (
) ber berar arti ti ka kata ta-k -kat ata a
yang disusun dengan pola tertentu tertentu sehingga dapat menjadi ungkapan yang yang indah, hasil dari imajinasi seseorang (penyair). (Ahmad Hasan Ziyat, tth:28). Syauqi Daif (tth:13) memaknai puisi sebagai karya yang terikat dan tunduk kepada kaidahkaidah tertentu sesuai dengan perkembangannya. Kaidah yang dimaksud ad alah unsur-unsur ut utama pu puisi ar arab ya yaitu la lafal, po pola te tertentu (
), te tema (
), ir irama (
). Adapun menurut ahli ‘Aruđ,
), dan niat (sengaja disusun sebagai puisi,
puisi memiliki arti nazam yaitu kalimat yang berpola, berirama dan sengaja diciptakan sebagai puisi. (Mas’an Hamid, 1995:74 dan Chatibul Umam, 1992:8). Nayif Ma’ruf (1993:147) meringkas bahwa yang dinamakan puisi adalah kalimat yang bernada/bernazam yang mengandung kesatuan kesatuan antara pola (
Bait puisi Arab terbagi 2 yaitu : Śadr ( dan ‘Ajz (
) atau
(taf’ilah
akhir) dari Śadr (
).
atau
. Śadr (
) adalah
) adalah bagian kedua. Bagian akhir akhir
) disebut ‘Arudh ( ) dinamakan đarb (
(taf’ilah akhir) dari ‘Ajz ( disebut Hasywu (
) atau
atau
bagian pertama bait , sedangkan ‘Ajz ‘Ajz (
) dan irama (
) dan bagian akhir ), sedangkan selainnya
). Perhatikan gambaran berikut : #
—————————— ——————————–
/
/
/
/
——————- ——— ——————— ——– Macam-macam bait puisi Arab Macam-macam bait puisi arab dilihat dari bentuknya adalah : ( lihat Nayif Ma’ruf, 1993: 155-157 dan Mas’an Hamid, 1995: 178-183). 1. Bait tam (
(, jika sempurna bentuknya. Kalau memang ada
kekurangannya, itu hanya perubahan-perubahan pada taf’ilah saja (seperti ada ‘ilal atau zihaf). Contoh : #
), jika dibuang ‘aruđ dan đarabnya, seperti :
2. Bait Majzu’ ( #
3. Bait Masytur ( sadr mapun ‘ajz.
), jika dibuang salah satu belahan baris puisi, baik
Terkadang pula pada akhir puisi, ‘aruđ dan đarbnya tampil
secara bersamaan. Contoh :
4. Bait Manhuk (
), jika dibuang duapertiga dari sadrnya dan duapertiga
dari ‘ajznya. Terkadang yang tinggal hanya
‘aruđ dan đarabnya, seperti :
#
Al-Akhfasy al-Ausat menganggap bait Masytur dan Manhuk bukan termasuk puisi, akan tetapi Sajak.
), yaitu bait yang ‘aruđnya terpotong dan
5. Bait Mudawwar (
potongannya ada pada awal belahan keduany
) ), seperti :
#
), yaitu pola ‘aruđnya dan huruf akhirnya (rawi) sama persis dengan pola đarabnya, seperti puisi berikut 6. Bait Muqaffa (
#
dan qafiyahnya ‘Aruđ dan đarabnya memiliki pola yang sama yaitu sama-sama berhuruf . 7. Bait Muśarra’ ( ), adalah jika ‘aruđnya mengalami perubahan baik polanya maupun huruf akhirnya agar memperoleh bentuk yang sama. Perubahan itu dapat berupa ditambah atau dikurangi. Seperti puisi Umrul Qais berikut yang mengalami pengurangan :
, Untuk menyamakan dengan đarabnya, maka pola ‘aruđnya dikurangi dari #
menjadi
atau
. Adapun contoh puisi yang mengalami
penambahan karena menyesuaikan dengan đarabnya adalah: #
menjadi . Bait ini Penambahan terjadi pada pola aruđnya dari hampir sama dengan bait Muqaffa, akan tetapi bait ini mengalami perubahan sedangkan bait muqaffa tidak. 8. Bait Muśmat ( ), jika aruđ dan đarabnya berbeda rawinya (huruf akhir), contoh : #
9. Bait Maufur ( kharm (
(, yaitu bait yang tidak mengalami perubahan berupa
), seperti : #
10. Bait I’timad (
), yaitu bait yang hasywunya mengalami perubahan
berupa zihaf , akan tetapi tidak sesuai dengan aturan zihaf, seperti puisi berikut yang diubah oleh zihaf khaban : #
(, adalah bait śadrnya berpola, akan tetapi ‘ajznya tidak bahkan menyerupai prosa karena banyaknya mengalami 11. Bait Maksur (
perubahan, seperti : #
Nama-nama bilangan bait Berdasarkan jumlah barisnya, maka bait puisi memiliki nama-nama antara lain : 1. Syi’r Mufrad ( 2. Syi’r Natfah (
3. Qiţ’ah ( 4. Qaśidah (
) atau Yatim (
), jika terdiri atas 1 baris saja.
