ALJABAR
. Achm Achmad ad Arif Arifin in
....•
~.
(
.•.
.. :
»
Penerb enerbit it ITB ITB Band andung
Hak eipta ipta pada Pen Penerbit rbit ITB ITB, 2000 Data Data kata katalo log g dala dalam m terb terbit itan an ARIFIN ARIFIN,, Aehma Aehmad d Alja Aljaba bar/ r/Ac Achm hmad ad Arif Arifm m - Bandu Bandung ng:: Pene Penerb rbit it ITB, ITB, 200 2000 0 8a, 8a, 171 171 h., h., 25 em em 512.5 1. Aljabar 1. Ju Judul ISBN 979-929 979-9299-13 9-13-6 -6
Penerbit ITB, Jl. Gane Ganesa sa 10, 10, Band Bandun ung, g, Tel./ Tel./Fa Fax. x.:: (022 (022)2 )250 5042 4257 57 e-mail:
[email protected]
Daftar isi
Babl Himpunan 1.1 Co~toh dan pengertian 1 . 2 Membentuk himpunan 1.3 Pemetaan . . . . . . . 1 . 4 Sistem matematika . . . Bab 2 2.1 2.2 2.3 2.4
..... . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
Bilangan bulat Sistem bilangan bulat. . . . . . . . . . Urutan.................. Sifat bilangan bulat . . . Kongruensi
.
Bab3 Grup 3.1 Contoh dan pengertian . . . . . . . . 3.2 Subgrup................. 3.3 Koset...:.............. 3.4 Grup kuosien . . . . . . . . . . . 3.5 Homomorfisma grup . 3.6 Grup simetri. . . . . . . .
33 33
Dab 4: Gelanggang '4.1 Contoh dan pengertian . 4.2 Ideal........... 4.3 Gelanggang komutatif . 4.4 Daerah suku banyak .. 4.5 Lapangan hasil bagi ..
71 71 74 81 91
39 44 52
55 63
103
6a
Daftar lsi
Bab5 Perluasan lapangan
115
5. 5. 5. 5.
1 2 3 4
Contoh dan pengertian Perluasan transenden . Perluasan aljabar . . . Bilangan bulat aljabar
Bab6 Kesemi-sederhanaan 0. 1 6. 2 6. 3
Ruang vektor ...... Modul atas gelanggang . Modul semi sederhana
Penjurus
115 117 120 131 145
145 150 154 16 8
Prakata
Buku ini ditulis berdasarkan keinginan penulis untuk melengkapi buku dalam bidang aljabar yang ditulis dalam bahasa Indonesia serta pengalaman penulis dalam mengajarkan mata kuliah Struktur Aljabar di program sarjana matematika di Institut Teknologi Bandung. Selain me.ngajarkan mata· kuliah tersebut di tingkat tiga, untuk beberapa waktu penulis juga mengajarkan mata kuliah yang sama kepada peserta program pramagister demgan tujuan yang lebih terfokus pada peningkatan kemampuan belajar matematika. Pengalaman ini pada hakekatnya telah ikut memberi warna kepada penulisan buku ini. Pengenalan me~genai fenomena yang melatarbelakangi konsep dalam aljabar dicoba diungkapkan sedini mungkin dalam setiap bab. Menjadi harapan penulis bahwa pembaca memberikan waktu perenungan yang cukup untuk menyerap serta mencema kaitan yang ada antara fenomena dan pengertian atau sifat yang dituliskan secara formal dalam bentuk definisi, sifat, ataupun teorema. Bab 1 sampai dengan bab 4 dapat dicakup dalam satu mata kuliah aljabar, atau struktur aljabar, yang meliputi tiga sampai empat satuan kredit semester. Sekiranya waktu memungkinkan, beberapa bagian dar~ bab 5, misalnya bagian 5.1, 5.2, dan 5.3, atau berbagai pokok bahasan yang ada didalamnya, dapat dipertimbangkan untuk dimasukkan ke dalam cakupan bahasan. Bagian 5.4 dan bab 6 lebih dimaksudkan se bagai pembuka. wawasan, khususnya bagi peserta kuliah yang berminat dalam bidang aljabar. Untuk peserta yang demikian, bab 5 dan bab 6 dapat juga dicakup dalam suatu mata kuliah pilihan.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dra. Irawati \\T., M.Si. yang telah membaca draf pertama serta mengusulkan berbagai pembetulan, dan menggunakannya dalam perkuliahan Struktur Aljabar selama semester 2, 1998/1999. Penulis-J..l!gamengucapkan terima kasih kepada semua kawan sejawat di Jurusan Miematika, Institut TekllOlogi Bandung yang telah membantu sehingga mputer yang disediakan oleh Jurusan Matematika berfungsi secara pe uh. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa penulisan bukuini tidak luput dari kemungkinan adanya kekurangan ataupun kesalahan. Meskipun kekurangan atau kesalahan yang ada sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis, komentar serta kritik para pembaca dalam bent uk apa pun sangat diharapkan oleh penulis. Akhirnya kepada semua pihak yang telah ikut mendorong penulisan serta penyiapan buku ini, penulis ucapkan terima kasih.
