Chlorophyl Vol. 6 No. 3 Oktober 2010 halaman 201-207
ANALISIS KELAYAKAN PEMBANGUNAN PERKEBUNAN KARET RAKYAT DI KABUPATEN TANAH LAUT, KALIMANTAN SELATAN
Feasibility Study of Development Project of Smallholder Rubber Estate in District Of Tanah Laut, South Kalimantan
Sadik Ikhsan*, Abdussamad*, dan Joko Purnomo** Abstract The research aimed to list cash inflow and cash outflow generated from the development project of smallholder rubber estate in District of Tanah Laut, as well as to count the worth of finansial investment such as NPV, FRR, and net B/C to analyze the feasibility of the project. The research was done in 2008 and, therefore, it used parameters prevailed in that year. The unit of analyze was 2 ha land of estate carried out by farmer household in the scheme of nucleus – plasma. The result of research showed that cost incurred to develop 2 ha rubber estate was Rp 56.331.114,- The cost was distributed in five first-years. The required cost was dealt with by bank credit which was available in the frame of Revitalized Estate Program. The interest of credit during construction (IDC) of project was 10% p.a. which was capitalized as principal of credit. The project had grace period until it was able to to pay credit including interest which happened in the seventh year, first quarter. The interest after grace period was 15% p.a. The installment of credit was calculated end in the thirdteenth year, first quarter. In additon, the calculation of financial feasibility at rate of 15% showed that NPV = Rp 59.664.511,32, FRR = 24,94% and Net B/C = 2,50. By NPV > 0, FRR > 15%, and Net B/C > 1, it concluded that the project will be feasible to go. Keywords: NPV, FRR, net B/C, IDC, grace period
PENDAHULUAN
Salah satu tanaman perkebunan yang memiliki kedudukan penting dalam kehidupan perekonomian Indonesia adalah karet. Ekspor karet Indonesia selama 20 tahun terakhir terus menunjukkan tren meningkat dari 958.692 ton pada tahun 1986 menjadi 1.324.295 ton pada tahun 1995 dan menjadi 2.024.593 ton pada tahun 2005. Pendapatan devisa yang diperoleh dari komoditas karet ini selama tahun 2005 bernilai sekitar US$ 2,58 milliar. Besaran tersebut melambung pada tahun selanjutnya menjadi US$ 4 milliar, meski kemudian menurun menjadi US$ 3,6 – 3,7 milliar (angka perkiraan) pada tahun 2007 (Departemen Perindustrian, 2007) Maraknya pengusahaan karet di Indonesia dapat terlihat antara lain pada luasan areal budidaya perkebunan karet yang mencapai 3.262.291 hektare pada tahun
2004 (data terbaru dari Ditjen Perkebunan (2008): capaian luasan pada tahun 2006 adalah 3.309.472 hektare (angka sementara)). Luasan tersebut tersebar pada 22 dari 30 provinsi yang ada. Provinsi yang memiliki areal perkebunan yang terluas adalah Sumatera Selatan, yakni 671.920 hektare. Luasan tersebut apabila ditambah dengan yang terdapat di provinsi-provinsi lainnya menempatkan areal perkebunan karet di pulau Sumatera mencapai 2.303.773 hektare atau 70,62% dari areal perkebunan karet di Indonesia. Tersebarnya areal budidaya perkebunan karet pada hampir seluruh hamparan dataran di Indonesia menunjukkan adanya kesesuaian komperatif kondisi iklim dan faktor edafik yang ada di Indonesia dengan daerah asal karet, yaitu kawasan Amerika Latin, yang memungkinkan tanaman karet tersebut dapat tumbuh dengan baik.
