BAB V PENDIDIKAN KARAKTER SEBAGAI PEDAGOGI
Seca Secara ra umum umum ada ada dua dua parad paradigm igmaa dalam dalam mema memand ndan ang g karak karakter ter.. Pertama, Pertama, memand memandang ang pendidikan karakter dalam cakupan pemahaman moral yang sifatnya lebih sempit (narrowscope to moral education). Pendidikan education). Pendidikan dalam pandangan ini lebih berkaitan dengan bagaimana menanamkan nilai-nilai moral tertentu dalam diri anak didik, sepeti nilai-nilai yang berguna bagi pengembangan pribadinya sebagai makhluk individual sekaligus sosial. Kedua, Kedua, melihat pendidikan karakter dari sudu pandang pemahaman isu-isu mral yang lebih luas, terutama melihat keseluruhan peristiwa dalam dunia pendidikan itu sendiri ( educational happenigns). Paradi Paradigm gmaa kedua kedua membah membahas as secara secara khusus khusus bagaim bagaimana ana nilai nilai kebeba kebebasan san itu tampil dalam kerangka hubungan yang sifat-sifatnya lebih struktural, misalkan dalam hal pengambilan keputusan yang bersifat kelembagaan, dalam relasinya pelaku pendidkan lain, seperti keluarga, masyarakat (sekolah, lembaga agama, asosiasi, yayasan, dll) dan negara. 5.1 Pendidikan Karakter sebagai Pedagogi
Jika kita mencoba menggabungkan dua kekuatan pandangan tentang pendidikan karakter, yaitu yaitu antara antara pendid pendidika ikan n karakt karakter er dalam dalam cakupa cakupan n pemaha pemahaman man moral moral yang yang sifatny sifatnyaa lebih lebih sempit dan pendidikan karakter dari sudut pandang pemahaman isu-isu moral yang lebih luas, terutama melihat keseluruhan peristiwa dalam dunia pendidikan itu sendiri, akan muncul sebuah pemahaman baru tentang pendidikan karakter sebagai pedagogi. ata ata ped pedago agogi, gi, yang ang bera berasa sall dari dari kata ata !unan nani Pais ais (an (anak) ak) dan dan agog agogos os (pembimbingan"pen#agaaan), memang secara etimologis mengacu pada proses pendampingan yang dilakukan oleh kaum dewasa terhadap anak rema#a. Secara historis, dalam konteks !unani uno, kata paidagogos, merupakan sebuah fungsi edukatif yang diberikan terhadap para budak atau orang bebas yang memiliki tugas menemani anak-anak pergi sekolah, atau ke tempat olahraga. $ungsi ini kemudian bergeser men#adi sebuah tugas yang dilakukan oleh orang-orang orang-orang yang diberi diberi tugas mendidik anak-anak bangsawan bangsawan daari kalangan aristokrat. Pedagogi di masa malu bisa mengacu pada figur tertentu, kegiatan edukatif tertentu, atau fakta-fakta tentang pendidikan itu sendiri. Pendidikan ini biasanya mengacu pada pendidikan moral. Pendidikan moral inilah yang dapat mengantar dan membimbing mereka memasuki tahap kehidupan orang dewasa. %alam konteks ini, #ika pedagogi dipahami sebagai sebuah proses perkembangan terus-menerus seorang individu dalam menyempurnakan keberadaan dirinya sebagai makhluk yang bermoral, setiap kegiatan kegiatan edukatif edukatif yang bermanfaat bagi perkembang perkembangan an kehidupan kehidupan moral moralny nyaa sanga sangatl tlah ah rele releva van n bagi bagi diri diriny nya. a. &ntu &ntuk k itu, itu, kaum kaum dewa dewasa sa pun pun masih masih tetap tetap membut membutuhk uhkan an sebuah sebuah pedago pedagogi. gi. Pedago Pedagogi gi ini bukanl bukanlah ah sebuah sebuah aset yang yang bisa bisa otomat otomatis is diimiliki, melaninkan sebuah kemungkinan yang terbuka di mana setiap indiidu merangkai, memban membangun gun,, dan memben membentuk tuk karakt karakter er indivi individua dualny lnyaa sesiao sesiao dengan dengan kemung kemungkin kinan an yang yang terbuka di hadapannya. %alam %alam bahasa bahasa 'ndone 'ndonesia, sia, kata kata pedago pedagogi gi mengacu mengacu pada pada berbag berbagai ai macam macam proses proses pendampingan dari figur tertentu, biasanya figur pendidik yang dipertemukan dalam relasi 51
