BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Kesehatan jiwa merupakan pengendalian diri dalam menghadapi stresor di lingkungan sekitar dengan selalu berpikir positif dalam keselarasan tanpa adanya tekanan fisik dan psikologis, baik secara internal maupun eksternal yang mengarah pada kestabilan emosional (Rusdi dan darmawan, 2013). Menurut World Health Organization (WHO), kesehatan jiwa bukan hanya tidak ada gangguan jiwa, melainkan mengandung berbagai karakteristik positif yang menggambarkan keselarasan dan keseimbangan kejiwaan
yang
mencerminkan
kedewasaan
kepribadiannya
memperkirakan 450 juta orang di seluruh dunia mengalami gangguan mental, sekitar 10% orang dewasa mengalami gangguan jiwa saat ini dan 25% penduduk diperkirakan akan mengalami gangguan jiwa pada usia tertentu selama hidupnya Usia ini biasanya terjadi pada dewasa muda antara usia 18-21 tahun (WHO, 2009). 2009). Menurut National institute of mental health gangguan jiwa mencapai 13% dari penyakit secara keseluruhan dan diperkirakan akan berkembang menjadi 25% di tahun 2030. Kejadian tersebut akan memberikan andil meningkatnya prevalensi gangguan jiwa dari tahun ke
1
tahun di berbagai negara. Berdasarkan hasil sensus penduduk Amerika Serikat tahun 2004, diperkirakan 26,2 % penduduk yang berusia 18 – 30 tahun atau lebih mengalami gangguan jiwa (NIMH, 2011). Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar tahun 2007, menunjukkan bahwa prevalensi gangguan jiwa secara nasional mencapai 5,6% dari jumlah penduduk, dengan kata lain menunjukkan bahwa pada setiap 1000 orang penduduk terdapat empat sampai lima orang menderita gangguan jiwa. (Hidayati, 2012) Di Jawa Tengah sendiri terdapat 3 orang perseribu penduduk yang mengalami gangguan jiwa dan 50% adalah akibat dari kehilangan pekerjaan. Dengan demikian dari 32.952.040 penduduk Jawa Tengah terdapat sekitar 98.856 orang yang mengalami gangguan jiwa. Sejalan dengan paradigma sehat yang dicanangkan departemen kesehatan yang lebih menekankan upaya proaktif melakukan pencegahan daripada menunggu di rumah sakit, kini orientas upaya kesehatan jiwa lebih pada pencegahan (preventif) dan promotif (Purilukita, 2012). 2012). Berdasarkan data pada seluruh bangsal inap di Rumah Sakit Jiwa Daerah Magelang (RSJD) pasien dengan perilaku kekerasan mengalami peningkatan dalam kurun waktu 3 tahun terakhir, dan penderita gangguan jiwa yang dirawat di RSJD RSJ D pada tahun 2010 sebanyak 2.576 pasien, pada tahun 2011 sebanyak 2.663 pasien dan pada tahun 2012 sebanyak 3.605 pasien. (rekam medik RSJD Magelang, 2013) Menurut hasil laporan Rekam Medik RSJD Magelang didapatkan data dari bulan Februari- April
2
2013 tercatat jumlah pasien rawat inap sebanyak 915 pasien, Jumlah pasien dengan perilaku kekerasan kekeras an sebanyak 232 pasien Data pada bangsal Sumbadra RSJD Magelang selama bulan April 2013 tercatat pasien dengan perilaku kekerasan sebanyak 25 pasien. Hal ini membuktikan bahwa gangguan jiwa dengan perilaku kekerasan di RSJD Magelang masih cukup tinggi, maka penulis tertarik untuk mengambil kasus dengan gangguan jiwa perilaku kekerasan di RSJD Magelang. (rekam medik RSJD Magelang, 2013). Berdasarkan latar belakang masalah tersebut di atas, penulis ingin mengangkat Karya Tulis Ilmiah masalah perilaku kekerasan dengan judul “Asuhan Keperawatan Jiwa pada Tn. B dengan Perilaku Kekerasan di Ruang Mawar Rumah Ruma h Sakit Jiwa Daerah Magelang” secara holistik dan komunikasi terapeutik.
