BAB I PENDAHULUAN
Leukemia adalah penyakit neoplastik yang ditandai dengan diferensiasi dan proliferasi sel induk hematopoietik hematopoietik yang mengalami mengalami transformasi transformasi dan ganas, menyebabkan supresi dan penggantian elemen sumsum normal. Leukemia dibagi menjadi 2 tipe umum: leukemia limfositik dan leukemia myeloid. (1) Leukemia Leukemia mieloid kronik kronik (LMK) atau chronic myeloid leukemia leukemia (ML) merupakan leukemia kronik, dengan gejala yang timbul perlahan!lahan dan sel leukemianya berasal dari transformasi sel induk mieloid. ML termasuk kelainan klonal (clonal (clonal disorder ) dari sel induk pluripoten dan tergolong sebagai salah satu kelain kelainan an mielop mieloproli rolifera feratif. tif. "ama "ama lain lain untuk untuk leukem leukemia ia myeloi myeloid d kronik kronik,, yaitu yaitu chronic myelogenous leukemia dan chronic myelocytic leukemia. leukemia. (1) ML yang yang merupa merupakan kan ganggu gangguan an mielop mieloproli rolifera feratif tif klonal klonal ini ditand ditandai ai deng dengan an peni pening ngka kata tan n neut neutro rofi fill dan dan prek prekus usor orny nyaa pada pada darah darah perif perifer er deng dengan an peningkatan selularitas sumsum tulang akibat kelebihan prekusor granulosit. (2) ML merupakan 1#!2$% dari leukemia dan merupakan leukemia kronik yang paling sering di jumpai di &ndonesia, sedangkan di negara 'arat Leukemia kron kronik ik lebi lebih h bany banyak ak diju dijump mpai ai dala dalam m bent bentuk uk LL LL ( Chronic Chronic Lymphocy Lymphocytic tic Leukemia). Leukemia). &nsiden ML di negara 'arat sekitar 1!1,1$$.$$$tahun. 1!1,1$$.$$$tahun. *enyakit ini terjadi pada kedua jenis kelamin (rasio pria : +anita sebesar 1,:1). mumnya ML mengenai usia pertengahan dengan pun-ak pada umur $!#$ tahun. *ada anak!anak dapat di jumpai bentuk juvenile bentuk juvenile ML. ML. () /ahulu harapan hidup rata!rata pasien dengan ML hanya berkisar antara !# tahun setelah ditegakkannya diagnosis. "amun baru!baru ini pasien dengan
1
ML memiliki harapan hidup rata!rata lebih dari # tahun, sedangkan 5-years survival rate meningkat menjadi #$!0$%. *eningkatan ini merupakan hasil dari diagnosis dan deteksi dini, peningkatan terapi dengan interferon dan transplantasi sumsum tulang, serta terapi suportif yang lebih baik. ngka kejadian yang -ukup tinggi, perlunya pengetahuan yang mendalam mengenai ML terkait klasifikasi, manifestasi klinis, deteksi dini dan diagnosis, algoritma pemilihan terapi, serta prognosis yang -enderung berariasi pada tiap pasien, merupakan hal yang penting untuk dibahas, sehingga menjadikan penulis mengangkat laporan kasus berikut. 'erikut akan dibahas laporan kasus pasien anak 3, perempuan dengan usia 1 tahun, rujukan dari 45/ /r. 6. 5oemarno 5osroatmodjo Kuala Kapuas dan dira+at di 45/ lin sejak 27 "oember 2$1# dengan diagnosis hroni- Myeloid Leukemia.
2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Etiologi 8tiologi
ML
masih
belum
diketahui.