mereka dengan generasi yang lebih muda. %alam arti sempit, pedagogi mengacu pada proses pendidikan dalam sekolah yang memiliki hubungan yang sifatnya vertikal, antara guru dan muriid. Sementara, untuk mengacu pada teori-teori tentang pendidikan kita memakai kata pedagogik. Pedagogi dalam arti luas berarti proses pendidikan secara terus-menerus, atau yang sering kita sebut dengan proses bela#ar seumur hidup, atau proses pendidikan permanen yang dimiliki oleh setiap orang. erkaitan dengan proses pendidikan permanen ini, pernah ada gagasan untuk memakai istilah baru untuk menggantikan pedagogi, yaitu adragogi. ndragogi berasal dari dua kata yakni aner (anak laki-laki) dan agogos (pembimbingan"pen#aga). *amun, istilah ini tidak begitu sukse disosialisikan sebab peristilahan itu bias gender. ndragogi kesan sarat maskulin. 'stilah pedagogi #uga bisa dibedakan menurut sifatnya, yaitu pedagogi yang bersifat non-ilmiah (non scientific pedagogy) dan pedagogi ilmiah ( scientific pedagogy). Pedagogi non-ilmiah mengacu pada norma, aturan-aturan tak tertulis yang harus ditaati, misalnya kewa#iban keagamaan, atau sesuatu yang tertulis atau diterapkan sebagai sebuah norma, yaitu nilai-nilai yang mesti diutamakan sebagai prioritas, eksortasi, peringatan-peringatan, ungkapan-ungkapan, atau pemikiran tentang pendidikan yang terdapat dalam setiap kebudayaan. Pedagogi ilmiah merupakan sebuah diskursus dan penelitian tentang pendidikakn dalam bentuk traktat historis maupun traktat ilmiah dengan berbagai macam pendekatan, seperti biologis, psikologis, sosiologis, antropologis, dan linguistik. %emikian #uga, pedagogi ilmiah kadang bisa mengacu pada lingkungan kebudayaan tertentu, misalnya pedagogi dalam lingkungan kebudayaan humanistik, atau secara khusus mengacu pada ilmu pengetahuan khusus, atau secara khusus mengacu pada ilmu pengetahuan khusus, yaitu ilmu tentang pendidikan (science of education). %isplin ini lantas berkembang men#adi disiplin khusus yang semakin memperkaya khasanah ilmu-ilmu kemanusiaan. Pedagogi senantiasa mendasarkan dirinya pada pengalaman di lapangan. Segala perbaikan, baik dalam metode maupun dalam teknik mendidik, senantiasa terlahir dari sebuah praksis daripada dari sebuah konsep teoritis. +leh karena itu, pedagogi sesungguhnya lebih merupakan seni daripada sebuah teori. %imasa modern, model pedagogi semakin luas, misalna terdapat pola pedagogi pendidikan khusus anak-anak perempuan para bangsawan, bagi orang-orang tersebut, kalangan sederhana, dan bagi anak-anak muda. Semen#ak itulah pedagogi bertumbuh pesat men#adi sebuah pendekatan variatif yang sifatnya metodologis. isalnya, perkembangan metode pendidikan khusus yang disebut dengan metode alamiah ala omensky dan ousseau, pendidikan kalangan #elata yang di promotori oleh pestaloi, sampai pada pendidikan yang sifatnya sangat praktis eksperimental seperti yang dikembangkan oleh John %ewey, aria ontessori, dan tokohtokoh lainnya.