B. TUJUAN
1. Tujuan Umum Penulis dapat memahami konsep dasar tentang gangguan jiwa, serta penulis dapat menerapkan asuhan keperawatan pada pasien gangguan jiwa dengan perilaku kekerasan.
2. Tujuan Khusus
3
Penulis dapat melaksanakan pemberian asuhan keperawatan melalui tahapan proses keperawatan yaitu mampu : a. Melakukan pengkajian dan memnuat analisa data dan menentukan
diagnosa
keperawatan
untuk
membuat
rencana tindakan keperawatan pada Tn.B diruang mawar RSJD
Magelang
dengan
masalah
keperawatannya
gangguan kejiawaan dengan perilaku kekerasan. b. Mampu melakukan tindakan atau implementasi asuhan keperawatan sesuai dengan rencana yang di tetapkan pada Tn.B dengan gangguan jiwa dengan perilaku kekerasan. c. Mampu mengevaluasi hasil tindakan asuhan keperawatan yang telah di laksanakan pada Tn.B d. Melakukan pendokumentasian asuhan keperawatan pada Tn.B dengan gangguan jiwa perilaku kekerasan.
C. BATASAN MASALAH
Karena sangatlah kompleks tentang masalah yang keperawatan pada pasien gangguan jiwa, maka masalah yang di munculkan akan di batasi, yaitu masalah yang di munculkan adalah gangguan kejiwaan dengan perilaku kekerasan pada Tn.B di ruang mawar RSJD Magelang, dengan waktu selama 1 minggu.
4
BAB II KONSEP DASAR
A. DEFINISI
Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan emosi yang merupakan campuran perasaan frustasi dan benci atau marah. Hal ini di dasari keadaan emosi secara mendalam dari setiap orang sebagai bagian penting dari keadaan emosional yang dapat di proyeksikan kelingkungan, kedalam diri atau secara destruktif ( Iyus, 2014) Perilaku kekerasan merupakan suatu bentuk ekspresi kemarahan yang tidak sesuai dimana seseorang melakukan tindakan-tindakan ti ndakan-tindakan yang dapat membahayakan atau mencederai diri sendiri, orang lain, bahkan merusak lingkungan ( Prabowo, 2014) Perilaku kekerasan adalah tindakan melakukan kekerasan di tunjukan pada diri sendiri atau orang lain secara verbal maupun non verbal dan pada lingkungan (Depkes RI dalam rusdi & Deden, 2013)
B. ETIOLOGI
Faktor penyebab perilaku kekerasan menurut Yosep dan Sutini (2014) adalah 1.
Faktor Presdisposisi Faktor presdisposisi adalah faktor – faktor yang mendukung terjadinya masalah perilaku kekerasan adalah faktor psikologis, faktor sosial budaya, faktor biologis a. Faktor psikologis
5
Psychoanalythical Theory, teori ini mendukung bahwa perilaku merupakan akibat dari instinctual drives. Freud berpendapat bahwa perilaku manusia di pengaruhi oleh dua dua instinc : 1)
Insting hidup yang di ekspresikan dengan seksualitas
2)
Insting kematian yang di ekspresiakn dengan agresivitas
a. Faktor Sosial Budaya Sosial learning theori, teori yang di kembangkan oleh Bandura mengemukakan bahwa agresif tidak berbeda dengan respon – respon yang lain. Agresif dapat di pelajari melalui observasi atau imitasi, dan semakin
sering
kemungkinan
mendapatkan
untuk
terjadi.