Bandung, Januari 2000 Achmad Arifin
BAB 1
1.1
Hilllpunan
Contoh dan pengertian
Kita akan senantiasa bekerja dengan himpunan yang keanggotaanya jelas. Artinya, kita senantiasa dapat menentukan apakah suatu objek . merupakan' anggota himpunan yang kita maksud atau bukan. Himpunan yang kita maksud dapat berupa himpunan bilangan, himpunan matriks, himpunan. bangun geometri pada bidang, dan sebagB.!nya. Dntuk lebih mempertajam, kita ketengahkan tiga pengertian dasar, yaitu himpunan, anggota, dan relasi keanggotaan E. Misalkan X him punan dan a anggota. --;Penulisana E X berarti a anggota X, atau X memuat a. Sebaliknya, penulisan a ¢ X berarti a bukan anggota X, atau X tidak meniuat a. Anggota himpunan X kita katakan juga unsur himpunan X. Dalam hal ada anggota a yang memenuhi a EX, kita katakan X mempunyai anggota, atau himpunan tak hampa. Sebaliknya, dalam hal himpunan X tidak mempunyai anggota, himpunan X kita sebut himpunan hampa dan kita tandai dengan 0. Banyaknya anggota dalam suatu himpunan boleh hingga ataupun tak hingga. Sesuai dengan banyaknya anggota yang dikandung, suatu himpunan kita katakan hingga atau tak hingga. Himpunan bilangan asH antara 1 dan 100 merupakan contoh untuk himpunan hingga. Himpuan hampa, karena tak mempunyai anggota, juga suatu himpunan hingga. Di lain pihak, himpunan semua bilangan asH merupakan contoh himpunan tak hingga. Untuk penggunaan selanjutnya, himpunan bilangan kita beri tanda
sebagai berikut. Himpunan semua bilangan asli, bulat, rasional, nyata, clan kompleks berturut-turut kita beri tanda N, Z, Q, IR,dan C. Masingmasing adalah himpunan tak hingga. Contoh himpunan selain himpunan bilangan adalah himpunan matriks berukuran m x n dengan kompo~en bilang7~ata.
1.2
Membentuk himpunan
Pandang himpunan bilangan bulat Z. Dari himpunan Z ini kita him pun semua bilangan genap, sehingga kita peroleh himpunan baru dan kita tandai dengan A. Dari perlakuan kita atas Z ini kit a abstraksikan clua hal. Yang pertama kita ungkapkan dalarn definisi berikut, yang dikenakan pada dua himpunan. X dan Y yang dibertkan .. Definisi 1.2.1 Himpunan X disebut subhimpunan dari himpunan jika untuk setiap x E X berlaku x E Y.
Y
Tanda untuk subhimpunan adalah~. Dari definisi di atas kita punyai X ~ Y. Dalarn contoh sebehunnya, himpunanbilangan genap A adalah subhimpunan dari himpunan bilangan bulat Z, yaitu A ~ Z. Adapun subhimpunan dari himpunan Y yang paling besar adalah Y sendirij dalam hal ini X dan Y mempunyai anggota sarna. Dengan kata lain, X ~ Y dan Y ~ X. Untuk ini kita punyai definisi berikut. Definisi 1.2.2 Dua himpunan X dan Y dikatakan sama jika X ~ Y dan Y ~ X. Tanda untuk himpunan X dan'Y yang sarna adalah X = Y. Dalam hal X ~ Y tetapi X = F Y, berarti terdapat y E Y tetapi y ¢ X, kita katakan X subhimpunan sejati dari Y dan kita tandai dengan X C Y. Kalau ingin lebih menjelaskan kita tuliskan X ~ Y dan X = F Y. Yang kedua, himpunan Z bertindak sebagai suatu daerah yang mem berikan kemungkinan kepada kita untuk membentuk suatu daerah baru, himpunan A sebagai misal. Keadaan ini kita perluas menjadi pengertian himpunan semesta. Dari suatu himpunan semesta kit a bentuk berbagai himpunan baru. Himpunan semesta senantiasa kita pilih tak hampa. Misalkan X suatu himpunan semesta dan P suatu sifat yang dipe-
J
p (x) dan P (x). Himpunan S yang memuat semua unsur x E X yang memenuhi sifat P kita tuliskan dengan: S
=
{x
I x
EX, P (x)} atau
S
=
{x E X
I P (x)}
.
Jelas berlaku S ~ X. Selanjutnya diberikan himpunan A dan B, yaitu subhimpunan dari X. Kita bent uk himpunan baru berikut. 1. Komplemen himpunan A : AC = {x I x E X, x ~ A}. 2. [risan himpunan A dan B :
An B
=
{x I x
E
A dan x e B} .
3. Gabungan himpunan A dan B : A U B
={x
I x
E A atau x
e
B} .
