<>
BAB I PENDAHULUAN I.1
Latar Belakang
Di era globalisasi seperti saat ini yang sudah semakin canggih, dimana ilmu pengetahuan dan teknologi sudah sangat berkembang, baik itu dalam bidang teknologinya maupun dalam pengetahuannya. Hal ini tentunya memberi dampak atau manfaat yang baik untuk kita dalam berkehidupan sebagai manusia. Ilmu kimia analisis tidak bisa lepas dengan bidang ilmu yang lain, misalkan dengan ilmu statistika, terutama terkait dengan penggunaan statistika untuk pengolahan data hasil anaslisis. Pada awalnya, tujuan utama kimia analisis adalah terkait dengan penentuan komposisi suatu senyawa dalam suatu bahan/sampel yang lazim disebut dengan Kimia Analisis kualitatif. Dalam kimia analisis modern, aspek-aspeknya tidak hanya mencakup kimia analisis kualtitaif, akan tetapi juga mencakup kimia analisis kuantitatif baik dengan menggunakan metode konvensional maupun dengan metode modern (Gandjar, 2012). Pada analisis kimia dikenal berbagai macam cara penetapan kadar baik yang memakai gravimetri maupun volumetri. Secara garis besar klasifikasi volumetri dapat dibagi menjadi: Titrasi asam-basa, titrasi redoks, titrasi, pengendapan, dan titrasi kompleksometri. Pada percobaan ini saya akan membahas tentang “Titrasi pengendapan (Argentometri)”. Istilah Argentometri diturunkan dari bahasa latin Argentum, yang berarti perak. Jadi, Argentometri merupakan salah satu cara untuk menentukan kadar zat dalam suatu larutan yang dilakukan dengan titrasi berdasar pembentukan endapan dengan ion Ag+ (Khopkar, S.M, 2010). Argentometri sering digunakan untuk menetapkan kadar garam dapur, potassium, dan bromida. Selain itu dalam bidang farmasi, argentometri sering digunakan untuk menetapkan kadar obat seperti Papaverin HCl. Umumnya zat yang ditetapkan kadarnya adalah zat yang mengandung halogen karena halogen mudah bereaksi dengan ion Ag+ dan membentuk endapan. Namun selain halogen, ada juga zat bukan halogen yang biasa ditetapkan kadarnya yaitu Kalium Tiosianat. Macam-macam metode pengendapan dalam
<>
titrasi argentometri yaitu metode Mohr, metode Volhard, metode K. Fajans dan metode Liebig (Al. Underwood, 1992). I.2
Maksud dan Tujuan
I.2.1
Maksud Percobaan
Mengetahui dan mempelajari serta memahami cara menentukan kadar suatu senyawa dengan menggunakan metode argentometri. I.2.2
Tujuan Percobaan
Menentukan kadar NaCl dengan menggunakan metode Mohr dan menentukan kadar vitamin B1 dengan menggunakan metode Volhard. I.3
Prinsip Percobaan
Dimana reaksi pegendapan yang cepat mencapai kesetimbangan pada setiap penambahan titran, tidak ada pengotor yang mengganggu dan diperlukan indikator untuk melihat titik akhir titrasinya. I.4
Reaksi Percobaan
Reaksi pada percobaan ini yaitu : 1. Metode Mohr AgCl + NaCl AgCl + K 2CrO4 2Ag+ + CrO4² ¯ 2.