52
Pendekaatan naturalis dirasakan sangat tidak mencukupi #ika diterapkan bagi pendidikan manusia. Sebab, bukan manusialah yang mesti menyesuaikan diri dengan ritme kodratnya, melainkan kodrat itu mesti mengikuti idealisme yang dimiliki oleh manusia. Pendidikan karakter termasuk dalam sebuah pedagogi yang memberikan penekanan pada nilai-nilai atau idealisme. 'a termasuk dalam pedagogi idealis. %alam per#alanan waktu, pedagogi yang sifatnya idealis ini pun memberikan penekanan yang berbeda, terutama berkaitan dengan unsur nilai-nilai yang men#adi agen pengubah se#arah. *eo ar/is 'talia, ntonio 0ramsci, melihat bahwa pedagogi ideal yang cocok bagi perubahan social masyarakat mesti memperhatikan kondisi hegemonic dan blok se#arah dalam masyarakat yang menentukan apakah sebuah sebuah masyarakat itu akan semakin ma#u dan berkembang. ntonio 0ramsci sangat menentang metode aliran naturalis spontan, aliran pedagog genewa, melainkan menekankan sebuah program pembentukan manusia yang terencana dan terarah. 0ramsci yakin bahwa manusia merupakan sebuah mahkluk yang membentuk diri melalui se#arah, yang ditempa melalui cara-cara koersif. Sedangkan Paulo $reire ketika berbicara tentang pedagogi harapan menegaskan bahwa faktor pengubah se#arah adalah mimpi (dreaming). 1mimpi bukanlah sekadar hal yang diperlukan bagi perilaku politik, mimpi merupakan bagian integral cara berada pribadi manusia sebagai makhluk sosial dan menye#arah. 'a men#adi bagian dalam kodrat manusia yang berada dalam proses men#adi secara permanen dalam arus se#arah.2 1%alam proses mencipta dan mencipta kembali diri kita dalam mera#ut se#arah-sebagi sub#ek dan ob#ek, pribadi-pribadi men#adi berada dalam dunia (becoming beings of insertion in the world) dan bukan sekadar adaptasi murni terhadap dunia-kita harus meraihnya melalui impian, yang #uga merupakan penggerak se#arah. 3idak ada perubahan tanpa mimpi, sebagai mana tidak ada mimpi tanpa pengharapan.2 Pedagogi idealis, meskipun memiliki berbagai macam perbedaandalam hal penekanan akan nilai-nilai tertentu yang men#adi faktor penggerak se#arah,mereka sama-sama berpendapat bahwa struktur dan tatanan masyarakat itu diatur, diubah, diperbaiki, melalui suatu motor penggerak yang mampumenggerakkan se#arah manusia,yaitu nilai-nilai. Jika kita berbicara tentang nilai-nilai,kita mesti mempertimbangkan dua variabel yang sangat relatif atas nilai-nilai tersebut. Pertama adalah keberadaan individu yang bertindak terhadap dan atas nilai. *ilai-nilai dalam artian ini men#adi bagian atau dominan setiap individu. Kedua adalah nilai-nilai yang men#adi bagian dari sebuah masyarakat atau kebudayaan. +leh karena itu,pendidikan karakter sebagai sebuah pedagogi #uga menyertakan dua dimensi ini. 'ndividu dan masyarakat memang merupakan dua hal yang berbeda, namun tidak dapat dipisahkan satu sama lain. %idalamnya terdapat sebuah relasi dialektis. elasi dialektis tidak berarti sebuah antinomi. ntinomi secara harafiah berati kontras antar hukum atau kontras antara kaidah prinsip yang ada.