*Staf Pengajar Jur. Sosial Ekonomi Pertanian, **2Staf Pengajar Jurusan Budidaya Pertanian Fak. Pertanian, Univ. Lambung Mangkurat
175
Analisis Kelayakan Pembangunan Perkebunan Karet Rakyat di Kabupaten Tanah Laut, Kalimantan Selatan (Sadik Ikhsan, Abdussamad, dan Joko Purnomo)
Terkait dengan upaya untuk mempercepatan pengembangan perkebunan, khususnya yang dikelola oleh rakyat, pada bulan Juni 2005 disepakati adanya Program Revitalisasi Perkebunan. Khusus untuk komoditas karet, target pengembangan perkebunan rakyat hingga tahun 2010 mencapai 300.000 hektare, meliputi: perluasan sebanyak 50.000 hektare dan peremajaan sebanyak 250.000 hektare. Tindakan perluasan dilakukan pada lahan perkebunan rakyat dan lahan transmigrasi; sedangkan peremajaan atau rehabilitasi dilakukan pada lahan eks proyek PIR, eks proyek non PIR, dan swadaya masyarakat. Untuk pelaksanaan Program Revitalisasi tersebut telah terbit Peraturan Menteri Pertanian Nomor 33/Permentan/05/06 dan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 117/PMK/12/06 serta penunjukan 5 bank pelaksana oleh Menteri Keuangan, yaitu Bank BRI, Bank Mandiri, Bank Bukopin, Bank Sumut dan Bank Nagari. Menindaklanjuti kebijakan dan program yang berjalan, serta mengingat banyak kelebihan dan prospektifnya masa depan agribisnis karet ini, Pemerintah Kabupaten Tanah Laut, khususnya melalui Dinas Perkebunan, terdorong untuk terlibat secara langsung baik sebagai fasilitator maupun bertindak sebagai pembina dalam aktivitas on farm khususnya melalui pembangunan perkebunan karet rakyat. Melalui mobilisasi sumber daya dan fasilitas yang dimiliki Pemerintah Kabupaten serta dukungan skim permodalan dari lembaga keuangan yang ada, potensi lahan yang banyak tersedia di Kabupaten Tanah Laut direncanakan dapat dikembangkan menjadi lahan-lahan perkebunan karet yang dikelola oleh rumah tangga petani. Kegiatan berupa analisis kelayakan yang dilakukan atas pembangunan perkebunan karet rakyat berikut ini bertujuan untuk memberikan verifikasi pendahuluan
terkait dengan kelayakan finansial usaha perkebunan karet tersebut dalam satuan petak lahan yang dikelola oleh rumah tangga petani di Kabupaten Tanah Laut. METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Lingkup lokasi analisis kelayakan finansial yang dilakukan secara umum berupa petak lahan yang direncanakan sebagai usaha perkebunan karet yang dikelola oleh rumah tangga petani yang berada dalam wilayah Kabupaten Tanah Laut. Pelaksanaan kegiatan ini dalam rentang waktu selama 3 (tiga) bulan, terhitung mulai dari bulan Juli s.d. September 2008.
Data dan Sumber Data. Metode Penarikan Contoh Data yang diperlukan dalam penelitian ini meliputi data primer dan data sekunder. Data primer dikumpulkan melalui wawancara langsung dan mendalam dengan beberapa key informan yang banyak terlibat dan mengetahui perihal pengembangan serta pengelolaan usaha perkebunan karet rakyat seperti: petani karet rakyat, PPL, pedagang pengumpul bahan olah karet, serta pedagang atau pemasok input produksi pertanian. Data sekunder diperoleh dari arsip data dan informasi yang ada di berbagai instansi yang berhubungan dengan penelitian, yaitu: Dinas Perkebunan serta pihak perbankan. Analisis Data Untuk keperluan penganalisisan kelayakan finansial penyelenggaraan pengembangan perkebunan kelapa sawit rakyat di atas digunakan ukuran nilai proyek ( project worth) sebagai berikut: t =n