), jika terdiri atas 2 baris ), jika terdiri atas 3 sampai 6 baris. ), jika terdiri dari 7 baris atau lebih.
C. Kaidah Ilmu ‘Arudh 1. Potongan-potongan irama puisi dan cara memotongnya (
)
Yang dimaksud adalah membuat potongan-potongan pada puisi (mentaqti’) satu persatu huruf, seperti :
# //0/0 /0 / /0/0/0/ /0/0 / /0/0/0 //0 /0/ 0//0/0 Hal-hal yang harus diperhatikan di dalam mentaqti’ puisi adalah : 1. Garis miring (/) sebagai symbol huruf hidup, tanda bulat (o) untuk huruf mati 2. Hanya menuliskan apa yang terucapkan, misalnya
, ditaqti’ dengan /o/o//
(hidup bagi huruf
,,
– mati
– hidup
bagi huruf
bagi huruf
– hidup
– mati
bagi huruf
– hidup
bagi huruf
bagi huruf ).
3. Huruf yang menggunakan tasydid (misal
) dituliskan dengan dua symbol;
symbol o (mati) untuk yang pertama dan / (hidup) untuk yang kedua. 4. Huruf yang menggunakan tanwin (misal
) dituliskan dengan dua symbol;
symbol / (hidup) untuk yang pertama dan o (mati) untuk yang kedua. 5. Huruf yang bermad (berbunyi panjang seperti
~ atau
) dituliskan dengan
dua symbol; symbol / (hi dup) untuk yang pertama dan o (mati) untuk yang kedua. 6. Huruf mim ( ) yang merupakan tanda jamak, terkadang dipanjangkan, seperti :
dengan taqti’ o///o/. 7. Huruf yang berharakat di akhir ‘Aruđ ( ) dituliskan berbunyi panjang 8. Huruf ha ( ) yang menunjukkan đamir dituliskan berbunyi panjang. menjadi
2. Nama-nama satuan suara Terbagi atas Sabab ( ) berarti tali (
), Watad (
), dan Fashilah (
). Pertama, Sabab (
), yaitu satuan suara yang terdiri atas dua huruf. Jika huruf
pertama hidup dan kedua mati maka dinamakan Sabab Khafif ( jika huruf pertama dan kedua hidup , seperti
), seperti
dan
maka disebut Sabab şaqil (
).
Kedua, Watad (
) atau kayu yang ditancapkan di atas tanah digunakan sebagai
tonggak pengikat tali, yaitu satuan suara yang terdiri atas tiga huruf. Jika huruf pertama dan kedua hidup sedangkan ketiga mati seperti watad majmu’ (
, maka dinamakan
), dan dinamakan watad mafruq (
) apabila satu huruf
), yaitu seutas . Ketiga, Faśilah ( tali panjang yang melambai-lambai di depan atau dibelakang rumah karena menahan terpaan angin. Di dalam Ilmu ‘Arudh ia bermakna satuan suara yang terdiri 3 huruf hidup berturut-turut dan keempat mati yang disebut Faśilah suĝrah ( )seperti atau 4 huruf hidup dan kelimanya mati seperti maka dinamakan Faśilah Kubra ) ). Untuk Faśilah Suĝra dapat kita pecah menjadi 2 jenis satuan suara yaitu sabab şaqil dan sabab khafif, sedangkan Faśilah Kubra dipecah menjadi sabab şaqil dan watad majmu’. Untuk mempermudah memahami dan menghafal nama-nama satuan suara ini, mati diapit oleh dua huruf hidup seperti
lihat bagan berikut : (Chatibul Umam, 1992:11)
, ,
,
,
,
, , ,
, ,
, , ,
,
, 3. Taf’ilah ( Taf’ilah (
,
,
,
) ) secara etimologis berarti memotong-motong bait puisi sesuai
dengan polanya menjadi beberapa bagian. (Mas’an Hamid, 1995:107). Sedangkan menurut terminology adalah bagian-bagian bait puisi yang tersusun dari beberapa satuan suara yang digunakan untuk menyanyikan sesuai dengan pola puisi. Adapun taf’ilah yang terdiri atas 5 huruf ada 2 macam, yaitu
,
yang terdiri atas 7 huruf yaitu
,
,
, sedangkan
memiliki 5 macam taf’ilah :
,
4. Nama-nama pola puisi (
dan
,
,.
)
a. Jika dimulai dengan sabab khafif: 1.
, ada 6 macam pola (bahar) yaitu bahar basiţ ( ), Mujtaş ( ), dan Sari’ ( ), dan Munsarih (
2. (
, ada 3 macam bahar yaitu bahar ramal ( )
), khafif (
), Rajaz ( ). ), dan madid
3.
, ada 1 macam bahar yaitu bahar mutadarik (
4.
)
, ada 1 macam bahar yaitu bahar Muqtadab (
).
b. Jika dimulai dengan watad majmu’ : 1.
, ada 2 macam bahar yaitu bahar ţawil (
) dan bahar mutaqarib (
) 2.
, ada 1 macam bahar yaitu bahar wafir (
).