penguatan Seseorang
maka
akan
semakin
berespon
besar
terhadap
keterbangkiatan emosionalnya secara agresif sesuai dengan respon yang di pelajari. b. Faktor biologis Ada beberapa penelitian membuktikan bahwa dorongan agresif mempunyai dasar biologis. Penelitian neuorabiology mendapatkan bahwa adanya pemberian stimulus elektrik ringan pada hypotalamus ( yang berada di tengah limbic) binatang ternyata menimbulkan perilaku agrsif. b. Faktor Presipitasi Secara umum, seseorang akan berespon dengan marah apabila merasa dirinya terancam. Ancaman tersebut dapat berupa injury secara psikis, atau lebih dikenal dengan adanya ancaman terhadap konsep diri seseorang. Ketika seseorang terancam, mungkin dia tidak menyadari sama
6
sekali pa yang membuat dia marah, oleh karena itu baik perawat maupun klien harus bersama- sama mengidentifikasi masalah. Sedangkan
menurut
Deden
(2013),
faktor-faktor
yang
mempengaruhi terjadinya masalah perilaku kekerasan adalah : a. Faktor Biologis 1. Instinctual Drive Theory (Teori Dorongan Naluri) Teori ini mengatakan bahwa perilaku kekerasan disebabkan oleh suatu dorongan kebutuhan yang sangat luas. 2. Psychomatic Theory (Teori Psikosomatik) Pengalaman marah adalah akibat respon psikologi terhadap stimulus ekster nal, internal maupun lingkungan. Dalam hal ini sistem limbik berperan sebagai pusat untuk mengekspresikan maupun menghambat rasa marah. b. Faktor Psikologis 1. Frustation Agresion Theory (Teori agresif frustasi ) Menurut teori ini perilaku kekerasan terjadi apabila keinginan individu untuk mencapai sesuatu gagal atau menghambat. Keadaan tersebut dapat mendorong individu berperilaku agresif karena perasaan frustasi akan berkurang melalui perilaku kekerasan. 2. Behavior Theory (Teori Perilaku) Kemarahan adalah proses belajar, hal ini dapat di capai apabila tersedia fasilitas atau stimulasi yang mendukung. 3. Eksistensial Theory (Teori Eksistensi)
7
Bertingkah laku adalah kebutuhan dasar manusia, apabila kebutuhan tersebut tidak dapat terpenuhi melalui perilaku konstruktif, maka individu akan memenuhi nya melalui perlaku destruktif. c. Faktor sosikultural 1. Sosial Environment Theory (Teori lingkungan Sosial) Lingkungan sosial akan mempengaruhi sikap individu dalam mengekspresikan marah, norma budaya dapat mendukung individu. 2. Social Learning Theory (Teori Belajar Sosial) Perilaku kekerasan dapat di pelajari secara langsung maupun melalui proses sosialisasi . Menurut
Shive dalam Direja (2011), hal-hal yang yang dapat
menimbulkan perilaku kekerasan atau penganiayaan adalah : a. Kesulitan kondisi ekonomi b. Kesulitan dalam mengkomunikasikan sesuatu c. Ketidaksiapan seorang ibu dalam merawat anaknya dan ketidakmampuan
dalam
menempatkan
diri
sebagai
orang
dewasa. d.
Pelaku
mungkin
penyalahgunaan
mempunyai
obat
dan
riwayat
alkhohol
antisosial
serta
tidak
seperti mampu
mengontrol emosi pada saat menghadapi rasa frustasi.
C. PATOFISOLOGI
Faktor – faktor dapat bersumber dari klien , lingkungan atau interaksi dengan orang lain, kondisi klien seperti kelemahan fisik ( penyakit fisik), keputusasaan, ketidakberdayaan, percaya diri yang kurang dapat menjadi
8
penyebab perilaku kekerasan. Demikian pula situasi sit uasi lingkungan yang ribut, r ibut, padat kritikan yang mengarah pada penghinaan, kehilangan orang yang di cintai, pekerjaan dan kekerasaan merupakan faktor penyebab yang lain. Interaksi sosial yang provokatif dan konflik dapat juga memicu perilaku kekerasan. Teori Biologik : Neurologi faktor, beragam komponen dari sistem syaraf seperti synap, neurotransmiter, dendrit, axon terminalis. Mempunyai peran memfasilitasi atau menghambat rangsangan dan pesan – pesan yang akan mempengaruhi sifat agresif. Sistem limbik sangat terlibat