4. Selisih himpunan A dan B : A - B
={x
Ix eA
dan x rf. B }.
Dari pengertian yang diperkenalkan di atas kita punyai sifat berikut.
Sifat 1.2.1 Misalkan X suatu himpunan semesta dan A dan B subhim punan dari X. Maka 1. AuAc = X, 2. AnAc=0, 3. AC =X - A, 4 . (Act=A, 5. (AnB)c=AcUBC, 6. (AUB)c=A c n{1c. Bukti. Kita buktikan hubungan nomor 5. Bukti untuk nomor yang lain penulis serahkan kepada pembaca sebagai latihan. 5. Ambil unsur x E (A n B)c. Kita punyai
x
E
(A
n
B)C
<===> <===> <===>
Dengan demikian (A
x ~ A n B < = = = > x rf. A atau x ~ B x e AC atau x e BC x e AC u BC.
nBr = AC uBC.
•
Sifat 1.2.2 1. Himpunan hampa adalah subhimpunan daTi semua him punan. 2. Misalkan X suatu himpunan semesta. Himpunan hampa 0sebagai C subhimpunan daTi X memenuhi 0 = X. Bukti. 1. Pandang himpunan hampa 0 dan himpunan Y. Pernyataan "jika Y E 0, maka y E Y" senantiasa benar, karena y E 0 tidak pernah benar. Jadi 0~Y. 2. Semua x E X senantiasa memenuhi x t J ; 0. Menurut definisi c • ~ komplemen kita punyai 0 =X.
Cara lain untuk membentuk.himpunan adaIah deng~ hasil kali silang. MisaIkan diketahui dua himpunan A dan B, keduanya t~ hampa. Untuk setiap unsur a E A dan b E B kita bentulf-pasang (a, b). Hasil kali silang himpunan A dan B, kita tandai dengan A x B, adaIah himpunan semua pasang (a, b), yaitu
Subhimpunan tak hampa R ~ A x B kita sebut relasi. Khususnya untuk A = B, pasang (a, b) E A x A untuk a :f b kita katakan terurut, jika (a, b) :f (b,a). Relasi R ~ A x Akita sebut relasi ekivalen jika untuk setiap unsur a, b, dan c di A berlaku sifat berikut : 1. (a, a) E R, 2. Jika (a, b) E R, maka (b, a) E R, 3. Jika (a, b) E R dan (b, c) E R, maka (a, c) E R. Untuk selanjutnya pasang (a, b ) E R kita tuliskan dengan a '" b, dan '" kit a pandang sebagai suatu relasi di A. Pengertian relasi ekivalen kita ungkapkan kembali sebagai berikut. Definisi 1.2.3 Relasi '" di A disebut relasi ekivalen jika untuk setiap unsur a, b, c di A berlaku : 1. a '" a (refleksif), 2. Jika a '" b, maka b '" a (simetris), 3. Jika a '" b dan b", c, maka a", c (transitif). Sekarang pandang suatu himpunan A yang dilengkapi dengan suatu relasi ekivalen "'. Untuk setiap unsur a E Akita definisikan subhim-
Subhimpunan k (a) kita sebut /das ekivalen. Misalkan K menyatakan himpunan semua klas ekivalen di A Yang diciptakan oleh relasi ekivalen "'; yaitu
Sifat 1.2.3 1. Untuk setiap k (a) dan k (b) di K berlaku atau k (a) nk (b) =0 atau k (a) =k (b) . 2. uK =Uk(a)E~ k (a) = A. Bukti. 1. Untuk setiap k (a) dan, k (b) di JC senantiasa berlaku atau k (a) nk (b) =0atau k (a) nk (b) ~ 0 . Da.lam ha.l k (a) nk (b) ~ 0kita buktikan bahwa k (a) =k (b)., Ambil x E k (a). Maka x '" a. Misalkan .Y E k (a) nk (b). Kita punyai a '" y dan y '" b. Jadi x'" b atau x E k (b). Jadi telah kita buktikan k (a) ~ k (b). Dengan cara yang sejalan kita buktikan k -(b ) ~ k (a). Jadi k (a) =k (b). 2. Yang jelas berlaku ada.lah uJC ~ A. Selanjutnya ambil U E A. Maka u E k (u), jadi u E uJC. Dengan demikan berlaku uK ~ A, jadi
uK=A.