3.
, ada 2 macam bahar yaitu bahar hajaz (
) dan Muđara’ (
c. Jika dimulai dengan faśilah śuĝra : 1. , ada 1 macam bahar yaitu bahar kamil (
).
).
Berikut uraian satu persatu dari pola / Bahar : 1. Bahar
), dinamakan demikian karena dimulai dengan 2 buah sabab basiţ ( pada taf’ilah pertama yang terdiri atas 7 huruf. Bahar ini terdengar lebih ) sehingga banyak dipakai oleh para penyair lembut dari bahar ţawil ( Muwallidin dan penyair masa jahiliyah. Adapun polanya adalah : #
2. Bahar Rajaz (
), dinamakan demikian karena semua taf’ilahnya sama dan
sedikit hurufnya serta karena getarannya. Ia bergetar disebabkan oleh pembolehan membuang 2 huruf pada tiap taf’ilah. Bangsa Arab menyebut unta yang sedang meringkih dengan rajza’ (
). Bahar ini enak didengar dan masuk ke dalam batin.
Biasanya bangsa Arab bernyanyi sambil menghalau unta mereka dengan menggunakan bahar ini. Bahar ini pula yang mirip dengan prosa, karena banyak mengalami perubahan. Di samping itu bahar ini banyak dipakai pada akhir pemerintahan Umayyah dan awal Abbasiyah yang dikenal dengan Arjuzah (
). Mereka menggunakannya
untuk memberi semangat kepada para pejuang di medan perang. Akan tetapi al-Ma’arry menganggap bahar ini bukan puisi, seperti dikatakannya pada bait puisi berikut :
# #
Artinya: Engkau memendekkan untuk memperoleh kemulyaan # Maka puisi yang menggunakan rajaz tidak termasuk puisi Siapa yang puisinya tidak mencapai derajat penyair# Itu mereka yang hanya puas dengan rajaznya. Adapun polanya adalah : #
3. Bahar Sari’ (
), dinamakan demikian karena memiliki irama yang cepat, itu
disebabkan karena terdiri dari 3 taf’ilah dan 7 sabab. Sebagaimana diketahui bahwa sabab itu lebih cepat dari watad. Bahar ini biasanya digunakan untuk puisi deskriptif dan melukiskan perasaan. Para penyair jahiliyah jarang menggunakan bahar ini. Adapun polanya adalah : #
4. Bahar Ramal (
), ramal artinya cepat dalam berjalan kaki, oleh sebab itu
bahar ini dinamakan ramal karena memiliki irama yang cepat disebabkan terdiri dari 3 taf’ilah yang sama. Bahar ini banyak digunakan untuk puisi gembira ( ), dan zuhud (
), sedih (
).
Adapun polanya adalah : #
5. Bahar Khafif (
), dinamakan demikian karena ringan (
) harakatnya,
walaupun kelembutannya mirip dengan bahar wafir, tapi lebih mudah dari wafir. Adapun polanya adalah : #
6. Bahar madid (
), dinamakan demikian karena terpaparnya 2 buah sabab di
setiap taf’ilah yang berhuruf 7. Adapula yang menyebutkan karena terpaparnya watad majmu’ di tengah-tengah. Bahar ini jarang digunakan dan termasuk bahar pendek yang sebaiknya dipakai untuk puisi rayuan )
), puisi-puisi nyanyian dan
nasyid. Adapun polanya adalah : #
7. Bahar Mutadarik ( menemukan
), dinamakan demikian karena al-Akhfasy telah
lebih dahulu dari gurunya. Bahar ini disebut juga Muhdaş (
) atau khabab (
) dan Mukhtara’ (
). Bahar ini banyak digunakan
dimaksudkan untuk mencela atau menyerbu musuh, akan tetapi ini jarang sekali, baik dahulu kala atau sekarang. Adapun polanya adalah : #
8. Bahar ţawil (
), dinamakan demikian karena merupakan bahar yang paling
sempurna untuk digunakan, karena bahar ini hampir tidak pernah rusak. Biasanya bahar ini dipakai untuk puisi semangat ( berbangga-bangga atau sombong (
), puisi yang bertujuan untuk
), atau puisi cerita (
).
Adapun polanya adalah : #
9. Bahar Mutaqarib (
), dinamakan demikian karena mengandung taf’ilah-
taf’ilah yang sama, yaitu yang terdiri dari 5 huruf, jadi 1 taf’ilah diulang sebanyak 8 kali. Bahar ini lebih cocok untuk tema yang bertujuan untuk menumbuhkan
kekuatan daripada kelembutan. Adapun polanya adalah : #
10. Bahar wafir (
), dinamakan demikian banyak harakatnya di dalam
taf’ilahnya, juga merupakan bahar yang paling sering digunakan dan paling banyak dipakai untuk puisi sombong (
) dan ratapan (
).
