BAB I PENDAHULUAN
Salah satu unsur universal kebudayaan adalah kesenian. Karya seni sebagai karya budaya yang luhur mengandung nilai-nilai keindahan. Karena itu menciptakan seni bukan sekedar improvisasi melainkan idealisme keindahan yang tinggi. Tak bisa disangkal, bahwa seni maupun budaya pada hakikatnya selalu menyentuh aspek dasariah manusia yang paling dalam, yang sudah pasti tetap menekankan keseimbangan antara sisi eksoteris (lahir) dan esoterisnya (batin). Seni atau dalam horizon yang lebih luasnya budaya adalah bagian yang inheren menyatu dalam kehidupan masyarakat. Ditinjau dari garapannya ada lima cabang seni yaitu Seni Rupa dan Seni Sastra, Seni Tari, Seni Teater, dan Seni Musik. Ada yang mengklasifikasikan seni pertunjukan yakni seni tari, seni musik, dan seni teater. Seni sastra menjadi seni teater bila dipertunjukan dan senantiasa melibatkan seni rupa. Oleh karena itu, lima cabang seni itu saling berkorelasi, saling berkaitan satu dengan yang lain. Setiap daerah tentu memiliki kesenian masing-masing yang di dalamnya terdapat perbedaan. Begitu juga halnya dengan Masyarakat Banjar yang memiliki kesenian-kesenian yang beragam. Keberagaman ini terlihat dari banyaknya kesenian yang ada dan berkembang di masyarakat Banjar sejak Zaman Prasejarah, Praseja rah, Zaman Hindu Budha dan Zaman Islam.
BAB II PEMBAHASAN
A. Masyarakat Banjar
Secara etimologi kata ‘Banjar’ sebuah kosa kata arkais austronesia yang berarti deretanderetan deretan
atau
berjajar
memanjang.
Dalam
bahasa
Melayu
berarti
kampung
perkampungan. Orang-orang Orang-orang Ngaju menyebutkan kata ‘Banjar’ karena melihat melihat
atau
tempat
tinggal penduduk pada waktu itu berjajar sepanjang sungai yang dihuni oleh migrasi orangorang Melayu, sehingga mereka menyebut penduduk yang mendiami rumah-rumah tersebut dengan sebutan ‘Urang Banjar’.
A.Gazali Usman (Sejarawan Kalimantan Selatan) menyebutkan bahwa cikal-bakal etnik Banjar adalah perpaduan kultural dari unsur Melayu, unsur Bukit, Ngaju dan Maanyan. Asimilasi budaya ini berlangsung jauh sebelum adanya Kerajaan Negara Dipa. Jadi diperkirakan perpaduan ini pada fase etnosentrisme (negara suku yang bernama Negara Nan Sarunai atau disebut juga Tanjung Puri) dengan migrasinya orang-orang Melayu Sriwijaya yang beragama Buddha ke Kalimantan pada sekitar abad ke 10-11 M. Kalimantan Selatan adalah pusat kediaman suku Banjar. Menurut J.S. Vorgouwen, memang adaa suku Banjar asli dan mereka bermukim di sekitar Hulu Sungai, Banjarmasin, Martapura, Pelaihari. Di pantai sekitar antara Pegatan dan Pasir suku Banjar bercampur baur dengan orang-orang Dayak. Orang Bakumpai Marabahan adalah campuran suku BanjarDayak-Bugis. B. Kesenian Banjar
Di dalam sejarah kebudayaan manapun, sudah tentu memuat sejarah kesenian. Sejarah kesenian Banjar tidak terlepas dari sejarah keseniannya. Sejarah kebudayaan Banjar paralel dengan sejarah perkembangan “urang Banjar ”, dimana bermula adanya pembauran etnik Melayu sebagai etnik dominan, dengan unsur etnik Bukit, Ngaju dan Maayan. Perpaduan etnik lama kelamaan menimbulkan perpaduan kultural; unsur Melayu sangat dominan dalam bahasa Banjar. Demikian pula dengan kesenian Banjar tentu saja kesenian yang dihasilkan oleh asimilasi dari pengaruh sosial politik kesejarahan dalam kurun waktu yang sangat lama. Budaya dan tradisi Urang Banjar adalah hasil asimilasi selama berabad-abad. Budaya Banjar dapat dilihat dari kehidupan sehari-hari masyarakat Banjar khususnya dalam bentuk kesenian, tarian, musik, pakaian, permainan dan upacara tradisional. Urang Banjar mengembangkan sistem budaya, sistem sosial dan material budaya yang berkaitan dengan relegi, melalui berbagai proses adaptasi, akulturasi dan asimilasi. Sehingga nampak terjadinya pembauran dalam aspek-aspek budaya. Meskipun