ANALISIS BORAKS DALAM BAHAN MAKANAN DENGAN MENGGUNAKAN METODE UJI NYALA
Indira Juliana Safitri, Eva Fauziah Salam, Alfindah Rusanti dan Deni Kurnia Putera
Program Studi Kimia Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta Abstract : Material-added food preservatives especially important part in the diet. The amount of material added commercially produced food at a low price to make people use it as borax. Based on the Minister of Health of the Republic of Indonesia Decree No.722/MENKES/PERIX/1998, prohibit the use of borax as a food ingredient added, therefore the research analyzed borax in foodstuffs using a flame test by reacting the sample with concentrated sulfuric acid reagent and methanol, green color indicates a positive test. Of the 8 samples analyzed is out of yellow, white tofu, TMII meatballs, cilok Pesanggrahan, cilok fatullah, canteen dumplings, noodles yellow and yellow noodles lontog showed only positive test gives give s a green color to the th e flame. Abstrak :
Bahan tambah pangan khususnya bahan pengawet merupakan bagian yang penting dalam makanan. Banyaknya bahan tambah pangan yang diproduksi komersil dengan harga murah membuat masyarakat menggunakannya seperti boraks. Berdasarkan SK menteri Kesehatan Republik Indonesia No.722/MENKES/PERIX/1998, tentang larangan penggunaan boraks sebagai bahan tambah pangan, oleh karena itu pada penelitian ini dilakukan analisis boraks dalam bahan makanan dengan menggunakan uji nyala dengan mereaksikan sampel dengan pereaksi asam sulfat pekat dan metanol, metan ol, uji positif menunjukkan warna hijau. Dari 8 sampel samp el yang dianalisa yaitu tahu kuning, tahu putih, bakso TMII, cilok pesangrahan, cilok fatullah, siomay kantin, mie kuning dan lontog menunjukkan hanya mie kuning yang positif memberikan warna hijau pada uji nyala. Kata Kunci :
Boraks, Bahan makanan, Uji nyala.
PENDAHULUAN Peranan bahan tambahan pangan (BTP) khususnya bahan pengawet menjadi semakin penting sejalan dengan kemajuan teknologi produksi BTP sintesis. Banyaknya BTP dalam bentuk lebih murni dan tersedia secara komersil dengan harga yang relatif murah akan mendorong meningkatnya pemakaian BTP yang berarti meningkatkan konsumsi bahan tersebut bagi setiap individu (Cahyadi, 2008). Salah satu zat yang sering digunakan sebagai BTP adalah ‘Boraks’.
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Nomor: 722/MenKes/Per/IX/98 tentang BTP, boraks termasuk bahan yang berbahaya dan beracun sehingga tidak boleh digunakan sebagai BTP (Tiastuti, 2013). Penggunaan boraks pada bahan pangan akan menghasilkan tekstur yang lebih kenyal, lebih awet sehingga waktu simpannya bisa lebih lama (Maria,2010). Sejak lama, boraks disalahgunakan oleh produsen untuk pembuatan kerupuk beras, mie, lontong (sebagai pengeras),
ketupat (sebagai pengeras), bakso (sebagai pengenyal dan pengawet), kecap (sebagai pengawet), bahkan pembuatan bubur ayam (sebagai pengental dan pengawet). Padahal fungsi boraks yang sebenarnya adalah digunakan dalam dunia industri non pangan sebagai bahan solder, bahan pembersih, pengawet kayu, antiseptik, dan pengontrol kecoa (Suhanda, 2012). Sering mengkonsumsi makanan yang mengandung boraks akan menyebabkan gangguan otak, hati, lemak dan ginjal. Dalam jumlah banyak, boraks menyebabkan demam, anuria (tidak terbentuknya urin), koma, merangsang sistem saraf pusat, menimbulkan depresi, apatis, sianosis, tekanan darah turun, kerusakan ginjal, pingsan bahkan kematian (Nasution, 2009). Berkaitan dengan maraknya penggunaan boraks sebagai BTP dan bahaya boraks bagi kesehatan bila terkonsumsi, maka dianggap perlu untuk melakukan analisa boraks pada beberapa bahan pangan. METODE PENELITIAN Alat dan Bahan Alat yang digunakan yaitu cawan porselen, korek api, pemijar, pipet, mortar dan penggerus, spatula, timbangan analitik dan oven. Bahan-bahan yang digunakan adalah sampel bahan pangan, asam sulfat pekat, dan metanol. Prosedur Kerja Sampel bahan pangan yang sudah dioven, dihaluskan dengan menggunakan mortar dan penggerus lalu ditimbang sebanyak 2-3 gram. Sampel tersebut dimasukan ke dalam cawan porselin. Kemudian ditambahkan 5 tetes asam sulfat pekat dan metanol hingga sampel terendam, lalu dibakar. Bila timbul nyala hijau, maka menandakan adanya boraks. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil uji kualitatif boraks dengan uji nyala menggunakan pereaksi asam sulfat pekat dan metanol, menunjukkan
bahwa sampel positif yang menggandung boraks hanya mie kuning dengan menghasilkan nyala api berwarna hijau, disajikan dalam tabel 1. Tabel 1. Hasil Uji Kualitatif Boraks pada Sampel Sampel Uji Hasil Nyala Tahu Kuning Biru Cilok Biru Pesangrahan Cilok Fatullah Biru Bakso TMII Biru Tahu Putih Biru Siomay Kantin Biru Mie Kuning Hijau + Lontong Biru Keterangan : (-) Tidak mengandung boraks (+) Mengandung boraks