53
ntinomi ini sesungguhnya men#adi sebuah indikasi bahwa setiapcampur tangan manusiawi dalamkerangka pendidikan mesti mempertimbangkan dimensi dialektis ini. 3anpa adanya tegangan ini,campur tangan apapun tentang penduidikan men#adi kurang tepat sasaran sebab bipolarisasi senantiasa men#adi cara bertindak manusia. +leh karena itu pendidikan karakter sebagai sebuah pedagogi memberikan perhatian pada tiga hal penting pertumbuhan manusia sebagaimana dimiliki secara berbeda oleh tiap individu. 'ni merupakan pengembangan metode naturalis, yaitu anak didik diharapkan berkembang sesuai dengan pertumbuhan kodrat alamiahnya. Pendidikan karakter sebagai pedagogi merupakan sebuah #alan pertumbuhan kehidupan moral yang dewasa dan utuh bagi setiap individu yang terlibat dalamkiner#a lembaga pendidikan. 5.2 Tiga antra Pendidikan Karakter
Pendidikan karakter sebagaisebuah pedagogi memberikan tiga matra pentingsetiap tindakan edukatif maupun campur tangan intensional bagi sebuah kema#uan pendidikan. atra ini adalah indi!id"# sosia$# dan %ora$ . +leh karena itu, pembaruan dalam dunia pendidikan, serta penerapan program pendidikan karakter dalam setiap lembaga pendidikan tidak dapat melepaskan diri dari tiga matra ini, #ika pembaharuan itu ingin disebut sebagai sebuah pembaruan yang integral. Secara historis, tiga matra ini tidaklah muncul begitu sa#a. atra ini sesungguhnya bermula dari kelahiran pendidikan baru yang dipelopori oleh ousseau. 3erlepas dari adanya berbagai macam kritik atas model pendidikan emilian ala ousseau. %alam Emile,ousseau menegaskan bahwa secara kodrat manusia itu baik, namun masyarakatlah yang membelenggu individu itu sehingga men#adi manusia yang bertumbuh semakin men#auh dari kodratnya. elalui Emile ia menegaskan bahwa ada hubungan erat antara lembaga pendidikan, kultur politik, kehidupan social, dan pertumbuhan individu. gar manusia itu bertumbuh sesuai dengan kemampan kodratnya, pendidikan semestinya melepaskan belenggu-belenggu sosial tadi dan membiarkan alam berkembang men#adi guru. 'nilah yang kemudian berkembang men#adi sebuah pendidikan negatif, yaitu sebuah pendidikan yang mencoba menghilangkan hal-hal yang menghalangi siswa untuk bela#ar secara mandiri sesuai dengan kemampuan alamiahnya. *amun, pendekatan pendidikan yang hanya merayakan spontanitas anak didik tidak lepas dai kritikan keras sebab pendidikan sesungguhnya merupakan sebuah campur tangan manusiawi secara sadar agar manusia berkembang dan bertumbu sesuai dengan kemapuan dan poensi dalam dirinya. Spontanitas anak hanyalah akan membuat sekolah meen#adi tempat untuk main-main, bukan sebuah sarana untuk pembentukan diri. %i sinilah Pestaloi membantu kita untuk memahami lebih dalam tentang pendidikan karakter sebagai sebuah pedagogi. emang, tulis Pestaloi, pendidikan semestinya merupakan sebuah proses yang mengikuti perkembangan kodrat manusia, kodrat manusia secara historis ber#umpa dengan determinasi social yang ada. %alam hal ini ia sepakat dengan ousseau. *amun tidak berhenti sampai disitu. odrat manusia itu berkembang dan mengalami evolusi, yaitu dari status primitif, original, vital, yang katakanlah merupakan 54