demikian pandangan atau pengaruh Islam lebih dominan dalam kehidupan budaya Banjar, hampir identik dengan Islam, terutama sekali dengan pandangan yang berkaitan dengan ke Tuhanan (Tauhid), meskipun dalam kehidupan sehari-hari masih ada unsur budaya asal, Hindu dan Budha Adat istiadat Banjar yang melekat dengan kehidupan sosial warga masyarakat yang bercirikan Islam terus terjaga dan dipertahankan, nampak dari aktivitas kehidupan mereka sehari-hari. Hal ini dapat juga disaksikan melalui berbagai pentas kesenian Banjar yang sering ditampilkan dalam acara-acara resmi, seperti tari-tarian dan lagu Banjar. Demikian
pula upacara adat khas Banjar yang biasanya dilaksanakan dalam rangka perkawinan, kelahiran, ataupun peringatan terhadap peristiwa penting lainnya. Terdapat banyak jenis kesenian tradisional Banjar yang hidup dan berkembang di Kalimantan Selatan, namun diantaranya juga banyak terdapat jenis kesenian tradisional yang langka, yang dikhawatirkan suatu saat nanti akan menjadi punah. Kesenian tradisional tersebut pada umumnya cukup komunikatif, digemari rakyat, hidup dan berkembang di tengah-tengah kehidupan rakyat. 1. Kesenian Zaman Prasejarah Memang, secara eksplisit kesenian dari masa prasejarah sulit untuk dijelaskan. Diawali pada masa manusia hidup di gua-gua ataupun seruk-seruk tadah angin, di situlah “kesenian” manusia prasejarah mulai dapat diketahui, yaitu dengan ditemukannya gambar-gambar cadas atau lukisan dinding gua ataupun ceruk-ceruk tadah angin tersebut. Pemikiran sederhana di atas masih dapat dilihat hingga masamasa yang lebih kemudian bahkan hingga sekarang, seperti penggambar lambang atau simbul-simbul yang bersifat magis-religius. Patung-patung dan balotang pasa etnis Dayak hingga sekarang masih digambarkan secara sederhana, sekalipun saat ini telah tersedia para seniman patung yang dapat membuat patung manusia secara s empurna. Masyarakat Dayak, membuat karya seni yang sangat sederhana dalam ragam hias. Penciptaan lebih mangarah pada fungsi religius dalam bentuk lambang-lambang yang berkaitan dengan konsep kepercayaan yang mereka anut. Motif-motif yang terdapat pada tiang sandung , tiang sanggaran, dan tiang sapundu berbentuk sulur suluran dan geometris. Motif ini mempunyai makna sebagai pengikat arwah agar tidak bergentayangan menganggu yang hidup. Motif perahu digambarkan pada peti mati (raung ), papan bernama tingang bangunan induk sandung sebagai simbol kendaraan yang membawa arwah dalam perjalanan menuju surga. Ragam
hias
fauna
seperti
naga,
tambun,
jata,
burung
tiangang,
menggambarkan kosmologi yang terdiri dari alam atas, alam tengah, dan alam bawah. Motif sanghari dan bintang bacarang melambangkan sinar kehidupan yang dicitacitakan setiap orang terdapat pada ragam hias bakul arangan sebagai wadah untuk upacara aruh ganal pada masyarakat Bukit Loksado. Motif ukiran simbol penolak bala digambarkan dalam bentuk kedok dengan wajah yang menakutkan terdapat pada alat menggendong anak suku Dayak Ngaju yang disebut baning aban. Simbol tersebut dimaksud untuk menjaga si anak dari gangguan roh arwah, hantu-hantu dan roh binatang. Simbol penolak bala bagi masyarakat Banjar terlihat pada ra gam hias ukiran
rumah Banjar yang terdapat pada pilis dengan motif daun jaruju, pada dahi lawang dengan motif Banaspati (kala). Pada seni tari, walaupun gerakan tidak dinamis tapi mengekspresikan emosi yang meluap-luap sebagai harapan dan tanda syukur pada Maha Ta’ala, tergambar melalui hentakan kaki yang kuat dan keras pada tari Balian, Bakanjar, Babangsai, tari gantar dan sebagainya. Tarian ini biasanya disertai dengan nyanyian dengan ritme yang teratur dan nada rendah berupa mamang oleh pemimpin upacara diselingi dengan teriakan-teriakan oleh penari. Secara etnografis, tinggalan tersebut merupakan sisa-sisa hasil kesenian dari masa prasejarah di Kalimantan. 