Asam borat dihasilkan setelah abu ditambah asam sulfat pekat. Melaui reaksi esterifikasi, asam borat bereaksi dengan metanol membentuk ester metil borat yang mudah menguap didalam nyala api, ester metil borat berwarna hijau muda. O
OH HO
HO
B OH
S
OH2
OH
O
nyala api
O
B HO
O
ester metil borat
Gambar 1. Reaksi Esterifikasi Asam Borat
Pada penelitian triastuti et al (2013) menyatakan bahwa tahu yang dianalisis dengan metode uji nyala membuktikan kelima sampel tahu yang diproduksi dimanado pada daerah bahu (A), batukota (B), Batukota II (C), Kleak (D), dan Pakowa (E) yang beredar di Kota
Manado tidak teridentifikasi adanya boraks dan bebas dari kandungan boraks. Begitu pula pada sampel tahu kuning dan putih pada penelitian ini tidak mengandung boraks yang ditandai dengan terbentuknya warna biru pada uji nyala Penelitian yang sama juga telah dilakukan pada mie di makasar (Tumbel, 2010), namun hasilnya mie tersebut tidak menggunakan boraks sebagai bahan pengawet mie. Sedangkan pada penelitian ini sampel mie kuning telah teridentifikasi mengandung boraks yang ditunjukkan dengan terbentuknya warna hijau pada uji nyala. Pada penelitian sultan (2010) menunjukkan bahwa bakso didaerah makasar positif mengandung boraks. Sedangkan pada penelitian ini menunjukkan bahwa bakso TMII tidak mengandung boraks. Penelitian nasution (2009) mengidentifikasi kandungan boraks pada lontong dikota manado, dan penelitian tersebut menunjukkan bahwa 62,5 % lontong mengandung boraks. Menurut nasution (2009) secara fisik ciri-ciri lontong yang menggandung boraks dapat diketahui dengan melihat bentuk lontong yang padat dan kenyal, warnanya bersih serta tahan simpan lebih dari 5 hari. Pada penelitian ini secara fisik terlihat bahwa lontong yang digunakan sebagai sampel memiliki tekstur yang padat kenyal dan putih. Namun setelah uji nyala didapatkan bahwa lontong tidak menunjukkan warna hijau pada uji nyala. Sehingga dapat dikatakan sampel lontong yang diambil didaerah ciputat tidak mengandung boraks. Jika dibandingan ciri-ciri fisik berdasarkan nasution (2009) seharusnya sampel lontong menunjukkan hasil positif boraks, mungkin boraks yang digunakan dalam kadar yang rendah sehingga hijau yang terbentuk tidak terlihat secara jelas. Pada hasil uji nyala cilok pesangrahan dan cilok fatullah menunjukkan warna hijau pada uji nyala, sehingga cilok yang diambil dari fatullah dan pesangrahan tidak mengandung
boaks. Begitupula dengan siomay yang diambil dari kantin FST pada uji nyala tidak menunjukan adanya warna hijau, sehingga siomay tidak mengandung boraks. Meskipun boraks bukan merupakan pengawet makanan, boraks sering pula digunakan sebagai pengawet didalam makanan seperti pada bakso, lontong, mie, tahu dan lain-lain. selain sebagai pengawet boraks juga digunakan sebagai bahan pengenyal makanan. (Sultan et al ., 2010). Boraks ini jika sering dikonsumsi akan menyebabkan gangguan otak, hati, lemak dan ginjal. Dalam jumlah banyak, boraks menyebabkan demmam, nuria (tidak terbentuknya urin), koma, merangsang sistem saraf pusat, menimbulkan depresi, apatis, sianosis, tekanan darah turun, kerusakan ginjal, pingsan bahkan kematian (Sultan et al., 2010). KESIMPULAN Dari hasil penelitian yang telah dilakukan pada 8 sampel jajanan yaitu tahu kuning, tahu putih, cilok pesagrahan, cilok fatullah, bakso, siomay, mie kuning dan lontong menunjukkan bahwa hanya sampel mie kuning yang positif mengandung boraks, ditandai dengan terbentuknya warna hijau pada uji nyala. SARAN Diperlukan analisa kuantitatif untuk menunjang data dengan menggunakan analisis spektroskopi dan diperlukan pemeriksaaan secara berkala tentang penggunaan boraks pada jajanan lokal. DAFTAR PUSTAKA Cahyadi, W. 2008. Analisis dan Aspek Kesehatan Bahan Tambahan Pangan. Jakarta : Bumi Aksara. Nasution, Anisyah. 2009. Analisa Kandungan Boraks Pada Lontong Di Kelurahan Padang . Bulan Kota Medan Tahun 2009. Skripsi. Medan: Universitas Sumatera Utara.
Suhanda, Rikky. 2012. Higiene Sanitasi Pengolahan dan Analisa Boraks pada Bubur Ayam yang Dijual di Kecamatan Medan Sunggal Tahun 2012. Skripsi. Medan: Universitas Sumatera Utara. Sultan, Pramutia, Saifuddin dan Ulfah. 2010. Analisis Kandungan Zat Pengawet Boraks Pada Jajanan Bakso do SDN Kompleks Mangkura Kota Makassar. Makassar :
Universitas Hasanuddin. Triastuti, Endang, Fatimawati dan Max. 2013. Analisis Boraks pada Tahu yang Diprosuksi Di Kota Manado. Manado : Unstrat. Jurnal Ilmiah Farmasi-Unstrat Vol. (2) No.01 Tumbel,Maria. 2010. Analisis Kandungan Boraks dalam Mie Basah yang Beredar di Kota Makassar . Jurnal Chemica Vol (11) No. 1.