•
.~
Himpunan J C yang memuat subhimpunan tak hampa dari himpunan A yang memenuhi sifat 1 dan 2 da.lam Sifat 1.2.3 kita sebut partisi himpunan A. Jadi, dapat dikatakan himpunan klas ekivalen membentuk suatu partisi. Sebaliknya, setiap partisi himpunan A adaIah suatu him punan klas ekivalen untuk suatu relasi ekivalen di A yang sesuai. DaIam ha.l ini kita definisikan unsur x dan y di A mempunyai relasi, yaitu x Y, jika keduanya terkand'ung da.lam satu anggota partisL Relasi ini bersifat ekivalen, yaitu refteksif, simetris, dan transitif. f'oJ
Soal 1. Dengan Z menyatakan himpunan semua bilangan bulat, gambarkan himpunan Z x Z pada bidang terhadap sistem koordinat tegak lurus xOy t b b titik b k hi
2. Pada gambar dari himpunan Z x Z seperti pada soal nomor 1, manakah relasi R ;" untuk i = 1,2,3,4,5, dengan unsur (x , y) E R ;, memenuhi syarat berikut : Untuki=1
x<.y,
i=2
x:5 Y,
i=3
x
=Y ,
= i=
4 x> Y , 5 x 2 : : y. Manakah di antara relasi tersebut yang membentuk relasi ekivalen. i
3. Misalkan A suatu himpunan tak hampa dengan X, Y, dan Z subhimpunan dari A yang membentuk partisi darihimpunan A. Definisikan suatu relasi ekivalen pada himpuri"an A. 4. Untuk setiap bilan~-bulat.~ dan y di Z didefinisikan bahwa unsur x dan y mempu~ relasi, ditandai dengan x '" y, jika selisih x - y adalah bilangan genap. Thnjukkan bahwa '" suatu relasi ekivalen.. 5. Seperti pada soal nomor 4, sekarang didefinisikan x '" y jika selisih x - y adalah bilangan ganjil. Periksa apakah dalam hal ini '" suatu relasi ekivalen. Berikan penjelasan secukupnya atas jawaban Anda. '.
Kalau kepada kita diberikan dua himpunan, ada kalanya kita ingin mem bandingkan kedua himpunan itu. Misalnya kita ingin membandingkan banyaknya unsur yang dikandung dalam masing-masing himpunan. Pemetaan dapat kita lihat sebagai alat untuk membanding, yaitu melalui pengaitan unsurhimpunan yang satu dengan unsur himptman yang lain. Misalkan diketahui dua himpunan S dan T yang keduanya tak hampa. Pemetaan f dari S ke dalam T, kita tulis f : S -- T, adalah suatu cara yangmengaitkan setiap unsur xES dengan satu unsur YET. Pengaitan ini kita tandai dengan f : X 1--+ y. Pada hakekatnya setiap unsur di S dapat dikaitkan dengan paling sedikit satu unsur di Y. Misalnya unsur xES dikaitkan dengan unsur Y l dan Y 2 di T yang berbeda. Hal seperti ini tidak dapat terjadi pada f :S T Dengan demikian, gaitan f : untuk
semua unsur x E 8 akan mendefinisikan pemetaan 1:8 ---+ T jika dan hanya jika setiap x E 8 dikaitkan dengan satu YET. Dua pemetaan 1 : 8 ---+ T dan 9 : 8 ---+ T kita katakan sama jika memetakan setiap unsur x E 8 sarna. Dengan kata lain 1 = 9 jika 1(x) =9 (x) untuk semua x E 8. Untuk selanjutnya kita pandang pemetaan 1 : 8 ---+ T. Unsur yET dalam pengaitan 1: x ~ y kita tandai dengan 1(x), jadi y = 1(x), dan kita sebut bayangan atau peta dari x E.8 oleh I. Bayangan atau peta pemetaan 1: 8 ---+ T adaJah himpunan semua unsur yET yang merupakan peta suatu unsur x E 8. Bayangan (peta) pemetaan 1 8 ---+ T kita tandai dengan Peta(f). Jadi Peta(f)
= {y
lyE T, y
=1 (x)
untuk suatu x E 8}.
Unsur x E 8 yang dipetakan' oleh 1menjadi unsur yET kita sebut pmbayangan atau pmpeta dari y. Adapun himpunan 8 dan T dalam pemetaan 1: 8 ---+ T berturut-turut kita sebut daerah definisi dan daemh bayangan (daemh peta). Dua peinetaan seperti 1: 8 ---+ T dan 9 : T ---+ U, dengan S, T, dan U ketiganya himpunan talc hampa, dapat kita lakukan berturutturut; pertama 1kemudian g, dan kita peroleh pemetaan dari 8 ke dalam U. Pemetaan baru ini kita tandai dengan 91 : 8 ---+ U dan kita sebut komposisi pemetaan 9 dan I. Ketiga pemetaan ini dapat kita gambarkan dalam diagram komutatif berikut.
Setiap unsur x E 8 dipetakan oleh hubungan
gl menjadi unsur di U menurut
Perlu diperhatikan sebagai catatan bahwa komposisi 9 1didefinisikan jika daerah definisi pemetaan 9 sarna dengan daerah peta pemetaan I. Kom posisi didefinisikan untuk dua pemetaan. Untuk tiga pemetaan kita pu-
Sifat 1.3.1 Diketahui
tiga pemetaan f : 5 --+T, 9 : T --+V, dan h : V --+V. Maka komposisinya memenuhi sifat asosiatif: h (91) =(hg) f· Bukti.