2. Kesenian Zaman Hindu Budha Dalam sejarah Banjar yakni pada zaman kuno di Kalimatan Selatan ditandai dengan munculnya kerajaan-kerajaan yang kisahkan dalam ceritera bersambung dari mulut ke mulut berupa hikayat. Hal disebabkan belum adanya suatu penelitian yang mendalam tentang situasi pada zaman tersebut. Sebelum muncul kerajaan Negara Dipa dapat diperkirakan pada zaman perundagian telah terdapat desa-desa besar di pantai kaki pegunungan Meratus yang lambat laun berkembang menjadi kota-kota bandar dalam perhubungan perdagangan laut dengan India dan China dan perdagangan Interinsuler. Konsentrasi populasi terdapat selanjutnya dengan pertumbuhan pantai dan aliran sungai Tabalong sebagai daearah terpadat penduduknya. Kemungkinan sekali di sekitar abad ke-5 atau 6 Masehi telah muncul kerajaan Tanjungpuri sebagai pusat kolonialisasi orang-orang Melayu yang berasal dari Sriwijaya. Mereka membawa bahasa
dan
kebudayaan
Melayu
sambil
berdagang.
Mereka
kemudian
mengembangkan diri bercampur dengan penduduk sekitarnya yang terdiri dari sukusuku Maanyan, Lawangan dan Bukit. Besar kemungkinan bahwa Melayu pendatang yang berasimilasi itu masih menumbuh kembangkan kesenian Melayu. Ketika Tanjungpuri lenyap maka timbul kerajaan Negara Dipa yang dibantu oleh orang-orang Jawa dari Kediri Utara. Kebudayaan Jawa dalam kehidupan masyarakat istana dan sekitarnya terpadu dengan kebudayaan Melayu dan Maanyan, akan tetapi keraton Negara Dipa lebih mendominasi adat istiadat budaya Jawa, maka masyarakat sekitar juga dipengaruhi hal yang demikian.
a. Seni Rupa Walaupun mengenai seni rupa yang berkembang tidak begitu jelas namun secara asumsi dapat diperkirakan bahwa seni patung sederhana seperti zaman neolithikum tetap berjalan. 1. Seni Bangunan Negara
Dipa
dan
Negara
Daha
masing-masing
mempunyai
peninggalan berupa Candi Amuntai dan Candi Laras di Margasari. Dari berbagai peninggalan yang ditemukan di situs candi Laras di Margasari, menunjukkan bahwa kepercayaan yang berkembang saat itu adalah Hindu Siwa. 2. Seni Arca Di Candi Agung tidak ditemukan Arca, namun di Candi Laras dan sekitarnya ditemukan sisa arca dipangkara, potongan lingga dari batu bazatl merah dan pecarahan yoni. Dipangkara berarti dian (penerang) atau pembawa cahaya. Kemungkinan arca itu dibawa oleh orang-orang Melayu dari Sriwijaya sekitar abad ke-7 Masehi. Hal ini berkaitan dengan temuan fragmen prasasti berinkripsi Jayasiddha dan arca Dipangkara itu sendiri sebagai arca Budha. 3. Seni Ukir Diperkirakan motif ukiran yang sekarang adalah sebagian peninggalan zaman Hindu Budha dan Siwa. Motif ukiran pada umumnya terdapat pada kayu, perhiasan, logam kuningan dan kulit binatang. Motif ornamen terdapat pada anyaman-anyaman tikar, anyaman bakul butah, lanjung dan alat rumah tangga lainnya. Tatah ukir pada kulit binatang sudah berkembang lewat tatah wayang kulit . 4. Seni Lukis Lukisan dengan sulaman manik-manik air guci sudah berkembang pada zaman ini, karena motif-motif ukiran mirip dengan sulaman manikmanik, terutama pada motif hiasan pada dinding air guci dan tapih air guci serta baju wanita. Batik ikat sasirangan juga berasal pada zaman ini, dengan dilukis pada kain dan diikat sebelum dicelup pewarna. Menurut sejarah kain sasirangan pertama kali di buat pada abad ke-12, tepatnya saat
patih Lambung Mangkurat bertapa selama 40 hari 40 malam diatas rakit dan rakit patih tiba didaerah rantau Kota Bagantung. Ia melihat buih dan mendengar suara wanita dari dalam buih itu, yaitu Putri Junjung Buih. Putri berjanji akan muncul kepermukaan dengan syarat sebuah istana dan kain tenun motif padi waringin yang diselesaikan dalam sehari. Kain tersebut yang saat ini kita kenal dengan kain sasira ngan. b.