Adapun polanya adalah : #
11. Bahar Hazaj (
), dinamakan demikian karena konon bangsa Arab bernyanyi
)) dengan menggunakan bahar ini. Adapun polanya adalah : #
12. Bahar Kamil (
), dinamakan demikian karena taf’ilah dan harakatnya
sempurna. Bahar ini mengandung paling banyak huruf dan terdapat 30 harakat. Bahar ini pun cocok untuk semua jenis puisi, sehingga sering dipakai baik oleh penyair kuno maupun modern. Adapun polanya adalah : #
13. Bahar Munsarih (
), dinamakan demikian karena mudah dan ringan
untuk diucapkan. Adapun polanya adalah : #
14. Bahar Mujtaş (
), dinamakan demikian karena mengambil dari bahar
khafif dengan memotong (
) atau membuang taf’ilah pertamanya, yaitu
.
Adapun polanya adalah : #
15. Bahar Muđara’ (
),dinamakan demikian karena kemiripannya (
) dengan bahar khafif ketika salah satu taf’ilahnya terdiri atas watad majmu’ dan watad mafruq. Bahar ini jarang digunakan. Adapun polanya adalah : #
16. Bahar Muqtadab (
), dinamakan demikian karena mengambil dari bahar
munsarih dengan memotong (
) taf’ilah pertamanya, yaitu
. Bahar ini
jarang digunaan. Adapun polanya adalah : #
Adapun bagan berikut sangat diperlukan untuk memberi kemudahan dalam memahami bahkan menghafal pola-pola puisi di atas : Satuan Suara Taf’ilah Bahar Pola Sabab Khafif
Basiţ Rajaz Sari’ Munsarih Mujtaş Muqtađab Ramal Khafif Madid Mutadarik
Watad Majmu’
Ţawil Mutaqarib Wafir
Hazaj Muđara’
Faśilah Śuĝra
Kamil
4. Perubahan-perubahan pola puisi Pola-pola puisi arab dapat berubah dengan adanya zihaf dan ‘illah. Zihaf secara etimologis berarti “cepat”, sedangkan terminologisnya bermakna perubahan y ang terjadi pada huruf ke-2
dari sabab khafif dan sabab şaqil yang ada pada
taf’ilah di has ywu bait. Perubahan ini dilakukan dengan membuang atau mematikan vocal (huruf hidup) atau membuang konsonan (huruf mati). Jika ada zihaf yang masuk ke dalam satu bait puisi, maka tidak harus masuk ke bait yang lain. Zihaf terbagi 2 macam, yaitu zihaf Mufrad (
) dan zihaf Muzdawaj (
). Zihaf Mufrad adalah zihaf yang terjadi hanya pada satu sabab yang ada di taf’ilah. Sedangkan Zihaf Muzdawaj adalah zihaf yang terjadi pada 2 sabab
yang
ada di taf’ilah. Zihaf Mufrad terbagi atas 8 macam, yaitu : Iđmar ( ), ), Khaban ( ), ‘Aql ( ), dan Kaff ( Waqś ( ), Ţai ( ), ‘Aśab ( ), Qabđ ( ). Yang terjadi pada huruf kedua adalah Iđmar ( ), Khaban ( ), Waqś ( )dan )dan yang terjadi pada huruf keempat adalah Ţai ( yang terjadi pada huruf kelima adalah ‘Aśab ( ), Qabđ ( ), ‘Aql ( ) dan yang terjadi pada huruf ketujuh adalah Kaff ( berikut : Zihaf Mufrad Definisi T af’ilah
menjadi a.Iđmar Mematikan huruf kedua yang hidup b. Khaban Membuang huruf kedua yang mati
). Perhatikan bagan
c.Waqś Membuang huruf kedua yang hidup d.Ţai Membuang huruf keempat yang mati
e.’Aśab Mematikan huruf kelima yang hidup f. Qabd Membuang huruf kelima yang mati
g. ‘Aql Membuang huruf kelima yang hidup h. Kaff Membuang huruf ketujuh yang mati
) yang dimasuki oleh khaban dan ţai. Khazl ( ) yang dimasuki oleh Iđmar dan ţai. Syakl ( ) yang dimasuki oleh Khaban dan Kaff. Naqś ( ) yang dimasuki oleh ‘Aśab dan Kaff. Perhatikan bagan berikut : Zihaf Muzdawaj Definisi Taf’ilah menjadi a.Khabl Kumpulan Khaban dan ţai (Membuang huruf kedua dan keempat yang mati) Zihaf Muzdawaj (
) terbagi atas 4 macam, yaitu Khabl (
b. Khazl Kumpulan Iđmar dan ţai (mematikan huruf kedua dan membuang huruf keempat yang mati) c.Syakl Kumpulan khaban dan kaff (Membuang huruf kedua dan ketujuh yang mati)
d.Naqś Kumpulan ‘Aśab dan Kaf f (mematikan huruf kelima dan membuang huruf ketujuh yang mati)