dalam menstimulus timbulnya perilaku bermusuhan dan Menurut Rusdi dan Deden Darmawan (2013) stress, cemas dan marah merupakan bagian dari kehidupan sehari – hari hari yang harus di hadapi oleh setiap individu. Stress dapat menyebabkan kecemasaan yang menimbulkan perasaan tidak menyenangkan atau terancam. Kecemasaan dapat menimbulkan kemarahan yang mengarah pada perilaku kekerasaan. Respon terhadap marah dapat di ekspresikan secara eksternal maupun internal. Secara eksternal dapat berupa perilaku kekerasan dan internal dapat berupa ekspresi dan penyakit penyakit fisik. Mengekspresikan
marah
dengan
perilaku
konstruktif
dengan
menggunakan kata – kata yang dapat dimengerti dan dapat diterima tanpa menyakiti orng lain akan memberikan perasaan lega dan menurunkan ketegangan, sehingga perasaan marah dapat diatasi. Apabila perasaan marah di ekspresikan dengan perilaku kekerasaan, biasanya dilakukan individu karena merasa kuat. Cara demikian tentunya tidak akan menyelesaikan masalah bahkan dapat menimbulkan kemarahan yang berkepanjangan dan dapat menimbulkan tingkah laku destruktif seperti tindakan kekerasaan yang di tunjukan pada orang lain maupun lingkungan. Perilaku yang tidak asertif seperti perasaan marah dilakukan
9
individu karena tidak merasa kuat. Individu akan berpura – pura pura tidak marah atau melarikan diri dara rasa marahnya sehingga rasa marah tidak terungkap. Kemarahan akan menimbulkan rasa bermusuhan yang lama daripada saat menimbulkan kemarahan destruktif yang di tunjukan pada diri sendiri.
D. MANIFESTASI KLINIS
Menurut Stuart dan Sundeen (2007) : a. Emosi :Jengkel, marah (dendam), rasa terganggu, merasa takut, tidak aman, cemas. b. Fisik :Muka merah, pandangan tajam, nafas pendek, keringat, sakit fisik, penyalahgunaan zat, tekanan darah meningkat. meningkat. c. Intelektual : Mendominasi, bawel, berdebat, meremehkan. d. Spiritual :Keraguan, kebijakan / keberanian diri, tidak bermoral, kreativitas terhambat. e. Sosial :Menarik diri, pengasingan, penolakan, kekerasan, ejekan, humor. Perilaku kekerasaan atau agresif dapat di kaitkan dengan gejala lain yang di tentukan oleh gangguan yang mendasari penyakit yang dapat mempengaruhi perilaku dan juga psikologis, kognitif, dan gejala fisik. Beberapa tanda dan gejala tambahan yang mungkin termasuk di dalamnya : a. Kegelisahan b. Kemurungan c. Agitasi d. Disorientasi atau masalah memori ingatan e. Depresi f. Masalah dengan konsentrasi dan perhatian
10
g. Kesulitan berfikir secara terorganisir h. Ketrampilan komunikasi yang buruk i. Halusinasi j. Delusi k. Insomnia l. Penarikan sosial m. Perilaku mengancam n. Perubahan status mental kebingungan, diorientasi, delirium dan lesu (Anonim,2017)
E. PENATALAKSANAAN
1. MEDIS Menurut Yosep ( 2007 ) obat-obatan yang biasa diberikan pada pasien dengan marah atau perilaku kekerasan adalah : a. Antianxiety dan sedative hipnotics. Obat-obatan ini dapat mengendalikan agitasi yang akut. Benzodiazepine seperti Lorazepam dan Clonazepam, sering digunakan dalam kedaruratan psikiatrik untuk menenangkan perlawanan klien. Tapi obat ini tidak direkomendasikan untuk penggunaan dalam waktu lama karena dapat menyebabkan kebingungan dan ketergantungan, juga bisa memperburuk simptom depresi. b. Buspirone obat antianxiety, efektif dalam mengendalikan perilaku kekerasan yang berkaitan dengan kecemasan dan depresi. c. Antidepressants, penggunaan obat ini mampu mengontrol impulsif dan perilaku agresif klien yang berkaitan dengan perubahan mood. Amitriptyline
11
dan Trazodone, menghilangkan agresifitas yang berhubungan dengan cedera kepala dan gangguan mental organik. d. Lithium efektif untuk agresif karena manik. e. Antipsychotic dipergunakan untuk perawatan perilaku kekerasan.
