MENELUSURI SEJARAH CAROK DAN CLURIT MADURA
Abstract
Carok not refer to all forms of violence that occur or do the people of Madura, as long as these people think outside of Madura. Rather, an institutionalization of violence are strongly associated with the structure of cultural cultural,, social, social, socio-ec socio-econom onomic ic conditi conditions, ons, religio religion n and educatio education. n. Historically, society has been known carok Madura since centuries ago. Carok, in that it acts as if the only thing to do. The perpetrators carok seeme seemed d unabl unablee to find find and choose choose other other options options in an effo effort rt to find find solutions when they are experiencing conflict. Why should carok? For, considered considered to be more fulfilling sense of justice. Carok, also a carok Poor actors express more forward tact because those behaviors are physically aggressive to kill the people who are considered enemies. Thus, conflicts that stem from self-abuse will never achieve reconciliation. Latar Belakang
Carok adalah tradisi pembunuhan karena alasan tertentu yang berkaitan dengan harga diri diri dan kemudi kemudian an diikut diikutii oleh oleh antar antar kelomp kelompok ok atau atau antar-k antar-klan lan menggu menggunak nakan an senjat senjataa (biasanya celurit). Tidak ada peraturan resmi dalam pertarungan ini karena carok merupakan tindakan yang dianggap negatif dan kriminal dan ilegal. Ini adalah bagaimana orang Madura dalam mempertahankan harga diri dan “keluar” dari masalah yang rumit. Biasanya, “carok” adalah cara terakhir oleh masyarakat Madura dalam memecahkan masalah. Carok biasanya terjadi ketika masalah datang yang menyangkut kehormatan / kebanggaan bagi orang-orang Madura (sebagian (sebagian besar disebabkan disebabkan ketidaksetia ketidaksetiaan an dan martabat / kehormatan kehormatan keluarga) Banyak yang menganggap carok adalah tindakan keji dan bertentangan dengan ajaran agama meskipun orang Madura sendiri kental dengan agama Islam secara umum, namun, secara individu, banyak yang masih memegang tradisi carok. Kata carok sendiri berasal dari bahasa Madura yang berarti ‘bertarung dengan kehormatan’.
Asal Mula Carok
Carok dan celurit laksana dua sisi mata uang. Satu sama lain tak bisa dipisahkan. Hal ini muncul di kalangan orang-orang Madura sejak zaman penjajahan Belanda abad 18 M. Caro Carok k meru merupa paka kan n simb simbol ol kesa kesatr tria ia dala dalam m memp memper erju juan angk gkan an harg hargaa diri diri (keh (kehor orma mata tan) n).. Pada zaman Cakraningrat, Joko Tole dan Panembahan Semolo di Madura, tidak mengenal budaya tersebut. Budaya yang ada waktu itu adalah membunuh orang secara kesatria dengan menggunakan pedang atau keris. Senjata celurit mulai muncul pada zaman legenda Pak Sakera. Sakera. Mandor Mandor tebu dari Pasuruan Pasuruan ini hampir hampir tak pernah meninggalkan meninggalkan celurit setiap pergi ke kebun untuk mengawasi para pekerja. Celurit bagi Sakera merupakan simbol perlawanan rakyat jelata. Lantas apa hubungannya dengan carok?Carok dalam bahasa Kawi kuno artinya perkelahian. Biasanya melibatkan dua orang atau dua keluarga besar. Bahkan antarpenduduk sebuah desa di Bangkalan, Sampang, dan Pamekasan. Pemicu dari carok ini berupa perebutan 1