AgCl AgCrO4 Ag2CrO4 ( Merah Bata)
Metode Volhard Ag+ + SCN ¯
AgSCN
Fe3+ + SCN ¯
Fe (SCN)3 (Merah)
BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1
Teori Umum
<>
Argentometri merupakan metode umum untuk menetapkan kadar halogenida dan senyawa-senyawa lain yang membentuk endapan dengan perak nitrat (AgNO3) pada suasana tertentu (M.S, Sudjadi, 2012). Argentometri termasuk salah satu cara analisis kuantitatif dengan sistem pengendapan. Cara analisis ini biasanya dipergunakan untuk menentukan ion-ion halogen, ion perak, ion tiosianat serta ion-ion lainnya yang dapat diendapkan oleh larutan standarnya. Dalam titrasi argentometri ini terdapat 4 cara untuk menentukan titik akhir atau titik ekivalen, yaitu (Gandjar, 2012): 1. Metode Mohr Metode ini dapat digunakan untuk menetapkan kadar klorida dan bromida dalam suasana netral dengan larutan baku perak nitrat dengan penambahan kalium kromat sebagai indikator. Pada permulaan titrasi akan terjadi endapan perak klorida dan setelah tercapai titik ekivalen, maka penambahan sedikit perak nitrat akan bereaksi dengan kromat dengan membentuk endapan perak kromat yang berwarna merah dengan reaksi (Gandjar, 2012) : CrO42-
+
2Ag+
(
Ag2CrO4
Titrasi dengan cara ini harus dalam suasana netral atau dengan sedikit alkalis, pH 6,5 – 9,0. Dalam suasana asam, perak kromat larut karena terbentuk dikromat dan dalam suasana basa akan terbentuk endapan perak hidroksida. Reaksi yang terjadi adalah (Gandjar, 2012) : Asam : 2CrO42- + 2H- ↔ CrO72- + H2O Basa : 2 Ag+ + 2 OH- ↔ 2 AgOH 2AgOH ↔ Ag2O + H2O
Kerugian dari metode Mohr adalah (Gandjar, 2012) : a. Bromida dan klorida kadarnya dapat ditetapkan dengan metode Mohr akan tetapi untuk iodida dan tiosianat tidak dapat memeberikan hasil yang memuaskan, karena endapan perak iodida atau perak tiosianat akan mengadsorbsi ion kromat, sehingga memberikan titik akhir yang kacau. b. Adanya ion-ion seperti sulfida, fosfat, dan arsenat juga akan mengendap. c. Titik akhir kurang sensitif jika menggunakan larutan yang encer.
<>
d. Ion-ion yang teradsorbsi dari sampel menjadi terjebak dan mengakibatkan hasil yang rendah sehingga penggojongan yang kuat mendekati titik akhir titrasi diperlukan untuk membebaskan ion yang terjebak. 2. Metode Volhard Metode ini menggunakan perak yang dapat ditetapkan secara teliti dalam suasana asam dengan larutan baku kalium atau amonium tiosianat. Kelebihan tiosianat dapat ditetapkan dengan garam besi (III) nitrat atau besi (III) amonium sulfat sebagai indikator yang membentuk warna merah dari kompleks besi (III)-tiosianat dalam lingkungan asam nitrat 0,5 – 1,5 N. Titrasi ini harus dilakukan dengan suasana asam, sebab ion besi (III) akan diendapkan menjadi Fe(OH)3 jika suasananya basa, titik akhir tidak dapat ditunjukkan dan pH larutan harus dibawah 3 dan ion feri akan bereaksi dengan kelebihan ion tiosianat memebentuk ion kompleks {Fe(SCN)6}3- yang berwarna coklat. Reaksinya sebagai berikut (Khopkar, 1990) : X
Ag+
+
Ag+ sisa + Fe3+
+
SCN-
6 SCN-
(
AgX + Ag+ sisa
(
AgSCN
(
{Fe(SCN)6}3-
3. Metode K. Fajans Pada metode ini menggunakan indikator adsorbsi, yang mana pada titik ekivalen, indikator teradsorbsi oleh endapan. Indikator ini tidak memberikan perubahan warna kepada larutan, tetapi pada permukaan endapan. Hal yang perlu diperhatikan dalam metode ini ialah endapan harus dijaga sedapat mungkin dalam bentuk koloid. Ada beberapa contoh dari indikator adsorbsi yakni : Diklorofluoresein, Fluoresein, Eosin, Tiorin, Hijau bromkesol, Lembayung metil, Rodamin 6 G, Orthokrom T, dan Biru bromfenol 4. Metode Liebig Pada metode ini, titik akhir titrasinya tidak ditentukan dengan indikator, akan tetapi ditunjukkan dengan terjadinya kekeruhan. Reaksinya sebagai berikut (Underwood, 1988) : KCN + AgCN
K [Ag (CN)2]
Cara liebing hanyalah memberikan hasil akhir yang memuaskan apabila pemberian pereaksi pada saat mendekati titik akhir dilakukan perlahan-lahan. Tetapi
<>
cara liebig tidak dapat dilakukan pada keadaan larutan amoni-akalis Karena ion perak akan membentuk kompleks Ag(NH3)2+ yang larut. Hal ini dapat diatasi dengan menambahkan sedikit larutan iodida (Underwood, 1988). II.2
Uraian Bahan
1.