keadaan kodratnya yang pertama, menu#u pada tahap yang berikutnya, yang semakin melengkapi dan memperkaya, yaitu tahap status social, sampai tahap status etis. +leh karena itu, bagi Pestaloi, hanya berada di dalam masyarakat dan melalui pendidikanlah manusia melengkapi dan menyempurnakan kodratnya. Pendidikan karakter yang memberikan perhatian pada perkembangan individu yang memberikan perhatian dan perhitungan atas tatanan sosial dalam masyarakat, dan melalui interpretasi dan per#umpaan individu dalam dan dengan masyarakat itu manusia mengukuhkan sebagai makhluk yang bermoral membuat pendidikan karakter memiliki fungsi pedagogis. Selain itu, pendidikan karakter sebagai sebuah pedagogi memberikan prioritas utama pada pendidikan karakter dari sudut pandang pemahaman isu-isu moral yang lebih luas, terutama melihat isu-isu moral dalam keseluruhan peristiwa yang ter#adi dunia pendidikan itu sendiri (educationalhappenings). Pendidikan karakter apapun yang diterapkan di dalam sekolah tidak dapat melepaskan diridari konteksnya yang lebih luas, terlebih struktur4strutur yang memengaruhi bagaimana seorang individu yang terlibat dalam dunia pendidikan berperan sebagai sub#ek moral yangaktif. Pendidikan karakter #ika dipahami terlepas dari peristiwa-peristiwa dalam dunia pendidikan itu sendiri akan men#adi sebuahgerakan yang stagnan, buang energi, tenaga, dam biaya. Pendidikan karakter sebagai sebuah pedagogi meski diterapkan dalam kerangka keutuhan pengembangan individu-individu yang terlibat dalam dunia pendidikan. %alam praksisnya, pendekatanpendidikan karakter sebagai sebuah pedagogi lebih bersifat simultan, kontenporer, dan utuh. atra individu dalam pendidikan karakter menyiratkan dihargainya nilai-nilai kebebasan dan tanggung #awab. *ilai-nilai kebebasan inilah yang men#adi prasyarat utama sebuah perilaku bermoral. !ang men#adi sub#ek yang bertindak dan sub#ek moral adalah pribadi itu sendiri. ebebasan itu diwu#udkan melalui kemampuannya mengambil keputusan atra sosial mengacu pada corak relasional antara individu dengan individu lain, atau dengan lembaga lain yang men#adi cerminan kebebasan individu dalam mengorganisir dirinya sendiri. ehidupan sosial dalam masyarakat bisa ber#alan dengan baik dan stabil karena adanya relasi kekuasaan yang men#amin kebebasan individu yang me#adi anggotanya. atra moral men#adi #iwa yang menghidupi gerak dan dinamika masyarakatsehingga masyarakat tersebut men#adi semakin berbudaya dan bermartabat. 3anpa ada matra moral ini, masyarakat akan hidup dalam suatu tirani kekuasaan yang melecehkan individu dan menghalangi kebebasan. Situasi ini membuat masyarakat tidak stabil, sebab ter#adi berbagai macam konflik dan perkelahian untuk saling mempertahankan kebebasan-nya.3anpa norma moral, relasi kekuasaan yang ada dalam masyarakat akan men#adi liar dan menindas. !ang kuat akan makin berkuasa, yang lemah akan semakin tersingkirkan.