kedudukan di keraton, perselingkuhan, rebutan tanah, bisa juga dendam turun-temurun selama bertahun-tahun.Pada abad ke-12 M, zaman kerajaan Madura saat dipimpin Prabu Cakraningrat dan abad 14 di bawah pemerintahan Joko Tole, istilah carok belum dikenal. Bahkan pada masa pemerintahan Penembahan Semolo, putra dari Bindara Saud putra Sunan Kudus di abad ke-17 M tidak ada istilah carok.Munculnya budaya carok di pulau Madura bermula pada zaman penjajahan Belanda, yaitu pada abad ke-18 M. Setelah Pak Sakerah tertangkap dan dihukum gantung di Pasuruan, Jawa Timur, orang-orang bawah mulai berani melakukan perlawanan pada penindas. Senjatanya adalah celurit. Saat itulah timbul keberanian melakukan perlawanan.Namun, pada masa itu mereka tidak menyadari, kalau dihasut oleh Belanda. Mereka diadu dengan golongan keluarga Blater (jagoan) yang menjadi kaki tangan penjajah Belanda, yang juga sesama bangsa. Karena provokasi Belanda itulah, golongan blater yang seringkali melakukan carok pada masa itu. Pada saat carok mereka tidak menggunakan senjata pedang atau keris sebagaimana yang dilakukan masyarakat Madura zaman dahulu, akan tetapi menggunakan celurit sebagai senjata andalannya. Senjata celurit ini sengaja diberikan Belanda kepada kaum blater dengan tujuan merusak citra Pak Sakera sebagai pemilik sah senjata tersebut. Karena beliau adalah seorang pemberontak dari kalangan santri dan seorang muslim yang taat menjalankan agama Islam. Celurit digunakan Sakera sebagai simbol perlawanan rakyat jelata terhadap penjajah Belanda. Sedangkan bagi Belanda, celurit disimbolkan sebagai senjata para jagoan dan penjahat.Upaya Belanda tersebut rupanya berhasil merasuki sebagian masyarakat Madura dan menjadi filsafat hidupnya. Bahwa kalau ada persoalan, perselingkuhan, perebutan tanah, dan sebagainya selalu menggunakan kebijakan dengan jalan carok. Alasannya adalah demi menjunjung harga diri. Istilahnya, daripada putih mata lebih baik putih tulang. Artinya, lebih baik mati berkalang tanah daripada menanggung malu.Tidak heran jika terjadi persoalan perselingkuhan dan perebutan tanah di Madura maupun pada keturunan orang Madura di Jawa dan Kalimantan selalu diselesaikan dengan jalan carok perorangan maupun secara massal. Senjata yang digunakan selalu celurit. Begitu pula saat melakukan aksi kejahatan, juga menggunakan celurit.Kondisi semacam itu akhirnya, masyarakat Jawa, Kalimantan, Sumatra, Irian Jaya, Sulawesi mengecap orang Madura suka carok, kasar, sok jagoan, bersuara keras, suka cerai, tidak tahu sopan santun, dan kalau membunuh orang menggunakan celurit. Padahal sebenarnya tidak semua masyarakat Madura demikian.
Penyebab Carok
Di Madura, carok umumnya berkaitan dengan masalah perempuan atau masalah irigasi, yaitu persoalan perairan di sawah. Ketika ada air dari sungai besar dialirkan ke sawah yang lain atau ditutup sehingga sawah yang jauh tidak kebagian air, sehingga terjadi pertengkaran karena tanaman sawahnya terganggu. Di samping itu, Kebanyakan, orang madura lebih percaya kepada pembicaraan orang lain, walaupun hanya kabar angin. Seperti istrimu diselingkuhi, padahal tujuannya hanya untuk merusak, motif –motif ini juga menjadi awal terjadinya carok. Budaya sarung yang ada di Madura, kebanyakan didominasi oleh masyarakat yang pernah tinggal di Pondok Pesantren. Dengan memondokkan anaknya di pesantren maka perilaku memakai sarung terbawa hingga masa -masa dewasa. Sebagai pakaian sehari –hari, 2
era tahun 2000 mulai ngettran budaya memakai sarung dan peci, banyak juga masyarakat Madura menyontoh sikap para blater ( bajingan ) dengan memakai peci ( songkok ) yang tinggi, tujuannya biar mereka ditakuti atau dianggap seorang blater, dengan membawa celurit atau senjata tajam. padahal blater yang sebenarnya memiliki sikap yang royal, baik hati dan bijaksana. Celurit Madura ada banyak bentuknya, ada Bangtoroi dan Bulu Ajem ( bulu ayam) serta Kedang saarep ( Mirip Pisang ) panjang di depan agak melikuk. Di daerah Galis dan Blega ada yang namanya calok bujur , bentuknya sama –sama memiliki keunggulan, barangkali itu agak tipis seperti samurai. Carok jarang terjadi dengan orang –orang pendatang, masyarakat luar Madura. Carok terjadi antara masyarakat Madura sendiri. Carok bisa secara berkelompok, kalau orang desa yang satu dengan desa lain ada konflik, cara bercaroknya bisa direncanakan, misalnya antara masyarakat kota Sampang dan Pamekasan beberapa tahun yang lalu, yang terjadi di kota Surabaya. Hukum