'eberapa
asosiasi
menghubungkannya dengan faktor genetik dan faktor lingkungan, tetapi di kebanyakan kasus, tidak ada faktor yang dapat di identifikasikan. da dua faktor yang menyebabkan ML, yaitu faktor instrinsik (host) dan faktor ekstrinsik (lingkungan). (,#) a. Faktor Instrinsik - Ketrnan !an Kelainan Kro"oso"
Leukemia tidak di+ariskan, tetapi sejumlah indiidu memiliki faktor predisposisi untuk mendapatkannya. 4isiko terjadinya leukemia meningkat pada saudara kembar identik penderita leukemia akut, demikian pula pada suadara lainnya, +alaupun jarang. 3arang ditemukan leukemia 9amilial, tetapi insidensi leukemia terjadi lebih tinggi pada saudara kandung anak!anak yang terserang dengan insiden yang meningkat sampai $ % pada kembar identik (monoigot). (#) Kejadian leukemia meningkat pada penderita dengan kelainan fragilitas kromosom (anemia fan-ori) atau pada penderita dengan jumlah kromosom yang abnormal seperti pada sindrom /u+a, sindrom klinefelter dan sindrom turner. (0)
- De#isiensi I"n !an De#isiensi S"s" Tlang
5istem imunitas tubuh kita memiliki kemampuan untuk mengidentifikasi sel yang berubah menjadi sel ganas. ;angguan pada sistem tersebut dapat menyebabkan beberapa sel ganas lolos dan selanjutnya berproliferasi hingga menimbulkan penyakit. 6ipoplasia dari sumsum tulang mungkin sebagai penyebab leukemia. (7) $. Faktor Ekstrinsik - Faktor %a!iasi
danya efek leukemogenik dan ionisasi radiasi, dibuktikan dengan tingginya insidensi leukemia pada ahli radiologi (sebelum ditemukan alat pelindung), penderita dengan pembesaran kelenjar tymus, nkylosing spondilitis dan penyakit 6odgkin yang mendapat terapi radiasi. /iperkirakan 1$ % penderita leukemia memiliki latar belakang radiasi. 5ebelum proteksi terhadap sinar rutin dilakukan, ahli radiologi mempunyai risiko menderita leukemia 1$ kali lebih besar. *enduduk 6iroshima dan "agasaki yang hidup sesudah ledakan bom atom tahun 1<# mempunyai insidensi LM dan LMK sampai 2$ kali lebih banyak. /emikian pula pada penderita ankylosing spondilitis yang diobati dengan sindar radioaktif lebih dari 2$$$ rads mempunyai insidensi LM 1 kali lebih banyak. (=) - Ba&an Ki"ia !an '$at-o$atan
'ahan!bahan kimia terutama Hydrokarbon sangat berhubungan dengan leukemia akut pada binatang dan manusia. 4emapasan 'enen dalam jumlah besar dan berlangsung lama dapat menimbulkan leukemia. *ekerja pabrik sepatu di >urki yang kontak lama dengan benen dosis tinggi banyak yang menderita
LM. Kloramfenikol dan fenilbutazon diketahui menyebabkan anemia aplastik berat, tidak jarang diketahui dikahiri dengan leukemia, demikian juga dengan Arsen dan obat!obat imunosupresif. (<) - In#eksi (irs
?irus menyebabkan leukemia pada beberapa dirating per-obaan di laboratorium. *eranan irus dalam timbulnya leukemia pada manusia masih dipertanyakan. /iduga yang ada hubungannya dengan leukemia adalah Human cell leukemia virus (6>L?!1), yaitu suatu irus 4" yang mempunyai enim 4" transkriptase yang bersifat karsinogenik. (1$) 'eberapa irus tertentu sudah dibuktikan menyebabkan leukemia pada binatang. >imbulnya leukemia dipengaruhi antara lain oleh umur, jenis kelamin, strain irus, faktor imunologik serta ada tidaknya at kimia dan sinar radioaktif. 5ampai sekarang tidak atau belum dapat dibuktikan bah+a penyebab leukemia pada manusia adalah irus. @alaupun demikian ada beberapa hasil penelitian yang menyokong teori irus sebagai penyebab leukemia, antara lain enzyme reverse transcriptase ditemukan dalam darah penderita leukemia. 5eperti diketahui enim ini ditemukan di dalan irus onkogenik seperti retrovirus tipe-C , yaitu jenis irus 4" yang menyebabkan leukemia pada binatang. (11)