1. Net present value (NPV) =
∑ t =1
(B t
Ct )
(1+ i) t
176
Chlorophyl Vol. 6 No. 3 Oktober 2010 halaman 201-207
2. Internal Rate of Return (IRR), yaitu suku bunga (discount rate) yang menyebabkan t =n
∑ t =1
(B t
Ct )
(1 + i) t
=0 t =n
∑
3. Net Benefit – Cost Ratio (BCR) =
t =1 t =n
∑ t =1
Bt (1 + i) t Ct (1 + i) t
dengan Bt Ct t i
benefit per tahun biaya per tahun waktu pelaksanaan tahun ke-t, t = 0, 1, 2, 3, …, n suku bunga (discount rate)
Rencana proyek atau suatu kegiatan usaha dikatakan layak untuk diteruskan dan dapat direalisasi apabila: NPV > 0, IRR > suku bunga (discount rate), dan BCR > 1. Untuk mengantisipasi dan melihat sejauh mana pengaruh kemungkinan adanya perubahan beberapa komponen yang terkait dalam analisis kelayakan finansial proyek, maka dilakukan analisis sensitivitas. Analisis sensitivitas ini mengacu kepada pertimbangan perubahan harga, penundaan pelaksanaan proyek, cost overrun, dan hasil produksi karena menurut Gittinger (1982) proyek-proyek pertanian biasanya peka dengan perubahan pada peubah-peubah tersebut. HASIL DAN PEMBAHASAN Investasi Pembangunan Kebun Pembiayaan dibutuhkan untuk menanggung investasi atas pembangunan perkebunan karet, serta kegiatan-kegiatan yang terkait dengan pemeliharaan tanaman dan infrastruktur perkebunan, pemungutan hasil, dan pembayaran bunga kredit. Pembiayaan yang termasuk ke dalam investasi pembangunan kebun adalah pembiayaan mulai dari pembukaan dan penyiapan lahan, penanaman bibit, penanaman cover crop, serta pemeliharaan dalam rentang waktu selama tanaman karet
belum menghasilkan (TBM), yaitu mulai tanaman berumur 0 hingga 5 tahun
―dinyatakan dalam pembabakan: TBM 0, TBM 1, …, dan TBM 5. Biaya investasi yang dibutuhkan dalam pembangunan perkebunan karet secara garis besar dikelompokkan ke dalam komponen: biaya tenaga kerja dan biaya bahan dan alat. Biaya-biaya tersebut secara sistematik dialokasikan pada setiap pembabakan kegiatan sesuai dengan proses pembangunan yang dilakukan sebagaimana disarikan pada Tabel 1. Tabel 1. Rekapitulasi biaya investasi pembangunan perkebunan karet seluas 2 hektare (Rp) No.
Uraian: komponen biaya
1. 2.
Bahan dan alat Tenaga kerja Jumlah
3.
Biaya lain-lain: ■ provisi dan asuransi PBB ■ ■
management fee
administrasi lainnya Jumlah
Pembiayaan TBM0
TBM2
1.085.600 5.036.918 6.122.518
225.055
62.423
59.760
61.225
15.000 1.125.276
15.000 312.116
5.000 298.802
15.000 306.126
-
-
-
-
1.365.331
389.539
373.563
382.351
23.870.849
6.631.854
6.349.607
6.504.869
Pembiayaan No.
TBM3
7.749.333 2.511.733 1.237.333 4.756.185 3.730.581 4.738.711 22.505.518 6.242.315 5.976.044
■
Jumlah keseluruhan
TBM1
TBM4
TBM5
Jumlah biaya
985.600 5.157.517 6.143.117
940.000 5.128.144 6.068.144
14.509.600 38.548.055 53.057.655
61.431 15.000 307.156 -
60.681 15.000 303.407 -
530.577 90.000 2.652.883 -
Uraian: komponen biaya
1. 2.
Bahan dan alat Tenaga kerja Jumlah
3.