Arnbil sebarang unsur xES.
(h (gl)) (x)
Jadi h(gl)
= h ((91)
= (hg) f·
(x))
=
h (g (f (x)))
Maka berlaku
= (hg)
(f (x))
= ((hg)
I) (x).
•
Dengan dernikian rnenurut Sifat 1.3.1 di atas, komposisi pernetaan f, 9 dan h terdefinisi, yaitu hgf : S --+V. Demikian pula, jika kita punyai n pernetaan fi : Si-l --+Si, untuk i=1,· · · , n, kornposisinya adalah Infn-l' . ·/1 : 80 --+Sn' Sekarang pandang pernetaan dari 8 ke dalarn 5 sendiri. Pernetaan dari 8 ke dalarn 8 yang rnernetakan setiap unsur'di S tetap kita narnakan pemetaan kesatuan atau pemetaan identitas. Pernetaan ini kita tandai dengan ids : 8 --+ S. Kalau hirnpunan S yang dirnaksud jeIas, kita tuliskan juga ids = id. Sekali Iagi ditekankan bahwa untuk pemetaan kesatuan ids-: 8~ berlaku ids (x) = x untuk sernua xES. Ada dua sifat yan~dimiliki oleh pernetaan kesatuan. Yang pertarna, , dua unsur yang dipetakan sarna, keduanya senantiasa sarna. Yang kedua, setiap unsur senantiasa rnernpunyai prapeta. Kedua sifat ini dipertegas berturut-turut dalarn dua definisi b'erikut untuk pernetaan f : 8 --+T.
Definisi 1.3.1 Pernetaan f : S --+T dikatakan satu-satu, atau injektil, jika untuk setiap unsur Xl dan X2 di S yang dipetakan sarna oleh f, yaitu I(xd = f ( X 2 ) , berlaku Xl = X 2 · Definisi 1.3.2 Pernetaan f : 8 --+T dikatakan pada, atau surjektil, jika untuk setiap unsur yET terdapat unsur x E 8 yang rnernenuhi f (x) = y. Menurut definisi di atas, pemetaan kesatuan ids : 8 --+S bersifat satu-satu dan pada, atau bijektif Untuk pernetaan f : S --+T yang bersifat pada, seIuruh hirnpunan T merupakan peta (bayangan) pernetaan f, yaitu Peta(f) =T. Selanjutnya akan kita buktikan sifat yang rnernberikan ciri kepada pemetaan satu-satu atau pada. Sifat 1.3.2 Pemetaan
f : S
T bersifat satu-satu jika dan hanya jika
+
S
f
1 -1
•• T
~} Bukti. (=» Misallca.n 1 : S yET kita definisikan pengaitan . { y.-.-. X, 9. Y .-.-. xo ,
S
T bersifat satu-satu.
+
Untuk setiap
jib y E Peta(f) dengan 1(x) = y, jib yET -:- Peta (f) , untuk suatu Xo E S.
Karena 1: S --+T bersifat satu-satu, untuk setiap y E Peta (f) hanya ada satu xES yang memenuhi 1(x) = y. Dengan demikian, setiap unsur y E Peta (f) dikaitkan dengan satu unsur xES. Selanjutnya, - Peta (f) dikaitkan dalam hal '1'- Peta (f) : F 0 setiap unsur yET ~ . dengan satu unsur X o E S. Pengaitan ini cukup dengan memilih hanya satu X o E S. Dalam hal T-:' Peta (f) =0 pengaitan terakhir tidak kita lakukan (pengaitan pertama sudah meliputi semua UllSur di T, karena Peta (f) = T). Pengaitan di atas m.lWdefinisikanpemetaan 9 : T --+S. Setiap unsur xES memenuhi nubungan
Kita peroleh gl = ids. (<=) Misalkan terdapat pemetaan 9 : T --+S yang memenuhi gl = ids. Untuk setiap Unsur Xl dan X2 di S yang memenuhi 1 (xd = 1 (X2) berlaku Di sini y
= 1 (X ).
9 (f (Xl»
(g/) (Xl) ids (Xl) Xl
-g (/ (% 2 » - (gf) (X 2) -ids (% 2 )
- X 2 .
\,Bab 1 Himpunan
Pemetaan g : T ---+ S seperti d8.t~.2, yaitu 'yang memenuhi hubungan gl = ids kita namakan balikan kin (invers kin) pemetaan 1: S ---+ T. Sejalan dengan Sifat 1.3.2 kita punyai sifat berikut yang memberikan ciri kepada pemetaan pada. Sifat 1.3.3 Pemetaan 1: S ---+ T bersilat pada jika dan hanya jika terdapat pemetaan h : T ---+ S yang memenuhi 1h = id T·
Oalam diagram digambarkan sebagai berikut.
l~ c S
f
~
pada
T
Bukti. (= = = » Misalkan 1 :S ---+ T bersifat pada. Untuksetiap yET pandang subhimpunan Sy
={x
I xES,
I( x)
= y}
unsur
.