55
5embaga pendidikan, dalam artian yang paling dalam, sebenarnya men#adi tempat kekuasaan itu saling berdialog satu sama lain. Jika mencari contoh tentang barbagai macam relasi kekuasaan yang melibatkan individu, masyarakat, dan pandanggan moral, sekolahlah men#adi contoh yang paling tepat. Sebab, di dalam sekolah relasi kekuasaan itu begitu kentara sehingga situasi yang opresif maupun bebas itu bisa ter#adi disana. %engan mempertimbangkan relasi kekuasaan yang ada di dalam lembaga pendidikan, tidak mengherankan #ika kita melihat pendidikan sesungguhnya sebagai suatu proses politik. elasi guru dengan pihak lain, entah itu dalam lingkungan mikro (di dalam kelas) maupun makro (di luar kelas). elasi ini terstruktur dan terbentuk melalui sebuah sistem yang menyagga sistem kekuasaan satu sama lain. %engan kata lain, lembaga pendidikan sesungguhnya men#adi sebuah lahan tempat kekuasaan itu saling berebut untuk mempertahankan keberadaannya. Salah satu aspek penting yang menetukan kemartabatan manusia adalah individualitasnya. 'ndividualitas ini berarti cara-cara meelalui manan ia sebagai pribadi yang berbedadengan yang lain. +leh karena manusia secara kodrat itu berbeda dengan sesamanya,ia ingin men#adi bebas. 'a ingin agar individualitasnya, keunikannya, kekhasannya, diterima oleh sesamnya. +leh karena itu, usaha untuk menggapai kebebasan individu ini semakin mendesak untuk diper#uangkan oleh setiap individu demi kepenuhan dan integritas pribadinya. 3iga matra di atas mau tidak mau men#adi semacam pandu bagi pendidikan karakter itu di dalam lembaga pendidikan. 5embaga pendidikan, agar memiliki karakter mesti mambawa setiap individu dari tahap individual, sosial, sampai pada tahap moral. 5.& Sebe$as Kanon Penga'ar ora$ en"r"t Ko%ensk(
omensky memandang bahwa kiner#a pendidikan bukanlah sebuah karya yang langsung #adi. arya pendidik adalah sebagai guru yang menga#arkan kebi#aksanaan yang membuat setiap individu memiliki #iwa besar nan tangguh. 'nilah yang kita sebut sebagai pendidikan moral, sebuah proses pendidikan yang sesungguhnya yang mengangkat kita melebihi segala ciptaan lain. omensky memberikan kita sebelas kanon bagi sebuah pembela#aran moral di sekolah. anon-kanon itu adalah6 Pertama, dalam diri kaum muda haruslah ditanamkan sebuah keutamaan tanpa mengecualikannya sedikitpun. eutuhan dan kelurusan hati dalam pendidikan moral ini mewa#ibkan bahwa tidak ada satu keutamaanpun yang dikecualikan, kalau tidak mau menggangu harmoni dan keseluruhan proses pendidikan. Sebagai sebuah proses pembudayaan, pendidikan tidak dapat menga#arkan nilai-nilai yang bertentangan dengan nilai moral. Kedua, kemampuan dalam mengarahkan pertimbangan intelektual dalam membadakan secara #ernih apa yang baik dan buruk ( prudenza). Prusdenza #uga bisa berarti kemampuan untuk meramalkan dampak-dampak dan hasil dari suatu perbuatan, terutama perbuatan moral. emampuan seperti ini hanya bisa diperoleh melalui penga#aran yang baik 56
dan pendidikan yang baik, yang di dalamnya individu bela#ar membedakan hal satu dari hal yang lain,nilai yang satu dengan yang lain. Ketiga, keadilan. eutamaan se#ati terdapat dalam kemamouan diri untuk menimbang dan menilai segala sesuatu secara seimbang dan adil, atau dalam memberikanpenghargaan terhadap sesuatu itu apa adanyan, sesuai dengan halnya itu sendiri. Keempat, sikap ugahari (la temperanza). Sikap ugahari merupakan kemampuan untuk mengaktualisasi dan memuaskan dorongan-dorongan keinginan dalam diri serta tuntutan insting secara seimbang melalui cara-cara yang