Biaya lain-lain: ■ provisi dan asuransi ■ PBB ■
management fee
■
administrasi lainnya
Sumber Pembiayaan
Karena pada umumnya para petani mempunyai kemampuan yang minim dalam penyediaan permodalan, maka keseluruhan dana pembiayaan yang diperlukan untuk investasi pembangunan perkebunan karet ditanggulangi melalui penyediaan perkreditan oleh lembaga finansial/perbankan. Dalam Program
177
Analisis Kelayakan Pembangunan Perkebunan Karet Rakyat di Kabupaten Tanah Laut, Kalimantan Selatan (Sadik Ikhsan, Abdussamad, dan Joko Purnomo)
Revitalisasi Perkebunan, lima bank pelaksana, yaitu: Bank BRI, Bank Mandiri, Bank Bukopin, Bank Sumut dan Bank Nagari, oleh Menteri Keuangan telah ditunjuk untuk memberikan fasilitasi dan bantuan terkait dengan penyediaan perkreditan dimaksud. Salah satu produk kredit perbankan yang dikembangkan untuk memfasilitasi pendanaan pembangunan perkebunan adalah skim KKPA (Kredit kepada Koperasi Primer untuk Anggota). Besar Kredit dan Interest During Construction (IDC) Besar fasilitas kredit yang diperoleh diperhitungkan sebanyak biaya investasi yang dibutuhkan untuk pembangunan perkebunan karet. Kredit dialokasi per tahun sesuai kebutuhan investasi dan tahapan kegiatan yang dilakukan pada tahun dimaksud. Pencairannya dilakukan per kuartalan. Selama masa pembangunan perkebunan karet tersebut, sesuai dengan pencairan kredit yang dilakukan, bunga atasnya diberlakukan ―dikenal sebagai bunga selama masa pembangunan (interest during construction, IDC). Pembayaran atas bunga ini belum mungkin dilakukan mengingat perkebunan karet yang dibangun belum memberikan hasil. Tanaman karet baru berproduksi mulai tahun ke-6 setelah penanaman. Semasa tanaman belum menghasilkan tersebut, pembayaran atas bunga tersebut ditangguhkan (grace periods), namun dikapitalisasi sebagai bagian dari pokok kredit pada tahun tanaman sudah menghasilkan. Berdasarkan ketentuan skim KKPA, besar IDC diperhitungkan sebesar 10% per tahun. Dengan demikian, pokok kredit yang ditanggung petani (outstanding principal) pada akhir tahun ke-6 adalah sebesar Rp 83.931.613,- (Tabel 2.).
Tabel 2. Rekapitulasi perhitungan tanggungan kredit
beban (Rp)
No.
Pembabakan ―tahun
Pokok kredit
IDC
Kapitalisasi kredit
1. Tahun ke-0
23.870.849
1.491.928
25.362.777
2. Tahun ke-1
6.631.854
2.801.576
34.796.206
3. Tahun ke-2
6.349.607
3.447.121
44.592.934
4. Tahun ke-3
6.504.869
4.091.785
55.189.588
5. Tahun ke-4
6.526.703
4.743.637
66.459.929
6. Tahun ke-5
6.447.232
5.391.340
78.298.501
7. Tahun ke-6
-
5.633.111
83.931.613
56.331.114 27.600.498
83.931.613
Jumah
Pelunasan Kredit Pelunasan atas pokok kredit dan pembayaran bunga dilakukan saat tanaman mulai menghasilkan (TM), yaitu pada tahun ke-6. Namun demikian, karena produksi karet pada tahun awal tanaman mulai menghasilkan tersebut masih relatif rendah, penerimaan yang diperoleh dari penjualan produk karet tersebut masih belum mencukupi untuk menanggung pembayaran bunga dan pelunasan angsuran pokok kredit. Pembayaran bunga dan pelunasan pokok kredit baru efektif mulai dilakukan pada kuartal ke-1 tahun ke-7. (Tabel 3). Bunga efektif yang diberlakukan atas kredit tersebut adalah sebesar 15% per tahun. Besar pembayaran bunga dan angsuran pokok kredit yang dilakukan sebesar besarnya mengikuti kemampuan finansial petani yang diperhitungkan sebesar 40% dari nilai produk yang dihasilkan. Perlakuan untuk melakukan sebesar-besarnya pembayaran pokok kredit dimaksudkan untuk menghindari membesarnya bunga efektif yang ditanggung sebagai konsekuensi akumulasi saldo kredit.
178
Chlorophyl Vol. 6 No. 3 Oktober 2010 halaman 201-207
Tabel 3.