Perubahan pola puisi arab dapat terjadi juga karena adanya ‘illah. Secara etimologis berarti “penyakit”. Secara terminology ia bermakna perubahan yang menimpa ‘aruđ dan đarab saja. Jika ’aruđ dan đarabnya berubah karena ‘illah, maka perubahan itu akan berl aku bagi keseluruhan bait atau satu qasidah. ‘Illah terbagi 2 macam, yaitu ‘illah berupa tambahan dan ‘illah berupa pengurangan. ‘Illah tambahan (
) terbagi atas 3 macam; Tarfil (
penambahan sabab khafif di akhir watad majmu’. Taźyil
(
menambahkan huruf mati pada akhir watad majmu’. Tasbiĝ (
) yaitu ), yaitu dengan ), yaitu
menambahkan satu huruf mati pada akhir sabab khafif. Lihat bagan berikut : ‘Illah ziyadah Definisi Taf’ilah menjadi 1.Tarfil Menambah sabab khafif di akhir watad majmu’
2.Taźyil Menambah huruf mati di akhir watad majmu’
3.Tasbiĝ Menambah huruf mati di akhir sabab khafif
) terbagi atas 9 macam : Haźf ( ), yaitu membuang sabab khafif di akhir taf’ilah. Qaţf ( ), yaitu Kumpulan Haźf dan ‘aśab (membuang sabab khafif di akhir taf’ilah dan mematikan huruf kelima. Qaţ’ ( ), yaitu membuang watad maj’mu yang mati lalu mematikan huruf sebelumnya. Batr ( ), yaitu kumpulan Qaţ’ dan Haźf. Qaśr ( ), yaitu membuang sabab khafif yang mati dan mematikan ), yang hidup. Haźaź ( ), yaitu membuang watad majmu’. Śalam ( ‘Illah dengan pengurangan (
yaitu membuang watad mafruq. Waqf (
), yaitu mematikan huruf ketujuh yang
), yaitu membuang huruf ketujuh yang hidup. Untuk lebih mudah memahaminya, mari perhatikan bagan berikut : ‘Illah bi naqś Definisi Taf’ilah menjadi 1.Haźf Membuang sabab khafif di akhir taf’ilah hidup. Kasf (
2.Qaţf Kumpulan haźf dan ‘aśab (membuang sabab khafif di akhir dan mematikan huruf kelima yang hidup) 3.Qaţ’ Membuang huruf mati pada watad majmu’ dan mematikan huruf sebelumnya
4.Batr Kumpulan Qaţ’ dan haźf
5.Qaśr Membuang sabab khafif yang mati dan mematikan yang hidup
6.Haźaź Membuang watad majmu’ 7.Śalam Membuang watad mafruq 8.Waqf Mematikan huruf ketujuh yang mati 9.Kasf Membuang huruf ketujuh yang mati
Di samping itu para pakar ilmu ‘Aruđ juga telah menemukan bentuk perubahan yang lain yang mereka beri nama : (‘illah yang menduduki kedudukan zihaf, yaitu perubahan yang tidak terjadi pada 2 sabab, akan tetapi pada watad di bagian ‘aruđ dan đarab. Apabila ia terjadi pada ‘aruđ atau đarb di satu bait, maka t idak mengharuskan perubahan pada keseluruhan bait atau qasidah. Adapun macam nya adalah : 1. Tasy’iş ( ), yaitu membuang huruf awal watad majmu’. Terjadi pada taf’ilah
yang menjadi
dan taf’ilah
menjadi
2. Haźźaf ( ) , yaitu membuang sabab khafif di akhir ‘aruđnya bahar mutaqarib. Terjadi pad a taf’ilah yang menjadi . ), yaitu membuang watad majmu’ yang terdapat pada şadr. 3. Kharm ( Terjadi pada taf’ilah yang menjadi dan taf’ilah yang menjadi dan taf’ilah 4. Khazm (
yang menjadi
), menambahkan satu huruf atau lebih
pada şadr.
ILMU QAWAFY A. Pengertian, faedah, dan penemunya
) (baca: Mas’an Hamid, 1995:191) menurut etimologi adalah belakang leher atau tengkuk. Sedangkan menurut para pakar ilmu ‘Aruđ adalah kata terakhir pa da bait puisi arab yang dihitung mulai dari huruf yang Qawafy (
terakhir pada bait sampai dengan huruf hidup sebelum huruf mati yang ada di antara kedua huruf hidup tersebut. Seperti pada puisi : #
Maka kata
dinamakan qafiyah, yang dimulai dari huruf terakhir yaitu huruf
sampai dengan
. Adapun Ilmu yang mempelajari tentang aturan kata akhir dari
suatu bait puisi arab tradisional disebut Ilmu Qawafy. Dalam memahami puisi arab tradisional, selain harus menguasai ilmu
‘Aruđ juga
harus mendalami ilmu Qawafy. Ini sangat penting bagi para penyair atau sastrawan guna mempermudah mereka dalam menyusun aturan huruf dan harakat yang terdapat pada kata-kata di akhir bait. Di samping itu berguna untuk menghindari kesalahan-k esalahan dalam menentukan macam-macam qafiyah yang akan