Aquades /air suling (FI III, 96) Nama resmi
: Aqua destillata.
Nama lain
: Air suling.
RM/BM
: H2O/18,02
Rumus Struktur
: H-O-H
Kelarutan
: Tidak mempunyai kelarutan karena secara umum air merupakan pelarut dan pembanding suatu larutan.
Kegunaan
: sebagai pelarut.
Pemerian
: cairan jernih, tidak berwarna, tidak
berasa, tidak
berbau. Penyimpanan 2.
: Dalam wadah tertutup rapat.
Perak nitrat (FI III, 97) Nama resmi
: Argenti nitras.
Nama lain
: Perak nitrat.
/RM/BM
: AgNO3/169,87
RS
:
Kelarutan
: Sangat mudah larut dalam air ;larut dalam etanol (95%) P.
Kegunaan
: Sebagai indikator.
Pemerian
: Hablur transparan atau serbuk hablur
berwarna,
putih, tidak berbau, menjadi gelap jika kena cahaya. Penyimpanan 3.
Alkohol (FI III, 65)
: Dalam wadah tertutup baik, terlindung dari cahaya.
<>
Nama resmi
: Aethanolum.
Nama lain
: Etanol, alkohol.
RM/BM
: C2 H6 O/46,07
Rumus Struktur
:
H3 C Pemerian
OH
: Cairan tak berwarna, jernih, mudah menguap dan mudah bergerak, bau khas, rasa panas. Mudah terbakar dengan memberikan nyala biru yang tidak berasap.
Kelarutan
: Sangat mudah larut dalam air, dalam kloroform dan dalam eter.
Penyimpanan
: Dalam wadah tertutup rapat, terlindung dari cahaya, di tempat sejuk, jauh dari nyala api.
4.
Besi (III) amonium sulfat (FI III, 745) Nama resmi
: Besi (III) amonim sulfat.
Nama lain
: Besi (III) amonium sulfat.
RM/BM
: Fe (NH4) (SO4)2 / 284.0487
/Rumus Struktur
:
Pemerian
: Hablur berwarna lembayung pucat atas serbuk hablur praktis tidak berwarna.
5.
Kelarutan
: Larut dalam air.
Penyimpanan
: Dalam wadah tertutup baik.
Kegunaan
: Sebagai indikator.
Kalium Kromat (FI III, 690)
<>
Nama resmi
: Kalium crhomat.
Nama lain
: Kalium kromat.
RM/BM
: K 2CrO4 / 64,74
/Rumus Struktur
:
Pemerian
: Hablur, kuning.
Kelarutan
: Sa ng at mu da h la ru t da la m ai r, la ru ta n jernih.
6.
Penyimpanan
: Dalam wadah tertutup baik.
Kegunaan
: Sebagai indikator.
Natrium klorida (FI III, 403) Nama resmi
: Natrii chloridum.
Nama Lain
: Natrium klorida.
RM/BM
: NaCl/58,44
Rumus Struktur
: Na
Pemerian
: Hablur heksahedral tidak berwarna atau serbuk hablur
Cl
putih, tidak berbau, rasa asin. Kelarutan
: La ru t da la m 2, 8 ba gi an ai r, da la m 2, 7 b a g i a n a i r m e n d i d i h d a n d a l a m l e b i h kurang 10 bagian gliserol, sukar larut dalam etanol (95%).
7.
Penyimpanan
: Dalam wadah tertutup baik.
Kegunaan
: Sebagai titrat.
Nitrit acid (FI III, 649) Nama resmi
: Nitrit acid.
Nama lain
: Asam nitrat.
RM/BM
: HNO3
/RS
:
<>
Pemerian
: Cairan Jernih berasap, hampir tidak berwarna
sampai
berwarna kuning.
8.
Penyimpanan
: Dalam wadah tertutup baik.
Kegunaan
: Sebagai oksidator.
Vitamin B1 (FI III, 598) Nama resmi
:
Thiamini hydrchloridum.
Nama lain
:
Tiamina Hidroklorida, Vitamin B1.