Seni Sastra
Mengenai seni sastra pada abad-abad pertama sampai dengan abad ke-14 masih gelap. Yang jelas seni itu telah ada sejak kerajaan Tanjung Puri dan terus berkembang hingga ke masa kerajaan Banjar. Beberapa diantaranya dapat disinopsiskan sebagai berikut : 1. Sangiang Gantung 2. Intingan dan Dayuhan 3. Ular Dandang 4. Batu Balah Batu Batangkup 5. Sandah Gelar Puteri Ambang Kapas 6. Kisah Batu Banawa
c. Seni Teater Mungkin sekali pada zaman kerajaan Negara Dipa dan kerajaan Negara Daha, seni teater sebagai seni pertunjukkan yang berasal dari Jawa juga hidup dikalangan istana. Seni ini dikembangkan oleh imigran dari Jawa yakni Mpu Jatmika yang mendirikan Negara Dipa. 1. Wayang kulit Wayang kulit pada masa itu masih murni budaya Jawa dengan ceritera Mahabarata atau Ramayana. 2. Wayang wong Sesuai dengan Hikayat Banjar yang menyebutkan bahwa wayang sudah tumbuh di Kalimantan Selatan sejak adanya kerajaan Negara Dipa, “... bawayangan Wong, manopeng, bawayang Gadogan, bawayang Purwa, babaksan ...”merupakan kesenian yang biasa dipertunjukkan di kerajaan itu” (Suryadikara, 1992: 12). 3. Dalang topeng
Teater Dalang Topeng adalah perkembangan dari tarian manopeng. Seorang dalang sebagai narasi yang berceritera dan melaksanakan anatr dialog pemeran bertopeng. Ceritera yang dibawakan adalah ceritera Panji. d. Seni Musik dan Seni Suara Seni musik pada zaman Hindu Budha masih belum begitu jelas. Namun terdapat gamelan yang diberi nama Srinting Badayu yang dibawa Empu Jatmika dan menjadi kesenian istana Negara Dipa. e. Seni Tari Tari Baksa yang beragam namanya seperti Baksa Panah, Baksa Dadap, Baksa Tumbak, Baksa Tameng, Baksa Kupu-kupu , diiringi oleh pargamalan empat puluh orang . Kemungkinan tari rakyat yang didukung oleh rakyat yang masih memelihara tari tradisional mereka seperti tari Gantur Balian, juga masih dipergelarkan ketika upara sehabis panen. 3. Kesenian Zaman Islam Kebudayaan Islam secara perlahan tumbuh dan kesenian lama tidak dimusnahkan tetapi terjadi akulturasi positif. Istana sejak dahulu memang menjadi pusat kebudayaan. Demikian juga dengan istana kerejaan Banjar yang dibangun oleh Sultan Suriansyah, yang direbut olehnya ketika masih bernama Pengeran Samudera. a.
Seni Rupa
Tentang seni rupa pada zaman islam, terutama pada masa kerajaan banjar dan seterusnya konsep-konsep kepercayaan lama yang terdapat dalam kaharingan (Kaharingan dan Siwaisme) terdapat pula dalam wujud seni bangun dan sarana rumah diam dan masjid orang Banjar” (Saleh, 1978:28). 1. Seni Bangunan Rumah adat Banjar diperkirakan baru berkembang dalam abadabad terakhir. Dari jenis-jenis yang masih ditemukan dimana izinnya bertahun 1871 sebagai rumah yang tertua dan diketahui tahun didirikannya, terdapat di kota Banjarmasin. Pembangunannya didapat dari pemerintahan Hindia Belanda dan tipenya jenis rumah bubungan tinggi. 2. Seni Arca
Seni arca pada zaman masuknya budaya dan akidah islam tidak pernah ditemukan karena Islam melarang adanya arca atau patung di manapun. 3. Seni Ukir Nampak sekali kehadiran karya ukir Islam berupa syahadat di atas pintu rumah Banjar dan berhiaskan motif tanaman merambat. 4. Seni Lukis Lukisan dasar kemudian dijahit untuk pembuatan batik kain celup sasirangan dengan berbagai corak hiasan. 5. Seni Motif Anyaman Pengaruh agama Islam sangat kuat mewarnai perkembangan seni rupa teritama di Kalimantan Selatan. Seni kerajianan dari rotan berupa tas pakaian, tope jangang tope rotan, kursi tamu diberi anyaman rotan halus dan sebagainya b.