2.KEPERAWATAN 2. KEPERAWATAN Menurut Yosep ( 2007 ) perawat dapat mengimplementasikan berbagai cara untuk mencegah dan mengelola perilaku agresif melaui rentang intervensi keperawatan. Strategi preventif
Kesadaran diri Pendidikan klien Latihan asertif
Strategi antisipatif
Komunikasi Perubahan lingkungan Tindakan perilaku
Strategi pengurungan
Managemen krisis Seclusion Restrains Psikofarmakologi
Gambar 3 Rentang R entang Intervensi Keperawatan
Dari gambar tersebut dapat disimpulkan bahwa a. Strategi preventif 1) Kesadaran diri Perawat harus terus menerus meningkatkan kesadaran dirinya dan melakukan supervisi dengan memisahkan antara masalah pribadi dan masalah klien. 2) Pendidikan klien Pendidikan yang diberikan mengenai cara berkomunikasi dan cara mengekspresikan marah yang tepat. 3) Latihan asertif Kemampuan dasar interpersonal yang harus dimiliki meliputi : - Berkomunikasi secara langsung dengan setiap orang
12
. - Mengatakan tidak untuk sesuatu yang tidak beralasan. - Sanggup melakukan komplain. - Mengekspresikan penghargaan dengan tepat. b. Strategi antisipatif 1) Komunikasi Strategi berkomunikasi dengan klien perilaku agresif : bersikap tenang, bicara lembut, bicara tidak klien, jangan terburu-buru menginterpretasikan dan jangan buat janji yang tidak bisa ditepati. 2) Perubahan lingkungan Unit perawatan sebaiknya menyediakan berbagai aktivitas seperti : membaca, grup program yang dapat mengurangi perilaku klien yang tidak sesuai dan meningkatkan adaptasi sosialnya. 3) Tindakan perilaku Pada dasarnya membuat kontrak dengan klien mengenai perilaku yang dapat diterina dan tidak dapat diterima serta konsekuensi yang didapat bila kontrak dilanggar. c. Strategi pengurungan 1) Managemen krisis 2) Seclusion merupakan tindakan keperawatan yang terakhir dengan menempatkan klien dalam suatu ruangan dimana klien tidak dapat keluar atas kemauannya sendiri dan dipisahkan dengan pasien lain. 3) Restrains adalah pengekangan fisik dengan menggunakan alat manual untuk membatasi gerakan fisik pasien menggunakan manset, sprei pengekang dengan cara mengahakimi, bicara netral dan dengan cara konkrit, tunjukkan rasa hormat, hindari intensitas kontak mata langsung, demonstrasikan cara mengontrol situasi, fasilitasi pembicaraan klien dan dengarkan
13
F. PENGKAJIAN
Menurut Keliat (2010), data yang perlu dikaji pada pasien dengan perilaku kekerasan yaitu pada data subyektifklien mengancam, mengumpat dengan katakata kotor, mengatakan dendam dan jengkel. Klien juga menyalahkan dan menuntut.pada data obyektif klien menunjukkan tanda-tanda mata melotot dan pandangan tajam, tangan mengepal, rahang mengatup, wajah memerah dan tegang, postur tubuh kaku dan suara keras. a. Pengumpulan Data Tujuan dari pengumpulan data adalah menilai status kesehatan dan kemungkinan adanya masalah keperawatan yang memerlukan intervensi dari perawat. Data yang dikumpulkan bisa berupa data objektif yaitu data yang dapat secara nyata melalui observasi atau pemeriksaan langsung oleh perawat. Sedangkan data subjektif yaitu data yang disampaikan secara lisan oleh klien dan keluarganya. Data ini didapat melalui wawancara perawat kepada klien dan keluarganya. Untuk dapat menyaring data yang diperlukan, umumnya yang dikembangkan formulir pengkajian dan petunjuk teknis pengkajian agar memudahkan dalam pengkajian. Sistematika pengkajian, meliputi: 1) Identitas klien meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama, pekerjaan, alamat, tanggal masuk, tanggal pengkajiannya nomor rekam medik, diagnosa medis dan identitas penanggung jawab. 2) Keluhan utama dan alasan masuk, tanyakan pada klien atau keluarga apa yang menyebabkan klien datang ke rumah sakit saat ini serta bagaimana hasil dari tindakan orang tersebut. 3) Faktor predisposisi, menanyakan kepada klien atau keluarganya :