RM/BM
:
C12H17ClN4OS.HCl/337,27
/Rumus Struktur
:
Pemerian
: Hablur kecil atau serbuk hablur, putih, bau khas lemah mirip ragi, rasa pahit.
Kelarutan
: Mudah larut dalam air, sukar larut dalam etanol, praktis tidak larut dalam eter dan dalam benzene, larut dalam gliserol.
Penyimpanan
: Dalam wadah tertutup baik, terlindung dari cahaya.
Kegunaan
: Sebagai titrat.
<>
BAB III METODE KERJA III.
Alat dan Bahan
III.1.1 Alat – Alat
a. Alu. b. Batang pengaduk. c. Buret d. Gelas kimia e. Gelas ukur f. Klem g. Kaca arloji h. Labu erlenmeyer i. Lumpang j. Neraca analitik k. Pipet tetes l. Sendok tanduk m. Statif III.1.2 Bahan – Bahan
a. Aquades
<>
b. Alkohol c. Alumunium foil d. Amonium tiosianat e. Asam Nitrat f. Besi (III) amonium tiosulfat g. Kalium kromat h. Kapas i. Label j. Natrium klorida k. Perak nitrat l. Vitamin B1
III.2
Cara Kerja
III.2.1 Untuk membuat larutan standar AgNO 3 sebanyak 100 mL
1. Ditimbang AgNO3 sebanyak 1,75 g menggunakan neraca analitik. 2. Dimasukkan kedalam gelas kimia. 3. Dilarutkan AgNO3 dalam 100 mL air. 4. Diaduk hingga larut. 5. Dimasukkan larutan AgNO3 ke dalam botol coklat. III.3.2 Untuk membuat larutan standart NaCl sebanyak 50 mL
1. Ditimbang NaCl sebanyak 0,2922 g menggunakan neraca analitik. 2. Dimasukkan kedalam gelas kimia. 3. Dilarutkan NaCl dalam 50 mL air. 4. Dimasukkan larutan NaCl kedalam botol. III.3.3 Untuk membuat larutan standar Amonium tiosianat 100 mL
1. Ditimbang Amonium tiosianat 0,8 g menggunakan neraca analitik. 2. Dimasukkan kedalam gelas kimia. 3. Dilarutkan NH4SCN dalam 100 mL air. 4. Diaduk hingga larut. III.3.4 Pembuatan Larutan K 2CrO4.
<>
1. Ditimbang K 2CrO4 sebanyak 0,6125 g dengan menggunakan neraca analitik. 2. Dimasukkan K 2CrO4 kedalam gelas kimia. 3. Dilarutkan K 2CrO4 dalam 5 mL air. 4. Diaduk hingga larut. III.3.5 Pembuatan Larutan Fe(NH 4)(SO4)2
1. Ditimbang Fe(NH4)(SO4)2 sebanyak 1 g dengan menggunakan neraca analitik. 2. Dimasukkan Fe(NH4)(SO4)2 kedalam gelas kimia. 3. Dilarutkan Fe(NH4)(SO4)2 dalam 10 mL air. 4. Diaduk hingga larut.
III.3.6 Cara Kerja Penetapan Kadar Natrium Klorida (NaCl) 1.
Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan.
2.
Dibersihkan alat – alat yang akan digunakan untuk menitrasi dengan menggunakan kapas dan alkohol 70%.
3.
Dibungkus buret dengan kertas alumunium foil.
4.
Dimasukkan larutan AgNO3 sebanyak 50 mL kedalam buret yang telah dibungkus dengan aluminium foil dengan menggunakan corong.
5.
Dijepit buret yang berisi AgNO3 tersebut dengan menggunakan statif dan klem.
6.
Diukur larutan NaCl sebanyak 10 mL dengan menggunakan gelas ukur.
7.
Dimasukkan larutan NaCl sebanyak 10 mL kedalam labu erlenmeyer
8.
Ditambahkan indikator Kalium Kromat (K 2CrO4) sebanyak 3 tetes dengan menggunakan pipet tetes.
9.
Dititrasi larutan NaCl tersebut dengan larutan AgNO3 tetes demi tetes sambil dikocok sampai larutan pada labu erlenmeyer tersebut berubah warna menjadi merah bata dan adanya endapan.