Seni Sastra Lisan
Seni Sastra lisan ini bisa dikategorikan juga sebagai Teater Tutur yakni teater yang dituturkan oleh sang pelaku atau menceritakan suatu kisahan yang berstruktur dari awal, pertengahan menuju pada ketegangan atau klimaks hingga ending . Penutur dalam menyampaikan kisahan dengan menggunakan kemampuan vocal, dalam menampilkan suara dan ekspresi watak-watak yang menjadi pendukung cerita. 1. Dundam Dundam adalah jenis kesenian yang cenderung berfugsi untuk keperluan upacara. Sebab dalam teknisi penyajiannya harus menyediakan sesajian nasi ketan, nyiur anum (kelapa muada), perapen yang berkukus (asap) manyan. Padundam yang berduduk berslia seorang diri dengan alat musik dengan alat musik terbang harus dipisah oleh layar (dinding kain) dimana para undangan hanya sekedar mendengar tuturan pandundam yang diiringi bunyi terbang. Sebagai sastra lisan, dundam berbentuk syair dan prosa lirik untuk berceritra mitos. 2. Lamut
Kesenian lamut sebagai teater tutur, masih eksis di banua banjar. Jenis teater ini masih cukup dikenal oleh masyarakat kini dibanding dengan dundam, andi-andi dan pandung . 3. Andi-andi Andi-andi dilantunkan pada gotong royong mengetam padi di sawah
yang
luas,
memanggil
pencerita
Andi-andi
untuk
melantunkan ceritanya yang liris kadangkala puisi pantun yang dilagukan. Tidak terasa panas terik ditengah sawah, kerena imajinasi larut dalam benak mereka. Pada saat-saat tertentu, andiandian juga bisa disampaikan ditangah kelompok keluarga didalam rumah pada malam hari dengan cara menuturkan kisah-kisah tertentu secara santai. 4. Bapandung Pandung artinya meniru tingkah laku. Kesenian ini muncul di margasari. Diperkirakan munculnya pada abad ke-19 untuk menghibur masyarakat agraris. Bapandung tidak lain berkisah sama dengan andi-andi di sawah, tetapi tukang pandung lebih dinamis karena ia bercerita sambil meragakan apa dan bagaimana tokoh berakting. Secara penyajian,” Bapandung adalah menolong tradisi. 5. Madihin Kesenian Madihin tergolong suatu kesenian tradisional yang sederhana dan murah. Kesederhanaan itu karena penyajian yang utamanya adalah penyampaian syair-syair yang di bacakan Oleh seniaman Madihin yang disebut Pamadihin. Rangkain syair-syair dan pantun yang menjadi bahan komunikasi dan informasi. Perkataan “madihin” berasal dari kata “madah”. Madah artinya berkata-kata. Dari kata tersebut, jelaslah madihin adalah karya seni budaya islam dan pengaruh kasidah arabi, namun telah tercipta dengan bahasa banjar, kesenian ini tesebar luas di kalangan masyarakat Banjar. Menurut Amir Hasan Kiai Bondan, kesenian madihin sudah ada ketika pemerintahan panembahan sultan Adam di Kerajaan Banjar. 6. Besyasyairan
Fungsi membaca syair-syair adalah “ Bajagaan” pengantin lajang. Setiap ada malam pengantin lajang, kelompok pemuda berkumpul di rumah pengantin wanita untuk membaca syair. Peran ibu-ibu senantiasa membimbing dan mendemonstrasikan lagu-lagu untuk disimak dan dipelajari oleh yunior. Syair-syair tersebut telah berbentuk buku. Buku-buku syair berasal dari Sumatra dan melayu misalnya: syair siti zubaidah, syair abdulah muluk, syair si miskin, syair brahma syahdan, syair hanep, syair ganda kusuma, syair mayat, dan sebagainya. 7. Bapapantunan Unsur budaya melayu yang dianut pantun banjar ternyata bentuk yang bervariasi. Anak-anak bapapantunan, orang desa “batawak pantun” dan orang tua bapapantunan dalam acara tertentu. c.