Karena 1: S ---+ T pada, untl,lk setiap yET subhimpunan Sy tak hampa. Selanjutnya setiap unsur yET kita kaitkan dengan satu dan hanya satu unsur x E Sy; kita peroleh pengaitan h : y 1---+ x. Pengaitan ini mendefinisikan pemetaan h : T ---+ S. Untuk semua yET berlaku
Oi sini h (y) = x dan x E SfI. Oengan demikian, kita peroleh fh = id T. (<==) Sebaliknya, misalkan terdapat h : T ---+ S yang memenuhi Ih = id T. Untuk unsur yET pilih x = h (y) di S. Kita peroleh
Ini menunjukkan bahwa pemetaan
J, :
S ---+ T bersifat pada.
•
Pemetaan h : T ---+ S seperti dalam Sifat 1.3.3, yaitu yang memenuhi Ih = id T , kita namakan balikan /canan (invers kanan) pemetaan 1 : S ---+ T. Pemetaan 1: S ---+ T dimungkinkan untuk sekaligus bersifat satu-satu dan pada. Sifat berikut memberikan ciri kepada pemetaan
Sifat 1.3.4 Pemetaan 1:S -+T bersilat satu-satu dan pada jika dan hanya jika terdapat pemetaan 9 : T -+S yang memenuhi 91 =ids dan fg =id T. Pemetaan 9 : T -+S juga bersilat satu-satu dan pada. DaJam diagram digambarkan sebagai berikut.
i~ S
I
•
T
I
S
Bukti. Menurut Sifat 1.3.2 dan Sifat 1.3.3 berturut-turut terdapat 9 : T -+ S dan h : T -+ S yang memenuhi hubungan gl = ids dan fh = id T . Untuk melengkapi bukti, cukup kita tunjukkan 9 = h. Dengan menerapkan Sifat 1.3.1 kita peroleh g.- g. id T =g(Jh)=
(gJ) h
=
ids' h = h.
Jadi gl =ids dan Ig _id-r. Selanjutnya, pemetaan 9 : T -+S juga mempunyai baJikan"kiri clan balikan kanan, yaitu 1:S -+T. Jadi juga bersifat satu-satu dan pada. • Pemetaan 9 : T -+S dalam Sifat 1.3.4 kita namakan balikan (invers) pemetaan I: S -+T. Dalam haJ S =T, kita punyai g: S -+S yang memenuhi gl = Ig =ids· . Pandang himpunan Z, himpunan semua bilangan bulat, dan peme2n untuk taan 1:Z -+Z yang didefinisikan oleh pengaitan 1: n ~ semua n E Z. Dalam pemetaan ini setiap bilangan bulat dikaitkan dengan. bilangan genap. Pemetaan 1: Z -+Z bersifat satu-satu, tetapi tidak pada. Sebaliknya, pemetaan < p : Z -+Z yang didefinisikan oleh pengaitan
. { n 1--+ j, jika n genap, n 1--+ 0, jika n ganjil. •
Contoh di atas dimungkinkan oleh himpunan Z yang tak hingga. Untuk himpunan 8 yang hingga dan tak harnpa kita punyai sifat berikut.
Sifat 1.3.5 Misalkan 8 suatu himpunan hingga yang tak hampa. Pemetaan f : 8 8 bersifat satu-satu jika dan hanya jika pemetan f : 8- S bersifat pada. Bukti. Misalkan S memuat n unsur dan tulis S = {al,'" ,Un}. S bersifat satu-satu; dan andaikan f : (==» Misalkan f : S 8 8 tidak bersifat pada. Ini berarti peta f (al) , ... , f (Un) tidak semuanya berbedaj terdapat indeks idan j, i= F j, dengan f (lli) = f (aj). S satu-satu, mam berlaku ai = aj. Kesamaan yang Karena f : S terakhir ini mustahil. Dengan demikian haruslah pemetaan f :8 S bersifat pada. '. (<=) Misalkan f : S 8 bersifat pada. Kita punyai
Dengan demikian, untuk setiap ai dan aj di 8, dengan i= F j, berlaku f (ai) = F f (aj)' Menurut Definisi 1.3.1, pemetaan f : 8 8 bersifat satu-satu. • Kita lihat lagi Sifat 1.3.4, khususnya untuk himpunan 8 dan T yang sarna. Pemetaan f : 8 8 mempunyai balikan, yaitu pemetaan 9 : $ juga mempunyai balikan, 8 8. Sebaliknya, pemetaan 9 : S yaitu f : 8 S. Dengan demikian, pemetaan 9 : 8 S juga bersifat S satu-satu dan pada. Lebih dari itu, pemetaan identitas ids : 8 juga bersifat satu-satu dan pada. Sehubungan dengan ini dapat kita katakan komposisi gf : 8 8 bersifat satu-satu dan pada. Untuk hal yang umum kita punyai sifat berikut.