#
2.2 Patogenesis
;ambar 2.1 Kromosom *hiladelpia
;ambar 2.1 Kromosom *hiladelpia *ada ML dijumpai !hiladelphia chromosom "!h# chr$ suatu reciprocal translocation %&'' "t%(''$. Kromosom !hiladelphia merupakan kromosom 22 abnormal yang disebabkan oleh translokasi sebagian materi genetik pada bagian lengan panjang (A) kromosom 22 ke kromosom <, dan translokasi resiprokal bagian kromosom <, termasuk onkogen 'L, ke region klaster breakpoint (breakpoint cluster region& )C*$ yang merupakan titik pemisahan tempat putusnya kromosom yang se-ara spesifik terdapat pada kromosom 22. 5ebagai akibatnya sebagian besar onkogen 'L pada lengan panjang kromosom < mengalami juBtaposisi (bergabung) dengan onkogen '4 pada lengan panjang kromosom 22. >itik putus pada 'L adalah antara ekson 1 dan 2. >itik putus '4 adalah salah satu di antara dua titik di region kelompok titik putus utama (M! '4) pada ML atau pada beberapa kasus LL *hC. ;en fusi (gen yang bersatu) ini akan mentranskripsikan chimeric *+A sehingga terbentuk chimeric protein "protein '#, kd$. >imbulnya protein baru ini akan memengaruhi transduksi sinyal terutama melalui tyrosine kinase ke inti sel sehingga terjadi kelebihan dorongan proliferasi pada sel!sel mieloid dan menurunnya apoptosis. 6al ini menyebabkan proliferasi pada seri myeloid. (12)
0
2.) Klasi#ikasi
*ada tahun 2$$= @6D mengeluarkan sistem untuk menggambarkan klasifikasi untuk penyakit penyakit keganasan myeloploriferatif, sebagai berikut:
;ambar 2.2 he ',, .orld Health /rganization Classification 0ystem for 1yeloproliferative +eoplasms 5edangkan leukemia myeloid kronik (ML) sendiri dapat diklasifikasikan sebagai berikut : 1. Leukemia myeloid kronik, *h positif (ML, *hC) (leukemia granulositik kronik , ;L). 2. Leukemia mieloid kronik, !h negative (ML, *h!) . Leukemia myeloid kronik juvenilis . Leukemia netrofilik kronik #. Leukemia eosinofilik 0. Leukemia mielomonositik kronik (MML) >etapi, sebagian besar (E<#%) ML tergolong sebagai ML, *hC. (1) 2.* Fase Per+alanan Pen,akit *erjalanan penyakit ML dibagi menjadi beberapa fase, yaitu: 9ase Kronik : pada fase ini pasien mempunyai jumlah sel blast dan sel premielosit kurang dari #% di dalam darah dan sumsum tulang. 9ase ini ditandai dengan oer produksi granulosit yang didominasi oleh netrofil segmen. *asien mengalami
gejala ringan dan
mempunyai respon baik terhadap terapi
konensional. (1) 9ase kselerasi atau transformasi akut : fase ini sangat progresif, mempunyai lebih dari #% sel blast namun kurang dari $%. *ada fase ini leukosit
7
bisa men-apai $$.$$$mmk dengan didominasi oleh eosinofil dan basofil. 5el yang
leukemik
mempunyai
kelainan
kromosom
lebih
dari
satu
(selain !hiladelphia kromosom). (1#) 9ase 'last ( Krisis )last ) : pada fase ini pasien mempunyai lebih dari $% sel blast pada darah serta sumsum tulangnya. 5el blast telah menyebar ke jaringan lain dan organ diluar sumsum tulang. *ada fase ini penyakit ini berubah menjadi Leukemia Myeloblastik kut atau Leukemia Lympositik kut. Kematian men-apai 2$%. (10)
2.