Rekapitulasi perhitungan jadwal pelunasan kredit dan pembayaran bunga (Rp) Pembayaran dilakukan
Pembabakan No. ―tahun
1. Tahun ke-7
Angsuran atas pokok kredit 2.795.002
Outstanding
Bunga 12.437.344
kredit
81.136.610
2. Tahun ke-8
6.740.775
11.802.951
74.395.835
3. Tahun ke-9
10.612.078
10.580.752
63.783.757
4. Tahun ke-10
15.097.565
8.744.369
48.686.192
5. Tahun ke-11
18.193.269
6.310.941
30.492.923
6. Tahun ke-12
25.982.922
3.157.219
4.510.001
4.510.001
169.125
0
7. Tahun ke-13*)
keterangan: *) pelunasan hingga kuartal ke-1
Analisis Kelayakan Finansial Perhitungan kelayakan finansial yang dilakukan atas rencana pembangunan dan pengelolaan usaha perkebunan karet rakyat di Kabupaten Tanah Laut berdasarkan aliran kas pada Lampiran 1 dengan rate 15% menunjukkan:
NPV
= Rp 59.664.511,32
FRR
= 24,94%
Net B/C
= 2,50
Dengan NPV > 0, FRR sebesar 24,94% atau, dengan interpretasi lain, suku bunga bank yang diberlakukan sebesar 15% lebih kecil dari cut-off rate sebesar 24,94%, dan Net B/C > 1 dapat disimpulkan bahwa rencana aktivitas usaha di atas secara finansial layak untuk direalisasi.
Analisis Kesensitifan Analisis kesensitifan bertujuan untuk melihat respon kinerja finansial aktvititas usaha terhadap perubahan yang terjadi, baik pada komponen-komponen yang menyusun aliran kas masuk (net cash inflow) maupun aliran kas keluar (cash outflow). Hasil analisis kesensitifan ini terutama berguna sebagai bahan pertimbangan dan penilaian untuk mengantisipasi kemungkinan terjadinya perubahan pada komponen-komponen dominan yang mendasari penyusunan kriteria investasi, serta dampaknya atas kinerja finansial usaha. Proyek atau aktivitas usaha yang sensitif atas perubahan dimaksud memerlukan antisipasi perlakuan yang relatif lebih ketat dan hati-hati apabila dilaksanakan dibandingkan dengan proyek atau aktivitas usaha yang kinerja finansialnya kurang sensitif. Pada rencana proyek pembangunan dan pengelolaan usaha perkebunan karet rakyat di Kabupaten Tanah Laut kesensitifan kinerja finansialnya disimulasikan dengan memberlakukan kemungkinan-kemungkinan terjadinya: perubahan (penurunan) harga jual produk TBS sebesar 5%, 10%, dan 20%; perubahan (kenaikan) biaya operasional produksi sebesar 5%, 10%, dan 20%. Rangkuman hasil perhitungan kesensitifan dapat dilihat pada Tabel 4 dan 5.
179
Analisis Kelayakan Pembangunan Perkebunan Karet Rakyat di Kabupaten Tanah Laut, Kalimantan Selatan (Sadik Ikhsan, Abdussamad, dan Joko Purnomo)
Tabel 4. Analisis kesensitifan: penurunan harga bokar No.
Uraian
1. 2.
Harga jual TBS (%) Biaya operasional: pemeliharaan (%) 3. Suku bunga bank (%) 4. Kinerja finansial NPV (Rp) IRR (%) Net B/C
0% 100 100
Penurunan harga jual 5% 10% 95 90 100 100
15
15
15
15
59.664.511,32 24,94 2,50
52.617.969,94 24,04 2,33
45.571.428,56 23,09 2,15
31.478.345,80 21,00 1,79
20% 80 100
Tabel 5. Analisis kesensitifan: kenaikan biaya operasional pemeliharaan No. 1. 2.