dipergunakan pada suatu qasidah. Selain itu bagi kita, yang bukan orang Arab dan tertarik dengan puisi arab bahkan ingin menciptakan bait puisi berbahasa Arab, ilmu qawafy (selain ilmu ‘Aruđ) ini sangat membantu. Sama halnya dengan ilmu ‘aruđ, ilmu qawafy ini pertama kali dibukukan oleh al-Khalil bin Ahmad al-Farahidi dengan nama ilmu Qawafy walaupun aturan-aturan qafiyah sudah ada sejak ‘Adi bin Rabi’ah al-Muhalhil. B. Kaidah-kaidah ilmu Qawafy. 1. Kata-kata pada qafiyah ( ). Ada 4 macam pendapat tentang kata-kata yang disebut qafiyah, yaitu : a. Sebagian kata, seperti pada bait berikut : #
pada bait atas dinamakan qafiyah. b. Satu kata, seperti :
pada bait di atas
c. Satu setengah kata, seperti #
dinamakan qafiyah. d. Dua kata, seperti 2. Huruf-huruf qafiyah (
di atas disebut qafiyah. )
Ada 6 macam huruf di dalam qafiyah, yaitu :
), artinya pikiran. Menurut istilah adalah huruf yang dijadikan dasar dan pedoman di dalam qasidah. Para pakar menyebutkan bahwa 1 huruf śahih yang terakhir di dalam satu bait disebut huruf rawi. Kem udian a. Rawi (
huruf itu disamakan den gan
bait-bait sesudahnya, sehingga ada qasidah mimiyah (jika huruf rawinya mim), lamiyah (jika huruf rawinya lam), raiyah (jika huruf rawinya ra’) dan seterusnya. b. Waśal ( ), artinya bersambung. Menurut istilah adalah huruf-huruf layyinah yaitu , , yang timbul karena isyba’ (perpanjangan) nya harakat rawi sebelumnya , alif ( ) untuk rawi yang berharakat fathah, waw ( ) untuk yang đammah, dan ya ( ) untuk yang kasrah. Atau harakat huruf ha ( ) yang ada di sekitarnya. Contoh huruf waśal alif ( ) : #
Contoh huruf waśal ha (
) yang berharakat kasrah :
#
c. Khuruj (
), artinya keluar. Menurut istilah adalah huruf yang timbul dari
) waśal. Di sini ia keluar dari waśal yang bersambung dengan huruf rawi. Huruf-huruf khuruj ini sama dengan huruf layyinah yaitu , , harakat ha (
. Contoh khuruj alif ( ) : #
d. Ridif ( mad (
, ,
), artinya mengikuti di belakangnya. Menurut istilah adalah huruf ) yang ada sebelum huruf rawi. Seperti ridif alif ( ) berikut : #
Huruf rawi dari bait di atas adalah nun ( e. Ta’sis (
) dan huruf ridifnya adalah alif ( ).
), artinya membuat landasan atau mendirikan. Menurut istilah
adalah huruf alif ( ) yang menjadi huruf kedua sebelum rawi, misal : #
f. Dakhil (
), artinya yang masuk atau berada di sela-sela. Menurut istilah ia
bermakna huruf hidup yang ada di tengah-tengah antara rawi dan ta’sis. Maka jika kita lihat pada contoh yang e, huruf
pada kata
3. Harakat-harakat qafiyah ( 1. Mujra (
2. Nafaź ( 3. Haźwu ( 4. Isyba’ ( 5. Rass ( 6. Taujih (
dinamakan dakhil.
).
), yaitu harakatnya rawi ), yaitu harakatnya ha ( ) waśal ), yaitu harakat huruf sebelum ridif ), yaitu harakatnya dakhil ), yaitu harakatnya huruf sebelum ta’sis ), yaitu harakatnya huruf sebelum rawi muqayyad (rawi yang
bertanda sukun).
4. Macam-macam Qafiyah Secara garis besarnya qafiyah terbagi 2 , yaitu muţlaqah ( muqayyadah ( berikut
:
) dan
). Masing-masing terbagi lagi atas beberapa macam sebagai
1. Qafiyah Muţlaqah ( ), adalah jika rawinya berharakat, baik fathah, đammah, atau kasrah. Qafiyah jenis ini terbagi atas : 1.1. Terhindar dari ta’sis dan ridif (Muassasah dan Mardufah), akan tetapi rawinya bersambung dengan huruf layyinah atau ha waśal atau disebut . Contoh :
)
#
)
yaitu qafiyah Muţlaqah yang ada ridifnya dan yang bersambung dengan huruf layyinah atau dengan ha waśal. 1.3. yaitu qafiyah Muţlaqah yang ada ta’sisnya dan yang bersambung dengan huruf layyinah atau dengan ha waśal. 2. Qafiyah Muqayyadah ( ), adalah jika rawinya sukun. Qafiyah jenis 1.2.
ini terbagi 3 : 2.1. Terhindar dari ta’sis dan ridif (
)
2.2.
yaitu qafiyah muqayyad yang ada ridifnya
2.3.