10. Diamati berapa banyak larutan AgNO3 dalam buret yang terpakai pada saat titrasi pertama. 11. Dilakukan kembali titrasi antara NaCl dan AgNO3 dengan cara yang sama. 12. Diamati kembali berapa banyak larutan AgNO3 dalam buret yang terpakai pada saat titrasi kedua. III.3.7 Cara Kerja Penetapan Kadar Vitamin B1
<>
1.
Digerus vitamin B1 dengan menggunakan lumpang dan alu sampai halus.
2.
Ditimbang vitamin B1 yang telah halus sebanyak 100 mg diatas kertas perkamen dengan menggunakan neraca analitik. Kemudian dimasukkan kedalam gelas kimia.
3.
Diukur aqudes sebanyak 20 mL dengan menggunakan gelas ukur.
4.
Dimasukkan aquades sebanyak 20 mL kedalam gelas kimia yang berisi vitamin B1, kemudian diaduk hingga larut dengan menggunakan batang pengaduk.
5.
Ditambahkan HNO3 sebanyak 3 tetes kedalam gelas kimia yang berisi larutan vitamin B1 dengan menggunakan pipet tetes.
6.
Dimasukkan larutan NH4SCN sebanyak 50 mL kedalam buret yang telah dibungkus dengan alumunium foil.
7.
Dipasangkan buret yang berisi NH4SCN pada statif dan klem.
8.
Diukur larutan vitamin B1 yang telah ditambahkan dengan HNO3 sebanyak 10 mL dengan menggunakan gelas ukur.
9.
Dimasukkan larutan tersebut sebanyak 10 mL kedalam labu erlenmeyer yang telah berisikan AgNO3.
10. Ditambahkan indikator besi (III) amonium sulfat sebanyak 3 tetes dengan menggunakan pipet tetes. 11. Dititrasi larutan vitamin B1 tersebut dengan larutan NH 4SCN tetes demi tetes sambil dikocok sampai larutan pada labu erlenmeyer tersebut berubah warna menjadi merah bata dan adanya endapan. 12. Diamati berapa banyak larutan NH4SCN dalam buret yang terpakai pada saat titrasi pertama. 13. Dilakukan kembali titrasi antara vitamin B1 dan NH4SCN dengan cara yang sama. 14. Diamati kembali berapa banyak larutan NH4SCN dalam buret yang terpakai pada saat titrasi kedua.
<>
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN IV.1
Hasil Pengamatan
IV.1.1 Gambar
Metode Mohr Larutan Nacl
Metode Volhard Larutan Vit B
IV.1.2 Tabel
1.
Tabel metode Mohr Sampel Volume tirat Volume titran (ml) Indikator Perubahan warna dan endapan
V1
<>
V2 X
NaCl 10 ml 0,6 2,4 1,5 K 2CrO4 Merah bata dan ada endapan berwarna putih
2.
Tabel metode Volhard Sampel Volume tirat Volume titran (ml) Indikator Perubahan warna dan endapan
<>
V1 V2 X
AgNO3 10 ml 3,5 3,5 3,5 Fe (NH4)(SO4)2 Merah bata dan ada endapan putih
IV.2
Perhitungan
IV.2.1 Pembakuan AgNO3 0,1 N dan NaCl 0,1 N Diketahui
: N1= 0,1 N V1= 10 mL N2= 0,1 N
Ditanya
: V2=…..?
Penyelesaian
: V1.N1 = V2.N2 10.0,1 = V2.0,1
<>
V2= = 10 mL IV.2.2 Penetapan dan perhitungan % kadar Cl dalam NaCl. Diketahui
: V1= 0,6 mL N1= 0,1 N V2= 2,4 mL
Ditanya
: N2=…?
Penyelesaian
: V1.N1 = V2.N2 0,6.0,1 = 2,4.N2 N2= = 0,05 N
RM
= 28
Valensi
=1
BS
= 23+35= 58
% Kadar
= x 100% = x 100% = 0,0112%
IV.2.3 Penetapan perhitungan %kadar Vit B1. Diketahui
: V1
= 3,5 mL
N1
= 0,103 N
V2
= 3,5 mL
BM
= 337,27
Valensi
= 18
BE = = = 18,72 Ditanya
: - N2
=…??