14
a) Apakah klien pernah mengalami gangguan jiwa atau tidak b) Apakah ya, bagaimana hasil pengobatan pengobatan sebelumnya. c) Klien pernah melakukan, mengalami atau menyaksikan penganiayaan fisik, seksual, penolakan dari lingkungan, kekerasan dalam keluarga dan tindakan kriminal. d) Apakah anggota keluarga ada yang mengalami gangguan jiwa. e) Pengalaman klien yang tidak menyenangkan (kegagalan yang terulang lagi, penolakan orang tua, harapan orang tua yang tidak realistis) atau faktor lain, misalnya kurang mempunyai tanggung jawab personal. 4) Aspek fisik atau biologis, observasi tanda-tanda vital (tekanan darah, nadi, suhu, pernafasan klien), ukur tinggi badan dan berat badan klien. 5)
Psikososial,
membuat
genogram
minimal
tiga
generasi
yang
dapat
menggambarkan hubungan klien dengan keluarga. Masalah yang terkait dengan komunikasi pengembalian keputusan dan pola asuh. 6) Status mental meliputi pembicaraan, penampilan, aktivitas motorik, alam perasaan, afek, interaksi selama wawancara, persepsi, proses pikir, isi pikir, tingkat kesadaran, emosi, tingkat konsentrasi dan berhitung, kemampuan penilaian dan daya tilik diri. 7) Kebutuhan persiapan pulang, kemampuan klien dalam makan, BAB/BAK, mandi, berpakaian, istirahat, tidur, penggunaan obat, pemeliharaan kesehatan, aktivitas di dalam rumah dan di luar rumah. 8) Mekanisme koping, didapat melalui wawancara pada klien atau keluarga baik adaptif maupun maladaptif.
15
9) Masalah psikososial dan lingkungan, di dapat dari klien atau keluarga bagaimana tentang keadaan lingkungan klien, masalah pendidikan dan masalah pekerjaan. 10) Pengetahuan, apakah klien mengetahui tentang kesehatan jiwa. 11) Aspek medik, obat-obatan klien saat ini baik obat fisik, psikofarmako dan therapi lain.
G. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Psikologiway
Domain: kenyamanan Kelas :1. Kenyamanan fisik Kode : 00053 Diagnosa keperawtan : Isolasi diri
Perubahan status mental
Domain : 4. Aktifitas / istirahat Kelas : 1. Tidur/ istirahat Kode : 00095 Diagnosa keperawtan:Insomnia
Domain : 9 Koping/ toleransi stres Kelas: 2 Respons koping Kode : 00146 Diagnosa keperawtan :Ansietas
Domain: 11 perilaku/ perlindungan Kelas:3 perilaku kekerasan Kode :00140 Diagnosa keperawatan :Resiko perilaku kekerasan melukai diri sendiri
ketakutan Kebutuhan tidakterpenuhi
Domian :11 Keamnan/ perlindunga n Kelas:3 Perilaku kekerasaan Kode : 00138 Diagnosa keperawtan: Resiko perilaku kekerasaan mengancam orang lain
dorongan untuk melukai diri sendiri tidak tertahankan gangguan emosional
Faktor Biologi -
Dorongan kebutuhan luas Pengeluaran rasa marah
Perilaku kekerasaan
Faktor sosial cultural -
Faktor Psikologi -
Perasaan Frustasi Marah 16
-
Lingkungan sosial Proses sosialisasi
b. Masalah keperawatan 1) Isolasi Diri 2) Insomnia 3) Ansietas 4) Resiko perilaku kekerasaan melukai diri sendiri 5) Resiko perilaku kekerasan mengncam ornag lain c. Rumusan Diagnosa keperawatan 1) Isolasi diri beruhubungan dengan perubahan ststus mental a.
Definisi : Kesendirian yang dialami oleh individu dan dianggap timbul karena orang lain dan sebgai suatu pernyataan negative atau mengancam.
b.