ani#estasi Klinis Manifestasi klinis ML, tergantung pada fase yang kita jumpai pada
penyakit tersebut, yaitu :
a. 9ase kronik terdiri atas : ;ejala hiperkatabolik : berat •
• • •
badan
menurun, lemah, anoreksia,
berkeringat pada malam hari. 5plenomegali hampir selalu ada, sering massif. 6epatomegali lebih jarang dan lebih ringan. ;ejala gout atau gangguan ginjal yang disebabkan oleh hiperurikemia
•
akibat peme-ahan purin yang berlebihan dapat menimbulkan masalah. ;angguan penglihatan dan priapismus. nemia pada fase a+al sering tetapi hanya ringan dengan gambaran pu-at,
•
dispneu dan takikardi. Kadang!kadang asimtomatik, ditemukan se-ara kebetulan pada saat check
•
up atau pemeriksaan untuk penyakit lain. (17) b. 9ase transformasi akut terdiri atas : *erubahan terjadi perlahan!lahan dengan prodormal selama 0 bulan, di sebut sebagai fase akselerasi. >imbul keluhan baru, antara lain : demam, lelah,
=
nyeri tulang (sternum) yang semakin progresif. 4espons terhadap kemoterapi menurun, lekositosis meningkat dan trombosit menurun (trombosit menjadi abnormal sehingga timbul perdarahan di berbagai tempat, antara lain epistaksis, menorhagia). (1=) -. 9ase 'last (Krisis 'last) : *ada sekitar 1 penderita, perubahan terjadi se-ara mendadak, tanpa didahului masa prodormal keadaan ini disebut krisis blastik ( blast crisis). >anpa pengobatan adekuat penderita sering meninggal dalam 1!2 bulan. (1<) 2./ Pe"eriksaan Penn+ang 'eberapa pemeriksaan penunjang untuk ML, yaitu : a. Laboratorium /arah rutin : nemia mula!mula ringan menjadi progresif pada fase lanjut (fase •
transformasi akut), bersifat normokromik normositer. 6emoglobin : dapat kurang dari 1$ g1$$ m. • ;ambaran darah tepi : Leukositosis berat 2$.$$$!#$.$$$mm pada permulaan kemudian biasanya •
•
lebih dari 1$$.$$$mm. Menunjukkan spe-trum lengkap seri granulosit mulai dari mieloblast sampai netrofil, komponen paling menonjol adalah segmen netrofil (hipersegmen) dan mielosit. Metamielosit, promielosit, dan mieloblast
• •
juga dijumpai. 5el blast F #%. 5el darah merah bernukleus. 3umlah basofil dalam darah meningkat. >rombosit bisa meningkat, normal atau menurun. *ada fase a+al lebih
sering meningkat. 9osfatase alkali netrofil (neutrophil alkaline phosphatase$ selalu rendah. • ;ambaran sumsum tulang : 6iperseluler dengan system granulosit dominan. ;ambarannya mirip • dengan apusan darah tepi. Menunjukkan spektrum lengkap seri myeloid,
<
dengan komponen paling banyak ialah netrofil dan mielosit. 5el blast
•
• • •
kurang dari $ %. Megakariosit pada fase kronik normal atau meningkat. 5itogenik : di jumpai adanya *hiladelphia (*h1) kromosom pada <# % kasus. ?itamin '12 serum dan '12 binding capacity meningkat. Kadar asam urat serum meningkat. *emeriksaan *4 (polymerase -hain rea-tion) dapat mendeteksi adanya chimeric protein b-r!abl pada <<% kasus. (2$)
0a"$ar 2.)
0a"$ar 2.*
;ambaran apusan darah tepi dengan perbesaran $$B menunjukkan hyperlekositosis.
;ambaran apusan darah tepi dengan perbesaran 1$$$B menunjukkan promielosit, eosinofil, basofil, netrofil batang dan segmen.