- % kadar =…?? Penyelesaian
: V1.N1
=
V2.N2
3,5.0,1 = 10.N2 N2 = = = 0,035 N % Kadar = x 100%
<>
= × 100 % = × 100 % = 0,06552 % IV.2.4 Perhitungan bahan 1.
AgNO3 pada farmakope 17,5 g dalam 1000 mL air 17,5 g
1000 mL
X
100 mL
1000 ml.X = 1750 g. ml X = =1,75 g 2. NaCl pada farmakope 5,844 g dalam 1000 ml air. 5,844 g X
1000 ml 50 ml
1000 ml.X = 292,2 g.ml X = = 0,2922 g
3.
Ammonium tiosianat pada farmakope 8 g dalam 1000 ml air. 8g
1000 ml
X
100ml
1000 ml.X = 800 g.ml X = = 0,8 g IV.3 Pembahasan
Menurut Sudjadi, S.M (2007) argentometri merupakan analisis volumetri berdasarkan atas reaksi pengendapan dengan menggunakan larutan standar argentum. Atau dapat juga diartikan sebagai cara pengendapan atau pengendapan kadar ion halida atau kadar Ag+ itu sendiri dari reaksi terbentuknya endapan dan zat uji dengan titran AgNO3.
<>
Tujuan dari percobaan kita kali ini adalah dapat melakukan Menentukan kadar NaCl dengan menggunakan metode Mohr dan menentukan kadar vitamin B1 dengan menggunakan metode Volhard. Pada percobaan ini, langkah pertama yang dilakukan adalah membuat larutan AgNO3. Langkah pertama yaitu menimbang AgNO3 sebanyak 1,75 g dengan menggunakan neraca analitik dan dimasukan ke dalam gelas kimia. Selanjutnya aquades ditambahkan ke dalam gelas kimia yang berisi AgNO 3 dan diaduk sampai larut. Kemudian larutan AgNO3 yang sudah larut diukur sebanyak 100 mL dengan menggunakan gelas ukur. Selanjutnya, larutan AgNO3 yang telah diukur dipindahkan kedalam botol bersih yang tertutup alumunium foil. Tujuannya agar cahaya tidak mudsh masuk ke dalam botol dan tidak akan menguraikan zat-zat yang ada di dalam botol. Langkah yang kedua yaitu membuat larutan standar NaCl 50 mL. Pertama ditimbang dengan tepat NaCl sebanyak 0,2922 gram diatas kaca arloji dengan menggunakan neraca analitik, kemudian dimasukkan kedalam gelas kimia. Ditambahkan aquades sebanyak 50 mL kedalam gelas kimia untuk melarutkan
NaCl, dan mengaduknya dengan
menggunakan batang pengaduk agar dapat larut sampai homogen. Dimasukkan larutan NaCl tersebut kedalam gelas ukur 100 mL, kemudian dipindahkan larutan NaCl kedalam gelas kimia. Setelah kedua larutan sudah jadi, maka kedua larutan tersebut dititrasi dengan titrannya adalah larutan AgNO3 dan sebagai titratnya adalah NaCl. Sebelum dititrasi warna dari AgNO3 dan NaCl berupa larutan yang jernih. Ketika NaCl ditambah dengan garam natrium bikarbonat yang berwarna putih, larutan tetap jernih tidak berwarna, dan garam tersebut larut dalam larutan. Penambahan garam ini dimaksudkan agar pH larutan tidak terlalu asam ataupun terlalu basa, atau dapat dikatakan garam ini sebagai buffer. Larutan kemudian berubah menjadi kuning mengikuti warna K 2CrO4 yang merupakan indikator. Setelah dititrasi dengan AgNO3, awalnya terbentuk endapan berwarna putih yang merupakan AgCl. Ketika NaCl sudah habis bereaksi dengan AgNO3, sementara jumlah AgNO3 masih ada, maka AgNO3 kemudian bereaksi dengan indikator K 2CrO4 membentuk endapan Ag2CrO4 yang berwarna krem.