bagi orang yang bercarok sebenarnya bersifat tidak tertulis, namun pemerintah harus menghukum setiap pembunuh dengan hukuman penjara. Di Madura sendiri ada hukum yang tidak tertulis, pelaku carok yang membunuh musuhnya, hukumannya dia akan dikucilkan dari pergaulan di masyarakat. Dampaknya, anak –anak dan keturunannya bisa mendapatkan hal serupa. Sebagai masyarakat Madura, kita seharusnya mampu memperkenalkan segi positif dari carok. Kita harus lebih banyak merilis berbagai segi positif perihal carok, agar orang tahu bahwa carok itu bukan budaya orang Madura. Kita seharusnya menceritakan bahwa carok bukan kebiasaan Madura. Semakin banyak dirilis dari segi positifnya, maka anggapan buruk tentang carok akan menghilang dengan sendirinya. Bahkan, dalam pemilihan kepala desa ( klebun) pun sering terjadi carok karena adanya fanatisme terhadap tokoh –tokoh yang ada di masyarakat, bahkan sampai menghabiskan uang berjuta –juta rupiah. Orang Madura terbiasa menyebut kata carok ketika melihat ada dua orang yang bertengkar atau berkelahi. Pertengkaran di Madura ada dua, Carok dan Atokar ,
Carok adalah pertengkaran antara dua orang yang memakai celurit dan ada korbannya. kalau Atokar adalah jenis pertengkaran karena ada kesalah pahaman atau karena faktor balas dendam tetapi tidak memakai senjata. Di Madura, peristiwa ini sering terjadi terutama di kampung –kampung pedalaman sehingga, menjaga diri dan perasaan orang lain, adalah cara yang lain untuk menghindari terjadinya carok antar masyarakat Madura.
Analisis terjadinya Carok 3
Teori-teori utama mengenai sebab-sebab konflik adalah: a. Teori hubungan masyarakat Menganggap bahwa konflik disebabkan oleh polarisasi yang terus terjadi, ketidakpercayaan dan permusuhan di antara kelompok yang berbeda dalam suatu masyarakat. Sasaran: meningkatkan komunikasi dan saling pengertian antara kelompok yang mengalami konflik, serta mengusahakan toleransi dan agar masyarakat lebih bisa saling menerima keragaman yang ada didalamnya. b. Teori kebutuhan manusia Menganggap bahwa konflik yang berakar disebabkan oleh kebutuhan dasar manusia (fisik, mental dan sosial) yang tidak terpenuhi atau dihalangi. Hal yang sering menjadi inti pembicaraan adalah keamanan, identitas, pengakuan, partisipasi, dan otonomi. Sasaran: mengidentifikasi dan mengupayakan bersama kebutuhan mereka yang tidak terpenuhi, serta menghasilkan pilihan-pilihan untuk memenuhi kebutuhan itu. c. Teori negosiasi prinsip Menganggap bahwa konflik disebabkan oleh posisi-posisi yang tidak selaras dan perbedaan pandangan tentang konflik oleh pihak-pihak yang mengalami konflik. Sasaran: membantu pihak yang berkonflik untuk memisahkan perasaan pribadi dengan berbagai masalah dan isu dan memampukan mereka untuk melakukan negosiasi berdasarkan kepentingan mereka daripada posisi tertentu yang sudah tetap. Kemudian melancarkan proses kesepakatan yang menguntungkan kedua belah pihak atau semua pihak. d. Teori identitas Berasumsi bahwa konflik disebabkan oleh identitas yang terancam, yang sering berakar pada hilangnya sesuatu atau penderitaan di masa lalu yang tidak diselesaikan. Sasaran: melalui fasilitas lokakarya dan dialog antara pihak-pihak yang mengalami konflik, sehingga dapat mengidentifikasi ancaman dan ketakutan di antara pihak tersebut dan membangun empati dan rekonsiliasi di antara mereka. e. Teori kesalahpahaman antarbudaya Berasumsi bahwa konflik disebabkan oleh ketidakcocokan dalam cara-cara komunikasi di antara berbagai budaya yang berbeda. Sasaran: menambah pengetahuan kepada pihak yang berkonflik mengenai budaya pihak lain, mengurangi streotip negatif yang mereka miliki tentang pihak lain, meningkatkan keefektifan komunikasi antarbudaya. f. Teori transformasi konflik 4
Berasumsi bahwa konflik disebabkan oleh masalah-masalah ketidaksetaraan ketidakadilan yang muncul sebagai masalah sosial, budaya dan ekonomi.