>erdapat juga thrombo-ytosis.
eosinophilia,
basofilia,
1$
0a"$ar 2.
0a"$ar 2./
;ambaran apusan darah tepi dengan perbesaran $$B menunjukkan berbagai tahap granulopoiesis termasuk promielosit, mielosit, metamielosit, dan netrofil batang serta segmen.
;ambaran apusan darah tepi, dengan perbesaran 1$$$B menunjukkan tahapan granulo-ytitermasuk eosinofil dan basofil.
b. *emeriksaan *enunjang Lain da beberapa pemeriksaan penunjang lain untuk penyakit ML, antara lain : 0a"$ar 2.darah merah abnormal biasanya lebih dari #$ % atau : sel - 'iopsi sumsum tulang ;ambaran 5umsum tulang yang hiperseluler. /engan perbesaran $$B menunjukkan bah+a adanya peningkatan eosinofil dan megakariosit.
lebih dari sel darah putih pada sumsum tulang. 5ering 0$% ! <$% dari blast, dengan prekusor eritroid, sel matur, dan megakariositis menurun. - 9oto dada dan biopsi nodus limfe : dapat mengindikasikan derajat keterlibatan. ! *emeriksaan lain, yaitu tes untuk mendeteksi adanya kromosom !hiladelphia. (21) 2. Diagnosis Ban!ing
*emeriksaan darah tepi dan sumsung tulang merupakan situasi klinis yang dapat menegakkan diagnosis adanya ML, pada beberapa pasien ML kadang tidak ditemukan kromosom *h. 5ehingga di butuhkan suatu standar untuk menegakkan suatu diagnosis. (2) ! /iagnosis ML dalam fase akselerasi menurut @6D :
11
•
'last 1$!1<% dari @' pada darah tepi dan atau dari sel sumsum tulang
•
berinti. 'asofil darah tepi E2$%. >hrombositopenia persisten (F1$$B1$<L) yang tidak dihubungkan dengan
•
terapi, atau thrombositosis (E1$$$B1$<L) yang tidak responsif terhadap terapi. *eningkatan ukuran lien atau @' yang tidak responsif pada terapi. • 'ukti sitogenik eolusi klonal. (2) • ! /iagnosis ML pada fase krisis blastik menurut @6D : 'last E2$% dari darah putih pada darah perifer atau sel sumsum tulang •
• •
berinti. *roliferasi blast ekstrameduler. 9okus besar atau -luster sel blast dalam biopsi sumsum tulang (2#) /iagnosis banding pada fase kronis adalah trombositosis esensial, pada
trombositosis ditemukan adanya fosfatase normal atau meningkat sedangkan ML selalu rendah dan tidak ditemukannya *h kromosom seperti halnya yang selalu ditemukan *h kromosom pada penderita ML. ntuk fase krisis blast yaitu leukemia mieloid akut dan sindrom mielodislasia. (20) >idak ditemukannya *h kromosom pada penderita ML yaitu pada kasus penderita yang menderita ML tipe juvenillis yang sering dijumpai pada pasien berumur kurang dari tahun. irinya tidak adanya *h kromosom, peningkatan 6b janin, trombositopenia, monositosis yang menonjol, dan ML juenillis jarang mengalami transformasi blastik dan meninggal akibat infeksi atau kegagalan organ akibat sebukan monosit dan makrofag. (27)
2. Penatalaksanaan a. e!ika"entosa *enatalaksanaan ML tergantung pada fase penyakit, yaitu :
12
1. 9ase Kronik )usulphan "1yleran$& dosis: $,1!$,2 mgkg''hari. Leukosit diperiksa tiap minggu. /osis diturunkan setengahnya jika leukosit turun setengahnya. Dbat di hentikan jika leukosit 2$.$$$mm . >erapi dimulai jika leukosit naik menjadi #$.$$$mm. 8fek smaping dapat berupa aplasia sumsum tulang berkepanjangan, fibrosis paru, bahaya timbulnya leukemia akut. Hydro2iurea,
bersifat efektif
dalam
mengendalikan
penyakit
dna
mempertahankan hitung leukosit yang normal pada fase kronik, tetapi biasanya perlu diberikan seumur hidup (?i-tor et al3& 2$$#). Merupakan terapi terpilih untuk
induksi
remisi
hematologik
pada ML.