Batasan karakteristik : Afek datar, Ingin sendirian, menarik diri, merasa tidak aman di tempat umum, tidak mempunyai mempunyai tujuan.
2) Insomia berhubungan dengan ketakutan a. Definisi : Gangguan pada kuantitas dan kualitas tidur yang menghambat. b. Batasan karakteristik : Gangguan pola tidur, perubahan mood, kesulitan tidur nyenyak. 3) Ansietas berhubungan dengan kebutuhan tidak terpenuhi a. Definisi : Perasaan tidak nyaman atau kekhawatiran yang samar disertai respons otonom. b. Batasan karakteristik : Gelisah, insomnia, ketakutan 4) Resiko perilaku kekerasan melukai diri sendiri berhubungan dengan dorongan untuk melukai diri sendiri tidak tertahankan.
17
a. Definisi : Rentan melakukan yang individu menunjukan bahwa ia dapat membahayakan dirinya sendiri secara fisik, emosional, dan / at au seksual. b. Faktor resiko : Gangguan psikologis, Isolasi sosial, Masalah kesehatan fisik, masalah kesehatan mental. 5) Resiko perilaku kekerasaan mengancam orang lain berhubungan dengan gangguan emosional. a. Definisi : Rentan melakukan perilaku yang individu menunjukan bahwa ia dapat membahayakan orang lainsecara fisik, emosional, dan/atau seksual. b. Faktor resiko : Gangguan psikosis, Pola ancaman kekerasaan, pola perilaku kekerasaan.
H. FOKUS INTERVENSI
a. Noc : Isolasi sosial (1982) Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam di harapakan pasien dapat meningkatakan hubungan hubungan antara pasien dengan lingkungannya. lingkungannya. Kriteria hasil : Hasil yang di harapkan
Awal
Akhir
2
5
1
3
Interaksi Dengan teman dekat, tetangga, anggota keluarga, dan/anggota kelompok kerja. Berpartisipasi sebagai sukarelawan pada
18
aktivitas organisasi atau pada kegiatan keagamaan Berpartisipasi dalam aktivits pengalihsn
2
4
dengsn orsng lsin
Nic :
- Observasi bersama pasien faktor-faktor yang mempengaruhi perasaan isolasi sosial. - Bantu pasien menggali dan memahami gagasan, perasaan, motivasi dan perilaku pasien. - Bantu pasien membedakan antara persepsi dan kenyataan. - Fasilitasi kemampuan individu untuk berinteraksi dengan orang lain.
b. Noc : Insomnia (1980,1998,2006) (1980,1998,2006) Tujuan : Setelah di lakukan tindakan keperawatan setelah 1 x 24 jam tidur pasien akan bertambah dengan kriteria hasil sebagai berikut : Hasil yang di harapkan Jumlah jam tidur
Awal
ahir
2
4
2
4
2
5
2
4
Pola, rutinitas, dan kualitas tidur Perasaan segar setelah tidur Terbangun sesuai waktu yang sesuai
19
Keterangan : 1 : Ganggauan ekstrem 2 : Berat 3 : Sedang 4 : Ringan 5 : Tidak ada gangguan Nic :
-
Oservasi pola tidur pasien dan catat hubungan faktor-faktor Psikologis (misalnya ketakutan) yang dapat mengganggu pola tidur pasien.
-
Bantu pasien untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang mungkin menyebabkan kurang tidur, seperti ketakutan, masalah yang tidak terselesaikan dan konflik.
-
Ajarkan pasien tentang faktor lain (misalnya psikologis , fisiologis) yang dapat menyebabkan gangguan pola tidur
-
Diskusikan dengan dokter tentang perlunya meninjau program pengobatan j ika berpengaruh pada pola tidur.
c. Noc : Ansietas (1973,1982,1998) (1973,1982,1998) Tujuan : Setelah di lakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam pasien sudah terlihat tidak merasa cemas lagi, dengan kriteria hasil sebgai berikut : Hasil yang di harapkan
Awal
Akhir
1
5
1
5
Pasien dapat mengendalikan diri terhadap situasi penuh tekanan Ansietas berkurang
20
Pasien dapat mengkomunikasikan
1
4
kebutuhan secara tepat
Keterangan :
1. Tidak pernah 2. Jarang 3. Kadang – Kadang – kadang kadang 4. Sering 5. Selalu NIC : -
Kaji dan dokumentasikan tingkat kecemasan pasien termasuk reaksi fisik setiap hari
-
Bantu pasien untuk beradaptasi dengan persepsi stresor, perubahan , atau ancaman, yang menghambat pemenuhan tuntutan dan peran hidup.