Seni Music 1. Gamelan
Ditahun 1900 musik gamelan Selendro lengkap seperti gamelan jawa masih berkembang, terutama pewaris keluarga istana yaitu keluarga gusti-gusti. 2. Tarbang Haderah
Tarbang haderah berfungsi sebagai pembawa, penyaluk, peningkah, penggulung dan babun (tambur). 3. Tarbang Ampat
Tarbang ampat adalah rebana berukuran besar di sebut juga Tarbang Burdah, karena mengiringi gendangan kasidah Burdah. 4. Tarbang Lamut
Dipergunakan oleh pelamutan untuk mengiringi ia bercerita. Ukurannya lebih besar dari tarbang Haderah dan Lebih kecil dari tarbang Burdah. 5. Tarbang Madihin
Lebih kecil dari tarbang Lamut, namun pembuatannya sama dengan tarbang Lamut. 6. Musik Suling
Merupakan orkes suling dengan perangkat lain seperti tambur, genderang, marakas, dan ketipung. 7. Musik Kurung-Kurung Hantak
Kurung-kurung dibunyikan pada saat menugul (batanam) atau keramaian kampong, sering juga diadakan perlombaan membunyikan kurung-kurung . Dinilai nyaringnya bunyi, dan jika ada kurung-kurung yang pecah maka ia dianggap kalah. 8. Musik Kintung
Diadopsi suku Banjar dari musik suku Bukit. Musik ini dibuat dari
bambu
yang
dipotong
menjadi
tiga
buah
kintung.
Membunyikannya seperti kurung-kurung hantak, ditas sepotong kayu tebal. 9. Musik Main Kuntau
Terdiri dari serunai, babun besar, babun talinting (penyela) dan kempul (agung kecil). d.
Seni Suara
Menurut Anang Ardiansyah yang meneliti lagu-lagu Banjar, bahwa embrio lagu-lagu Banjar bermula dalam “harungut ” (gumam) dikala senggang ditempat sepi. Lagu-lagu Banjar sebenarnya mempunyai identitas tersendiri dengan penonjolan Melayu-Maanyan-Ngaju dan sedikit Jawa. 1. Sinden 2. Lagu Dundam 3. Lagu-lagu Bajapin 4. Lagu Basyasyairan 5. Lagu Tirik dan Gandut 6. Lagu Pariuk 7. Lagu Ba-ahui 8. Lagu Badudus 9. Lagu Damarulan
e.
Seni Tarif 1. Tari Baksa dan Topeng 2. Tari Rudat
3. Tari Sinoman Haderah 4. Tari Semi Klasik 5. Tari Basisingaan 6. Tari Bagandut 7. Tari Japin Sigam 8. Tari Payuh Kambang
f.
Seni Teater
Teater Banjar terdiri dari dua jenis yakni Teater Tradisi/ Teater Rakyat dan Teater Tutur. Teater tradisi terdiri dari Teater Wayang Kulit, Wayang Gung, Teater Abdul Muluk Cabang, Teater Mamanda, Teater Tari Topeng, Teater Tari Kuda Gepang Carita, Teater Damarulan, Teater Tantayuhan. Sedangkan Teater Tutur terdiri dari Lamut, Andi-andi, Dundam, Bapandung (Bakisah). Kebudayaan Banjar dalam bidang kesenian ini hendaklah kita jaga, pelihara dan kita lestarikan agar tidak memudar dan mengalami kepunahan. Dalam beberapa tahun terakhir ada kesadaran untuk menghidupkan kembali Budaya Banjar dengan adanya Lembaga Adat Dan Budaya, Kekerabatan dan Kesultanan Banjar, dan Kongres Budaya Banjar tingkat Regional yang sudah pula di gelar dua kali. Banjar Expo digelar hampir tiap tahun. Kita patut menyambut baik, karena seamkin banyak lembaga
event
budaya,
ada
harapan
kebudayaan
dipertahankan, digali, dikembangkan dan dilestarikan.
Banjar
dapat