/osis
yang
digunakan
$mgkg''hari diberikan sebagai dosis tunggal maupun dibagi 2! dosis. pabila leukosit E $$.$$$mm , dosis boleh ditinggikan sampai maksimal 2,# gramhari. *enggunaan dihentikan lebih dulu, jika leukosit F=$$$mm atau trombosit F1$$.$$$mm . 5elama menggunakan hydroByurea, harus dipantau 6b, leukosit, trombosit, fungsi ginjal dan fungsi hati. Kemudian diberikan dosis pemeliharaan untuk men-apai leukosit 1$.$$$! 1#.$$$mm. 8fek samping lebih sedikit. 4nterferon juga dapat mengontrol jumlah sel darah putih dan dapat menunda onset transformasi akut, memperpanjang harapan hidup menjadi 1!2 tahun (tul G ?i-tor, 2$$#). &9"!H biasanya digunakan bila jumlah leukosit telah terkendali oleh hidroksiurea. &9"!H merupakan terapi pilihan bagi kebanyakan penderita leukemia Mielositik (ML) yang terlalu tua untuk transplantasi sumsum tulang ('M>) atau yang tidak memiliki sumsum tulang donor yang -o-ok. &nterferon alfa diberikan pada rata!rata !# juta & d subkutan (8mmanuel,
1
2$1$). >ujuannya adalah untuk mempertahankan jumlah leukosit tetap rendah (sekitar B1$<l). 6ampir semua pasien menderita gejala penyakit Imirip fluI pada beberapa hari pertama pengobatan. Komplikasi yang lebih serius berupa anoreksia, depresi, dan sitopenia. 5ebagian ke-il pasien (sekitar 1#%) mungkin men-apai remisi jangka panjang dengan hilangnya kromosom *h pada analisis sitogenik +alaupun gen fusi '4!'L masih dapat dideteksi melalui *4. 1esylate imatinib "6leevec$, merupakan obat yang sedang diteliti dalam per-obaan klinis dan tampaknya memberikan hasil yang menjanjikan. Jat 5>& #7& adalah suatu inhibitor spesifik terhadap protein 'L yaitu tiroksin kinase sehingga dapat menekan proliferasi seri myeloid. ;leee- mengontrol jumlah darah dan menyebabkan sumsum tulang menjadi *h negatie pada sebagian besar kasus. Dbat ini mungkin menjadi lini pertama pada ML, baik digunakan sendiri atau bersama dengan interferon atau obat lain. >ransplantasi sumsum tulang alogenik ( stem cell transplantation, 5>) sebelum usia #$ dari saudara kandung yang 6L!nya -o-ok memungkinkan kesembuhan 7$% pada fase kronik dan $% atau kurang pada fase akselerasi. (2=) 2. 9ase kselerasi dan 9ase 'last >erapi untuk fase akselerasi atau transformasi akut sama seperti leukemia akut, ML atau LL, dengan penambahan 5>& #7& "6leevec$ dapat diberikan. pabila sudah memasuki kedua fase ini, sebagian besar pengobatan yang dilakukan tidak dapat menyembuhkan hanya dapat memperlambat perkembangan penyakit. (2=) $. Non-e!ika"entosa >erapi radiasi dengan menggunakan !4ays dosis tinggi sinar!sinar tenaga tinggi se-ara e2ternal radiation therapy untuk menghilangkan gejala!gejala atau sebagian dari terapi yang diperlukan sebelum transplantasi sumsum tulang. (2<) 2.3 Prognosis
1