<>
Dalam titrasi ini, titrasi perlu dilakukan secara cepat dan pengocokan harus juga dilakukan secara kuat Karena menurut Harjadi (1990), pengocokkan ini bertujuan agar Ag+ tidak teroksidasi menjadi AgO yang menyebabkan titik akhir titrasi menjadi sulit tercapai. Prosedur diatas dilakukan penetapan duplo yaitu penetapan paling sedikit 2 kali. Jika digunakan volume larutan sampel yang sama, maka pembacaan buret tidak boleh berselisih lebih dari 0,05 mL. jika syarat-syarat ini tidak tercapai maka harus dilakukan titrasi ulang sampai diperoleh selisih yang tidak lebih dari 0,05 mL. Adapun hasil yang didapatkan yaitu pada volume larutan yang sama, volume titran yang dihasilkan yaitu 0,2 mL hingga menghasilkan warna merah bata yang merupakan akhir titrasi. Kesalahan dari praktikum ini yaitu seharusnya volume titran yang dipakai yaitu 10 mL hingga menunjukkan akhir dari titrasi. Sedangkan titik ekuivalen terjadi pada volume titran 0,2 mL. Hal ini disebabkan oleh karena perak nitrat yang mempunyai kemurnian yang tinggi. Langkah yang terakhir pada percobaan ini adalah penentuan kadar vitamin B1 dengan menggunakan metode volhard. Pertama-tama tablet vitamin B1 digerus hingga halus dengan menggunakan lumpang dan alu. Setelah digerus ditimbang 100 g vitamin B1 dan dilarutkan dengan aquades sebanyak 50 mL, kemudian ditetesi nitrid acid sebanyak 3 tetes. Pemberian nitrid acid dilakukan karena pada metode volhard harus dilakukan dalam suasana asam. Kemudian 5 mL vitamin B1 dimasukkan kedalam gelas ukur dan ditambahkan perak nitrat sebanyak 5 mL hingga menghasilkan campuran larutan 10 mL, dibungkus gelas ukur dengan alumunium foil karena mengandung AgNO3 yang tidak boleh terkena cahaya. Seperti Menurut Harjadi dalam buku kimia analitik farmasi, dalam titrasi perlu dilakukan hal-hal seperti yang telah disebutkan agar titrasi berjalan dengan
cepat sehingga Ag+ tidak teroksidasi menjadi AgO yang
menyebabkan titik akhir titrasi menjadi sulit tercapai. Titran dalam percobaan kali ini adalah amonium tiosianat. Larutan ammonium tiosnianat, ditambahkan Fe(NH4)(SO4)2 sebanyak 3 tetes hingga menghasilkan warna putih keruh. Kemudian dititrasi dengan NH4SCN hingga terjadi titik ekuivalen yang menunjukkan perubahan warna dari putih keruh menjadi merah bata dan terbentuk endapan putih. Pecobaan ini dilakukan penetapan duplo yaitu penetapan paling sedikit 2
<>
kali. Hasil yang didapat dari percobaan ini adalah volume titran ammonium tiosianat yang dipakai yaitu sebanyak 3,5 mL. sehingga menghasilkan kadar vitamin B1 yaitu 1,2 % .
BAB V PENUTUP V.1
Kesimpulan
Berdasarkan pada percobaan diatas dapat disimpulkan bahwa setelah melakukan proses titrasi dengan menggunkan titrasi argentometri dengan metode morh maka % kadar NaCl yang didapat sebesar 0,28% Dan titrasi yang menggunakan metode volhard didapat kadar Vitamin B1 adalah sebesar1,2%. V.2
Saran
Sebelum memulai praktikum, para praktikan harus sudah bisa menguasai prosedur kerja yang akan dilakukan sehingga proses praktikum berjalan dengan lancar. Kemudian bahan yang disediakan harus lengkap dan dalam jumlah yang banyak agar tidak berebutan antar kelompok.
<>
DAFTAR PUSTAKA
Dirjen POM. 1979. Farmakope Indonesia Edisi III. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Dirjen POM. 1995. Farmakope Indonesia Edisi IV. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Gandjar, G. 2007. Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta: Pustaka pelajar. Harjadi, W. 1986. Ilmu Kimia Analitik Dasar . Jakarta: PT Gramedia. Khopkar, S.M. 1990, Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta: UI press. Sudjadi, M.S, Apt. 2007. Kimia Farmasi analisis. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Underwood, A.L. 2004. Analisis Kimia Kuantitatif Edisi Keenam. Jakarta: Erlangga.
<>
LAMPIRAN
- ALAT
1.
<>
2. 3. 4.
- BAHAN
<>
s