yaitu qafiyah muqayyad yang ada ta’sisnya
) Qafiyah akan cacat bila tekena 7 hal, yaitu : a. Iţa ( ), yaitu mengulang-ngulang kata rawi pada bait berikutnya, baik secara lafal maupun makna. b. Tađmin ( ), yaitu adanya kalimat yang tidak sempurna pada satu bait, lalu 5. Cacatnya qafiyah (
disempurnakan oleh bait kedua dan seterusnya. c. Iqwa’ (
), yaitu adanya perbedaan harakat rawi antara satu bait yang
berharakat
kasrah dengan bait lainnya yang berharakat đammah di dalam satu qasidah d. Iśraf ( ), jika harakat rawi yang satu adalah fathah, sedangkan yang lain đammah. e. Ikhfa’ ( ), yaitu jika huruf rawi yang satu dengan yang lain berbeda, akan tetapi berdekatan makhrajnya, seperti rawi yang pertama adalah lam ( ), sedangkan yang lain nun ( ). f. Ijazah (
), yaitu jika perbedaannya berjauhan makhrajnya, seperti lam ( )
dengan mim ( ). g. Sinad (
), yaitu perbedaan antara bait satu dengan yang lainnya terletak pada
huruf dan harakat sebelum rawi. Sinad ini terbagi 5 macam : g.1. Sinad ridif, adalah perbedaan ridif g.2. Sinad ta’sis, adalah perbedaan ta’sis g.3. Sinad Isyba’, adalah perbedaan harakat dakhil g.4. Sinad
Haźwi, adalah perbedaan harakat sebelum ridif
g.5. Sinad Taujih, adalah perbedaan harakat huruf sebelum rawi muqayyad 6. Nama-nama qafiyah Ada 5 nama untuk Qafiyah : 1. Mutakawis (
), yang artinya condong. Maknanya adalah Qafiyahnya
mengandung 4 huruf hidup secara berurutan yang terletak diantara 2 huruf mati. 2. Mutarakib (
), secara harfiah berarti datangnya suatu benda pada benda
yang lain. Di sini bermakna tiap-tiap qafiyahnya terdiri atas 3 huruf hidup secara berurutan yang terletak di antara 2 huruf mati. 3. Mutadarak (
), berarti saling bertemu. Maknanya di sini adalah tiap
qafiyah mengandung 2 huruf hidup di antara 2 huruf mati. 4. Mutawatir (
), berarti datangnya sesuatu sesudah sesuatu yang lain , dalam
keadaan terpisah. Maknanya di sini adalah tiap qafiyah mengandung satu huruf hidup di antara 2 huruf mati. 5. Mutaradif (
), artinya saling beriringan. Maknanya adalah tiap qafiyah
mengandung dua huruf mati berurutan.
PRAKTEK Itulah pembahasan sekitar ilmu ‘Aruđ dan Ilmu Qawafy. Agar para pembaca tidak‘pusing’, mari saya ajak untuk membaca puisi di bawah ini : A. Perhatikan Puisi al-Nabiĝah al-źubyani berikut ini : #
1. Menentukan nama puisi. Maka puisi di atas kita namakan Syi’r Mufrad atau Syi’r Yatim karena terdiri atas 1 baris saja. 2. Kita bagi belahan-belahannya. Maka Belahan pertama bait di atas
kita sebut śadr (
) atau
Belahan keduanya atau
atau kita sebut ‘Ajz (
. ) atau
.
3. Mentaqti’ dan menentukan bahar serta mengetahui taf’ilah. Apabila kita taqti’, maka akan menjadi : #
//0// /0/0 /0//0/ //0//0 //0 ///0 /0/0/ /0/0/ /0//0
Kemudian untuk mengetahui baharnya, maka kita perhatikan taqti’ awal pada śadr, ternyata bait ini diawali oleh watad (bukan sabab dan juga , ataukah bukan faśilah). Artinya ada 3 pilihan taf’ilah awal, apakah , ataukah
. Bait di atas menunjukkan bahwa taf’ilah yang digunakan
adalah
atau
. Untuk memastikan bahar apa yang dipakai, mari kita
tengok taf’ilah selanjutnya. Dibelakang
ada juga yang
untuk bahar ţawil,
ada yang
juga jika ia mutaqarib. Namun jika ia
taf’ilah sesudahnya adalah
awalnya, berarti
juga dan itu adalah bahar mutaqarib.(coba sambil
membaca bagan bahar). JIka agak sulit menemukan pada belahan pertama, cobalah pada belahan kedua. Pada bait ini tenya ta
baharnya adalah ţawil, mari kita
buktikan : #
//0/ / /0/0 /0//0/ //0//0 //0 / //0 /0 /0 / /0/0 / /0//0
4. Menentukan macam ‘illah dan zihaf. Jika kita perhatikan pada hasywunya, maka akan kita lihat ada taf’ilah yang tidak sempurna, yaitu
yang semestinya
seperti pada taf’ilah ke-1, 3, dan 5. Ini adalah zihaf yang berjenis qabd, maka disebut . Demikian pula
pada ‘aruđ dan đarabnya juga disebut
.