tepaat. Kelima, keteguhan (la fortezza). +rang yang bela#ar tentang nilai-nilai keteguhan itu terutama melalui cara-cara mengalahkan diri sendiri, tahan menanggung kesulitan dan penderitaan, mampu bergembira dan optimis di setiap waktu, mampu menahan rasa tidak sabar, mengeluh, atau amarah. Keenam, bersikap adil. elaksanakan keadilan dengan cara tidak melakukan hal-hal yang #ahat atau merusak bagi orang lain, memberikan kepada orang lain hak-haknya, menghindari diri dari keinginan untuk menipu dan mengelabui orang lain, dan menumbuhkan sikap melayani orang lain merupakan sikap-sikap yang sangat agar individu dapat bertindak adil. Ketujuh, keutamaan akan keteguhan itu memiliki dua macam wa#ah. !aitu, menger#akan dengan kesungguhan apa yang sedang dihadapi dan kesediaan menanggung derita atas #erih lelah dan peker#aan. 'nilah #enis kepandaian yang diperlukan oleh anak-anak muda. Kedelapan, menger#akan dengan kesungguhan apa yang sedang dihadapi dapat dilihat dari kenyataan bahwa anak didik itu memiliki kemampuan untuk setia pada tugas-tugas yang dipercayakan kepadanya. &ntuk inilah anak didik mesti dia#ar untuk men#adi cakap dalam banyak hal sesuai dengan persoalan konkret yang dihadapinya. Kesembilan, #ika anak-anak muda mampu memberi makna atas #erih payah dan ker#a keras mereka, mereka akan melakukan segala sesuatu secara sungguh-sungguh dan menyenangkan. Segala sesuatu akan dilakukan dengan penuh semangat dan kegembiraan. Kesepuluh, kesiapsediaan dan kemurahan hati melayani orang lain. en#adi manusia bagi orang lain, itulah keutamaan yang perlu ditambahkan pada empat keutamaan inti sebagaimana konon dua sampai lima. Kesebelas, penanaman keutamaan ini dimulai se#ak kecil. Sebab, #ika sebuah ladang tidak disemai dengan benih yangbaik, iaakan tetap menghasilkan, tetap menghasilkan alangalang dan tumbuhan liar. +leh karena itu, penanaman keutamaan itu mesti dilakukan pada usia sedini mungkin. 3iga matra pendidikan karakter disertai dengan sebelas kanon penga#aran moral ala omensky, membuat pendidikan karakter men#adi sebuah pedagogi bagi setiap individu, 57
terutama bagi pihak-pihak yang memiliki relasi terhadap lembaga pendidikan. 3idak peduli siapakah dia, tua-muda, senior-yunior, guru-siswa, karyawan-direktur, masyarakat-individu, keluarga-negara, dll, mereka semua memerlukan pendidikan karakter demi perkembangan dan pertumbuhannyasebagai individu dan anggota masyarakat yang mampu menghayati nilai-nilai yang diyakini sebagai sesuatu yang bermakna bagi dirinya sendiri dan bagi kemanusiaan. Pendidikan karakter men#adi pedagogi yang membebaskan individu sehingga ia dapat menghayati keunikannya, kekhasannya, tanpa takut bahwa dirinya akan distandarisasi atau disatuwarnakan dengan yang lain. Pendidikan karakter sebagai sebuah pedagogi memiliki tu#uan agar setiap pribadi semakin menghayati individualitasnya, mampu menggapai kebebasan yang dimilikinya sehingga ia dapat semakin bertumbuh sebagai pribadi maupun sebagai warga negara yang bebas dan bertanggung#awab, bahkan sampai pada tingkat tanggung #awab moral integral atas keber-samaan hidup dengan yang lain di dalam dunia. Pendidikan karakter sebagai pedagogi merupakan satu keping dari dua sisi paradigma pendekatan moral dalam pendidikai, yaitu, pendekatan moral dalam lingkup yang lebih sempit, yaitu, dalam sekolah, dan dalam lingkup lebih luas, yaitu dalam relasi individu dengan lembaga lain, berupa peristiwa-peristiwa dalam dunia pendidikan. ab berikutnya akan membahas tentang pendidikan karakter dan peristiwa-peristiwa dalam pendidikan .
58