Sifat 1.3.6 Misalkan 8, T, dan U adalah himpunan tak hampa. a. Jika pemetaan f komposisi 9f : S b. Jika pemetaan f komposisi 9f : S -
:S T dan 9 : T U bersifat satu-satu, maka U juga bersifat satu-satu. : 8T dan 9 : T U bersifat pada, maka U juga bersifat pada.
Bukti. a. Menurut Sifat 1.3.2 terdapat pemetaan il: T
8 dan
gIg =idT . Pandang komposisi flgl : U --. Sifat 1.3.1 (sifat asosiatif) kita peroleh (fIgl)
(gf)
= fl
((gIg) J)
S. Dengan menggunakan
= fI (id T . J) =
fI!
= ids·
Hubungan ini mengatakan, bahwa pemetaan gf : S --. U mempunyai baIikan kiri flgl : U --. S. Menurut Sifat 1.3.2, pemetaan gf : T --. U bersifat satu-satu. b. Bukti butir ini sejalan dengan bukti butir a. Karena itu diserahkan kepada pembaca sebagai latihan. •
Soal 1. Diketahui himpunan A dan B yang tak hampa. Berikan syarat untuk relasi R ~ A x B yang·mempunyai sifat: untuk setiap unsur (x , Y ) E R pengaitan f : x ......- y mendefinisikan pemetaan f :
A --. B. 2. Tanda lR menyatakan himpunan bilangan nyata. Gambarkan him punan'lR x lR pada bidang terhadap sistem koordinat xOy. Dengan merujuk kepada soal nomor 1, gambarkan relasi S dari lRx lRyang memberikan pemetaan f :lR --. lR yang bersifat : a. Satu-satu tetapi tidak pada. b. Pada tetapi tidak satu-satu. c. Tidak sat4-satu::dan tidak pada. d. Satu-satu dan pada. 3. Jika pemetaan 9 : R . --.lR bersifat konstan, gambarkan relasi S ~ lR x lR yang mendefinisikan pemetaan 9 : lR --. lR tersebut.
1.4
Sistem matematika
Pandang himpunan S yang tak hampa. Hasil kali silang S x S adaIah himpunan semua pasang terurut (x, y) dengan x dan y di s. Kita tuliskan
S x S ={(x,y)
I x,
y di S}.
Pengertian operasi kita ketengahkan dalam definisi berikut.
Deftnisi 1.4.1 Operasi pada himpunan S yang tak hampa adaIah pe-
Misalkan operasi pada 8 kita tandai dengan o. Jadi, kita punyai pemetaan 0: 8 x 8 --+8. Untuk pasang (a, b ) di 8 x 8, peta pemetaan ini kita sebut hasil operasi dan kita tandai dengan aob. Dengan demikian, untuk setiap pasang (a, b ) E 8 x 8 kita punyai pengaitan 0 : (a, b ) ~ a 0b. Untuk selanjutnya operasi ini boleh kita sebut "operasi lingkaran kedl" . Untuk eontoh, pandang himpunan bHangan bulat Z. Pada Z kita kenal operasi tambah dan operasi kali. Sehubungan dengan operasi ini berturut-turut kita punyai pemetaan + : Z X Z --+Z yang didefinisikan a + b, dan pemetaan x : Z X Z --+Z yang oleh pengaitan + : (a, b) ~ a x b. HasHoperasi a + b dan didefinisikan oleh pengaitan x : (a, b) ~ a x b berturut-turut kita sebut hasil tambah dan hasil kali. HasHkali a x b kita tuliskan juga sebagai ab; jadi kita punyai a x b = ab dan pengaitan ab. di atas menjadi x : (a, b) ~ Himpunan 8 yang tak hampa yang dilengkapi dengan s,:!atu operasi kita sebut sistem matematika. Dalam hal 8 dengan operasi lingkaran keeil, sistem matematikanya kita tandai dengan (8, 0 ). Dalam contoh di atas, kita punyai sistem matematika (Il, +) dan (Z, x). Di sini kita ketengahkan sistem matematika yang dilengkapi dengan satu operasi. Pada hakekatnya sistem matematika boleh memiliki lebih dari satu operasi. Pada himpunan Z kita kenaI dua operasi. Dapat kita katakan himpunan Z dilengkapi de-ngan dua operasi, yaitu operasi tambah dan operasi kali; kita punyai sistem matematika (Z,+, x). Untuk selanjutnya istilah sistem matematika sering disingkat hanya dengan sistem. Demikian juga penulisan (8, 0); kalau operasi yang dimaksud jelas, hanya kita tulis dengan 8. Maksud ini kita tuliskan dalam kesamaan (8,0) = 8. Sifat operasi adalah sifat yang dipenuhi oleh, atau berlaku untuk, hasHoperasi. Misalnya, sifat operasi tambah pada sistem '(Z, +) adalah: 1. a + b = b + a untuk semua a, b di Z. 2. (a + b) + c =a + (b + c) untuk semua a, b, c di Z. 9. Terdapat bilangan 0 E Z yang memenuhi a + 0 = 0 + a = a untuk semua a E Z. 4. Untuk semua a E Z terdapat bilangan -a E Z yang memenuhi a
+ (-a) = (-a) + a =
Dala
O.