Uraian
Harga jual TBS (%) Biaya operasio-nal: pemelihara-an (%) 3. Suku bunga bank (%) 4. Kinerja finansial NPV (Rp) FRR (%) Net B/C
0%
Kenaikan biaya operasional 5% 10%
20%
100 100
100 105
100 110
100 120
15
15
15
15
59.664.511,32 24,94 2,50
Pada penurunan harga jual atau pada kenaikan biaya operasional hingga sebesar 20%, secara umum kriteria kelayakan masih terpenuhi. Namun terkait faktor harga, kehatihatian perlu dilakukan karena penurunan yang terjadi atasnya dapat berpengaruh terhadap kelayakan usaha, khususnya apabila penurunan tersebut lebih dari 20%. KESIMPULAN Dari penelitian yang dilakukan diperoleh kesimpulan sebagai berikut: 1. Biaya yang diperlukan untuk pembangunan kebun karet rakyat seluas 2 ha adalah sebesar Rp 56.331.114,yang terdisitribusi dalam enam tahun pertama sesuai dengan kebutuhan pembangunan; 2. Kebutuhan biaya di atas ditanggulangi melalui kredit perbankan dalam rangka Program Revitalisasi Perkebunan dengan IDC sebesar 10% per tahun selama masa
57.588.205,74 24,66 2,45
55.511.900,16 24,37 2,40
51.359.289,01 23,79 2,29
tenggang yang dikapitalisasi menjadi pokok kredit sehingga keseluruhan kredit yang ditanggung berjumlah Rp 83.931.613,-; 3. Pelunasan atas kredit dimulai pada tahun ke-7, kuartal ke-1, setelah tanaman mulai menghasilkan dan usaha dinilai mampu untuk melakukan pelunasan tersebut, dengan bunga sebesar 15% per tahun. Pelunasan atas kredit selesai dilakukan pada tahun ke-13, kuartal ke-1; 4. Pembangunan kebun karet rakyat di atas secara finansial layak dilaksanakan karena, pada rate 15% per tahun, memiliki NPV > 0, FRR = 28,43%, dan Net B/C > 1. Besaran-besaran finansial tersebut masih memenuhi kriteria kelayakan pada penurunan harga jual hingga 20% serta pada kenaikan biaya operasional hingga 20%.
180
Chlorophyl Vol. 6 No. 3 Oktober 2010 halaman 201-207
DAFTAR PUSTAKA
Anwar, C. 2006. Perkembangan Pasar dan Prospek Agribisnis Karet di Indonesia. Makalah disampaikan dalam Lokakarya Budidaya Tanaman Karet pada tanggal 4 – 6 September 2006 di Medan ―diselenggarakan oleh Balai Penelitian Sungai Putih, Pusat Penelitian Karet
Ditjen Perkebunan, Departemen Pertanian. 2007. Pedoman Umum Program Revitalisasi Perkebunan (Karet, Karet, dan Kakao). http://www. ditjenbun. deptan.go.id. Diakses pada tanggal 4 Agustus 2008 Setiawan, D. H. & A. Andoko. 2005. Petunjuk Lengkap Budidaya Karet. AgroMedia Pustaka, Jakarta
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian – Departemen Pertanian. 2005. Prospek dan Arah Pengem-bangan Agribisnis Karet. http://www.litbang. deptan.go.id/. Diakses pada tanggal 12 Juli 2008
Sistem Informasi Terpadu Pengembangan Usaha Kecil (SIPUK) – Sistem Informasi Pola Pembiayaan/ Lending Modal Usaha Kecil: Perkebunan Karet Rakyat. http://www.bi.go.id. Diakses pada tanggal 4 Agustus 2008
Departemen Perindustrian. 2007. Gambaran Sekilas Industri Karet. http://www. depperin.go.id/PaketInformasi/Karet/ Karet.pdf. Diakses pada tanggal 4 Agustus 2008
Tim Penulis PS. 1992. Karet: strategi pemasaran, budidaya, dan pengolahan. PT Penebar Swaya, Jakarta
Ditjen Perkebunan, Departemen Pertanian. 2007. Rencana Stratejik Pem bangunan Perkebunan 2005 – 2009 (Edisi Revisi 2007). http://www. ditjenbun. deptan.go.id. Diakses pada tanggal 4 Agustus 2008
Wulandari, A. 2006. Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Ekspor Karet dari Indonesia ke Amerika Kurun Waktu 1980 – 2003. Skripsi. Fak. Ekonomi UII, Yogyakarta. Tidak dipublikasikan
181