dan
Sasaran: mengubah struktur dan kerangka kerja yang menyebabkan ketidaksetaraan dan ketidakadilan termasuk kesenjangan ekonomi, meningkatkan jalinan hubungan dan sikap jangka panjang di antar pihak yang berkonflik, mengembangkan proses dan sistem untuk mempromosikan pemberdayaan, keadilan, perdamaian, pengampunan, rekonsiliasi, pengakuan. Carok selalu dilakukan sebagai tindakan pembalasan terhadap orang yang melakukan pelecehan harga diri, terutama gangguan terhadap istri sehingga menyebabkan malu. Dalam konteks itu, carok mengindikasikan monopoli kekuasaan suami terhadap istri Orang Madura selalu menjaga diri dan wibawa keluarga. adagium “ ethembeng pote tolang kathembeng poteh mata” Lebih baik mati atau putih tulang dari pada menanggung malu. Orang Madura merasa sulit untuk memaafkan apabila dipermalukan atau keluarganya dipermainkan. Carok bisa dikategorikan menjadi dua, ada carok yang spontans dan carok yang direncanakan. Kalau carok yang spontans, saat ini sulit terjadi karena orang Madura sekarang jarang membawa senjata tajam ( sikep). Mereka pergi ke sawah dengan membawa senjata terkadang hanya untuk menjaga diri, pada umumnya orang itu sudah memiliki musuh, Proses terjadinya carok, di mulai dengan adanya perjanjian, pihak yang pertama biasanya memberi tahu pihak yang kedua melalui orang lain untuk bertemu di tempat tertentu.
Kesimpulan dan Solusi
Carok adalah pertengkaran antara dua orang yang memakai celurit dan ada korbannya. kalau Atokar adalah jenis pertengkaran karena ada kesalah pahaman atau karena faktor balas dendam tetapi tidak memakai senjata. Di Madura, peristiwa ini sering terjadi terutama di kampung –kampung pedalaman sehingga, menjaga diri dan perasaan orang lain, adalah cara yang lain untuk menghindari terjadinya carok antar masyarakat Madura. Sebagai masyarakat Madura, kita seharusnya mampu memperkenalkan segi positif dari carok. Kita harus lebih banyak merilis berbagai segi positif perihal carok, agar orang tahu bahwa carok itu bukan budaya orang Madura. Kita seharusnya menceritakan bahwa carok bukan kebiasaan Madura. Semakin banyak dirilis dari segi positifnya, maka anggapan buruk tentang carok akan menghilang dengan sendirinya.
Referensi
De Jonge, H. l989 Madura Dalam Empat Jaman: Pedagang, Perkembangan Ekonomi dan Islam: Suatu Studi Antropologi Ekonomi. Jakarta: P.T. Gramedia. Koentjoroningrat. 1992. Beberapa Pokok Antropologi Sosial . Jakarta : PT Dian Rakyat 5
Wiyata, A.Latief, Carok, Konflik Kekerasan dan Harga Diri Orang Madura , LkiS Yogyakarta, Yogyakarta, 2002.
6