-
Informasikan tentang gejala ansietas
-
Berikn obat untuk menurunkan ansietas jika di perlukan
d. Noc d. Noc : Resiko kekerasan melukai diri sendiri (1994) Tujuan : Setelah di lakukan tindakan keperawtan selama 2 x 24 jam, pasien mampu mengendalikan diri tidak melukai diri nya sendiri, dengan kriteria hasil : Hasil yang di harapkan
Awal
Akhir
1
4
Mengidentifikasi perasaan atau perilaku yang mengakibatkantindakan
21
impuls Mengidentifikasi alternatif cara untuk mengatasi
1
5
1
5
1
5
masalah Melaporkan penurunan dalam gagasan bunuh diri Tidak menyakiti diri sendiri
Keterangan : 1. Tidak pernah 2. Jarang 3. Kadang – Kadang – kadang kadang 4. Sering 5. Selalu di tunjukan
Nic : -
Kaji dan dokumentasikan potensi bunuh diri pasien setiap hari
-
Bantu pasien memediasi impuls melalui penera0an strategi pemecahan masalah terhadap situasi sosial dan internasional.
-
Ajarkan tentang penggunaan tindakan menenagkan diri
-
Diskusikan dengan dokter tentang penggunan tindakan restrain bila di butuhkan untuk mencegah mencederai diri
e. Noc : Resiko Perilaku kekerasaan: terhadap orang lain / lingkungan lingkungan (1980,1996)
22
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x 24 jam, pasien bisa mengendalikan, dengan kriteria hasil sebgai berikut :
Hasil yang di harapkan
Awal
Akhir
1
4
1
4
1
4
1
4
Menahan diri dari menyerang dengan kata – kata – kata. Menyerang orang lain Membahayakan ornag lain Menghindari lingkungan dan situasi yang beresiko tinggi Keterangan : 1. Tidak peranh 2. Jarang 3. Kadang – Kadang – kadang kadang 4. Sering 5. Selalu Nic : -
Identifikasi perilaku yang mengindikasikan kekerasan terhadap orang lain.
-
Batasi akses terhadap situasi yang membuat frustasi , hingga pasien mampu mengungkapkan marah secra adaptif
-
Ajarkan tentang pengguanaan tindakan menenangkan diri
-
Rundingkan dengan dokter tentang penggunaan tindakan restrain .
23
DAFTAR PUSTAKA
Anonim
2017.
Agression
Tretment
Center .From .From
URL
:
http://www.lakelandbehavioralhealth.com/co occurring/schizophrenia.(Diakses 28 maret 2017) NIMH, 2011. From : https://www.nimh.nih.gov/index.shtml (diakse 28 maret 2017) Prabowo, Eko (2014). Buku (2014). Buku Ajar Keperawatan jiwa Edisi jiwa Edisi 1 . Yogyakarta . Nuka Medika. Rusdi dan Darmawan Deden.(2013 ). Keperawatan jiwa Konsep dan kerangka kerja Asuhan Keperawatan jiwa. jiwa. Yogyakarta : Gosyen Publishing. Stuart, 2007. Buku 2007. Buku Saku Keperawatan Jiwa, Jiwa , Jakarta: EGC. Who,2009. From : http://www.who.int/mediacenter/facsheets/fs204/ (diakses tanggal 28 maret 2017) Yosep, Iyus dan Titin Sutini (2014). Buku Ajar Keperawatan Jiwa . Bandung : PT Refika Aditama Yosep, I., 2009. Teknik Prosedural Keperawatan. Keperawatan. Jogjakarta: D-Medika. Herdman, T. Heather (2015). Nanda international Inc. Diagnosis keperawatan. keperawatan . Jakarta : EGC.
24