Sedangkan ‘illah tidak ada. 5. Menentukan jenis bait. Maka bait di atas termasuk bait tam, karena tidak ada taf’ilah yang dibuang. 6. Menentukan qafiyah. 1. Kata : ½ kata, yaitu 1 kata, yaitu 1 1/2 kata, yaitu 2 kata, yaitu 2. Huruf Qafiyah:
) adalah Rawi śahih. 3. Harakat Qafiyah, yaitu mujra (harakat rawi mutlak). 4. Macam Qafiyah, bait di atas termasuk Qafiyah Muţlaqah yang terlepas dari ta’sis dan ridif. 5. Cacat Qafiyah. Untuk melihat kecacatan suatu qafiyah, sebenarnya kita harus melihat bait perbait dalam satu qasidah, namun karena bait di atas hanya ada Huruf ba (
) pada (
1 bait saja, maka Bait tadi dapat kita katakan di sini tidak terdapat cacat. 6. Nama Qafiyah. Bait di atas Qafiyahnya bernama mutadarak, karena 2 huruf hidup yang terakhir diapit oleh huruf mati.
B. Mari saya ajak menciptakan satu saja bait puisi Arab dengan bekal ilmu ‘Aruđ dan Qawafy di ata s : 1. Menentukan tema.
Saya akan membuat puisi sedih, yaitu tentang perasaan hati yang sedang merindu karena harus berpisah lama 2. Menentukan bahar. Karena tema yang saya pakai adalah tema kesedihan, maka bahar yang cocok adalah bahar ramal (
), polanya : #
3. Mencari kata demi kata yang sesuai dengan pola : # #
Artinya : Sesak terasa dada dan nafasku dan akupun terasa ‘pingsan’, walau kau lihat aku tidak menghentikan langkahku. 4. Mari kita taqti dan tentukan taf’ilah sesuai pola : #
/0//0 /0 /0 /0/0 / //0 / # /0 //0/ /0/ /0 / ///0 /0 #
5. Apakah ada zihaf dan ‘ilal di situ ? Taf’ilah pertama dan kedua sempurna Taf’ilah ketiga ada Syakl (
) dari jenis zihaf Mujdawaj maka disebut Masykul (
) yaitu gabungan antara Khaban ( Taf’ilah keempat dan kelima ada Kaff ( Taf’ilah keenam ada Khaban (
) dan Kaff (
).
).
)
6. Puisi di atas kita namakan Syi’r Mufrad atau Syi’r Yatim karena terdiri atas 1 baris saja. 7. Menentukan jenis bait. Maka bait di atas termasuk bait tam, karena tidak ada taf’ilah yang dibuang 8. Menentukan qafiyah. 8.1. Kata : ½ kata, yaitu 1 kata, yaitu 1 1/2 kata, yaitu 2 kata, yaitu 8.2. Huruf Qafiyah: a. Huruf Rawi adalah Huruf ta ( ) pada (
b. Huruf Waśal adalah huruf
)
pada akhir kata
c. Huruf Ridif adalah Alif ( ) sebelum ta ( ) rawi
7. Harakat Qafiyah, yaitu a. mujra (harakat rawi). b. Haźwu, yaitu harakat sebelum ridif yaitu fathahnya huruf waw (
)
8. Macam Qafiyah, bait di atas termasuk Qafiyah Mardufah 9. Cacat Qafiyah. Untuk melihat kecacatan suatu qafiyah, sebenarnya kita harus melihat bait perbait dalam satu qasidah, namun karena bait di atas hanya ada 1 bait saja, maka Bait tadi dapat kita katakan di sini tidak terdapat cacat. 10. Nama Qafiyah. Bait di atas Qafiyahnya bernama mutawatir, karena 1 huruf hidup yang terakhir diapit oleh 2 huruf mati. Penutup Demikianlah, dengan metode praktis saya coba persembahkan tulisan ini. Melalui bagan-bagan yang ada kita dapat dengan mudah praktek membaca puisi Arab tradisional. Praktek membaca ini dapat
dibantu dengan buku-buku yang banyak memuat bermacam-macam puisi Arab, seperti al-Balaĝah alwađihah karya Ali al-Jarimy dan Muśtafa Amin. Akhirnya, Mudah-mudahan tulisan ini dapat dipahami dan berma nfaat bagi siapa saja yang tertarik dengan puisi Arab. REFERENSI
Abu al-‘Abbas Syamsuddin Ahmad ibn Muhammad ibn Abi Bakr Khallikan, Wafayat al-A’yan juz.2, Beirut: Dar Sadir, 1900 Ahmad Hasan al-Ziyyat, Tarikh adab al-‘Arab, Kairo: dar al-Nahđah Miśr li al-Ţab’I wa al-Nasyr, Tth., Cet. Ke-24 Chotibul Umam, Fi ‘ilm al-‘Aruđ, Jakarta:Hikmah Syahid Indah, 1992, Cet. Ke-2 Mas’an Hamid, Ilmu Arudl dan Qawafi, Surabaya: Al-Ikhlas, 1995, Nayif Ma’ruf, al-Mujazu al-Kafi fi ‘Ulum al-Balaĝah wa al-‘Aruđ, Beirut:Dar Beirut al-Mahrusah, 1993 Peter Salim dan Y enni Salim, Kamus Bahasa Indonesia Kontemporer, Jakarta: Modern English, 1991 Syauqi Đaif, al-Fann wa maźahibu fi S