ntoh di atas kit kataka ju
sist
(Z +)
hi sifat 1,
Sekarang pandang suatu sistem (8,o) dan subhimpunan T dari 8 yang tak hampa. Kita punyai T x T ~ 8 x 8. Selanjutnya kita misalkan bahwa pemetaan 0: 8 x 8 --+8 memetakan T x T ke dalam T. Dengan demikian kita punyai pemetaan 0 : T x T --+ T, yaitu pemetaan 0 : 8 x 8 --+8 Yang dibatasi pada T x T dan memetakan T x T ke dalam T. Kita katakan subhimpunan T tertutup terhadap operasi 0di 8. Kita peroleh sistem (T, 0) yang kita sebut subsistem dari (8, 0). Pengertian tertut!lp kita kenakan juga pada hasil operasi, yaitu untuk setiap a dan b di T berlaku a 0bET. Sebagai contoh, pandang himpunan J yang terdiri atas semua bilangan bulat positifj jadi J c Z. Subhimpunan J tertutup terhadap operasi + dan operasi x di Z. Kita punyai subsistem (J , +) dan (J , x) berturut-turut dari (Z, +) dan (Z,x). Di samping itu, (J , +, x) juga merupakan subsistem dari (Z, +, x). Untuk contoh yang lain, pandang himpunan 8 yang tak hampa dan himpunan :F Yang terdiri atasi semua pemetaan dari 8 ke dalam 8. Operasi pada:F., yaitu pemetaan x : :F x:F --+:F, didefinisikan oleh penga. itan x : (g, f) .-- 91 untuk setiap 9 dan 1 di:F, dengan gl menyatakan komposisi pemetaan 9 dan I. Jadi, hasil kali dua pemetaan adalah kom posisi dua -pemetaan tersebut. Berdasarkan Sifat 1.3.1 dan sifat pemetaan kesatuan kita punyai sifat berikut.
Sifat 1.4.1 Misalkan 8; himpunan tak hampa dan
:F
= {I I 1 : 8 --+8} .
Maka sistem (:F, x) memenuhi : 1. Untuk setiap I, g, dan h di :F berlaku (hg) 1 =h (g f) . 2. Terdapat ids E :F yang memenuhi 1 x ids = ids x 1 = 1 untuk semua
1E F. Pembaca dianjurkan untuk memeriksa keberlakuan Sifat 1.4.1 di atas. Selanjutnya, pandang subhimpunan F' dari F, yaitu
:F ' ' {I liE
F,
1
satu-satu dan pada}.
Menurut Sifat 1.3.6, dua pemetaan yang masing-masing bersifat satusatu dan pada, komposisinya juga bersifat satu-satu dan pada. Dengan demikian, subhimpunan :F ' tertutup terhadap operasi kali di F, dan kita punyai subsistem (F', x) dari (F, x). Berdasarkan Sifat 1.3.4 dan Sifat
:F' = {I
II
: S ---+ S satu-satu dan pada} .
Terhadap komposisi, sistem (F', x) memenuhi : 1. (hg) 1= h (gl) untuk setiap I, g, dan h di :F'. 2. Terdapat ids E ;:" yang bersilat I . ids = ids . I
= I
IE :F'. 3. Untuk setiap I E :F' terdapat 9 E ;:" yang memenuhi Ig
untuk semua
=
gl
= ids.
Pemetaan 9 dalam Sifat 1.4.2 butir 3 adalah pemetaan balikan dari pemetaan I dan kita tandai dengan 1-1. Jadi 1-1 = 9 dan 11- 1 1-11 =ids.
1. Diberikan suatu himpunan A rasi pada himpunan A.
= {aI, a2,a3}' Definisikan suatu
ope-
2. Diberikan suatu himpunan B = {bo, b1,~, b 3 }. Definisikan suatu operasi pada himpunan B, h~il operasinya dituliskan sebagai hasil kali, dengan sifat terdapat unsur e E B yang memenuhi eb i = bie = b i untuk semua i=0,1,2,3. 3. Diberikan himpunan B = {bo, b1,~, b3 } seperti dalam soal nomor 2. Definisikan dua operasi yang berbeda pada himpunan B yang mempunyai dua sifat : . a. Terdapat unsur e E B yang memenuhi eb i = bie = b i untuk semua i=0,1,2,3. b. Untuk setiap unsur bi E B terdapat unsur bi1 E B yang memenuhi b ibi 1 = b 11b i = e. (Petunjuk: Buat tabel hasil"operasi) 4. Pandang sistem matematika (B, x) yang diperoleh dalam soal nomor 3. Thnjukkan bahwa terhadap masing-masing operasi yang didefinisikan dalam soal nomor 3 tersebut senantiasa berlaku bib; = bjb i untuk semua unsur b i dan bj di B.