/ahulu harapan hidup rata!rata pasien dengan ML hanya berkisar antara !# tahun setelah ditegakkannya diagnosis. "amun baru!baru ini pasien dengan ML memiliki harapan hidup rata!rata lebih dari # tahun, sedangkan 5-years survival rate meningkat menjadi #$!0$%. *eningkatan ini merupakan hasil dari diagnosis dan deteksi dini, peningkatan terapi dengan interferon dan transplantasi sumsum tulang, serta terapi suportif yang lebih baik. 5eiring dengan peningkatan terapi, kebutuhan untuk penentuan stage menngenai prognosisnya menjadi perlu dengan tujuan untuk menentukan prosedur yang memiliki mortalitas dan morbiditas tinggi, seperti transplantasi sumsum tulang. 5taging prognosis pasien didasarkan pada beberapa analisis menggunakan analisis multiariat berdasarkan karakteristik sel leukemia, serta surial rate yang sesuai. 6asil studi ini mengklasifikasikan pasien menjadi kelompok berikut : • • •
6ood risk (average survival #!0 tahun) 4ntermediate risk (aerage survival ! tahun) !oor risk (average survival 2 tahun) 5ebuah indeB prognostik yang sering digunakan, yakni 0okal 0core,
digunakan pada pasien berusia #!= tahun dengan rumus sebagai berikut: Hazard ratio eBp $.$110 (umur ! ) C $ .$# (ukuran spleen -m di ba+ah tepi -ostaeN ! 7.# -m) C $.1== (jumlah trombosit7$$) 2 ! $.#0N C $.$==7 (% blast dalam darah ! 2.1)
>iga kategori dari 0okal 0core sebagai berikut: 1.
Lo7 risk : skor F$.=
2.
4ntermediate risk : skor $.=!1.2
3.
High risk : skor E1.2
1#
0okal 0core berkorelasi dengan ke-enderungan untuk men-apai respon sitogenik komplit, sebagai berikut: •
Lo7-risk patients: <1%
•
4ntermediate-risk patients: =%
•
High-risk patients: 0<% 5ebuah model prognostik kombinasi, yang mempertimbangkan juga 0okal
0core& telah dikembangkan dengan menggunakan beberapa karakteristik untuk prognosis yang buruk. 5taging prognosis model ini digambarkan sebagai berikut: •
5tage 1: $ atau 1 karakteristik
•
5tage 2: 2 karakteristik
•
5tage : atau lebih karakteristik
•
5tage : diagnosis pada fase blast Karakteristik prognosis buruk meliputi manifestasi klinis dan temuan
laboratorium sebagai berikut: •
sia tua
•
;ambaran simptomatik
•
5tatus performa buruk
•
Keturunan frika!merika
•
6epatomegali
•
5plenomegali
•
+egative !h chromosome atau '4'L
•
*enurunan Megakariosit
•
'asofilia
10
•
Myelofibrosis 9aktor terkait terapi berikut dapat mengindikasikan prognosis buruk pada
pasien ML, antara lain: •
@aktu yang lama untuk remisi dengan terapi myelosupression
•
@aktu remisi yang singkat
•
/osis total hydroByurea atau busulfan yang tinggi
•
5upresi buruk dari sel *h!positif dengan kemoterapi atau terapi interferon
/*5 *4D;"D5&5 ;amba-orti!*asserini , ntolini L, Mahon 9, ;uilhot 9, /eininger M al et. Multi-enter independent assessment of out-omes in -hroni- myeloid leukemia patients treated +ith imatinib. 8 +atl Cancer 4nst . 2$11 pr 0. 1$(7):##!01. /*5 @6D KL5&9&K5& >efferi , ?ardiman 3@. lassifi-ation and diagnosis of myeloproliferatie neoplasms: the 2$$= @orld 6ealth Drganiation -riteria and point!of!-are diagnosti- algorithms. Leukemia. 2$$=O22:1!22.
17